• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

3. Rekomendasi

Sehubungan dengan upaya pengendalian inflasi, dan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Jangka pendek

a. Meningkatnya tantangan inflasi terutama dari kelompok administered price perlu diantisipasi dengan pengendlian inflasi kelompok volatile food yang lebih baik. Beberapa upaya pengendalian inflasi yang perlu menjadi perhatian adalah (i) Monitoring pencapaian Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Riau yang telah disusun pada tahun 2016; (ii) Pembentukan BUMD Pangan sebagai lembaga penyangga cadangan pangan daerah serta modal dasar penyusunan rencana kerjasama antara daerah; (iii) Percepatan realisasi APBD dan proyek pembangunan infrastruktur pangan antara lain pasar induk, jalan tol, pengembangan pelabuhan serta perbaikan kualitas jalan untuk kelancaran distribusi pangan; (iv) Pelaksanaan rapat koordinasi yang di dalamnya kondisi pasokan dan kebutuhan pangan, monitoring perkembangan harga pangan utama memanfaatkan aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis secara harian, melakukan pengawasan dan inspekasi ke pasar dan gudang distributor, publikasi secara masif upaya pengendalian inflasi dalam rangka pengelolaan ekspektasi masyarakat dan menghimbau untuk antisipasi upaya aksi borong, penimbunan dan

melibatkan pihak swasta dalam pelaksanaanya, mengkomunikasikan rencana program ke tingkat Kabupaten/Kota untuk dapat ditindaklanjuti di daerah; (v) Memperkaya data basis pangan regional (kebutuhan, kemampuan pasokan domestik, pasokan dari luar dan daerah pemasok pangan); dan (iv) Monitoring finalisasi penyusunan Roadmap Pengendalian Inflasi Kabupaten/Kota sesuai hasil Capacity Building TPID tanggal 18-20 April 2017.

b. Mendorong berbagai kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exchibition (MICE) dalam rangka penguatan permintaan domestik melalui aktivitas konsumsi seperti berbagai event pariwisata/budaya berskala nasional dan internasional, melalui media pemasaran yang massive dan terpusat, serta penciptaan budaya masyarakat sadar wisata.

c. Membangun persepsi positif terhadap iklim investasi melalui publikasi perkembangan kemajuan pembangunan infrastruktur melalui media komunikasi yang lebih luas dan terintegrasi, dengan kredibilitas informasi yang lebih tinggi (Regional Investor Relation Unit/RIRU). Hal ini juga disertai dengan informasi terkait kebijakan-kebijakan di daerah yang memberikan insentif khusus bagi para investor di Provinsi Riau.

2. Jangka Menengah Panjang

a. Percepatan proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan, listrik dan pelabuhan. Pada dasarnya, pembangunan infrastruktur yang memadai akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan nilai tambah perekonomian. Selain dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, kondisi infrastruktur yang baik juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan simulai kebijakan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau dengan menggunakan model CGE-INDOTERM bahwa untuk melakukan akselerasi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau, percepatan pembangunan infrastruktur jalan, listrik dan pelabuhan menjadi salah satu fokus pembangunan

b. Perlunya penyusunan roadmap pengembangan kemaritiman di Provinsi Riau mengingat potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar. Hal ini tercermin dari total produksi perikanan yang terus meningkat setiap tahunnya. Namun fokus pengembangan terhadap sektor kemaritiman di Riau relatif minim. Sampai dengan saat ini, masih belum terdapat industri pakan ikan sehingga biaya pengembangan perikanan di Riau menjadi lebih mahal. Selain itu, pemerintah daerah Provinsi Riau perlu untuk memperketat pengawasan kapal yang beroperasi di wilayah perairan Riau terutama di daerah perbatasan yang rawan tindakan dan perdagangan ikan ilegal, mendata kembali seluruh kapal penangkap ikan, optimalisasi alokasi bantuan anggaran untuk nelayan, peningkatan kualitas pelabuhan perikanan, dan mengaktifkan kembali galangan kapal.

c. Diperlukan optimalisasi pengembangan potensi wisata bahari Riau, antara lain melalui percepatan perbaikan infrastruktur, peningkatan fasilitas pendukung dan kondisi akomodasi agar lebih memadai, penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor Pariwisata dan Jasa Pendukung.

