• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.5.1 Analisis Kadar Pati (SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar pati beras ini digunakan metode Luff Schrool. Proses pembuatan larutan Luff Schrool yaitu sebanyak 143.8 g Na2CO3 anhidrat dilarutkan dalam 300 mL air dan diaduk kemudian ditambahkan 50 g asam sitrat yang telah dilarutkan dalam 50 mL air. Setelah itu larutan tersebut ditambahkan 25 g CuSO4.5H2O yang telah dilarutkan dengan 100 mL air kemudian larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu 1 L dan ditepatkan hingga tanda garis dengan akuades. Metode analisisnya yaitu sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 mL dan ditambahkan 200 mL larutan HCl 3% kemudian dididihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak. Larutan tersebut didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 30% (dicek menggunakan kertas lakmus) dan ditambahkan CH3COOH 3% supaya kondisi larutan sedikit asam (pH 6). Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL dan ditepatkan dengan akuades hingga tanda tera kemudian disaring. Sebanyak 10 mL hasil saringan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 mL larutan Luff Schrool dan beberapa butir batu didih serta 15 mL air suling. Setelah itu, larutan tersebut dipanaskan hingga mendidih (3 menit) dan dididihkan selama 15 menit (dihitung dari mulai mendidih) kemudian didinginkan dengan cepat dalam bak berisi es. Sebanyak 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL H2SO4 25% ditambahkan ke dalam larutan tersebut secara perlahan-lahan. Lalu larutan tersebut ditambahkan indikator kanji 0.5% dan dititrasi secepatnya dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N. Titrasi dihentikan pada saat larutan berubah warna dari ungu menjadi putih keruh.

Penentuan blanko (tanpa sampel). dilakukan seperti metode analisis di atas namun jumlah air suling yang ditambahkan sebesar 25 mL Perhitungan kadar pati dilakukan dengan rumus di bawah ini.

Kadar pati= Wf x x 0.9 x 100%. Keterangan :

W = berat sampel (mg)

Gambar 5 Proses Pembuatan model pangan

Pembuatan lembaran (tebal=1 mm) Tepung terigu, pati beras

pragelatinisasi/pati beras Pencampuran

Pencetakan (d= 4 cm)

Penggorengan (T=180±50C, 3 menit)

Penirisan di atas kertas minyak (10 menit)

Air

Pengeringan oven (400C)

Wf = glukosa yang terkandung untuk mL tiosulfat yang dipergunakan (volume natrium tiosulfat blanko-volume natrium tiosulfat sampel) dari Tabel 4 (mg) fp = faktor pengencer

0.9 = faktor konversi kadar glukosa menjadi kadar pati Tabel 4 Penetapan glukosa Luff Schrool

Na2S2O3 0.1 N (mL) Glukosa, Fruktosa, Gula Inversi (mg)

1 2.4 2 4.8 3 7.2 4 9.7 5 12.2 6 14.7 7 17.2 8 19.8 9 22.4 10 25.0 11 27.6 12 30.3 13 33.0 14 35.7 15 38.5 16 41.3 17 44.2 18 47.1 19 50.0 20 53.0 21 56.0 22 59.1 23 62.2

3.5.2 Analisis Kadar Amilosa (Apriyantono et al. 1989)

Proses pembuatan kurva standar yaitu 40 mg amilosa murni dilarutkan dalam 10 mL NaOH alkoholik (1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 N). Lalu larutan tersebut dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit sampai amilosa terbentuk gel dan didinginkan. Setelah itu larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditepatkan hingga tanda tera. Larutan tersebut dipipet masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Larutan diasamkan dengan asam asetat 1 N masing-masing sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 mL. Lalu larutan tersebut ditambahkan 2 mL larutan iodin (0.2 gram iod dan 2 gram KI dalam 100 ml air), diencerkan dengan akuades sampai tanda tera, dikocok dan dibiarkan selama 20 menit. Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Lalu data yang diperoleh digunakan untuk membuat kurva standar hubungan antara konsentrasi amilosa dengan absorbansi.

Proses analisis sampel yaitu sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL kemudian diberi 1 mL etanol 95% dan 9 mL NaOH 1 N. Larutan dipanaskan dalam penangas air bersuhu 1000C selama 10 menit dan didinginkan selama 1 jam. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditepatkan hingga tanda tera. Sebanyak 5 mL sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan 1 mL asam asetat 1N dan 2 mL I2 2% dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Larutan dikocok dan didiamkan selama 20 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa dihitung dengan rumus di bawah ini.

Kadar amilosa (%)= � �� % Keterangan:

C = konsentrasi amilosa pada sampel dari kurva standar (mg/mL) V = volume akhir sampel (mg)

FP = faktor pengencer W = berat sampel (mg)

Perhitungan kadar amilopektin pati (by difference) yaitu selisih antara kadar pati dengan kadar amilosa.

