• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Profil Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat (PIO) pada Pasien

3. Prosedur tetap dalam pelaksanaan konseling

Pada dasarnya dalam pelaksanaan konseling kepada pasien asma, terdapat prosedur tetap yang wajib untuk dilaksanakan yang akan sangat membantu bagi apoteker untuk mempermudah proses konseling itu sendiri. Hasil penelitian mengenai kegiatan prosedur tetap konseling yang telah dilakukan oleh responden ditampilkan pada Tabel XVI. Pada Tabel diketahui terdapat 3 responden telah melakukan prosedur tetap konseling secara lengkap. Delapan responden tidak melakukan prosedur tetap secara lengkap dimana terdapat 1 responden tidak melakukan 5 prosedur tetap yang seharusnya dilakukan. Satu responden lainnya tidak melakukan semua kegiatan prosedur tetap pada Tabel XVI.

Kegiatan prosedur tetap yang paling banyak tidak dilakukan adalah membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien/ keluarga pasien, menanyakan apa yang diharapkan dalam pengobatan yang diberikan dan

memperagakan dan menjelaskan cara pemakaian obat (rotahaler, inhaler, dll). Dengan demikian sebagian besar responden belum memenuhi pelaksanaan standar prosedur tetap sesuai yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI Nomor 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004.

Tabel XVI. Prosedur tetap pelaksanaan konseling Nomor Prosedur tetap pelaksanaan konseling

Jumlah responden yang

melaksanakan, n=11 1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi

penyakit pasien 10

2. Membuka komunikasi antara apoteker dengan

pasien/ keluarga pasien 6

3. Menanyakan apa yang telah dokter sampaikan

terkait kegunaan pengobatan yang diberi 9 4.

Menanyakan bagaimana dokter menerangkan penggunaan obat (cara pakai, jumlah, lama pengobatan, cara penyimpanan, aturan pakai)

7 5. Menanyakan apa yang diharapkan dalam

pengobatan yang diberikan 6

6. Memperagakan dan menjelaskan cara pemakaian

obat (rotahaler, inhaler, dll) 6

7.

Melakukan verifikasi akhir : mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat (inhaler, nebulizer, dll) untuk mengoptimalkan tujuan terapi, melakukan pencatatan konseling pada kartu pengobatan

11

Pada tabel XVI nomor 1, yang dimaksud dengan melakukan konseling sesuai dengan kondisi pasien pada dasarnya merupakan kondisi yang ditampilkan pada Tabel XIV. Prosedur nomor 2 merupakan kegiatan dimana apoteker melakukan konseling dengan membuka komunikasi antara apoteker itu sendiri dengan pasien. Apoteker berperan untuk memulai perbincangan yang diarahkan ke kegiatan konseling dengan cara menawarkan kepada pasien untuk diberikan

konseling terkait sakit dan pengobatan yang dijalani. Terdapat 6 responden yang tidak melakukan prosedur nomor 2 mengemukakan alasan bahwa konsultasi hanya dilakukan apabila pasien yang memulai bertanya dan memerlukan konsultasi.

“Kita Cuma lakukan konseling kalau memang ada pasien minta untuk diberikan konseling. …Jadi kita nunggu reaksi dari pasien dulu” (Responden 3)

Prosedur nomor 3, 4 dan 5 adalah bagian dariThree Prime Questionyang merupakan prosedur tetap dalam pelaksanaan konseling. Three Prime Question wajib ditanyakan kepada pasien dengan tujuan menolong pasien untuk mengerti rencana pengobatan asma yang diberikan, menghindari terjadi informasi yang tumpang tindih ataupun meluruskan informasi yang kurang jelas dan melengkapi informasi yang belum disampaikan oleh dokter, menggali informasi terkait hubungan antara asma dengan aktivitas kerja pasien, dan membuat alur konseling lebih terarah sehingga konseling yang dilakukan lebih menghemat waktu (Depkes RI, 2007). Dari beberapa responden yang mengajukan pertanyaan Three Prime Questionkepada pasien asma, terdapat 2 responden yang menyatakan pertanyaan tersebut tidak selalu diberikan pada saat konseling dan hanya pada kondisi-kondisi tertentu saja.

“…..Tapi cuma kadang-kadang aja mbak. Biasanya sih kalau pasiennya itu enak diajak ngobrol. Kadang kan ada pasien yang kalau diberi konseling asal iya..iya aja, kadang mala ada pasien yang pas konsultasi mala nyolot, jadinya kan males juga ngeladenin pasien gitu” (Responden 10).

