• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan sebagai berikut:

1. Pepaya yang dipanen dari kebun, dibersihkan dan disortasi. Pepaya yang dipilih adalah pepaya jenis kelamin hermaprodit yang tidak memiliki kerusakan atau cacat pada kulit buahnya, dan memiliki umur petik yang seragam. Setelah itu dilanjutkan dengan pengamatan terhadap bobot, kekerasan, dan kandungan total padatan terlarut (TPT).

2. Sebelum dilakukan pengemasan, pepaya dicuci dengan dengan air untuk menghilangkan getah dan kotoran lain yang menempel pada kulit pepaya, dan dikeringkan dengan kain lap dengan permukaan lembut. Pepaya kemudian dimasukkan ke dalam kemasan kardus karton kapasitas 30 kg sebanyak 8 buah kemasan.

3. Masing-masing kardus diberi perlakuan yang sama pada bahan pembungkus pepaya (kertas koran), perlakuan berbeda terjadi pada penggunaan kardus berpola,cacahan kertas koran, lembaran dan cacahan spons sebagai penyekat dan bahan pengisi serta penyusunan posisi buah di dalam kemasan kardus.

19 a. Kardus pertama, pepaya dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam kemasan serta diberi bahan pengisi cacahan kertas koran diantara sela-sela posisi susunan buah agar buah tertopang dan tetap dalam posisinya. Posisi penyusunan buah secara horizontal dan terdiri dari 2 layer.

b. Kardus kedua, pepaya dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam kemasan serta diberi bahan pengisi cacahan kertas koran diantara sela-sela posisi susunan buah agar buah tertopang dan tetap dalam posisinya. Posisi penyusunan buah secara vertikal dengan tangkai buah berada di bawah.

c. Kardus ketiga, pepaya dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam kemasan serta diberi penyekat kardus yang berpola diantara sela-sela posisi susunan buah agar buah tertopang dan tetap dalam posisinya. Posisi penyusunan buah secara horizontal dan terdiri dari 2 layer.

d. Kardus keempat, pepaya dibungkus dengan kertas koran dan dimasukkan ke dalam kemasan serta diberi penyekat kardus yang berpola diantara sela-sela posisi susunan buah agar buah tertopang dan tetap dalam posisinya. Posisi penyusunan buah secara vertikal dengan tangkai buah berada di bawah.

e. Kardus kelima, pepaya dibungkus dengan kertas koran, kemudian dilapisi dengan lembaran spons dan dimasukkan ke dalam kemasan yang berisi cacahan spons diantara sela-sela posisi susunan buah agar buah tertopang dan tetap dalam posisinya. Posisi penyusunan buah secara horizontal dan terdiri dari 2 layer.

f. Kardus keenam, pepaya dibungkus dengan kertas koran, kemudian dilapisi dengan lembaran spons dan dimasukkan ke dalam kemasan yang berisi cacahan spons diantara sela-sela posisi susunan buah agar buah tertopang dan tetap dalam posisinya. Posisi penyusunan buah secara vertikal dengan tangkai buah berada di bawah.

g. Kardus ketujuh, karena akan dijadikan sebagai kemasan kontrol, maka pepaya hanya akan dibungkus dengan kertas koran dan kemudian dimasukkan ke kotak kardus. Posisi penyusunan buah secara horizontal dan terdiri dari 2 layer.

h. Kardus ketujuh, karena akan dijadikan sebagai kemasan kontrol, maka pepaya hanya akan dibungkus dengan kertas koran dan kemudian dimasukkan ke kotak kardus. Posisi penyusunan buah secara vertikal dengan tangkai buah berada di bawah.

4.

Kemasan kardus kemudian diatur di atas meja simulator. Simulasi transportasi dilakukan selama 1 jam. Pada arah vertikal dengan amplitudo 4.05 cm dan frekuensi 2.99 Hz.

20 5. Setelah simulasi transportasi, dilakukan pengamatan terhadap kerusakan mekanis, susut bobot, perubahan total padatan terlarut, dan uji kekerasan dengan mengambil 2 sampel buah pepaya pada masing-masing kemasan.

6. Pepaya disimpan pada suhu ruangan selama 8 hari. Setiap dua hari sekali dilakukan pengamatan terhadap kerusakan buah pepaya. Adapun data-data yang diambil selama pengamatan adalah pengukuran dan pengamatan terhadap kerusakan mekanis, kekerasan, susut bobot, dan total padatan terlarut.

