• Tidak ada hasil yang ditemukan

5,6 5,8 6,0 6,2 6,4 6,6 K a d a r p r o te in l a r u t g a r a m ( %)

Chairita (2008) menunjukkan frekuensi pencucian tidak protein larut garam surimi dari ikan layang dan

penelitian Jin et al. (2007) menunjukkan frekuensi pencucian nyata pada nilai protein miofibril surimi dari ikan

babi dan ayam.

Nilai protein larut garam gel surimi dengan pencucian Superskrip dengan huruf sama menunjukkan tidak

0,05).

larut garam yang diamati adalah pada gel surimi (kamaboko) mengalami proses setting dan pemanasan. Pada gel kamaboko

dan hidrofobik serta ikatan kovalen yang tidak

n kekuatan gel

Deformasi dan kekuatan gel biasa digunakan sebagai parameter kualitas gel kamaboko. Deformasi adalah pemanjangan

suatu bahan yang terkena gaya secara langsung dengan Kekuatan gel (gel strength) dihitung berdasarkan perkalian deformasi yang menggunakan satuan “gcm’. Gel strength

digunakan sebagai simbol kualitas surimi di Jepang (Kim dan Park 2000). Deformasi dan kekuatan gel kamaboko dari surimi lele d

pencucian berbeda disajikan pada Tabel 11. Semakin

6,42 6,08 5,90 1 2 3 Pencucian ke- a a a

pencucian tidak berpengaruh layang dan tetelan kakap.

frekuensi pencucian tidak ikan Alaska pollack,

dengan pencucian berbeda. unjukkan tidak berbeda nyata

surimi (kamaboko) yang kamaboko terbentuk tidak mudah terlarut

sebagai parameter untuk pemanjangan penuh atau langsung dengan satuan cm perkalian gaya tekan

strength ini banyak digunakan sebagai simbol kualitas surimi di Jepang (Kim dan Park 2000).

lele dengan perlakuan Semakin bertambahnya

5,73

4 a

frekuensi pencucian menunjukkan terjadinya peningkatan deformasi. Deformasi tertinggi ditunjukkan pada pencucian 4 kali namun demikian nilainya tidak berbeda nyata dengan pencucian 3 kali. Deformasi dapat ditingkatkan hingga 74,3% pada pencucian 4 kali. Chaijan et al. (2004) melaporkan deformasi kamaboko ikan sarden tanpa dicuci dan dicuci tidak terdapat perbedaan nyata, namun demikian nilainya lebih tinggi pada kamaboko yang mengalami pencucian. Ramadhan et al. (2011) membuktikan bahwa pencucian meningkatkan deformasi surimi dari daging bebek peking dari 8,51 mm (tidak dicuci) menjadi 10,01 setelah pencucian 3 kali. Semakin besar nilai deformasi menunjukkan semakin elastis kamaboko yang teramati.

Tabel 11 Nilai deformasi dan kekuatan gel (gel strength) surimi lele

Perlakuan Parameter

Deformasi (mm) Gel strength(g.cm) Pencucian 1 7,58 ±1,78a 255,79 ±31,48a Pencucian 2 9,71 ±0,04ab 269,78 ±35,79a Pencucian 3 10,05 ±0,59ab 280,76 ±28,34a Pencucian 4 13,21 ±1,22b 345,35 ±60,16a

Superscript dengan huruf berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata.

Frekuensi pencucian secara statistika tidak berpengaruh nyata pada kekuatan gel kamaboko. Namun demikian seiring bertambahnya frekuensi pencucian, kekuatan gel meningkat. Hossain et al. (2004) melansir bahwa kekuatan gel ikan mas dan patin dari berbagai perlakuan menunjukkan lebih tinggi nilainya pada surimi yang dicuci (> 300 gcm) dibanding yang tidak dicuci (< 200 gcm). Kim dan Park (2000) menyatakan bahwa kekuatan gel tidak memberikan makna yang berarti terhadap sifat reologi gel karena bisa jadi dalam beberapa sampel memiliki gel strength yang sama namun kualitas gel protein secara signifikan berbeda (gaya tekan dan deformasinya berbeda).

