• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Prima Indonesia Medan

Dalam dokumen Pemberdayaan komunitas (Halaman 50-57)

Abstrak

Peningkatan dan penurunan produksi bawang merah sering terjadi dari tahun ke tahun, antara lain karena faktor iklim, sarana produksi yang tidak dapat dijangkau petani serta pemeliharaannya yang kurang intensif. Faktor lain yang tidak langsung adalah pendidikan petani, modal petani, pengalaman petani itu sendiri, tenaga kerja dan peningkatan harga. Salah satu cara dalam upaya meningkatkan produksi adalah rotasi tanaman yang sering dilakukan oleh petani pada lahan sawah dan kering.

Kata kunci : biaya produksi, produktivitas, rotasi. Abstract

Increase and decrease in onion productin often occur from year to year, partly because of climatic factors, production facilities can not reach farmers and less maintenance intensive. Another indirectly factor is education of farmers, capital of farmers, the experience of farmers, manpower and increased prices. One way in an effort to increase the production is crop rotation which is often practiced by farmers in paddy fields and dry.

Keywords: cost of production, productivity, rotation Pendahuluan

Peningkatan dan penurunan produksi bawang merah sering terjadi dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pendidikan petani, modal petani, pengalaman petani itu sendiri, iklim, tenaga kerja, peningkatan harga, dan sarana produksi yang tidak dapat di jangkau petani serta pemeliharaannya.1

Berbagai cara dalam upaya meningkatkan produksi yaitu intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi. Diversifikasi merupakan salah satu cara yang berkembang di Sumatera Utara dalam upaya meningkatkan produksi. Salah satu bentuk diversifikasi adalah rotasi tanaman yang sering dilakukan oleh petani pada lahan sawah dan kering. Rotasi tanaman bawang merah dan padi banyak dikembangkan di Sumatera Utara. Hal ini

Artikel Penelitian

terkait dengan potensi wilayah dan sumber daya yang cocok untuk kedua komoditi tersebut.

Tersedianya sarana dan faktor produksi belum berarti produktifitas yang diperoleh cukup tinggi namun bagaimana usaha petani melakukan usahanya secara efisien adalah usaha yang paling penting. Efisiensi usaha tani sangat penting dalam menggunakan faktor-faktor produksi sehingga produksi yang tinggi akan dicapai., karena luas lahan yang digarap oleh petani pada umumnya sempit dan keterbatasan modal yang dimiliki mengakibatkan faktor produksi dari petani hanya menggambarkan sifat-sifat subsistem petani.2

Produksi merupakan suatu kegiatan atau proses yang mengubah faktor-faktor produksi menjadi produk. Tingkat produksi suatu tanaman ditentukan oleh tingkat penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Faktor alam yang dimasukkan biasanya adalah tanah, sedangkan modal adalah semua milik usaha tani yang mempunyai nilai uang yang digunakan untuk melaksanakan usaha taninya.

Namun dalam praktek keempat faktor produksi tersebut belum cukup untuk menjelaskan produksi. Faktor-faktor sosial ekonomi lainnya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,tingkat ketrampilan dan lain-lain juga berperan mempengaruhi tingkat produksi. Oleh karena itu sebelum seseorang berperan dalam merancang untuk menganalisis kaitan input dan output maka diperlukan pemahaman dan identifikasi terhadap variabel-variabel apa yang mempengaruhi proses produksi.3

Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan petani pada khususnya, maka pemerintah menetapkan kebijaksanaan dalam memilih urutan jenis tanaman pertanian. Untuk menentukan jenis tanaman itu telah disusun pedoman sebagai berikut: mengutamakan jenis tanaman yang menpunyai prospek pasar dan pemasaran yang baik dan mengutamakan jenis tanaman yang dapat mempertinggi nilai gizi masyarakat.4

Bawang merah termasuk komoditas utama dalam perioritas pengembangan sayuran di Indonesia. Karena selain ratusan tahun lamanya dibudidayakan, sekaligus merupakan salah satu

sumber pendapatan petani maupun ekonomi negara.5

Dalam rangka perbaikan produksi Bawang Merah pemerintah telah memberikan bantuan sebesar 1,6 milyar untuk meningkatkan produksi Bawang Merah melalui adanya penelitian terhadap adanya dugaan virus yang menyerang bibit tanaman bawang merah dan adanya sistem perotasian tanaman agar dapat meningkatkan produktivitas tanaman bawang merah.