21 Gambar 11. Diagram alir proses penelitian

22

D.

Pengamatan

1. Kerusakan Mekanis

Pengamatan terhadap tingkat kerusakan mekanis pepaya dilakukan sebelum dan setelah kegiatan transportasi dan selama masa penyimpanan. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat kerusakan seperti luka gores, memar, dan pecah dari masing-masing kemasan. Kegiatan pengujian dilakukan secara visual.

Persamaaan yang digunakan untuk menghitung kerusakan mekanis yang terjadi adalah:

Klasifikasi kerusakan pada pepaya sebagai berikut:

1.Luka memar, terjadi akibat adanya benturan antara produk dengan dinding alat pengemasan atau tekanan sesama produk.

2.Luka gores, terjadi akibat adanya gesekan antara produk dengan kemasan atau gesekan sesama produk.

3.Luka pecah, terjadi akibat tekanan yang terjadi dari arah vertikal maupun dari arah horizontal produk, selain itu juga dapat diakibatkan karena guncangan selama proses pengangkutan.

2. Kekerasan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari rheometer. Alat diset pada kedalaman 10 mm dengan beban maksimum 10 kg dan diameter jarum 5 mm. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda, yaitu: bagian tengah, bagian ujung, dan bagian pangkal. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali ulangan pada masing-masing sampel dan kemudian dirata-ratakan nilainya.

Gambar 11. Rheometer Gambar 12. Bagian-bagian buah pepaya

(1)

Bagian

ujung

Bagian

tengah

Bagian

pangkal

23 3. Susut Bobot

Penurunan susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak sebelum dilakuakn simulasi transportasi, awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

Dimana: W = bobot bahan awal penyimpanan (gram) Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)

Gambar 13. Timbangan Mettler

4. Total Padatan Terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refractometer. Pepaya dihancurkan kemudian dilakukan pengukuran kadar gula dengan meletakkan cairan daging buah yang telah dihancurkan pada prisma refractometer. Sebelum dan sesudah pembacaan, prisma refractometer dibersihkan dengan alkohol. Angka yang tertera pada refractometer menunjukkan kadar total padatan terlarut (oBrix) yang mewakili rasa manis.

Gambar 14. Hand Refractometer

24

E.Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang akan digunakan adalah rancangan acak lengkap dua faktorial dengan dua ulangan perlakuan pada tiap-tiap jenis pepaya. Faktor-faktor yang digunakan untuk masing-masing jenis pepaya adalah:

A = Bahan pengisi kemasan

A1 = menggunakan cacahan kertas koran A2 = menggunakan lembaran dan cacahan spons A3 = menggunakan sekat kardus

A4 = tidak menggunakan bahan pengisi kemasan B = Teknik penyusunan buah pepaya dalam kemasan

B1 = posisi horizontal B2 = posisi vertikal

Dua faktor tersebut akan menghasilkan kombinasi-kombinasi perlakuan yaitu A1B1,A1B2,A2B1,A2B2,A3B1, A3B2, A4B1, A4B2.

Model umum dari rancangan percobaan ini adalah: IJ ij j i ijk

A

B

AB

Y

1



(

)



(3) Dimana: 1 ijk

Y

= Pengamatan pada perlakuan A ke-i dan B ke-j µ = nilai rata-rata harapan

Ai = perlakuan A ke-i Bj = perlakuan B ke-j

(AB)ij = interaksi A ke-i dan B ke-j ij

= pengaruh galat percobaan dari perlakuan A ke-i,B ke-j pada ulangan ke-l Dengan:

i = 1,2,3,4 (bahan pengisi) j = 1,2 (teknik pengemasan)

Pengamatan dilakukan setiap dua hari sekali terhadap beberapa respon. Respon yang akan diamati, yaitu: (1) uji kekerasan, (3) kerusakan mekanis, (4) total padatan terlarut. Pada setiap respon akan diamati pengaruh dari kombinasi faktor yang diberikan sehingga akan diketahui apakah ukuran kemasan, jenis kemasan, posisi penyusunan komoditas pada kemasan dan jenis bahan pengisi akan berpengaruh terhadap tingkat kerusakan dan umur simpan pepaya.

