• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen di Badan penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan

KOTA MEDAN

A. Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Arbitrase dan Pelaksanaan Putusan Bagi Para Pihak Yang Bersengketa di Badan Penyelesaian Sengketa

1. Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen di Badan penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Medan

Tata cara penyelesaian sengketa konsumen oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Jo. Kepmenperindag Nomor 350/MPP/12/2001 tentang Pelaksanaan tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Proses penyelesaiannya pun diatur sangat sederhana dan sejauh mungkin dari suasan yang formal. UUPK menentukan apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.82 Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai keseakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan terteentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.83

Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen membentuk majelis. Jumlah anggota majelis harus ganjil dan

82 Pasal 45 Ayat (4) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 83 Pasal 47 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur, baik dari unsur pemerintah, unsur konsumen maupun unsur dari pelaku usaha.Adapun putusan yang dikeluarkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ini adalah bersifat final dan mengikat. Prosedur atau Tahap – tahap penyelesaikan sengketa konsumen tersebut dimulai dari tahap pengajuan gugatan sampai pada tahap putusan ialah :

a) Tahap pengajuan gugatan

Konsumen yang dirugikan dapat mengajukan permohonan penylesaaian sengketa konsumen kepada Badan penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang terdekat dengan tempat tinggal konsumen. Permohonan dapat dilakukan oleh konsumen yang dirugikan sendiri atau kuasanya atau ahli waris yang bersangkutan jika konsumen telah meninggal dunia, sakit atau telah berusia lanjut sehingga tidak dapat mengajukan pengaduan sendiri baik secara tertulis maupun llisan, atau konsumen belum dewasa sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku terhadap orang asing /warga negara asing. Permohonan secara tertulis disampaikan kepada sekretariat BPSK, maka secretariat BPSK akan memebrikan tanda terima kepada pemohon, dan jika permohonan diajukan secara lisan, maka sekretariat BPSK akan mencatat permohonan tersebut dalam bentuk formulir yang disediakan secara khusus, dan dibubuhi tanggal dan nomor registrasi. Apabila permohonan ternyata tidak lengkap (tidak sesuai dengan Pasal 16 Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001) atau permohonan bukan merupakan wewenang BPSK, maka Ketua BPSK menolak permohonan tersebut.Jika permohonan memenuhi persyaratan dan diterima, maka Ketua BPSK harus memanggil palaku usaha secara tertulis disertai dengan kopi permohonan dari konsumen, selambat – lambatnya 3 hari kerja sejak diterimanya peromohonan.84(Adapun contoh formulir bentuk pengaduan yang

diperoleh penulis dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagaimana yang disebutkan diatas, dapat dilihat pada bahagian lampiran di skripsi ini).

Untuk keperluan pemanggilan pelaku usaha, dibuat surat panggilan yang memuat, hari, tanggal, jam dan tempat persidangan serta kewajiban pelaku usaha untuk memberikan jawaban terhadap penyelesaian sengketa konsumen untuk diajukan pada persidangan pertama.(adapun contoh surat panggilan yang diperoleh penulis dari BPSK Kota medan dapat dilihat dilampiran pada skripsi ini). Jika pada hari yang ditentukan pelaku usaha tidak hadir memenuhi panggilan, maka sebelum melampaui 3 hari kerja sejak pengadun, pelaku usaha dapat dipanggil sekali lagi.Jika pelaku usaha tetap tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka berdasarkan ketentuan Pasal 52 hurf i Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, BPSK dapat meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha tersebut. Jika pelaku usaha hadir, maka konsumen memilih cara penyelesaian sengketanya yang harus disetujui oleh pelaku usaha. Cara yang bias dipilih dan disepakati para pihak adalah : konsiliasi, mediasi , atau arbitrase. Jika cara yang dipilih para pihak adalah mediasi atau konsiliasi, maka ketua BPSK segera menunjuk majelis sesuai dengan ketentuan untuk ditetapkan sebagai konsiliator, atau mediator. Jika cara yang dipilih para pihak adalah arbitrase, maka prosedurnya adalah para pihak memilih arbiter dan konsumen sebagai anggota majelis. Arbiter yang terpilih, memilih arbitrer ketiga dari anggota BPSK yang berasal unsur pemerintah sebagai ketua majelis.Persidangan pertama dilaksanakan selambat-lambatnya hari kerja ke-7 sejak diterimanya permohonan.85