Usaha tani yang memproduksi lebih dari satu jenis komoditi bertujuan untuk mendapatkan produksi yang optimum dari sawah atau ladang yang sempit, selain itu umur tanaman yan bersangkutan tidak sama, akan menjamin tersedianya bahan makan sepanjang tahun dan mengurangi resiko kegagalan panen dengan mengadakan semacam sistem rotasi. Jadi jika satu tidak berhasil maka diharapkan tanaman lainnya memberi hasil, untuk itu petani akan mencari kombinasi tanaman yang terbaik dalam usahataninya dengan mempertimbangkan keadaan tanah, tenaga kerja dan sumber lainnya. Rotasi tanam adalah penggunaan sebidang tanah yang sama dalam waktu tertentu (semusim atau setahun) dengan pertanaman beberapa kali atau beberapa jenis tanaman secara bergantian.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Siboro Kecamatan Sianjur Mula-mula Kabupaten Samosir. Di desa tersebut kebanyakan petani berusahatani tanaman bawang merah di lahan sawah dan kering.

Populasi penelitian ini adalah petani di Desa Siboro yang mengusahakan bawang merah dilahan kering dan dilahan sawah. Populasi petani di daerah penelitian ini adalah sebanyak 100 KK, yang dikelompokkan atas tiga strata berdasarkan luas lahan.

Penentuan sampel dilakukan dengan beberapa cara yaitu menafsirkan semua anggota populasi pada setiap strata, untuk setiap populasi dan strata ditarik sampel dengan menggunakan angka acak dan hasil langkah satu dan dua itulah yang menjadi responden yang akan di wawancarai.

Sampel yang ditetapkan sebesar 30 kepala keluarga dari jumlah populasi, dan jumlah

sampel menurut strata ditetapkan secara “stratified random sampling” berdasarkan luas lahan.

Dalam menentukan populasi ada beberapa langkah – langkah yang dilakukan antara lain :

1. Dengan mendaftarkan seluruh petani Bawang Merah.

2. Mengklasifikasikan petani Bawang Merah berdasarkan karakteristik (petani yang mengusahakan Bawang Merah di lahan sawah dan kering).

3. Mengelompokkan petani Bawang Merah berdasarkan rotasinya (padi sawah – Bawang Merah), (Bawang Merah – Bawang Merah + Jagung), (Bawang Merah – Bawang Merah). 4. Mengklasifikasikan petani Bawang Merah

berdasarkan strata untuk sampel.

Data dikumpulkan melalui metode wawancara langsung dengan menggunakan daftar quesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara statistik deskriptif dan statistik inferensial, yaitu: 1. Untuk menguji hipotesis (1) digunakan teknik

analisis statistik deskriptif,

2. Untuk menguji hipotesis (2) digunakan teknik analisis statistik inferensial, yaitu uji t. 6 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini diajukan hipotesis untuk diuji sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan yang signifikan antara besarnyan biaya produksi yang diusahai dengan pola rotasi dan nono rotasi pada lahan sawah dan kering.

2. Adakah perbedaan yang signifikan antara produktivitas yang diusahakan dengan sistem rotasi dan non rotasi pada lahan sawah dan kering.

Temuan dan Analisis

Biaya Produksi

Biaya total produksi dalam penelitian ini adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani satu kali musim tanam mulai dari biaya bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, penyusutan alat dan biaya pajak yang keseluruhannya dihitung dalam rupiah.