25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Pengemasan Buah Pepaya

Pendistribusian pepaya pada umumnya tidak menggunakan bahan kemasan apapun, dimana buah pepaya langsung di susun secara vertikal pada bak mobil pick-up. Akan tetapi untuk untuk buah pepaya kelas ekstra yang sering dipasarkan pada swalayan-swalayan maupun toko buah di kota-kota besar biasanya didistribusikan dengan menggunakan keranjang plastik maupun kemasan kotak kardus tanpa bahan pengisi apapun, dimana buah pepaya dibungkus atau dilapisi kertas koran terlebih dahulu sebelum disusun dengan posisi vertikal pada keranjang plastik ataupun kotak kardus.

Pada penelitian ini, digunakan kemasan kotak kardus tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute berukuran 50x50x40 cm seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16. Jenis kemasan tersebut dipilih karena sudah umum digunakan pada pendistribusian produk hortikultura karena memiliki konstruksi yang lebih sederhana dan lebih ekonomis. Pemilihan dinding kardus berflute ganda dengan tujuan agar kemasan ini dapat lebih kuat sehingga bisa menahan beban buah pepaya yang perbijinya mempunyai bobot yang cukup berat selama pendistribusian berlangsung, dapat bertahan dalam tumpukan yang lebih banyak dalam keadaan yang lembab yang disebabkan uap air sisa transpirasi buah pepaya dalam kemasan, serta dapat dengan baik meredam goncangan yang dihasilkan selama transportasi dibandingkan dengan kemasan kardus flute tunggal (single flute).

Gambar 16. Kemasan kardus dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double fluteberukuran 50x50x40 cm

Kemasan kardus yang digunakan dikombinasikan dengan tiga jenis perlakuan bahan pengisi kemasan dan satu perlakuan tanpa bahan pengisi kemasan. Bahan pengisi kemasan yang digunakan berupa cacahan kertas koran, kardus berpola (sekat kardus), dan spons berbentuk lembaran serta cacahan. Bahan pengisi yang digunakan diharapkan dapat mengurangi benturan ketika terjadi guncangan selama transportasi buah pepaya berlangsung. Bahan pengisi yang digunakan dapat digunakan berulangkali, tidak hanya untuk sekali pendistribusian buah pepaya, sehingga akan lebih ekonomis. Tampilan masing-masing jenis bahan pengisi ditunjukkan pada Gambar 17, 18 dan 19..

26 Gambar 17. Bahan pengisi cacahan kertas koran

(a) (b)

Gambar 18. Bahan pengisi (a) lembaran spons/ gabus, (b) cacahan spons/ gabus

Gambar 19. Bahan pengisi kardus berpola /sekat kardus

Jumlah pepaya yang diisikan ke dalam masing-masing kemasan berjumlah 12 dan 16 buah dengan berat antara ±30 kg. Berat buah pepaya pada tiap kemasan ini didasarkan atas pertimbangan keadaan di lapang pada umumnya dengan bahan pengemas kotak kardus, dimana para distributor menggunakan kardus dengan kisaran berat ±30 kg selama distribusi buah pepaya, selain itu berat 30 kg masih dalam toleransi kemampuan seseorang dapat mengangkat kemasan.

27 Selain dikombinasikan dengan bahan pengisi kemasan, pengemasan buah pepaya pada kotak kardus ini juga dikombinasikan dengan posisi penyusunan buah pada tiap kemasan, yaitu penyusunan buah dengan posisi vertikal dan horizontal. Cara penyusunan buah dalam kemasan berpengaruh dalam usaha melindungi buah pepaya selama proses transportasi. Buah pepaya disusun teratur baik secara horizontal maupun vertikal terdiri dari 1 dan 2 layer (tumpukan), untuk posisi vertikal hanya 1 layer (tumpukan) sedangkan posisi horizontal terdiri dari 2 layer (Gambar 28 dan Gambar 29). Posisi penyusunan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 20. Kardus cacahan koran posisi vertikal Gambar 21. Kardus cacahan koran horizontal

Gambar 22. Kardus berspons posisi vertikal Gambar 23. Kardus berspons posisi horizontal

28

Gambar 26. Kardus tanpa pengisi posisi vertikal Gambar 27. Kardus tanpa pengisi posisi horizontal

Gambar 28. Pola penyusunan vertikal Gambar 29. Pola penyusunan horizontal

B.