3.5.3 Analisis Derajat Gelatinisasi (Modifikasi Baks et al. 2007)

Modifikasi dilakukan dengan penambahan penyaringan dengan kertas saring karena partikel yang terlarut selain amilosa akan mengganggu pembacaan absorbansi dengan spektrofotometer. Sebanyak 0.04 gram sampel dilarutkan dalam 50 mL KOH 0.15 M dan dicampur selama 15 menit. Kemudian larutan tersebut disaring dengan kertas saring Whatman 42. Sebanyak 1 mL dari hasil saringan tersebut dinetralkan dengan 9 mL 0.017 M HCl. Setelah itu larutan yang sudah dinetralkan ditambahkan 0.1 mL larutan iodin (1 g iodin dan 4 g KCl dalam 100 mL air) untuk membentuk kompleks berwarna biru dengan amilosa yang terlarut. Absorbansi diukur dengan panjang gelombang 600 nm (A1). Prosedur yang sama dilakukan namun menggunakan larutan KOH 0.40 M yang digunakan untuk melarutkan semua amilosa dalam sampel dan dinetralkan dengan larutan HCl 0.045 M. Absorbansi yang dihasilkan juga diukur dalam 600 nm (A2). Derajat gelatinisasi diukur dengan perhitungan sebagai berikut.

Derajat gelatinisasi = �

� � %

3.5.4 Pengukuran Water Holding Capacity (Modifikasi dari Sollars 1973) Modifikasi dilakukan pada jumlah sampel yang digunakan. Sebanyak 2 gram sampel ditambah 25 mL air dalam 50 mL tabung sentrifus. Tabung sentrifus divorteks dan disentrifus dengan kecepatan 1000 g selama 15 menit. Kemudian supernatan yang dihasilkan dibuang. WHC dinyatakan dengan perbedaan berat sampel setelah supernatannya dibuang (g) dengan berat sampel awal per berat kering (g).

3.5.5 Pengukuran Oil Holding Capacity (Elkhalifa et al. 2005)

Sebanyak 2 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifus dan ditambah 20 mL minyak goreng. Kemudian sampel divorteks dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu 25±20C sebelum disentrifus dengan kecepatan 4000g selama 25 menit.

Kelebihan minyak yang tersedia akan diserap dengan kertas penyerap. Minyak yang tertahan dalam sampel dihitung dengan perbedaan berat sampel sebelum menyerap minyak dengan setelah menyerap minyak dan dinyatakan dalam gram per gram sampel.

3.5.6 Pengukuran Profil Gelatinisasi Pati (AACC 1983)

Pati dimasukkan ke dalam canister RVA kemudian ditambahkan akuades dengan jumlah pati dan akuades dihitung berdasarkan kadar air pati. Slurry pati dihomogenisasi dengan menggunakan pedal untuk menghindari terbentuknya gumpalan. Slurry pati dipanaskan dari suhu 50 sampai 950C dengan laju 6 0C/menit dan ditahan pada suhu 950C selama 5 menit kemudian didinginkan pada suhu 500C dengan laju 60C/menit dan ditahan selama 2 menit pada suhu 500C. Suhu gelatinisasi, viskositas puncak, viskositas akhir, viskositas breakdown, dan viskositas setback akan ditentukan.

3.5.7 Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005)

Analisis kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode Soxhlet. Labu

lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105˚C selama 15 menit, kemudian

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring dan disumbat dengan kapas kemudian dikeringkan. Setelah itu, selongsong tersebut dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan ke labu lemak dan sebanyak 250 ml pelarut heksana dimasukkan. Ekstraksi dilakukan selama 6 jam kemudian heksana disuling dan ekstrak lemaknya dikeringkan dalam oven yang bersuhu 105˚C, didinginkan pada desikator dan ditimbang.

Kadar lemak basis basah (bb) dan basis kering (bk) dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini.

Kadar lemak (%bb) = − x 100% Kadar lemak (%bk) = � %

− � �� % x 100%

Keterangan :

Wo = bobot sampel (g)

W1 = bobot labu lemak beserta lemak hasil ekstraksi (g) W2 = bobot labu lemak kosong (g)

3.5.8 Analisis Air yang Hilang Saat Penggorengan

Air yang hilang pada model pangan diukur dengan menghitung selisih kadar air berat kering pada model pangan sebelum digoreng dengan kadar air berat kering model pangan setelah digoreng (AOAC 1995).

3.5.9 Pengukuran Tekstur

Sampel diukur dengan Texture Analyzer yang menggunakan probe spherical ball stainless 0.25 inch. untuk mengetahui kekerasan pada model pangan yang telah digoreng. Probe dipasang dengan kecepatan awal 1 mm/dtk, kecepatan akhir 10 mm/dtk, jarak deformasi 10 mm, gaya yang digunakan 205 g, waktu 5 detik dan tipe pemicu: auto, 5 g. Hasil pengukuran berupa kurva hubungan antara waktu (detik) dan gaya (g).

3.5.10 Analisis Statistik

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Faktorial. Dua faktor yang digunakan yaitu jenis pati beras dan suhu proses drum drying. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Varians (ANOVA) dengan SPSS 20 dan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Selain itu data pengujian pati beras dan pati beras pragelatinisasi dalam proses penggorengan dilakukan analisis

Sample T Test dengan model pangan tepung terigu.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait