• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi karakteristik fisik, kimia, sensorik, dan mikrostruktur. Karakteristik fisik yang diuji dalam penelitian ini terdiri dari analisis tekstur yang berupa kekuatan gel (deformasi, kekuatan gel dan breaking force) dantexture profile analysis serta derajat putih pada kamaboko dari surimi lele. Analisis karakteristik kimia dilakukan pada daging ikan berupa analisis proksimat dan pH; pada surimi antara lain kadar protein, kadar air, protein larut garam, dan pH sedangkan pada kamaboko terdiri kadar protein larut garam,

expressible moisture content, pH, dan WHC. Pengujian karakteristik organoleptik/sensorik dilakukan pada surimi berupa uji lipat, uji gigit dan uji kesukaan. Analisis perubahan mikrostruktur dilakukan dengan metode Scannning Electron Microscopy(SEM) pada kamaboko.

3.5.1 Analisis fisik

(1) Analisis tekstur (Balange 2009)

Analisis tekstur gel surimi berupa kekuatan gel dan texture profile analisis diukur dengan menggunakan sebuah Texture Analyzer Model TA-XT2 (Stable Micro System, Surrey, England). Gel diequilibrasi dan diuji pada temperatur ruang. Tiga sampel berbentuk silinder dengan panjang 2,5 cm disiapkan. Deformasi (elastisitas/deformabilitas), gel strength dan Breaking force (kekuatan gel) diukur dengan menggunakan shperical plunger (diameter 5 mm, 60 mm/menit kecepatan deformasi).

(2) Derajat putih (Lanier dan Martin 1991 diacu dalam Balange 2009)

Warna dari gel surimi ditentukan dengan menggunakan chromameter CR 400 (Konika Minolta Jepang). Skala warna yang digunakan untuk mengukur

derajat L*(ligthness) adalah hitam (0) sampai cerah/terang (100),

a*(redness/greeness)adalah merah (60) sampai hijau (-60) dan b* (yellowness/blueness) adalah kuning (60) sampai biru (-60) dan derajat putih (whitness) dihitung berdasarkan metode Lanier dan Martin (1991) diacu dalam Balange (2009) dengan rumus sebagai berikut:

3.5.2 Analisis kimia

(1) Kadar air (AOAC 2005)

Penentuan kadar air didasarkan pada berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 °C, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 °C sampai beratnya konstan (lebih kurang selama 6 jam) dan kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus:

Kadar air (%) = ( )

( ) x 100%

(2) Kadar protein (AOAC 2005)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl. Prinsipnya adalah oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia oleh asam sulfat, selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dan larutan dijadikan basa dengan NaOH. Amonia yang diuapkan akan diikat dengan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan jumlahnya dengan titrasi menggunakan larutan baku asam.

Sebanyak 5 gram sampel kering ditempatkan dalam labu Kjeldahl 100 ml dan ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya dilakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam sampai larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40% lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO32% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red

berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan, kemudian destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar protein dihitung dengan rumus:

Kadar nitrogen (%) = ( ) , %

Kadar protein (%) = kadar nitrogen (%) x FK Keterangan: A = volume HCl untuk titrasi blanko

B = volume HCl untuk titasi sampel (ml) C = normalitas HCl yang digunakan (N) D = bobot sampel (mg)

FK = faktor konversi (6,25 untuk produk perikanan) (3) Kadar lemak (AOAC 2005)

Daging lele seberat 2 gram (W1) disebar di atas kapas yang beralaskan kertas saring dan digulung. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana).

Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu dimasukkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak ditentukan dengan rumus:

Kadar lemak (%) = x 100%

Keterangan :

W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3= Berat labu lemak dengan lemak (gram) (4) Kadar abu (AOAC 2005)

Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105 oC, lalu dimasukkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan kemudian dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 7 jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

Kadar abu (%) = x 100%

(5) Expressible moisture content (Benjakul et al. 2001 diacu dalam Balange 2009)

Penentuan Expressible Moisture content dilakukan berdasarkan metode Benjakulet al. (2001) diacu dalam Balange (2009). Sampel-sampel gel dipotong dengan ketebalan 5 mm diukur beratnya (X) dan diletakkan diantara 3 lapis kertas Whatman no 4, di bagian dasar 1 lapis dan bagian atas 2 lapis. Beban dengan berat standar 5 kg diletakkan di atas sampel dan didiamkan selama 2 menit. Kemudian sampel diambil dari kertas whatman dan diukur beratnya (Y). Kandungan air yang dapat dinyatakan (Expressible moisture content) dihitung dengan persamaan berikut :

Expressible Moisture content(%) = 100[(X-Y)/X] (6) pH (Suzuki 1981)

Untuk mengukur pH, sebelumnya alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 kemudian dicelupkan kembali pada buffer pH 7. Sampel yang digunakan sebanyak 5 g dan ditambah akuades sebanyak 45 ml kemudian dihomogenkan dengan homogenizer, kecepatan yang digunakan 80 rpm selama 2-3 menit. Selanjutnya sampel diukur pHnya dengan menggunakan pH meter. Analisis pH dilakukan sebanyak 3 ulangan.

