• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)

BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

2. Perkembangan Inflasi Provinsi Riau

2.3. Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)

Sumber : BPS, diolah

2.3 Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau

Pada periode laporan diselenggarakan pertemuan TPID di Kota Pekanbaru pada tanggal 16 Maret 2017 dan TPID Kota Dumai tanggal 22 Maret 2017, pokok pembahasan dalam pertemuan dimaksud yaitu (i) review implementasi program pengendalian inflasi yang telah dilakukan oleh TPID Kota Pekanbaru dan Kota Dumai, (ii) identifikasi dampak bencana banjir terhadap volatilitas harga di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai dan (iii) penyusunan roadmap pengendalian inflasi sebagai rencana tindak lanjut yang perlu menjadi perhatian TPID dalam upaya pengendalian inflasi. Adapun respon kebijakan TPID Kota Pekanbaru yaitu (i) memberikan bantuan cabai seluas 30 ha yang tersebar di Kec. Rumbai Pesisir, Kec. Rumbai dan Kec. Payung Sekaki, (ii) memberikan bantuan bawang merah melalui dana APBN seluas 15 ha yang tersebar di Kec. Tenayan Raya, Kec. Marpoyan Damai dan Kec. Tampan, (iii) menyalurkan benih cabai merah yang berasal dari anggaran Dinas Pertanian Kota

-4 0 4 8 12 16 20 24 28

I II III IV I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016 2017

Pekanbaru dan bekerjasama dengan instansi terkait dan (iv) mendorong gerakan Ayo Menanam Cabai yang merupakan serangkaian dari program Rumah Pangan Lestari dimana disetiap kecamatan di Kota Pekanbaru akan terdapat minimal 1 kelompok yang akan menanam cabai merah dan cabai keriting. Sementara, respon dari TPID Kota Dumai yaitu (i) mengembangkan kawasan pertanian di Sungai Sembilan dengan luas ±570 ha yang berasal dari dana APBN dan APBD, (ii) mengalokasikan dana provinsi untuk kegiatan pasar murah serta berupaya bersinergi dengan pihak swasta dan (iii) melakukan pembersihan saluran air untuk mengantisipasi terjadinya banjir akibat curah hujan yang tinggi. Pengendalian inflasi selama tahun 2017 ke depan, tetap akan dilakukan implementasi framework secara konsisten dan akan dimonitor dan dievaluasi secara intensif.

Dalam hitungan beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan yang akan disambut penuh suka cita oleh sebagian besar penduduk Indonesia yang beragama Islam. Bulan yang penuh berkah dan ampunan bagi mereka yang mampu memaknainya secara sahih. Namun, seakan kontras dengan nilai dan kebesaran bulan Ramadhan yang selalu dinantikan kedatangannya, karena pada saat itu pula masyarakat harus menanggung beban ekonomi akibat kenaikan harga barang kebutuhan pokok setiap Ramadhan tiba. Peristiwa ini melanda secara merata hampir di semua penjuru wilayah Indonesia. Apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana seharusnya masyarakat menyikapi?

Seolah menjadi hal yang lumrah ketika bulan Ramadhan menjelang harga sebagian bahan pangan pokok masyarakat mulai merangkak naik. Mulai dari beras, daging sapi, daging ayam, tak terkecuali jenis bumbu-bumbuan seperti bawang merah, bawang putih dan cabe yang juga turut naik. Bahkan beberapa hari jelang Idul Fitri harga komoditas panganpun menapaki puncaknya. Meski kemudian diikuti dengan penurunan harga secara perlahan seiring berlalunya perayaan Idul Fitri, namun penurunannya tidak bisa mengembalikan harga pada posisi semula. Kondisi ini terjadi setiap jelang Ramadhan dan Idul Fitri setiap tahunnya. Masyarakatpun menjadi terbiasa dengan siklus tahunan ini meskipun seharusnya hal ini dapat dihindari asalkan semua pihak bisa dan mau menahan diri.