b) Tahap Persidangan

1) Persidangan dengan cara konsiliasi

Konsiliasi suatu proses penyelesaian sengekat diantara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak. Dalam praktik istilah mediator dan konsiliator hanyalah sebagai pihak fasilisator untuk melakukan komunikasi diantara pihak sehingga dapat diketemukan solusi oleh para pihak itu sendiri. Konsiliator hanya melakukan tindakan seperti mengatur waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subjek pembicaraan, membawa pesan dari satu pihak kepada pihak lain jika pesan tersebut tidak mungkin disampaikan langsung oleh para pihak. Bagaimanapun juga penyelesaian sengketa model konsensus antar pihak netral bereperan secara aktif (nautral act) maupun tidak aktif.Konsiliator dapat mengusulkan penylesaian sengketa, tetapi tidak berwenang memutus perkaranya.Pihak – pihak yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan pihak ketiga tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa.Penyelesaian sengketa konsumen melalui konsiliasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi majelis BPSK yang bertindak pasif sebagai konsiliator. Jadi dalam hal ini, majelis BPSK menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mngenai bentuk maupun jumlah ganti-kerugiannya.

Pada penyelesaian sengketa melalui konsiliasi ini, majelis BPSK sebagai konsiliator memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, dan memanggil saksi serta saksi ahli, dan bila diperlukan, menyediakan forum konsiliasi bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa dan menjawab pertanyaan konsumen maupun pelaku usaha, perihal peraturan perundang-undangan di bidang konsumen. Hasil musyawah yang merupakan kesepakatan antar konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa selanjtnya dibuat dalam

bentuk perjanjian tertulis yang ditanda – tangani oleh para pihak yang bersengketa, dan diserahkan kepada majelis untuk dituangkan dalam keputusan majelis BPSK yang menguatkan perjanjian tersebut.

Apabila diilustrasikan, maka proses penyelesaian sengketa konsumen secara konsiliasi menurut Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :

Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Konsiliasi:

Majelis BPSK (Pasif)

Konsumen Kesepakatan Pelaku Usaha

Dituangkan dalam Putusan BPSK

Sumber :Susanti Adi Nugroho, Ibid hlm. 111 2) Persidangan dengan cara mediasi

Mediasi adalah proses negosiasi penylesaian sengketa atau pemecahan masalah dimana pihak – pihak ketiga yang tidak memihak bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan. Mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa.Mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang diserahkan kepadanya.Dalam sengketa dimana salah satu pihak lebih kuat dan cenderung menunjukan

- Panggil pelaku usaha &konsumen yang bersengketa. - Panggil saksi/ahli, bila diperlukan

- Menyediakan forum bagi konsumen dan para pelaku usaha untuk menyelesaikan sengketa.

- Menjawab pertanyaan konsumen dan pelaku usaha tentang alternatif penyelesaian dan masalah hukum .

kekuasaannya, pihak ketiga memegang peranan penting untuk menyertakannya.Kesepakatan dapat tercapai dengan mediasi, jika pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa dengan arahan konkrit dari mediator.Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi mediator. Mediator menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun besarnya ganti kerugian atau tindakan tertentu untuk menjamin tidak terulangnya kembali kerugian konsumen.

Dibandingkan dengan proses penyelsaian sengketa melalui konsiliasi, dalam proses mediasi ini , mediator bertindak lebih aktif dengan memberikan nasihat, petunjuk, sarana dan upaya – upaya lain dalam menyelesaikan sengketa. Atas persetujuan para pihak atau kuasanya, mediator dapat mengundang seorang atau lebih saksi ahli dalama bidang tertentu untuk memberikan penjelasan mengenai hal – hal yang terkait dengan sengketanya. Jika proses mediasi menhasilkan suatu kesepakatan , para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak.

Peran majelis BPSK dalam penyelesian sengketa konsumen dengan cara mediasi serta deskripsi , meliputi tugas sebagai berikut :

(a) Memanggil konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa

(b) Memanggil forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa (c) Menyediakan forum bagi konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa (d) Secara aktif mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa.

(e) Secara aktif memberikan saran dan anjuran penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan peraturan perundang – undangan dibidang perlindungan konsumen.

Hasil musyawarah yang merupakan kesepkatan antara konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa, selanjutnya dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis, yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa dan diserahkan kepada majelis BPSK untuk dikukuhkan dalam keputusan majelis BPSK untuk menguatkan perjanjian tersebut.Putusan tersebut mengikat kedua belah pihak.Keputusan majelis dalam konsiliasi dan medisi tidak memuat sanksi administratif.Apabila di ilustrasikan, maka proses penyelesaian sengketa kosnumen secara mediasi menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :

Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi :

Majelis BPSK (Pasif)

Secara Aktif Mendamaikan

Konsumen Kesepakatan Pelaku Usaha

Dituangkan dalam Putusan BPSK Sumber :Susanti Adi Nugroho.,Ibid hlm. 112

- Panggil pelaku usaha &konsumen yang bersengketa. - Panggil saksi/ahli, bila diperlukan

- Menyediakan forum bagi konsumen dan para pelaku usaha untuk menyelesaikan sengketa.