Mutu Bahan Penelitian

Buah pepaya yang digunakan sebagai penelitian adalah buah pepaya yang telah memenuhi tingkat matang petik yang optimal dengan kriteria sudah tua dengan kondisi buah 75% berwarna hijau 25% semburat kuning diantara tengah dan ujung pepaya. Penampakan luar buah kelihatan masih mengkal, tetapi apabila dibelah bagian dalamnya sudah menunjukkan warna kekuningan. Pada saat memanen diusahakan buah tidak tergores atau terluka dengan cara menggunakan sarung tangan ketika memetiknya dari pohon. Buah pepaya dipanen pada pagi hari pukul 6.00 dengan kondisi cuaca cerah. Penentuan keseragaman buah pepaya yang dipanen dilakukan secara visual.

29 Sebelum dilakukannya simulasi transportasi, dilakukan pengukuran sifat fisik dan sifat kimia pada buah. Hasil pengukuran terhadap sifat fisik dan sifat kimia pepaya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat fisik dan kimia buah pepaya sebelum transportasi

Parameter Satuan Kisaran Rataan

Bobot Gram 988,5-2219,0 1603.75

Kekerasan Kgf 3,62-5,54 4.58

Total padatan terlarut 0Brix 4,87-9,73 7.3

Sumber : Hasil pengolahan data

Hasil pengukuran pada Tabel 4 menunjukkan adanya keragaman pada sifat fisik dan kimia pada buah pepaya, meskipun didapat dari satu kebun yang sama dan waktu petik yang sama. Keragaman pada sifat fisik dan kimia pada pepaya tersebut bisa terjadi karena ada perbedaan fisiologis pada tanaman.

C.

Kerusakan Mekanis

Pengukuran tingkat kerusakan mekanis dilakukan pasca simulasi transportasi dilakukan. Pengamatan tingkat kerusakan mekanis dilakukan dengan pengamatan secara visual pada penampakan luar pepaya. Parameter kerusakan pepaya adalah pepaya yang pada kulitnya terdapat luka gores, luka memar dan luka pecah. Luka memar adalah luka atau kerusakan yang ditandai dengan terbentuknya bagian yang berwarna sedikit berbeda dan lunak pada permukaan kulit buah. Luka gores adalah luka pada bagian kulit buah dengan ditandai adanya guratan-guratan halus pada kulit buah. Sedangkan luka pecah ditandai dengan adanya bagian buah pepaya yang terbelah lebih dari 20%. Penampakan kerusakan luka pada buah pepaya dapat dilihat pada Gambar 31. Pada penelitian ini tidak terjadi kerusakan mekanis dengan luka pecah pada buah pepaya.

(a) (b)

Gambar 31. Kerusakan pepaya (a) luka memar dan (b) luka gores

Buah pepaya dalam kemasan kardus akan mengalami guncangan selama simulasi transportasi berlangsung. Guncangan tersebut menyebabkan buah pepaya mengalami pergeseran dan pergerakan sehingga buah pepaya tersebut mengalami pembebanan baik berupa tekanan, benturan ataupun gesekan dengan bahan pengisi , antar buah pepaya maupun antara buah dengan kemasan. Dampak dari guncangan dan pembebanan tersebut adalah kerusakan mekanis pada buah pepaya. Kerusakan mekanis tersebut berupa kerusakan memar, luka gores dan luka pecah. Kerusakan mekanis ditandai

30 dengan perubahan warna, bentuk, serta penurunan kekerasan buah pepaya tersebut. Kerusakan mekanis yang terdeteksi langsung setelah simulasi transportasi hanya sedikit, oleh karena itu dibutuhkan penyimpanan buah pepaya setelah simulasi transportasi berlangsung agar kerusakan mekanis dapat terdeteksi semua karena aktifitas respirasi dari buah pepaya. Proses laju respirasi akan berlangsung dengan cepat pada buah pepaya yang terluka sehingga menyebabkan kulit buah yang terluka akan mengalami perubahan warna dan beberapa penurunan mutu lainnya. Kerusakan mekanis dan penurunan mutu akan terdeteksi semua setelah proses penyimpanan selama beberapa hari. Data pengukuran dan perhitungan kerusakan mekanis pada buah pepaya pasca simulasi transportasi dan selama penyimpanan 8 hari dapat dilihat pada Lampiran 2a dan lampiran 2b.