Dalam ilmu ekonomi dikenal adanya teori permintaan (demand) dan penawaran (supply). Teori ini menyatakan bahwa harga suatu produk dibentuk oleh keseimbangan antara tingkat produksi pada harga tertentu (penawaran) dan tingkat keinginan dari mereka yang memiliki kekuatan membeli pada harga tertentu (permintaan). Oleh karenanya, harga yang berlaku adalah harga keseimbangan yaitu harga yang terbentuk pada titik antara penawaran dan permintaan. Sederhananya, dalam setiap transaksi perdagangan harga suatu produk selalu dipengaruhi oleh aspek permintaan pembeli dan penawaran pedagang. Ketika permintaan tinggi sementara penawarannya rendah maka hampir dipastikan harga akan naik dan sebaliknya. Fenomena inilah yang terjadi dalam siklus

Faktor Permintaan

Sebagai negara yang mayoritas berpenduduk muslim, momentum Ramadhan dan Idul Fitri di Indonesia menjadi salah satu perayaan keagamaan yang disambut gegap gempita oleh masyarakat. Tidak seperti di negara lain yang mayoritas penduduknya beragama Islam, penyambutan terhadap datangnya bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri di Indonesia seakan menyatu ke dalam budaya dan kearifan lokal Indonesia. Bermacam budaya dan adat istiadat menyertai perjalanan umat Islam menjalani ibadah di bulan Ramadhan hingga Idul Fitri tiba.

Untuk menggambarkan hal tersebut, beberapa indikator sederhana misalnya, kebiasaan masyarakat Indonesia pada bulan Ramadhan yang umumnya melakukan kebiasaan buka puasa dan sahur bersama keluarga di rumah. Indikator lain, tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat muslim di Indonesia masih menganut budaya atau kepercayaan bahwa sebagai bentuk ekspresi suka cita menyambut Idul Fitri, masyarakat terutama usia anak-anak dan remaja lebih bangga jika memakai busana baru di hari lebaran. Bahkan lebih jauh, lebaran Idul Fitri oleh sebagian masyarakat masih dimaknai atau diidentikkan dengan sesuatu yang serba baru, dari mulai gadget baru, kendaraan baru, hingga rumah baru. Tidak terkait langsung dengan ibadah selama bulan Ramadhan, namun bertujuan untuk mendukung penampilan di hari lebaran.

membelanjakan lebih uangnya untuk menyiapkan masakan untuk berbuka puasa dan sahur seluruh anggota keluarga. Sementara untuk urusan selain dapur, kepala keluarga harus rela menyisihkan sebagian tambahan penghasilannya untuk kebutuhan konsumsi ekstra keluarga dari mulai borong pakaian, mengganti gadget baru bahkan kebutuhan non-primer lainnya yang bersifat jangka panjang. Dari sudut pandang teori penawaran dan permintaan yang telah dijelaskan di atas maka pada periode jelang Ramadhan dan Idul Fitri faktor permintaan mengalami peningkatan yang berpotensi memicu kenaikan harga bahan pokok.

Faktor Penawaran

Sedangkan dari sisi penawaran, pasokan kebutuhan bahan pokok memiliki fleksibilitas yang cukup baik, karena pada prinsipnya Indonesia adalah negara produsen untuk bahan pokok tersebut. Meskipun untuk momen jelang Ramadhan dan Idul Fitri kebutuhan bahan pokok tertentu seperti daging sapi masih disokong oleh impor dari luar negeri. Namun demikian bukan tanpa kendala karena faktor distribusi masih menjadi tantangan utama dalam menjaga rantai supply yang terjamin keandalannya. Karakter wilayah Indonesia berupa kepulauan dan infrastruktur pendukung yang belum memadai menjadi komponen biaya tersendiri bagi produsen. Akibatnya untuk menutupi biaya-biaya tersebut, pihak produsen memasukkan dalam komponen harga bahan pokok yang pada akhirnya harus ditanggung oleh konsumen.

Masih dari sisi penawaran, momen jelang Ramadhan pun tak luput dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk melancarkan aksi ambil untung yang berlebihan. Pasokan bahan pokok yang sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumen selama bulan Ramadhan ditahan/ditimbun dengan tujuan menciptakan kelangkaan bahan pokok di pasar. Setelah terjadi kelangkaan, oknum memanfaatkan situasi untuk menaikkan harga bahan pokok di pasar. Dari sudut pandang ekonomi sekilas tidak ada yang salah dengan aksi ambil untung ini sepanjang masih dalam batas wajar. Namun apabila kondisi ini dibiarkan dapat merugikan masyarakat secara luas dan tidak sehat bagi roda perekonomian negara.

mempengaruhi pembentukan harga. Ekspektasi terbentuk dan dipengaruhi oleh perilaku konsumen dan pelaku ekonomi dalam memprediksi pergerakan harga komoditas, termasuk barang kebutuhan pokok. Meski faktor ekspektasi konsumen cenderung lebih sulit dikelola karena masing-masing punya asumsi yang berbeda, namun ekspektasi dapat

penawaran dan permintaan. Hal ini dapat dirasakan secara jelas saat bulan Ramadhan dan Idul Fitri tiba, meskipun pasokan barang secara umum diperkirakan mencukupi untuk memenuhi permintaan, namun harga barang tetap naik bahkan kenaikannya melampaui harga kesimbangan yang telah memperhitungkan faktor penawaran dan permintaan. Hal serupa terjadi pula pada saat penentuan upah minimum yang biasanya diikuti dengan kenaikan harga barang dan jasa dengan level yang lebih tinggi dari kenaikan upah minimum itu sendiri.

Lantas bagaimana hubungan antara ekspektasi dengan pembentukan harga barang dan

How do Inflation Expectations Impact Consumer Behaviou (Commission of The European Communities) di tahun 2016, meneliti secara empiris hubungan antara ekpekstasi

masyarakat terhadap inflasi -yang merupakan representasi dari harga barang dan jasa- dengan pengeluaran konsumsi individu. Studi tersebut mengambil sampel sebanyak 41.060 konsumen yang tersebar di 28 negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Dari studi tersebut diperoleh kesimpulan yaitu, pertama, terdapat korelasi yang positif antara ekspektasi konsumen dengan tingkat pengeluaran konsumsi masyarakat. Kedua, ketika masyarakat berekspektasi harga barang dan jasa akan naik (terjadi inflasi) maka mereka akan melakukan konsumsi lebih besar, ketimbang menyimpan uang mereka untuk tujuan investasi. Kesimpulan kedua, lebih menggambarkan kondisi yang dialami konsumen di Indonesia jelang Ramadhan dan Idul Fitri.

Semua Pihak Harus Bijak

Menyikapi fenomena kenaikan harga kebutuhan pokok jelang Ramadhan hendaknya semua pihak harus bersikap bijak. Ramadhan harus dimaknai sebagai momen untuk memperbanyak amal ibadah, menebar kebaikan dan memupuk kepedulian kepada

kebutuhan bahan pokok selama Ramadhan. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengelola ekspektasi masyarakat agar selalu terjaga dan positif. Pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa pasokan kebutuhan bahan pokok cukup, sehingga tidak terjadi kelangkaan. Sedangkan dari sisi pelaku bisnis, momen Ramadhan sebaiknya tidak dimanfaatkan sebagai kesempatan ambil untung

-masing.

Jika Anda adalah konsumen maka jadilah konsumen yang bijak. Jika Anda adalah pelaku bisnis maka jadikan kewajaran sebagai tolok ukur dalam keputusan pengambilan keuntungan.

50

1. Kondisi Umum

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan tolak ukur penting

keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. APBD menunjukkan alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan dan sumber-sumber pendapatan, serta pembiayaan yang digunakan untuk mendanai program/kegiatan dimaksud, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor. Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui peningkatan potensi penerimaan Ppajak dan Rretribusi daerah ditambah dengan Ddana

ASESMEN KEUANGAN

PEMERINTAHA

AH

51

Ttransfer dari Ppemerintah PPusat yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi juga berkualitas. Selama tiga tahun terakhir, rencana APBD Provinsi Riau mengalami perbaikan. Apabila dibandingkan dengan tahun 2016 dan tahun 2015 dan 2016, rencana belanja APBD Provinsi Riau meningkat cukup signifikan. Sementara itu begitu pula

dengan rencana pendapatan APBD 2017 meningkat cukup signifikan jika

dibandingkan tahun 2016, meskipun namun apabila dibandingkan dengan tahun

2015 , rencana pendapatan APBD 2017 masih lebih rendah. hHal tersebutini

dikarenakan turunnya Ppendapatan Aasli Ddaerah (PAD) akibat rendahnya penerimaan pajak dan pendapatan yang bersumber dari migas akibat gejolak harga komoditas dunia serta menurunnya produksi minyak (natural declining).