Besarnya biaya total produksi untuk usahatani bawang merah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa biaya produksi total pada usahatani bawang merah pada lahan sawah dengan sistem pertanaman rotasi bawang merah – padi sawah sebesar Rp. 1.095.981,56/petani/mt atau Rp. 4.683.681,56/ha/mt. Besarnya biaya total usahatani bawang merah pada lahan kering dengan sistem pertanaman rotasi bawang merah – bawang merah + jagung sebesar Rp. 958.761,31/petani/mt atau Rp. 4.631.697,15/ha/mt dan non rotasi sebesar Rp. 973.788,61/petani/ mt atau Rp. 4.197.364,70/ha/mt.

Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam usahatani bawang merah dipengaruhi oleh jumlah bibit, pupuk, pestisida, curahan tenaga kerja, nilai penyusutan alat dan pajak serta harga dari setiap faktor produksi yang dikorbankan oleh petani pada saat usahatani tersebut dilaksanakan. Besarnya biaya produksi ini juga dipengaruhi oleh jenis areal pertanaman yang diusahakan dalam usahatani bawang merah. Pola Rotasi pada Lahan Sawah dan Lahan Kering Untuk melihat perbedaan besarnya biaya produksi yang diusahai dengan pola rotasi pada lahan sawah dan kering dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa besarnya biaya produksi pada lahan sawah dengan sistem pola rotasi sebesar Rp. 1.095.981,56/petani/mt atau Rp. 4.683.681,56/ha/mt, sedangkan biaya produksi lahan kering dengan sistem pola rotasi sebesar 958.761,31/petani/mt atau Rp. 4.631.697,15/ha/mt. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa biaya produksi pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan dengan lahan sawah dengan sistem pola tanam yang sama (secara rotasi).

Pola Rotasi pada Lahan Sawah dan Mono Rotasi pada Lahan Kering

Perbedaan besarnya biaya produksi yang diusahai dengan pola rotasi pada lahan sawah dan mono rotasi pada lahan kering dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa besarnya biaya produksi pada lahan sawah dengan sistem pola rotasi sebesar

50

Tabel 1. Biaya Total Usahatani Bawang Merah per Petani dan per Hektar, (Rp/mt)

No Uraian

Lahan Sawah Lahan Kering

Bwng Merah - Padi Sawah % Bwng. Merah – Bwng. Merah + Jagung % Bwng Merah – Bwng. Merah % 1. 2. Per Petani Biaya Variabel - Bibit - Pupuk - Pestisida - Tenaga Kerja Biaya Tetap - Penyusutan - PBB/Ipeda 1.066.967.50 202.500,00 185.020,00 141.135,00 538.312,50 29.014,60 24.334,6 4.680,00 18,48 16,88 12,88 49,12 2,22 0,43 914.620.00 163.500,00 173.900,00 152.720,00 424.500,00 44.141,31 40.001,31 4.140,00 17,05 18,14 15,93 44,28 4,17 0,43 919.625.00 95.250,00 253.170,00 178.130,00 393.075,00 54.163,61 49.523,61 4.640,00 9,78 26,00 18,29 40,37 5,09 0,48 Total 1.095.981,56 100 958.761,31 100 973.788,61 100 1. 2. per Hektar Biaya Variabel - Bibit - Pupuk - Pestisida - Tenaga Kerja Biaya Tetap - Penyusutan - PBB/Ipeda 4.559.690,18 865.384,62 790.683,76 603.141,03 2.300.480,77 123.991,69 103.991,69 20.000,00 18,48 16,88 12,88 49,12 2,22 0,43 4.058.454,07 789.855,07 480.096,62 737.777,78 2.050.724,64 213.243,04 193.243,04 20.000,00 17,05 18,14 15,93 44,28 4,17 0,43 3.963.900,85 410.560,34 1.091.250,00 767.801,72 1.694.288,79 233.463,84 213.463,84 20.000,00 9,78 26,00 18,29 40,37 5,09 0,48 Total 4.683.681,56 100 4.631.697,15 100 4.197.364,70 100

Sumber: Data Primer

Rp.1.095.981,56/petani/mt atau Rp. 4.683.681,56/ha/mt, sedangkan biaya produksi lahan kering dengan sistem pola mono rotasi sebesar Rp. 973.788,61/petani/ mt atau Rp. 4.197.364,70/ha/mt. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa biaya produksi pada lahan sawah juga lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kering dengan sistem pola mono rotasi.