Gambar 32. Grafik kerusakan mekanis pada buah pepaya dari berbagai perlakuan pasca simulasi transportasi dan selama penyimpanan

Keterangan :

KKH : Kardus cacahan koran horizontal KKV : Kardus cacahan koran vertikal KSH : Kardua berspons horizontal KSV : Kardus berspons vertikal

KGH : Kardus berskat horizontal KGV : Kardus berskat vertikal

KNH : Kardus tanpa bahan pengisi horizontal KNV : Kardus tanpa bahan pengisi vertikal Dari Gambar 32 di atas dapat diketahui bahwa persentase kerusakan mekanis mengalami kenaikan yang tajam pada hari pertama hingga hari ke-8 penyimpanan. Perbedaan persentase kerusakan mekanis dengan tajam setelah simulasi transportasi dengan setelah mengalami penyimpanan 8 hari dikarenakan kerusakan mekanis belum terdeteksi semua pasca simulasi transportasi. Pasca simulasi transportasi dan selama penyimpanan 8 hari, kemasan dengan perlakuan bahan pengisi cacahan kertas koran dengan posisi penyusunan horizontal (KKH) mempunyai tingkat kerusakan mekanis terendah dibandingkan dengan kemasan lainnya. Kerusakan mekanis yang terjadi yaitu 75%.

31 Gambar 33. Grafik Kecepatan perubahan total kerusakan mekanis buah pepaya pasca simulasi

Berdasarkan Gambar 33 dapat dilihat bahwa pada kecepatan total kerusakan mekanis tertinggi beberapa jam pasca simulasi transportasi adalah kemasan buah pepaya dengan perlakuan bahan pengisi cacahan kertas koran dengan posisi penyusunan vertikal (KKV) hal ini disebabkan karena pada saat simulasi berlangsung buah pepaya dengan posisi vertikal cenderung lebih mendapatkan gaya pembebanan dari segala arah ketika terjadi guncangan, selain itu pada posisi vertikal dengan kondisi fisik dan dimensi dari buah pepaya yang tidak semua sama persis (beragam) maka setiap pepaya akan mempertahankan posisi mereka masing-masing untuk mempertahankan kesetimbangan mereka ketika terjadi guncangan. Kerusakan mekanis yang terjadi sebagian besar terdapat pada pangkal dan ujung buah pepaya, karena disaat dilakuaknnya simulasi transportasi yang terjadi adalah gaya transversal, yaitu gaya yang menyebabkan terjadinya guncangan ke atas-bawah pada saat berlangsungnya simulasi transportasi dan buah pepaya juga akan bergerak ke atas-bawah mengikuti guncangan yang terjadi sehingga akan menyebabkan kerusakan mekanis pada ujung dan pangkal buah pepaya. Sedangkan kecepatan total kerusakan mekanis terendah pada kemasan buah pepaya dengan perlakuan kemasan bahan pengisi cacahan kertas koran dengan posisi penyusunan horizontal (KKH), hal ini dikarenakan buah pepaya dengan posisi penyusunan horizontal lebih mudah mendapatkan posisi setimbang ketika terjadi guncangan selama simulasi transportasi berlangsung sehingga buah pepaya cenderung tidak banyak bergerak. Gaya atau pembebanan yang di dapatkan buah pepaya juga tersebar secara merata, sehingga kondisi buah pepaya lebih stabil. Pada hari penyimpanan ke-2 kecepatan total kerusakan mekanis pada pepaya menurun drastis dibandingkan dengan pada saat beberapa jam pasca simulasi transportasi, penurunan kecepatan total kerusakan mekanis yang drastis terjadi pada kemasan KNH. Pada hari penyimpanan selanjutnya rata-rata kecepatan total kerusakan mekanis pada buah pepaya menurun sampai pada penyimpanan hari ke-8. Data nilai kecepatan perubahan total kerusakan mekanis pada Lampiran 6.

Untuk mendukung hasil yang telah diperoleh dan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara tiap perlakuan dengan parameter yang diamati maka dilakukan pengujian statistik atas data yang diperoleh. Uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan program Statistical Analysis