Menurut Chaijan et al. (2004) dengan pencucian yang tepat, protein sarkoplasma bisa dibuang, sehingga protein miofibril lebih terkonsentrasi dan dapat berperan penting dalam pembentukan gel. Jumlah kecil protein sarkoplasma dapat memiliki efek buruk pada kekuatan gel dan deformabilitas dari protein miofibril. Protein ini dapat mengganggu ikatan silang miosin selama pembentukan matriks gel karena tidak dapat membentuk gel dan memiliki

kapasitas mengikat air mengubah sifat reologi pada miofibril selama 4.1.6 Sensorik

Uji sensorik ya dari surimi lele dengan menjelaskan histogram dengan frekuensi penc

Gambar 17 Nilai uji Superskrip (P<0,05). Frekuensi pencucian kamaboko lele (Lampiran dan tertinggi pada pencucian menunjukkan nilai yang mendekati bahwa frekuensi pencucian

pada perlakuan tidak menjadi 5. Berbeda dengan uji lipat surimi queen fish

setelah penyimpanan 20

yang lebih baik dibandingkan yang tidak dicuci.

1,81 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 U ji L ip a t

air sangat rendah. Keberadaan protein sarkoplasma reologi dari gel ikan. Beberapa protein sarkoplasma selama perlakuan panas, sehingga mengurangi kekuatan

sensorik yang dilakukan meliputi uji lipat dan uji gigit pada lele dengan siklus pencucian yang berbeda. Gambar

histogram uji lipat dan uji gigit kamaboko dari surimi dengan frekuensi pencucian berbeda.

Nilai uji lipat gel surimi lele dengan frekuensi pencucian Superskrip dengan huruf berbeda menunjukkan

(P<0,05).

Frekuensi pencucian berpengaruh nyata terhadap uji lipat

(Lampiran 13 dan 14). Uji lipat terendah pada pencucian pada pencucian 4 kali. Nilai uji lipat surimi pencucian

menunjukkan nilai yang mendekati grade A (4). Ismail et al. (2010) membuktikan frekuensi pencucian berpengaruh nyata pada surimi daging

tidak dicuci nilai folding test 3,3 dan setelah

Berbeda dengan penelitian Hossain et al. (2005) menunjukkan

queen fish yang dicuci dan tidak dicuci tidak berbeda n penyimpanan 20 hari di dalam es pencucian memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan yang tidak dicuci.

1,81 2,25 3,56 3,88 1 2 3 Pencucian ke- a a b

sarkoplasma juga dapat koplasma dapat terikat

kekuatan gel.

gigit pada kamaboko Gambar 17 dan 18 dari surimi ikan lele

frekuensi pencucian berbeda. menunjukkan berbeda nyata

uji lipat dan uji gigit pada pencucian 1 kali pencucian empat kali (2010) membuktikan surimi daging bebek yaitu setelah dicuci 3 kali (2005) menunjukkan bahwa i tidak berbeda nyata, namun memberikan nilai folding test

3,88

4 b

Gambar 18 Nilai uji gigit gel Superskrip dengan (P<0,05).

Hasil uji beda (multiple

yang sebanding dengan uji lipat. kali namun nilainya tidak berbeda (2005) melaporkan bahwa uji yang dicuci maupun tidak

memberi nilai uji gigit yang lebih tinggi pada perlakuan pencucian. Nilai uji gigit maupun

pencucian dan berbanding

kekuatan gel. Dari hasil analisis parameter kimia, fisik pencucian 3 dan 4 kali memberikan

pencucian 1 dan 2 kali. Namun tidak berbeda nyata. Oleh karena

efektif untuk membuat surimi lele pada penelitian ini. 4.2 Ekstrak Fenol dari Daun Teh