Pola Rotasi pada Lahan Kering dan Mono Rotasi pada Lahan Kering

Dari Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa besarnya biaya produksi pada lahan kering dengan sistem pola rotasi sebesar 958.761,31/petani/mt atau Rp. 4.631.697,15/ha/mt, sedangkan biaya produksi lahan kering dengan sistem pola mono rotasi

sebesar Rp. 973.788,61/petani/ mt atau Rp. 4.197.364,70/ha/mt. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa biaya produksi pada lahan kering dengan sistem pola tanam lebih tinggi dibandingkan dengan lahan kering dengan sistem pola mono rotasi.

Perbedaan biaya produksi yang lebih besar pada lahan kering dengan pola tanam rotasi dibandingkan dengan pola tanam mono rotasi disebabkan pada pola rotasi dibutuhkan jumlah bibit yang lebih banyak dan penggunaan faktor produksi seperti pupuk dan pestisida yang lebih besar. Perbedaan biaya produksi ini juga disebabkan sistem perawatan yang berbeda

terhadap tanaman sehingga akan dibutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.

Produktivitas Usahatani Bawang Merah

Produksi dalam hal ini adalah bawang merah yang diperoleh dalam satu kali musim tanam sedangkan produktivitas adalah kemampuan dari satuan luas lahan usahatani untuk memberikan hasil sebagai balas jasa atas sejumlah pengorbanan faktor-faktor produksi yang telah diberikan.

Tabel 2 : Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas Usahatani

No Uraian Lahan Sawah Lahan Kering B. Merah-Padi Sawah B. Merah – B. Merah + Jagung B. Merah – B. Merah 1. 2. 3. 4. 5. Produksi (kg) Luas lahan (ha) Produktivitas (kg/ha) Biaya Produksi Total Biaya produksi 870,00 0,23 3.970,76 1.095.981,56 1.026,99 970,00 0,21 5.174,67 958.761,31 819,86 658,00 0,23 3.145,04 973.788,61 1335,17 Sumber: Data Primer

Pola Rotasi pada Lahan Sawah dan Lahan Kering Untuk melihat perbedaan besarnya produktivitas yang diusahai dengan pola rotasi pada lahan sawah dan kering dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t. Dari hasil perhitungan diperoleh diperoleh thitung 65,94 yang lebih besar dari ttabel 2,31 pada tingkat kepercayaan 95 % (0,05), sehingga dapat disimpulkan menolak H0 dan menerima H1, artinya bahwa produktivitas pada pola rotasi pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan dengan pola rotasi pada lahan sawah. Hal ini disebabkan tanaman bawang lebih baik tumbuh pada tekstur tanah lembab tetapi tidak mengandung air yang cukup tinggi. Pada lahan sawah yang kandungan air tanahnya cukup tinggi dapat mengakibatkan terjadinys stress air pada bawang yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman bawang

menjadi terganggu. Terganggunya pertumbuhan tanaman bawang akan menyebabkan menurunnya produktivitas.

Pola Rotasi pada Lahan Sawah dan Mono Rotasi pada Lahan Kering

Secara statistik dengan menggunakan uji beda rata-rata (uji t) diperoleh thitung 49,73 yang lebih besar dari ttabel 2,31 pada tingkat kepercayaan 95 % (0,05), sehingga dapat disimpulkan menolak H0 dan menerima H1, artinya bahwa produktivitas pada pola rotasi bawang merah – padi sawah pada lahan sawah lebih tinggi dibandingkan dengan pola non rotasi bawang merah – bawang merah pada lahan kering. Pada sistem pola tanam dengan rotasi pada lahan sawah produktivitasnya lebih tinggi.