(7) Protein larut garam (Saffle dan Galbraeth 1964 diacu dalam Wahyuni 1992)

Sampel sebanyak 5 g ditambahkan 50 ml larutan NaCI 5% kemudian dihomogenkan dengan waring blender selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah. Setelah itu disentrifus pada 3400 x g selama 30 menit dengan suhu 10 °C, selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No.1. Filtrat ditampung dalam erlenmeyer, disimpan pada suhu 4 °C . Sebanyak 25 ml filtrat dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode semi mikro

Kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut garam adalah:

Kadar PLG (%) = ( ) , , %

Keterangan :

A = ml titrasi HCl sampel B = ml titrasi HCl blanko fp = faktor pengenceran

(8) Water holding capacity(WHC) (Honikel dan Hamm 1994)

Daya ikat air (WHC) diukur dengan menggunakan metode FPPM (the Filter Paper Press Method) (Honikel dan Hamm 1994). Sampel seberat 0,3 gram diletakan pada kertas saring Whatman 41 dan dipress diantara dua plat kaca dan dibebani dengan pemberat 35 kg selama 5 menit. Setelah 5 menit kertas saring beserta sampel diambil. Area basah dan area sampel daging hasil pengepresan digambar pada plastik transparan. Luasan lingkaran dari sampel diukur, begitu pula luasan lingkaran luar yang terbentuk oleh air. Dengan demikian luasan lingkaran yang terbentuk oleh air bebas merupakan pengurangan dari luasan lingkaran luar dengan luas lingkaran dalam.

Luas lingkaran yang terbentuk oleh air bebas proposional dengan banyaknya air bebas yang tidak dapat diserap oleh bahan atau proposional terbalik dengan daya ikat air bahan. Perhitungan jumlah air yang terbebaskan adalah sebagai berikut :

Jumlah air bebas (mg H2O) = Luas lingkaran air bebas (cm2) ̶ 8 0,0948

WHC (%) = Kadar air sampel (%) – mg H2O x 100% Berat sampel (mg) 3.5.2 Analisis sensorik/organoleptik

(1) Uji organoleptik ikan segar

Pengujian organoleptik/sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu produk. Penilaian menggunakan alat indera ini meliputi spesifikasi mutu kenampakan, bau, rasa dan konsistensi/tekstur serta beberapa faktor lain yang diperlukan untuk menilai produk tersebut. Pengujian organoleptik/sensori ini mempunyai peranan yang penting sebagai pendeteksian awal dalam menilai mutu untuk mengetahui penyimpangan dan perubahan dalam produk (BSN 2006b). Dalam uji organoleptik indera yang berperan dalam pengujian adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panelis. Panelis ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif (Rahayu 2001).

Pengujian organoleptik dilakukan pada ikan lele segar sebagai bahan baku surimi. Panelis yang digunakan adalah panelis agak terlatih dengan jumlah 25-30 orang. Penilaian dilakukan berdasarkan SNI 01-2346-2006 mengenai standar pengujian organoleptik/sensori. Lembar penilaian (schore sheet) dijelaskan pada Lampiran 1.

(2) Uji lipat (foldingtest) (Suzuki 1981)

Uji lipat (folding test) merupakan salah satu pengujian mutu gel ikan yang dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ketebalan 3 mm. Potongan sample tersebut diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk, kemudian dilipat untuk diamati ada tidaknya retakan pada gel ikan. Contoh lembar penilaian uji lipat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Lembar penilaian uji lipat

Nilai Keterangan Grade

5 Tidak retak setelah dilipat menjadi seperempat lingkaran AA 4 Tidak retak setelah dilipat menjadi setengah lingkaran A 3 Retak berangsur-angsur setelah dilipat menjadi setengah lingkaran B 2 Langsung retak setelah dilipat menjadi setengah lingkaran C

1 Pecah apabila ditekan dengan jari D

(3) Uji gigit (Suzuki 1981)

Pengujian dilakukan dengan cara menggigit sampel gel surimi antara gigi seri atas dan bawah. Sampel yang diuji mempunyai ketebalan 5 mm dan berdiameter ±20 mm. Nilai (skor) sebagai atribut pengujian dalam hubungannya dengan uji gigit dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Lembar penilaian uji gigit.

Nilai Keterangan

10 Amat sangat kuat

9 Sangat kuat

8 Kuat

7 Cukup kuat

6 Dapat diterima

5 Dapat diterima, sedikit lemah

4 Lemah

3 Sangat lemah

2 Rapuh/gampang pecah

(4) Uji kesukaan

Uji kesukaan dilakukan pada kamaboko untuk melihat tingkat kesukaan surimi lele yang mengandung senyawa fenolik teroksidasi. Parameter uji kesukaan yang diamati adalah rasa oleh 30 panelis tidak terlatih yang akan dibandingkan dengan gel kontrol (tanpa senyawa fenolik teroksidasi). Skala hedonik terdiri sembilan poin sebagaimana dijelaskan SNI-01-2346-2006 (Tabel 6).

Tabel 6 Lembar penilaian uji kesukaan/hedonik

Spesifikasi Nilai

Amat sangat suka 9

Sangat suka 8

Suka 7

Agak suka 6

Netral 5

Agak tidak suka 4

Tidak suka 3

Sangat tidak suka 2

Amat sangat tidak suka 1

3.5.4 Analisis mikrostruktur (Balange dan Benjakul 2009a)

Mikrostruktur gel surimi ditentukan dengan menggunakan SEM (tipe JSM, JEOL Jepang). Gel kontrol (tanpa komponen fenolik teroksidasi) dan yang berisi komponen fenol teroksidasi dengan ketebalan 2-3 mm dioven pada suhu 50 °C hingga kadar airnya ±20% (Laksono 2012). Selanjutnya sampel kering ditempel pada potongan perunggu dan dilapisi dengan emas (Sputter coater SPI- Module, PA, USA). Spesimen tersebut kemudian diamati dengan scanning electron microscope pada percepatan tegangan 10 kV (Balange dan Benjakul 2009a).

Dokumen terkait