Provinsi Riau juga terkenal memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia tahun 2015 mencapai 2,4 juta hektar atau hampir 25% dari luas areal nasional yang mencapai sekitar 11,3 juta hektar. Luas areal perkebunan tersebut mampu mendorong Riau menjadi daerah produsen terbesar nasional dengan produksi tahun 2015 mencapai 7,84 juta ton. Berdasarkan data cognos Bank Indonesia, volume ekspor CPO Riau triwulan I-2017 mencapai 3.366,77 ribu ton atau 61,59% dari total ekspor Riau yang sebesar 5.466,24 ribu ton. Sebanyak 24,78% CPO tersebut di ekspor ke India, 22,44% ke Eropa, dan 14,55% ke Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa India, Eropa, dan Tiongkok merupakan negara importir utama CPO Provinsi Riau.

Grafik Negara Tujuan Utama Ekspor Riau Grafik Negara Tujuan Ekspor CPO Riau

Namun demikian, pada awal bulan April lalu, Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi sawit yang tertuang dalam Report On Palm Oil and Deforestation of

Rainforest. Dalam laporan tersebut, Parlemen Uni Eropa menganggap

pengembangan industri sawit di Indonesia tidak memperhatikan lingkungan sehingga merusak hutan. Sentimen negatif ini turut mempengaruhi harga CPO dan TBS pada awal triwulan II-2017 masing-masing turun dari USD 708/MT dan Rp1.903/Kg pada triwulan IV-2016 menjadi USD 631/MT dan Rp1.593/Kg. Namun kondisi ini diperkirakan terjadi dalam jangka pendek sebagai bentuk proteksi dagang minyak nabati di Pasar Eropa karena CPO merupakan minyak yang paling

18,90 20,07 22,74 20,73 14,01 16,93 17,28 19,92 21,72 18,95 19,11 18,13 13,29 17,39 20,66 22,08 18,48 18,49 18,18 20,15 20,00 12,30 12,67 16,60 13,53 17,26 18,26 14,34 17,90 13,45 13,07 14,31 19,06 9,95 15,58 13,71 13,39 12,53 15,71 17,60 15,08 16,94 18,83 19,31 17,76 18,47 17,59 14,77 18,36 17,90 15,55 15,81 12,04 9,97 11,32 12,43 12,90 14,64 14,87 12,76 12,35 12,56 11,05 17,65 14,84 12,66 18,06 13,30 13,06 14,85 11,85 12,89 10,49 12,94 14,60 11,55 11,11 12,50 14,05 11,97 12,65 12,51 13,35 13,35 32,31 33,11 30,24 29,21 37,83 36,99 35,16 32,43 36,39 41,68 41,60 38,25 38,73 43,48 40,23 35,84 42,14 40,39 39,36 38,87 38,66 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016 2017 Lainnya MEE ASEAN India Cina India 24,78% Eropa 22,44% Tiongkok 14,55% ASEAN 13,61% Pakistan 7,90% Afrika 11,14%

Aktiva Produktif

Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.

Kualitas Kredit

Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro, tabungan atau deposito.

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Inflasi Administered Price

Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar).

Inflasi Inti

Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi masyarakat.

Inflasi Volatile Food

Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras).

Kliring

Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang

dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.

Kliring Kredit

Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan fisik warkat (paperless).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima (giro, tabungan dan deposito).

Net Interest Income (NII)

Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.

Non Core Deposit (NCD)

Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan.

Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)

Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan).

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net

Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)

Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)

Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.

Dokumen terkait