Daun teh mengandung dikonsumsi sebagai minuman karena rasanya tetapi juga komponen utama pada polifenol (Lu et al. 2009). Selain

5,44 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 1 U ji G igi t a

gigit gel surimi lele dengan frekuensi pencucian Superskrip dengan huruf berbeda menunjukkan berbeda

multiple comparison) terhadap uji gigit menunjukkan dengan uji lipat. Uji gigit tertinggi pada perlakuan pencucian

tidak berbeda nyata dengan pencucian 3 kali. Hossain bahwa uji gigit tidak berbeda nyata pada surimi

tidak, namun demikian selama penyimpanan pencucian memberi nilai uji gigit yang lebih tinggi pada perlakuan pencucian.

maupun uji lipat meningkat seiring dengan bertambahnya berbanding lurus dengan nilai pH, WHC, PLG, deformasi

hasil analisis parameter kimia, fisik dan sensorik menunjukkan kali memberikan karakteristik gel yang lebih baik dibanding kali. Namun demikian secara umum pencucian 3 dan

Oleh karena itu disimpulkan pencucian 3 kali yang efektif untuk membuat surimi lele pada penelitian ini.

strak Fenol dari Daun Teh

mengandung sejumlah besar polifenol dan secara minuman di dunia. Minuman dari teh tidak hanya

uga bermanfaat bagi kesehatan. Katekin merupakan pada polifenol teh yang terdiri 75-80% bagian yang

Selain katekin daun teh juga mengandung tanin.

6,00 6,44 6,94 2 3 4 Pencucian ke- a ab b ab pencucian berbeda. berbeda nyata

git menunjukkan hasil perlakuan pencucian 4 kali. Hossain et al.

surimi queen fish

penyimpanan pencucian

dengan bertambahnya deformasi dan dan sensorik menunjukkan baik dibanding pencucian 3 dan 4 kali kali yang paling

dan secara luas tidak hanya populer Katekin merupakan bagian yang larut air mengandung tanin. Tanin

merupakan komponen polifenol yang larut dalam air dan banyak terdapat pada tanaman (Rehman et al. 2002). Tanin memberikan rasa getir ketika teh diseduh dengan air panas. Tanin pada teh secara kimia sedikit berbeda dengan tanin pada tanaman lainnya seperti asam tanat dan dilaporkan bahwa teh tidak mengandung asam tanat (Mohammed dan Sulaiman 2009). Ekstrak polifenol (tanin) pada tanaman telah ditambahkan pada makanan misalnya pada surimi. Ekstrak polifenol (tanin) pada kayu kiam digunakan untuk meningkatkan kekuatan gel surimi ikan kembung (Balange 2009).

Ekstraksi polifenol dilakukan pada daun teh kering yang telah dihaluskan menjadi serbuk dengan ukuran berbeda (100 mesh dan 60 mesh). Ekstraksi dengan kandungan total fenol terbaik akan diaplikasikan pada surimi lele. Kandungan total fenol ekstrak dari bubuk daun teh kering ditentukan berdasar kandungan tannin, larutan standar yang digunakan asam tanat. Kurva standar pengujian total fenol sampel dijelaskan pada Lampiran 15. Persamaan yang terbentuk pada kurva digunakan untuk menentukan total fenol sampel ekstrak serbuk teh. Kadar air, rendemen dan kandungan total fenol serbuk teh dengan ukuran berbeda disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Kadar air, rendemen, dan total fenol serbuk daun teh Ukuran serbuk

teh Kadar air (%) Rendemen (%)

Total fenol (mg tanin/g bubuk teh kering) 100 mesh 8,31 ±0,49a 13,49 ±1,28a 47,34 ±0,96a

60 mesh 9,89 ±0,11b 9,09 ±0,5b 30,17 ±1,23b

Superscript dengan huruf berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Kadar air serbuk teh ukuran 100 mesh dan 60 mesh masing-masing 8,31 % dan 9,89 %. Serbuk yang telah diekstraksi menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih tinggi pada ukuran 100 mesh. Serbuk yang lebih halus memberikan hasil rendemen yang lebih besar karena ukuran partikel yang lebih kecil mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga pelarut dapat kontak dengan sampel secara efektif .