52

Hal ini disebabkan dengan dilakukannya rotasi pada lahan dapat menjaga struktur tanah tetap dalam kondisi yang baik, sehingga pertumbuhan bawang lebih baik. Sedangkan pada lahan kering dengan pola tanam mono rotasi dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah. Disamping itu dengan pola mono rotasi akan menyebabkan terjadinya peningkatan serangan hama dan penyakit. Peningkatan serangan hama dan penyakit pada tanaman bawang merah akan menurunkan produktivitas.

Pola Rotasi pada Lahan Kering dan Mono Rotasi pada Lahan Kering

Secara statistik dengan menggunakan uji beda rata-rata (uji t) diperoleh thitung 121,34 yang lebih besar dari ttabel 2,31 pada tingkat kepercayaan 95 % (0,05), sehingga dapat disimpulkan menolak H0 dan menerima H1, artinya bahwa produktivitas pada pola rotasi bawang merah – bawang merah + jagung pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan dengan pola mono rotasi pada lahan kering. Produktivitas tanaman lebih tinggi pada sistem pola tanam rotasi dibandingkan dengan mono rotasi. Pada sistem mono rotasi, dengan keadaan lingkungan yang sama, hama dan penyakit lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan sehingga perkembangannya lebih cepat, sedangkan pada sistem rotasi, proses adaptasi hama dan penyakit lebih lama sehingga kerusakan yang terjadi pada tanaman lebih kecil. Besarnya tingkat serangan hama dan penyakit pada tanaman bawang merah sangat menentukan tingkat produktivitas.

Untuk lebih jelasnya besarnya tingkat produktivitas dari setiap sistem pertanaman di lahan sawah dan lahan kering pada delapan kali musim tanam disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 menunjukkan bahwa produktivitas usahatani bawang merah pada delapan musim tanam terakhir berfluktuasi yang dipengaruhi oleh cuaca dan iklim serta tingkat serangan hama dan penyakit pada setiap musim tanam. Kondisi cuaca dan iklim dalam satu tahun berbeda-beda, sehingga dengan bulan tanam yang berbeda dalam satu tahun akan dihasilkan

produksi yang berbeda dalam satu areal pertanaman.

Gambar 1 : Grafik Tingkat Produktivitas dalam Delapan Musim Tanam Terakhir

Keterangan :

A = Pola Rotasi pada Lahan Sawah B = Pola Rotasi pada Lahan Kering C = Pola Mono Rotasi pada Lahan Kering

Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa produktivitas pada lahan kering selalu lebih tinggi dibandingkan dengan lahan sawah. Demikian juga halnya dengan sistem pola tanam sangat mempengaruhi tingkat produktivitas lahan. Lahan yang ditanam bawang merah dengan sistem rotasi lebih tinggi produktivitasnya dibandingkan dengan sistem pola tanam mono rotasi. Hal ini disebabkan pada sistem tanam mono rotasi tingkat serangan hama dan penyakit lebih tinggi dibandingkan dengan sistem rotasi.

Gambar 1 menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir (delapan musim tanam terakhir) produksi bawang merah di desa Siboro relatif konstant, akan tetapi setelah musim tanam terakhir, tanaman bawang merah sudah tidak ditanam lagi. Hal ini disebabkan terjadinya serangan hama Liriomyza sp. Serangan hama ini akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada bawang merah seperti bintik-bintik putih pada permukaan daun atas, sedangkan gejala yang ditimbulkan oleh larva berupa korokan pada jaringan mesofil. Permukaan daun terlihat berjalur-jalur yang tidak beraturan. Akibat dari korokan larva pada jaringan daun dapat menurunkan kemampuan fotosintesis tanaman. Terganggunya fotosintesis pada tanaman akan

menyebabkan metabolisme tanaman akan terganggu dan daun menjadi gugur prematur.

Untuk menghindari serangan hama ini sebaiknya lahan yang digunakan untuk pertanaman bawang merah sebaiknya ditanami dengan tanaman yang lain tanpa menanam bawang merah. Dengan demikian dapat memutus siklus perkembangan hama bawang merah tersebut.