“……Misalnya pada penulisan di resep kurang jelas, atau apoteker ngerasa ada kejanggalan pada resep yang diberikan…..” (Responden 12).

Melihat pernyataan yang dikemukakan oleh responden 10 dan 12 , ternyata meskipun Three Prime Question penting untuk ditanyakan namun pada

kenyataannya belum dimanfaatkan oleh responden sebagai apoteker. Pernyataan yang dikemukakan oleh Responden 10 pada hakekatnya tidak bisa dipungkiri merupakan fakta yang benar-benar terjadi di lapangan. Banyaknya pasien yang dihadapi tentu memiliki karakter, reaksi, dan cara menerima informasi yang apoteker berikan secara berbeda-beda. Namun, pada keadaan seperti inilah profesionalitas seorang apoteker dituntut. Seorang apoteker merupakan bagian tenaga kesehatan yang memiliki peran penting untuk mencapai pengobatan yang rasional dan peningkatan kualitas hidup pasiennya. Sudah seharusnya sebagai apoteker yang profesional tidak hanya berkompetensi dalam bidang akademik namun rasa empati dan perhatian haruslah dimiliki dalam diri apoteker sehingga dapat terwujud pelayanan kefarmasian yang berpusat pada pasien atau patient oriented. Pada ketentuan World Health Organization seorang apoteker haruslah memenuhi 9 kompetensi atau yang dikenal dengan The Nine Stars Pharmacist yang diantaranya memuat kompetensi care giver yang berarti bahwa seorang apoteker harus mampu memberikan pelayanan kepada pasien dengan baik dan memberikan informasi obat. Kompetensi lainnya yaitucommunicatoryang berarti seorang apoteker harus mampu melakukan komunikasi yang baik dengan pihak pasien ataupun tenaga profesional kesehatan lainnya untuk memberi informasi kesehatan dan obat-obatan baik dengan secara verbal atau non-verbal (Silanas, 2011).

Prosedur tetap nomor 6 terdapat 1 responden menyatakan tidak melakukan prosedur ini dikarenakan tidak tersedianya obat dalam bentuk inhaler ataupun nebulizer di apotek tempat responden bekerja. Empat responden lainnya

menyatakan bahwa di apotek tempat responden bekerja memang belum disediakan alat peraga, sehingga pada saat menjelaskan cara penggunaan inhaler, nebulizer, dll hanya dengan membacakan petunjuk penggunaan yang tertera pada brosur yang ada pada kemasan obat. Pada dasarnya prosedur ini dilakukan memang hanya untuk pasien asma yang menggunakan alat kesehatan seperti nebulizer, inhaler, dll. Konseling untuk pasien yang mengkonsumsi obat dengan menggunakan nebulizer,inhaler, dll perlu untuk diberikan informasi yang jelas tentang cara penggunaanya dan akan lebih baik jika didukung dengan melakukan peragaan secara langsung didepan pasien.

Prosedur nomor 7 merupakan bentuk verifikasi akhir oleh apoteker sebelum mengakhiri konseling. Salah satu kegiatan verifikasi akhir adalah pengecekan pengalaman pasien. Pengecekan pemahaman pasien dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pasien menyerap informasi yang telah diberikan oleh apoteker selama konseling. Salah satu cara untuk memastikan pemahaman pasien adalah apoteker dapat mempersilahkan pasien untuk mengulangi kembali hal-hal penting yang telah dibicarakan sebelumnya terutama terkait penggunaan obat ataupun jawaban atas masalah yang dihadapi pasien (Basuki, 2009). Hal ini hanya dilakukan oleh 6 responden dengan cara mempersilahkan pasien untuk mengulang hal-hal yang sudah dikonselingkan dan satu diantaranya menyatakan bahwa pasien yang dipersilahkan untuk mengulang hanyalah pasien yang menggunakan inhaler atau alat kesehatan lainnya dan tidak untuk pasien dengan obat seperti racikan atau tablet. Semua responden yang menyatakan telah melakukan

konseling, hanya terdapat 2 responden yang telah melakukan pencatatan konseling setelah konseling selesai.

“…cuma nggak selalu. Kadang iya.. kadang nggak. Biasanya niatnya mau dicatat, cuma kan biasa lagi sibuk, dan tertunda, akhirnya lupa” (Responden 5).

“.. Cuma tidakpernah dimonitoring, walaupunada pencatatan” (Responden 3)

4. Bentuk pertanyaan terkait harapan pasien terhadap pengobatan yang

Dokumen terkait