Komponen fenol larut air pada umumnya dapat diekstrak dengan etanol, metanol, air dan aseton (Markham dan Bloor 1998). Etanol mempunyai polaritas yang mendekati polaritas fenol pada tanaman sehingga dapat digunakan sebagai

pelarut pada ekstraksi daun teh. Selain itu etanol merupakan pelarut alkohol yang paling aman diantara yang lain karena diperoleh dari sumber biologis dengan proses fermentasi dan termasuk dalam kategori GRAS (Generraly recognized as safe) (Saxena et al. 2011). Kandungan total fenol terbaik dihasilkan pada ekstrak dari serbuk dengan ukuran 100 mesh. Kandungan total fenol berdasarkan standar asam tanat menunjukkan kadar tanin pada teh tertinggi pada ukuran serbuk 100 mesh yaitu 47,34 mg tanin/g bubuk kering setara dengan 4,73% . Mohammed dan Sulaiman (2009) melaporkan bahwa kandungan tanin pada teh dari beberapa negara berkisar antara 6-8,5%. Kandungan total fenol berbeda pada setiap bagian tanaman. Kandungan total fenol pada bagian berbeda (daun, batang, akar) pada tanaman mountain germander (Teucrium montanum) menunjukkan bahwa daun mempunyai kadar tertinggi (Stankovic et al. 2011). Kandung total fenol pada daun teh dengan umur yang berbeda juga menunjukkan kandungan total fenol yang tidak sama. Daun teh yang digunakan pada penelitian adalah daun teh tua sehingga kadarnya lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Mohammed dan Sulaiman (2009) yang menggunakan pucuk daun teh sebagai sampel. Malayandi (2009) melaporkan bahwa kandungan total phenol pucuk daun teh lebih tinggi dibanding daun teh tua. Kandungan total fenol pada pucuk daun teh mencapai 428,38 mg/L sedangkan pada daun tua hanya 231,95 mg/L (Malayandi 2009). 4.3 Pengaruh Penambahan Senyawa Fenol Teroksidasi pada Surimi Lele

Senyawa fenol merupakan metabolit sekunder tanaman yang banyak mendapat perhatian beberapa akhir tahun ini karena diketahui mempunyai keuntungan bagi kesehatan. Selain bermanfaat bagi kesehatan, senyawa fenol juga dapat digunakan untuk meningkatkan sifat fungsional bahan makanan. Beberapa senyawa fenol misalnya asam tanat, asam ferulat, asam kafeat, asam sinamat dan katekin diketahui dapat meningkatkan kekuatan gel surimi (Balange 2009; Balange dan Benjakul 2009a; 2009b). Tanin merupakan senyawa yang mempunyai berat molekul 500-3000 dan mengandung sejumlah besar gugus hidroksi fenolik yang memungkinkan membentuk ikatan silang yang efektif dengan protein dan molekul-molekul lain misalnya polisakarida, asam amino, asam lemak dan asam nukleat (Tanuwiria 2007). Asam tanat juga diketahui

memiliki grup polifenol yang dapat berinteraksi dengan senyawa biologi makromolekul (Rivero et al. 2010).

Penambahan fenol teroksidasi pada surimi lele terdiri dari asam tanat komersial (K) dan ekstrak fenol daun teh (T) dengan 6 seri konsentrasi yaitu 0%-0,5%. Selanjutnya karakteristik gel dianalisis dan dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan fenol teroksidasi).