32 System (SAS 9.1) dengan analisis ragam ANOVA dan uji lanjutan dengan menggunakan Duncan‟s Multiple Range Test untuk menganalisa perbedaan pengaruh nyata atau tidak nyata. Uji ragam (ANOVA) dan uji Duncan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh bahan pengisi dan posisi penyusunan buah terhadap kerusakan mekanis yang dialami pada buah pasca simulasi transportasi dan selama penyimpanan tidak dilakukan pada pengamatan kerusakan mekanis. Hal ini dikarenakan simulasi transportasi hanya dilakukan sekali sehingga tidak adanya ulangan yang menyebabkan jumlah sampel data (N) yang dimasukkan kurang, sehingga software program untuk menguji uji Ragam (ANOVA) dan uji Duncan tidak menunjukkan dan mengeluarkan angka dimana angka tersebut yang menunjukkan signifikan tidaknya perlakuan yang dilakukan terhadap kerusakan mekanis buah pepaya. Keterbatasan sampel dan tidak adanya ulangan simulasi transportasi karena keterbatasan faktor biaya penelitian, karena komoditas utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah pepaya IPB 9 (Callina) yang langsung diambil dan dipilih di kebunnya sehingga cukup mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Selain itu keterbatasan dalam mendapatkan komoditas yang digunakan penelitian.

Gambar 34. Diagram kerusakan mekanis buah pepaya pasca simulasi transportasi dan penyimpanan selama 8 hari

Gambar 34 memperlihatkan bahwa jika dibandingkan dengan bahan pengisi maka kerusakan mekanis yang terkecil terdapat pada kemasan dengan perlakuan bahan pengisi cacahan kertas koran. Kerusakan mekanis dominan yang terjadi pada kemasan buah pepaya dengan perlakuan bahan pengisi cacahan kertas koran adalah luka gores. Hal ini karena buah pepaya mengalami tekanan, guncangan dan gesekan antara buah pepaya yang lain maupun dengan kertas koran yang menjadi kemasan utama pada buah pepaya tersebut selama simulasi transportasi berlangsung. Kemasan dengan perlakuan bahan pengisi sekat kardus berada diurutan kedua dengan nilai kerusakan mekanis terkecil setelah bahan pengisi cacahan kertas koran. Kerusakan dominan yang muncul adalah luka gores. Pada buah pepaya dengan perlakuan bahan pengisi sekat kardus memiliki kerusakan mekanis luka gores dan luka memar yang hampir sama besarnya. Hal ini dikarenakan sekat kardus yang telah menyekat dan membatasi ruang pergerakan pepaya tersebut selama simulasi transportasi berlangsung sehingga pepaya tidak dapat bergerak dan hanya mengalami sedikit guncangan. Pada buah pepaya dengan perlakuan bahan pengisi spons/ lembaran gabus kerusakan mekanis yang dominan adalah luka memar. Luka memar ini banyak terdapat di pangkal buah pepaya, hal ini dikarenakan pangkal buah pepaya yang tidak terselimuti oleh spons sehingga ketika simulasi berlangsung, permukaan pangkal buah bersentuhan dan berbenturan langsung dengan permukaan kotak kardus ketika guncangan terjadi.

33 Pada kemasan buah pepaya dengan perlakuan normal tanpa bahan pengisi apapun, kerusakan mekanis dominan adalah luka gores.

Berdasarkan diagram kerusakan mekanis di atas, kerusakan mekanis terbesar terdapat pada buah pepaya dengan perlakuan posisi penyusunan vertikal sedangkan kerusakan mekanis terkecil pada penyusunan buah secara horizontal. Hal ini dikarenakan perbedaan perlakuan menyebabkan tekanan, gesekan dan benturan pada buah dalam kemasan berposisi vertikal mendapat gaya tekan yang besar sehingga menyebabkan kerusakan pada buah. Kerusakan yang terjadi pada penyusunan vertikal pada umumnya terdapat pada pangkal buah, dimana pangkal buah pepaya berada di bagian bawah ketika dalam posisi penyusunan buah sehingga pangkal buah pepaya menerima pembebanan lebih besar dari bagian tengah dan ujung buah yang berada di atasnya hingga menyebabkan kerusakan. Sementara penyusunan horizontal buah pepaya menyebabkan kerusakan mekanis yang dominan berupa luka memar. Pada semua perlakuan pengemasan buah pepaya tidak ada kerusakan mekanis luka pecah pada buah pepaya.

D.

Kekerasan

Kekerasan tergantung pada ketebalan kulit luar buah, kandungan total zat padat, dan juga kerusakan mekanis yang dialami buah setelah proses transportasi. Kerusakan mekanis yang terjadi pada buah akan mempengaruhi laju respirasi buah, dimana proses respirasi membutuhkan air yang diambil dari sel buah itu sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan air pada sel buah sehingga

Dokumen terkait