Grafik 3.1. Perkembangan anggaran APBD Provinsi Riau 2015-2017

Sumber: BPKAD

Pada tahun 2017, rencana APBD murni Provinsi Riau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2016. Dari sisi pendapatan, direncanakan Provinsi Riau mampu memperoleh pendapatan daerah sebesar Rp8,85 triliuntriliun, . Nilai

tersebut meningkat sebesar 22,47% dibandingkan rencana pendapatan tahun

2016. Hal tersebut juga diikuti oleh peningkatan rencana dari sisi belanja daerah. Untuk tahun 2017, belanja pemerintah Provinsi Riau untuk tahun 2017 meningkat sebesar 6,2% dibandingkan tahun 2016 atau tercatat sebesar Rp11 triliuntriliun. Adapun selisih defisit anggaran untuk tahun 2017 sebesar Rp2,149 triliuntriliun

akan dibiayai menggunakan SILPA tahun 2016. Rencana APBD murni Provinsi Riau 7,407 11,388 7,233 10,365 8,859 11,008 Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pendapatan Daerah Belanja Daerah 2015 2016 2017 Tri liu n

52 secara umum untuk tahun 2017 dapat dikatakan sedikit lebih baik dibandingkan tahun 2016 dan hingga saat ini masih dalam tahap konsolidasi rasionalisasi seluruh

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di SKPD-SKPD yang dibawahi oleh Pemerintah

Provinsi Riau.

2. Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2016

Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017 secara umum tercatat lebih baik apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016. Hingga Sampai dengan Maret 2017, realisasi pendapatan daerah Provinsi Riau tercatat terealisasi sebesar Rp1,78 triliuntriliun atau secara perrosentase mencapai 20,11% dari total yang dianggarkan. Realisasi pendapatan ini lebih baik apabila dibandingkan dengan realisasi yang tercapai pada periode yang sama di tahun 2016 yang mencapai Rp1,46 triliuntriliun atau secara perrosentase 19,25% dari total yang dianggarkan. Begitu pula dengan realisasi belanja daerah provinsi Riau mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Untuk Pada triwulan I 2017, belanja daerah Provinsi Riau mampu terealisasi sebesar Rp562,35 miliarmiliar atau secara perrosentase mencapai 5,11% dari total yang dianggarkan, lebih dibandingkan triwulan I 2016 yang secara

perrosentase hanya sebesar 4,6%..

Grafik 3.2. Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2015-Triwulan I 2017

93.3 95.87 68.15 84.19 19.25 20.11 4.6 5.11 0 20 40 60 80 100 120 0 2 4 6 8 10 12

2015 2016 2015 2016 Tw I-16 Tw I-17 Tw I-16 Tw I-17

Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pendapatan Daerah Belanja Daerah

%

Triliun Anggaran Realisasi % Realisasi

53 Sumber : BPKAD

Apabila ditelaah lebih dalam, meningkatnya realisasi pendapatan Provinsi Riuau

pada triwulan I 2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dikarenakan adanya peningkatan realisasi Ddana Pperimbangan yang utamanya bersumber dari Ddana BBagi HHasil (DBH) pPajak yang terealisasi sebesar Rp 321,39 miliarmiliar atau secara perrosentase 30,29%, DBHana Bagi HasilsSumber

dDaya yang terealisasi sebesar Rp323,10 miliarmiliar atau secara perrosentase 34,43% serta Dana Alokasi Umum (DAU) yang terealisasi sebesar Rp455,88

miliarmiliar atau secara perrosentase 31,78% dari total yang dianggarkan.

Sedangkan Sementara itu kinerja PADendapatan Asli Daerah Provinsi Riau pada

periode laporan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Hingga triwulan I 2017, PAD hanya dapat terealisasi sebesar Rp356

miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 9,54% dari total yang dianggarkan.

Hal ini jauh menurun dibandingkan periode yang sama di tahuntriwulan I tahun

2016 yang tercatat terealisasi sebesar Rp552 miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 15,80% dari total yang dianggarkan. Penurunan terjadi pada pos pendapatan pajak daerah yang hanya terealisasi sebesar Rp314 miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 10,49%, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp424 miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 15,35% dari total yang dianggarkan. Penurunan juga terjadi pada pos pendapatan lain PAD yang sah yang hanya terealisasi sebesar Rp39

miliarmiliar atau secara perrosentase hanya sebesar 7,74%, jauh menurun

dibandingkan periode yang sama di tahun 2016 yang terealisasi sebesar Rp86

miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 17,33% dari total yang dianggarkan .