4.3.1 Nilai organoleptik dan komposisi kimia ikan segar

Bahan baku yang digunakan untuk membuat surimi adalah ikan lele segar yang baru saja dipanen dari kolam kemudian dimatikan dan difilet. Ukuran ikan

tidak jauh berbeda pada penelitian tahap pertama yaitu dengan berat 400-500 gram/ekor dengan panjang 30-40 cm. Uji organoleptik menunjukkan

bahwa ikan yang digunakan masih sangat segar dengan nilai rata-rata 8,14 (Tabel 13).

Tabel 13 Nilai organoleptik ikan lele segar

Spesifikasi Nilai

Mata 8,11 ±0,58

Insang 7,74 ±0,76

Lendir permukaan badan 8,15 ±0,53

Daging (warna dan kenampakan) 8,30 ±0,61

Bau 8,11 ±0,51

Tekstur 8,44 ±0,58

Rata-rata 8,14 ± 0,63

Komposisi kimia ikan lele segar dan surimi disajikan pada Tabel 14. Kandungan proksimat ikan segar yang digunakan berbeda dengan bahan baku pada penelitian pendahuluan (Tabel 7) meskipun dari jenis dan sumber yang sama. Bahan baku yang digunakan memiliki kandungan air dan protein lebih tinggi namun kandungan lemak jauh lebih rendah. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan September sedangkan penelitian utama dilakukan pada bulan April. Perbedaan waktu panen tersebut mungkin menyebabkan komposisi kimia ikan lele berbeda. Kemungkinan ikan lele tersebut dipanen pada periode puncak pakan sebelum mengalami pemijahan. Pada umumnya pada periode tersebut ikan dapat menghasilkan surimi dengan kualitas yang baik (Hossain et al.

protein 15,61%, sedangkan ikan patin mengandung kadar air 78,6% dan protein 16,5% (Hossain et al. 2004). Komposisi proksimat ikan sangat bervariasi tergantung beberapa faktor misalnya nutrisi, tempat hidup, ukuran, musim pemanenan, musim dan variasi seksual serta kondisi lingkungan.

Tabel 14 Komposisi kimia ikan segar dan surimi lele

Parameter Nilai (%)

Ikan lele segar Surimi lele

Air 80,01 ±0,31 80,93 ±0,52

Protein 17,10 ±0,06 16,62 ±0,08

Lemak 1,74 ±0,22 1,31 ±0,09

Abu 1,03 ±0,02 0,54 ±0,07

Karbohidrat 0,13 ±0,09 0,60 ±0,58

Komposisi proksimat surimi berbeda dengan komposisi ikan lele segar. Hal tersebut karena surimi merupakan daging lumat yang telah dicuci. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali berdasar hasil penelitian pendahuluan. Setelah proses pencucian kandungan air meningkat, sedangkan kandungan protein dan lemak mengalami penurunan. Kenaikan kadar air disebabkan penyerapan air oleh residu hidropilik dari protein miofibril. Penurunan kadar protein karena sebagian protein larut air (sarkoplasma) terbuang bersama air pencucian. Lemak dengan densitas rendah akan mengapung serta mineral larut air terbuang pada saat proses pencucian (Karthikeyan et al.2004).

4.3.2 pH

Pengamatan pH dilakukan pada surimi dan gel kamaboko ikan lele dengan penambahan komponen fenol teroksidasi (Gambar 19). Hasil analisis ragam (Lampiran 19) menunjukkan bahwa penambahan komponen fenol teroksidasi baik asam tanat komersial maupun ekstrak fenol daun teh tidak berpengaruh nyata pada pH kamaboko. Surimi yang digunakan mempunyai mendekati netral yaitu 6,66 + 0,11. Setelah penambahan asam tanat komersial dan ekstrak fenol daun teh yang telak dioksidasi pH sedikit mengalami penurunan, namun tidak berbeda nyata diantara perlakuan. Nilai pH seluruh perlakuan masih dalam rentang syarat dapat membentu gel yang elastis.

Gambar 19 Nilai pH gel surimi dengan penambahan jenis fenol teroksidasi dengan konsentrasi berbeda. K : asam tanat komersial; T : Ekstrak teh. Superskrip dengan huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Penurunan pH yang dramatis dapat berpengaruh terhadap sifat gelasi panas surimi sebagai akibat dari denaturasi protein misalnya pada pH 5,8 kerusakan miofibril ikan pacific mackerel dua kali lebih besar dibanding pada pH 6,8 (Lanier 2000).

Denaturasi protein, interaksi protein dengan protein, maupun interaksi protein dengan air sangat dipengaruhi oleh pH dan pH yang sesuai dapat mencegah kerusakan matrik gel dari muatan balik. Distribusi muatan diantara rantai sisi asam amino dapat berubah oleh pH dan kekuatan ionik disekitar protein (Zayas 1997).

4.3.3 Protein Larut Garam

Protein larut garam surimi dan gel surimi yang ditambah komponen fenol teroksidasi dengan konsentrasi berbeda disajikan pada Gambar 20. Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terdapat interaksi antara jenis fenol dengan tingkat konsentrasi terhadap nilai protein larut garam gel surimi, namun demikian faktor jenis fenol dan faktor konsentrasi berbeda nyata (Lampiran 20). Nilai PLG pada gel surimi lele dengan penambahan asam tanat lebih rendah dibanding pada ekstrak teh. Penambahan konsentrasi fenol teroksidasi diiringi dengan penurunan nilai PLG gel surimi.

6,56 6,52 6,59 6,44 6,43 6,51 6,56 6,44 6,49 6,49 6,48 6,50 6,35 6,40 6,45 6,50 6,55 6,60 6,65 K0 K0,1 K0,2 K0,3 K0,4 K0,5 T0 T0,1 T0,2 T0,3 T0,4 T0,5 N il a i p H

Jenis dan konsentrasi fenol teroksidasi

a a a a a a a a a a a a

Gambar 20 Nilai protein larut garam gel surimi dengan penambahan jenis fenol teroksidasi dengan konsentrasi berbeda. K : asam tanat komersial; T : Ekstrak teh, superskrip berbeda menunjukkan berbeda nyata pada faktor konsentrasi (p<0,05).

Perbedaan nilai PLG secara statistika terdapat pada gel kontrol dengan gel dengan penambahan fenol teroksidasi pada konsentrasi 0,3%-0,5%. Nilai PLG cenderung menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi. Hal tersebut menunjukkan kelarutan protein gel surimi terhadap garam menurun seiring dengan penambahan konsentrasi fenol teroksidasi. Kroll dan Rawel (2001) melaporkan bahwa kelarutan protein mioglobin yang ditambah fenol teroksidasi lebih rendah dibanding kontrol. Balange dan Benjakul (2009a) menambahkan bahwa kelarutan gel surimi di dalam larutan 0,6 M KCl baik kontrol maupun yang ditambah fenol teroksidasi hanya dibawah 10% dan kelarutan terendah pada gel dengan penambahan asam tanat teroksidasi. Hal tersebut disebabkan di dalam kamaboko gel terdapat ikatan hidrogen dan hidrofobik yang tidak mudah terlarut oleh garam. Ikatan hidrogen mungkin masuk ke dalam interaksi antara grup hidroksil senyawa fenol dengan nitrogen atau oksigen dari lisin, arginin, histidin, asparagin, glutamin, serin, treonin, asam aspartat, asam glutamat, tirosin, sistein dan triptofan sebagai akseptor hidrogen. Interaksi hidrofobik dapat terjadi pada senyawa fenol dengan asam amino hidrofobik misalnya residu alanin, valin, isoleusin, leusin, methionin, phenilalanin, tirosin, triptophan, sistein and glisin (Prigent 2005 diacu dalam Balange 2009). Osibona et al. (2009) melaporkan

4,63 4,67 4,13 4,04 3,84 3,92 4,63 4,63 4,64 4,28 4,25 3,96 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 K0 K0,1 K0,2 K0,3 K0,4 K0,5 T0 T0,1 T0,2 T0,3 T0,4 T0,5 P r o te in L a r u t G a r a m ( %)

Jenis dan Konsentrasi Fenol Teroksidasi

c bc ab ab c a c c bc ab ab a

bahwa ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) mengandung protein 18,8% dengan kandungan asam amino yang lengkap (Tabel 15).