- Secara aktif memberikan sarana atau anjuran tentang alternatif penyelesaian & masalah hukum.

3) Persidangan dengan cara arbitrase

Arbitrase adalah salah satu bentuk adjudikasi privat. Didalam undang –

undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian suatu sengketa, pengertian arbitrase adalah penyelesaian perkara perdata di luar pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase sebagai salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa, adalah bentuk alternatif yang paling formal untuk menyelesaikan sengketa sebelum berlitigasi. Dalam proses ini pihak yang bersengketa mengemukakan masalah mereka kepada pihak ketiga yang netral dan member wewenang untuk memberikan keputusan. Berdasarkan pengertian ini, hanya perkara perdata saja yang dapat diselesaikan dan diputus secara arbitrase.Perjanjian arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Undang –

Undang diatas, adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibaut para pihak setelah timbul sengketa. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga cenderung lebih informal dan lebih sederhana, dibandingakan proses litigasi , prosedurnya tidak kaku, dan lebih dapat menyesuaikan, serta tidak sering mengalami penundaan.

Penyelesaian sengketa konsumen melalui arbitrase, para pihak memilih arbiter dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis.Arbiter yang telah dipilih oleh para

pihakkemudian memilih arbiter ketiga dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pemerintah sebagai ketua.86

Acara Persidangan Pertama;

Pada Persidangan Pertama ketua majelis wajib mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa.Jika terjadi perdamaian antara kedua belah pihak yang bersengketa, maka majelis wajib membuat keputusan dalam bentuk penetapan perdamaian.Menurut Dr.Susanti Adi Nugroho.,SH.,MH.(selaku penulis buku yang berjudulProses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya), bahwa bentuk penetapan perdamaian yang diputus oleh majelis BPSK, lebih tepat jika dituangkan dalam bentuk putusan perdamaian, bukan penetapan. Karenaputusan yang telah fiat eksekusinya kepada pengadilan negeri lebih mempunyai daya paksa daripada penetapan.Hal ini adalah untuk menghindari kemungkinan ingkat janji setelah putusan diucapkan.

Sebaliknya, jika tercapai perdamaiana maka persidangan dimulai dengan membacakan isi gugatan konsumen, dengan surat jawaban dari pelaku usaha. Ketua majelis BPSK harus memberikan kesempatan yang sama kepada kedua belah pihak yang bersengketa untuk menjelaskan hal – hal yang dipersengketakan. Pada persindangan pertama sebelum pembacaan surat jawaban dari pelaku usaha, konsumen dapat mencabut gugatannya dengana membuat surat pernyataan pencabutan perkara. Dalam hal demikian, maka majelis wajib mengumumkan bahwa gugatan dicabut.Apabila pelaku usaha

86Pasal 32 Kepmen. Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Tugas dan Wewenag Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

dan atau konsumen tidk hadir dalam persidangan pertama, maka majelis memberikan kesempatan terakhir pada persidangan kedua dengan membawa alat bukti yang diperlukan.

Acara Persidangan Kedua;

Persidangan kedua diselenggarakan selambat – lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak persidangan pertama dan diberitahukan kepada konsumen dan pelaku usaha dengan panggilan sekretariat BPSK. Bilamana pada persidangan kedua konsusmen tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh majelis tanpa kehadiran pelaku usaha.87

Selama proses penyelesaian sengketa, alat – alat bukti barang atau jasa, surat dan dokumen keterangan para pihak, keterangan saksi dan atau saksi ahli, dan bukti – bukti lain yang mendukung dapat diajukan kepada majelis. Dalam proses penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK beban pembuktian ada pada pelaku usaha, namun pihak konsumen juga harus mengajukan bukti –

bukti untuk mendukung gugatannya. Setelah mempertimbangkan pernyataan dari kedua belah pihak mengenai hal yang dipersengketakan dan mempertimbangkan hasil pembuktian serta permohonan yang diinginkan para pihak, maka majelis BPSK memberikan putusan.