Setiap jenis lahan yang berbeda memberikan produktivitas yang berbeda. Hal ini juga dipengaruhi oleh jenis tanaman yang diusahakan. Pada usahatani bawang merah produktivitas lebih tinggi pada lahan kering. Hal ini disebabkan pada lahan kering aerasi tanah dan struktur tanah lebih baik sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih baik. Di samping itu serangan penyakit jamur pada akar tanaman lebih sedikit karena keadaan tanah yang tidak basah dan lembab. Pada lahan sawah struktur tanah lebih lengket sehingga aereasi dan drainase kurang baik. Kondisi tanah yang lembab menyebabkan akar tanaman mudah terserang jamur dan bakteri.

Pada lahan yang dirotasi produktivitas lebih tinggi dibanding yang tidak dirotasi. Pada sistem rotasi lahan tidak mengalai kerusakan struktur tanah, karena jenis tanaman yang diusahakan berbeda, sehingga produksinya tetap tinggi. Pada lahan yang tidak dirotasi akan mengakibatkan stuktur tanah menjadi rusak, di mana teksturnya mudah mengalami pemadatan yang selanjutnya mengganggu pertumbuhan tanaman. Di samping itu dengan sistem non rotasi perkembangan hama dan penyakit tidak dapat diputus siklusnya.

Kesimpulan

Besarnya biaya produksi total pada usahatani bawang merah pada lahan sawah dengan sistem pertanaman rotasi bawang merah – padi sawah sebesar Rp. 1.095.981,56/petani/mt atau Rp. 4.683.681,56/ha/mt. Besarnya biaya total usahatani bawang merah pada lahan kering dengan sistem pertanaman rotasi bawang merah – bawang merah + jagung sebesar Rp. 958.761,31/petani/mt atau Rp. 4.631.697,15/ha/mt dan non rotasi sebesar Rp. 973.788,61/petani/ mt atau Rp. 4.197.364,70/ha/mt.

Biaya produksi pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan dengan lahan sawah dengan sistem pola tanam yang sama (secara rotasi). Biaya total produksi pada pola rotasi bawang merah – padi sawah pada lahan sawah lebih tinggi dibandingkan dengan pola non rotasi pada lahan kering. Biaya total produksi pada pola rotasi bawang merah – bawang merah + jagung pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan dengan pola mono rotasi pada lahan kering.

Produktivitas usahatani bawang merah pada lahan sawah dengan sistem rotasi bawang merah – padi sawah sebesar 3.970,76 kg/ha. Besarnya biaya total usahatani bawang merah pada lahan kering dengan sistem pertanaman rotasi bawang merah – bawang merah + jagung sebesar 5.174,67 kg/ha dan non rotasi sebesar 3.145,04 kg/ha.

Produktivitas pada pola rotasi pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan dengan pola rotasi pada lahan sawah. Produktivitas pada pola rotasi bawang merah – padi sawah pada lahan sawah lebih tinggi dibandingkan dengan pola non rotasi bawang merah – bawang merah pada lahan kering. Produktivitas pada pola rotasi bawang merah – bawang merah + jagung pada lahan kering lebih tinggi dibandingkan dengan pola mono rotasi pada lahan kering.

Daftar Pustaka

1. Hutagaol, R. 2000. Analisis Usahatani di Lahan Sawah dengan Sistem Rotasi Padi dan Bawang Merah. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Katolik St. Thomas. Medan.

2. Soekartawi. 1989. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

3. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani Dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI – Press. Jakarta.

4. Tohir, KA. 1983. Seuntai Pengetahuan tentang Usahatani Indonesia. Bima Aksara. Jakarta.

5. Rukmana, 1994. Budidaya Bawang Merah Dan Pengolahan Pasca Panen. Penerbit Kanisius. Jakarta.

6. Sudjana. 1992. Metode Statistik. Penerbit Tarsito Bandung.

54

Dalam dokumen Pemberdayaan komunitas (Halaman 50-57)