Tabel 15 Komposisi asam amino ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Asam amino Komposisi (% dari

total protein) Asam amino

Komposisi (% dari total protein) Asam glutamat 17,81 ± 0,96 Leusin 9,53 ± 0,51 Asam aspartat 11,35 ± 0,61 Methionin 3,17 ± 0,17

Lisin 10,64 ± 0,57 Fenilalanin 4,19 ± 0,23 Arginin 6,82 ± 0,37 Tirosin 1,15 ± 0,06 Threonin 4,81 ± 0,26 Glisin 5,07 ± 0,27 Serin 4,48 ± 0,24 Prolin 3,81 ± 0,21 Sistin 1,16 ± 0,06 Hidroksiprolin 0,30 ± 0,00 Alanin 6,45 ± 0,35 Ornitin 0,65 ±0,04 Valin 5,34 ± 0,29 Taurin 0,53 ± 0,03

Isoleusin 5,22 ± 0,28 Asam amino

butirat

0,51 ± 0,03 Sumber : Osibonaet al.(2009)

Kandungan asam glutamat, asam aspartat, lisin, arginin, threonin dan serin yang cukup tinggi pada ikan lele dumbo kemungkinan berperan dalam pembentukan ikatan hidrogen dengan senyawa fenolik. Ikatan hidrofobik kemungkinan terbentuk antara senyawa fenol dengan asam amino alanin, valin, isoleusin, leusin, fenilalanin, dan metionin pada ikan lele.

Protein larut garam pada surimi lebih besar dibandingkan dengan gel kamaboko baik kontrol maupun dengan penambahan fenol teroksidasi yaitu 9,9 ± 0,8%. Hal tersebut disebabkan protein miofibril pada surimi belum terdenaturasi sehingga lebih mudah terlarut oleh garam. Kamaboko merupakan gel surimi yang telah ditambah garam dan mengalami perlakuan setting (40 °C) dan pemanasan (90 °C). Selama proses pembentukan gel, protein surimi mengalami perubahan dengan terbentuknya ikatan silang antara protein dengan komponen fenol. Pembentukan agregasi protein selama proses setting dan

heating menurunkan kelarutan protein terhadap garam (Balange dan Benjakul 2009a), akibatnya protein larut garam yang terukur pada kamaboko lebih rendah dibanding surimi.

4.3.4 Water holding capacitydan expressible moisture content

Nilai water holding capacity (WHC) dan expressible moisture content

pada beberapa tingkat konsentrasi disajikan pada Tabel 16. Berdasarkan analisis ragam penambahan komponen fenol teroksidasi dengan konsentrasi yang berbeda berpengaruh nyata terhadap nilai WHC (Lampiran 21). Nilai WHC meningkat hingga 27,27% pada gel surimi yang ditambah asam tanat dengan konsentrasi 0,5% (K0,5). Gel surimi dengan penambahan ekstrak daun teh meningkatkan WHC hingga 25,23% pada konsentrasi 0,5% (T0,5). Namun demikian penambahan asam tanat dan ekstrak fenol daun teh pada konsentrasi yang sama nilai WHC secara statistika tidak berbeda nyata. Semakin tinggi nilai WHC menunjukkan semakin besar kemampuan gel mengikat air.