87 Pasal 36 Ayat (3) Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Tugas dan Wewenang BPSK

Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Arbitrase

Majelis BPSK

Tidak Hadir Sidang I Tidak Hadir

Diundur (5 hari)

Tidak Hadir Sidang II Tidak Hadir

Gugatan gugur demi hukum Gugatan dikabulkan

Hadir Konsumen Damai

Berhasil Gagal

Putusan Perdamaian Sidang dilanjutkan;

gugatan;jawaban; Pembuktian

Putusan BPSK

Sumber :Susanti Adi Nugroho., Op.Cit, hlm. 118 c) Tahap Putusan;

Putusan Majelis BPSK dapat dibedakan atas 2 (dua) jenis putusan, yaitu : (1) Putusan BSPK dengan cara konsiliasi atau mediasi;

Putusan dengan cara konsliasi atau mediasi pada dasarnya hanya mengukuhkan isi perjanjian perdamaian, yang telah disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

Konsumen Pelaku Usaha

Memilih Arbiter dari unsur Konsumen sebagai anggota

Arbiter dari unsur Pemerintah sebagai

Ketua Majelis

Memilih Arbiter dari Unsur Pelaku

Usaha sebagai Anggota

(2) Putusan BPSK dengan cara arbitrase;

Putusan BPSK dengan cara arbitrase seperti halnya putusan perkara perdata, dengan memuat duduknya perkara dan pertimbangan hukumnya.

Putusan majelis BPSK sedapat mungkin didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, namun jika telah diusahakan sungguh – sungguh ternyata tidak berhasil kata mufakat, maka putusan diambil dengan suara terbanyak (vooting).88 Hasil penylesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi atau mediasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha, selanjutnya dikuatkan denngan putusan majelis. Keputusan majelis dalam konsiliasi dan mediasi tidak memuat sanksi administratif, sedangkan hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase dibuat dengan putusan majelis yang ditandatangani oleh ketua dan anggota majelis. Keputusan majelis dalam arbitrase dapat memuat sanksi administratif.89

Putusan BPSK dapat berupa :

(1) Perdamaian;

(2) Gugatan ditolak; atau (3) Gugatan dikabulkan.

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran akibat mengkonsumsi barang yang diperdagangkan, dan/atau kerugian konsumen atas jasa yang dihasilkan. Manakala gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh palaku usaha, dapat berupa pemenuhan :

88 Pasal 39 Kepmenperidag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

89 Pasal 37 ayat (5) kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(1) Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam putusan Bentuk ganti kerugian tersebut dapat berupa:90

(a) Pengembalian uang atau pergantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan.

(b) Pemberian satuan sesuai dengan ketenttuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(c) Ganti kerugian tersebut dapat pula ditunjuk sebagai penggantian kerugian terhadap keuntungan yang akan diperoleh apabila tidak terjadi kecelakaan, atau kehilangan pekerjaan atas penghasilan untuk sementara atau seumur hidup akibat kerugian fisik yang diderita, daan sebagainya.

(2) Sanksi Administratif berupa ganti kerugian palling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah); 91

Gugatan ganti kerugian secara perdata, tidak menutup kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan dari pelaku usaha.Ganti kerugian yang dapat digugat oleh konsumen maupun yang dapat dikabulkan oleh majelis BPSK adalah ganti kerugian yang nyata atau riil yang dialami oleh konsumen. UUPK tidak mengenal gugatan immaterial, yaitu gugatan ganti kerugian atas hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan, kenikmatan, nama baik dan sebaiknya. Oleh sebab itu, majelis BPSK dilarang mengabulkan gugatan immaterial yang diajukan konsumen.Sebaliknya dalam upaya melindungi konsumen, UUPK member wewenang kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi administratif yang dibabankan kepada pelaku usaha untuk dibayarkan kepada konsumen.

90

Pasal 19 Ayat (2) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 91 Pasal 40 Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Tugas dan wewenang Badan

Ganti kerugian berupa sanksi administratif adalah berbeda dengan ganti kerugian yang nyata atau riil yang dialami konsumen yang digugat melalui BPSK.Majelis BPSK selain mengabulkan gugatan ganti kerugian yang nyata, yang dialami konsumen juga berwenang menambhakan ganti kerugian tersebut tergantung pada nilai kerugian konsumen akibat memakai, menggunakan, atau memanfaatkan barang dan/atau jasa produsen atau pelaku usaha. Perlu diperhatikan bahwa sesuai kketentuan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 , BPSK berwenang enjatuhkan ganti kerugian berdasarkan sanksi administratif ini, hanya dapat dibebankan kepada pelaku usaha jika penyelesaian sengketanya dilakukan secara administratif saja. Karena putusan BPSK dengan cara konsiliasi, atau mediasi semata – mata dijatuhkan berdasarkan surat perjanjian yang dibaut dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa, sehingga ganti kerugian berdasarkan sanksi administratif tidak perlu dilakukan.92

2. Pelaksanaan Putusan Bagi Para Pihak Yang Bersengketa di Badan Penyelesaian