93,3 95,87 68,15 84,19 19,25 20,11 4,6 5,11 0 20 40 60 80 100 120 0 2 4 6 8 10 12

2015 2016 2015 2016 Mar-16 Mar-17 Mar-16 Mar-17 Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pendapatan Daerah Belanja Daerah

%

Tr

il

iu

n

54

Grafik 3.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau triwulan I-2017

Sumber : BPKAD

Dari sisi belanja daerah, selama triwulan I 2017 angka realisasi belanja tercatat sebesar Rp562,35 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 5,11% dari total yang dianggarkan sebesar Rp11,008 triliuntriliun. Realisasi tersebut lebih baik apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 yang terealisasi sebesar Rp504,49 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase 4,60% dari total Rp10,972 triliuntriliun yang dianggarkan. Peningkatan berasal dari komponen Bbelanja Ttidak Llangsung dan Bbelanja Llangsung.

0.552 0.908 0.000 1.460 0.356 1.425 0.001 1.782 0.000 0.400 0.800 1.200 1.600 2.000 Pendapatan Asli Daerah Dana Transfer-Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

Pendapatan

Rp. Miliar Tw I-16 Tw I-17

0% 20% 40% 60% 80% 100% Maret 2016 Maret 2017 0,552 0,356 0,908 1,425 0,000 0,001

Pendapatan Asli Daerah Dana Transfer-Perimbangan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah

Mar-16 Mar-17

15.80% 9.54%

22.24% 27.83%

55 Belanja Ttidak Llangsung pemerintah Provinsi Riau pada triwulan I 2017 terealisasi

sebesar Rp13,78 miliarmiliar atau meningkat 3,14%(yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2016. Namun demikian peningkatan Bbelanja Tidak Llangsung masih didominasi oleh Bbelanja Ppegawai yang meningkat sebesar Rp110,16

miliarmiliar atau meningkat hingga 98,65%(yoy) dari total realisasi pada periode

yang sama di tahun 2016. Peningkatan juga terjadi padadi pos Bbelanja Bbagi

Hhasil kepada Prov/Kab/Kota yang terealisasi sebesar Rp6,46 miliarmiliar atau

sebesar 0,47% dari total yang dianggarkan. Sedangkan pada pos Bbelanja Hhibah

mengalami penurunan sebesar Rp102,83 miliarmiliar atau turun 34,48% (yoy)

dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016.

Grafik 3.4. Realisasi Pos Belanja Tidak Langsung Provinsi Riau

Sumber : BPKAD 111.7 0.0 0.0 298.3 0.0 0.0 0.0 0.0 221.8 0.0 0.0 195.5 0.0 6.5 0.0 0.0 0 50 100 150 200 250 300 350

Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kab/Kota Belanja Bantuan Keuangan Belanja Tidak Terduga

Rp Miliar Realisasi Tw I-16 Realisasi Tw I-17

111,7 0,0 0,0 298,3 0,0 0,0 0,0 0,0 221,8 0,0 0,0 195,5 0,0 6,5 0,0 0,0

Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kab/Kota Belanja Bantuan Keuangan Belanja Tidak Terduga Miliar rupiah

Realisasi s.d 30 Maret 2016 Realisasi s.d 31 Maret 2017

56 Sejalan dengan peningkatan realisasi belanja, pada triwulan I 2017, pos Bbelanja

Llangsung juga mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun 2016. Hingga triwulan I 2017, Bbelanja Llangsung terealisasi sebesar Rp138,60

miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 2,51% dari total yang

dianggarkan. Nilai ini meningkat sebesar Rp44,07 miliarmiliar atau meningkat

hingga 47% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2016.

Sejalan dengan peningkatan pada pos belanja tidak langsung, pPeningkatan pada

pos Bbelanja Llangsung juga berasal dari peningkatan Bbelanja Ppegawai yang terealisasi sebesar Rp43,45 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 10,05% dari total yang dianggarkan. Nilai tersebut jauh meningkat apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang hanya tercatat sebesar Rp17,52 miliarmiliar atau meningkat hingga 148% (yoy). Peningkatan juga terjadi pada pos Bbelanja Bbarang&J dan jasa yang terealisasi sebesar Rp92,81

miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 3,74%. Nilai realisasi

tersebut meningkat hingga 24%(yoy) apabila dibandingkan dengan periode yang

sama di tahun 2016 yang hanya terealisasi sebesar Rp74,89 miliarmiliar atau

hanya mencapai 2,76% dari total yang dianggarkan. Namun Di sisi lain

peningkatan yang berarti tidak terjadi pada pos Bbelanja Mmodal tidak mengalami

peningkatan signifikan, dimana padaselama tTriwulan I 2017 Bbelanja Mmodal

APBD Provinsi Riau hanya terealisasi sebesar Rp2,33 miliarmiliar atau secara

prosentasepersentase hanya mencapai 0,09% dari total yang dianggarkan. Namun

demikian, realisasi tersebut, hanya meningkat 10% (yoy) dibandingkan periode

yang sama di tahun 2016 yang terealisasi sebesar Rp2,11 miliarmiliar atau secara

prosentasepersentasemencapai 0,08% dari total yang dianggarkan. Grafik 3.5. Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau

57 Sumber : BPKAD

Berdasarkan rincian pos realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017, dapat disimpulkan telah terjadi perbaikan realisasi dibandingkan periode yang sama

di tahun sebelumnya, namun realisasi yang lebih tinggi tersebut perlu di

waspadaikualitas realisasi APBD perlu mendapatkan perhatian. Hal ini disebabkan

peningkatan terjadi bukan pada pos-pos yang mampu memberikan multiplier efek berkelanjutan bagi pembangunan perekonomian terutama pada pos belanja. Realisasi pos belanja APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017 didominasi oleh

Bbelanja Ppegawai yang produktivitas serta multiplier efek terhadap pembangunan ekonomi tergolong rendah. Sedangkan realisasi Bbelanja Mmodal masih cenderung sedikit bahkan hampir sama apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode

yang sama di tahun sebelumnya.

Kondisi tersebut perlu diwaspadai karena sebaiknya pengeluaran belanja pemerintah semakin diarahkan untuk pembelanjaan yang bersifat produktif seperti belanja modal bukan untuk pengeluaran yang bersifat administratif dan habis pakai seperti belanja pegawai, perjalanan dinas dan belanja perlengkapan habis pakai.

Hal ini diharapkan dan diharapkan agar pengeluaran belanja pemerintah yang

semakin besar dan diarahkan pada pos produktif dapat sehingga mendorong pembangunan ekonomi dan akan memberikan dampak langsung pada peningkatan konsumsi masyarakat.

Masih rendahnya daya dorong Bbelanja Mmodal pemerintah Provinsi Riau terhadap perkembangan konsumsi masyarakat Provinsi Riau dapat terlihat pada grafik 3.6 dibawah. Terlihat bahwa peningkatan realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau tidak sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat yang tercatat dalam PDRB. Hal ini dikarenakan pengeluaran pemerintah dalam APBD lebih

17,5 74,9 2,1 43,5 92,8 2,3 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0

Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Rp. Miliar Realisasi s.d 30 Maret 2016 Realisasi s.d 31 Maret 2017

Formatted: English (United States)

Formatted: Indent: First line: 0 cm, Space Before: 0 pt, After: 0 pt

58 banyak terserap untuk Bbelanja Ppegawai baik dalam Bbelanja Llangsung maupun

Ttidak Llangsung, . Bbukan terserap dalam belanja yang bersifat produktif seperti bBelanja Mmodal yang dapat memberikan efek keberlanjutan lebih besar terhadap perekonomian yang pada akhirnya mendorong konsumsi rumah tangga secara signifikan.

Grafik 3.6. Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Masyarakat, Pengeluaran Pemerintah dan Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau

Sumber : BPS dan BPKAD (diolah)

Secara keseluruhan, kondisi realisasi APBD Provinsi Riau hingga Triwulan I 2017 lebih baik disbanding periode yang sama ditahun sebelumnya. Dari sisi belanja, realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau kedepan masih perlu mendapat perhatian terutama terkait belanja yang bersifat administratif seperti belanja pegawai. Untuk

Adapun demi semakin meningkatkan kinerja realisasi APBD ke depan, Ppemerintah

daerah Provinsi Riau semakin memperkuat pemantauan pelaksanaan

program/kegiatan yang telah direncanakan di awal agar berjalan dan terealisasi sesuai timeline sehingga penyerapan dan realisasi anggaran diharapkan dapat tercapai lebih dengan baik dari periode tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu perlu diberlakukannya reward dan punishment bagi OPDSKPD-SKPD yang tidak dapat

Dokumen terkait