Penambahan fenol teroksidasi asam tanat dan ekstrak daun teh berpengaruh nyata pada nilai expressible moisture content (Lampiran 22). Nilai EMC terendah dicapai gel surimi yang ditambah ekstrak teh 0,5% (T0,5). Penambahan asam tanat 0,5% dan ekstrak teh 0,4% menurunkan EMC gel surimi masing-masing 34,55% dan 44,85%. Balange dan Benjakul (2009b) melaporkan penambahan asam tanat 0,5% pada surimi ikan kembung menurunkan nilai EMC hingga 81% dari 17,25% (kontrol) menjadi 3,26%. Nilai EMC gel surimi ikan mata besar menurun 35,11% yaitu dari 3,93% (kontrol) menjadii 2,55% setelah ditambah asam tanat 0,05% (Balange dan Benjakul 2009a).

Tabel 16 Nilai water holding capacity(WHC) dan expressible moisture content

(EMC) gel surimi dengan penambahan jenis fenol teroksidasi dan konsentrasi yang berbeda

Perlakuan Konsentrasi

(b/v) WHC (%) EMC (%)

Asam tanat komersial (K) 0 62,30 ± 1,35p 11.46 ± 0,55st 0,1 72,54 ± 0,61qr 10,12 ± 0,57s 0,2 74,43 ± 0,48rs 10,08 ± 0,36s 0,3 74,48 ± 2,37rs 10,32 ± 0,45st 0,4 77,77 ± 0,78st 9,04 ± 0,53pq 0,5 79,29 ± 1,78t 7,50 ± 0,20r Ekstrak fenol teh (T) 0 62,30 ± 1,35p 11,46 ± 0,55st

0,1 72,12 ± 0,26qr 9,52 ± 0,38s 0,2 69,52 ± 1,50q 7,26 ± 0,40pq 0,3 71,78 ± 2,02qr 7,14 ± 0,43pq 0,4 75,07 ± 1,31rs 6,32 ± 0,34p 0,5 78,02 ± 0,87st 5,65 ± 0,54p

Superscript huruf (pqrst) berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata untuk pengaruh interaksi jenis fenol dan konsentrasi.

Nilai EMC gel surimi lele yang ditambah dengan ekstrak fenol daun teh mempunyai nilai EMC lebih rendah dibanding dengan gel yang ditambah asam tanat pada konsentrasi yang sama. Nilai EMC gel yang ditambah ekstrak fenol daun teh turun dari 11,46% (kontrol) menjadi 5,65% pada konsentrasi 0,5% (T0,5). Balange (2009) melaporkan bahwa penambahan ekstrak fenol kayu kiam sebesar 0,15% dapat menurunkan nilai EMC dari 9,48% (kontrol) menjadi 3,16%.

Nilai EMC berbanding terbalik dengan WHC, semakin rendah nilai

expressible moisture content menunjukkan semakin besar kapasitas gel dalam menahan air. Menurut Benjakul et al. (2003) selama proses setting pada temperatur 40°C, protein mengalami beberapa denaturasi, selanjutnya secara bertahap dan selaras dengan sendirinya membentuk jaringan yang dapat menyerap air. Penambahan senyawa fenolik teroksidasi pada konsentrasi yang optimal, dapat meningkatkan ikatan silang protein, sehingga terbentuk jaringan yang lebih kuat dengan kapasitas mengikat air yang lebih besar (Balange dan Benjakul 2009b).

4.3.5 Karakteristik gel

Karakteristik gel surimi dengan penambahan jenis fenol teroksidasi yang berbeda pada berbagai level konsentrasi berupa pengamatan deformasi, kekuatan gel (gel strength) dan breaking force. Dari hasil analisis ragam, penambahan fenol teroksidasi berpengaruh terhadap deformasi, gel strength dan breaking forcegel surimi lele.

Deformasi gel surimi lele dengan penambahan asam tanat (K) dan ekstrak fenol teh (T) teroksidasi dalam berbagai konsentrasi disajikan pada Gambar 21. Hasil analisis ragam (Lampiran 23a) menunjukkan tidak terdapat interaksi antara

Dokumen terkait