• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada tahap pengetahuan atau pengenalan (Y1) yang berperan adalah peubah kebutuhan belajar (1,01) terutama pengaruh ranah afektif (sikap mental), sedangkan peubah lain seperti: sikap kepada penyuluhan (-0,62), nilai-nilai budaya (-0,28), saluran komunikasi (-0,17), dan peubah karakteristik petani (0,16) belum memiliki peran dalam

inovasi yang diberikan oleh msionaris dalam bentuk ajaran agama Kristen misalnya menyangkut norma-norma, keimanan, dan sikap mental menghadapi perubahan zaman; namun sebaliknya peran penyuluh pemerintah (PPL) belum dirasakan manfaatnya. Berkenaan dengan hasil analisis di atas Rogers dan Shoemaker (1971:99) membenarkan bahwa adopsi suatu inovasi adalah suatu proses mental, sejak seseorang mengetahui (Tahap 1) adanya suatu inovasi sampai saat ia membuat keputusan dan mengukuhkannya.

X11 = Subvariabel Pengetahuan X33 = Subvariabel Praktik X52 = Subvariabel Kompatabilitas X12 = Subvariabel Ketrampilan X34 = Subvariabel Penyuluh Lokal X53 = Subvariabel Kompleksitas X13 = Subvariabel Sikap X35 = Subvariabel Penyuluh Papua X54 = Subvariabel Triabilitas X21 = Subvariabel Nilai Hakekat Hidup X36 = Subvariabel Penyuluh Pendeta X55 = Subvariabel Observabilitas X22 = Subvariabel Hakekat Karya X37 = Subvariabel Bhs. Indonesia X56 = Subvariabel Ketersediaan X23 = Subvariabel Hakekat Waktu X38 = Subvariabel Gender Penyuluh X61 = Subvariabel Kom. Vertikal X24 = Subvariabel Hakekat Allam X41 = Subvariabel Karakteristik Sosek X62 = Subvariabel Kom. Horisontal X25 = Subvariabel Hakekat Hub.Manusia X42 = Subvariabel Karakteristik Individu X63 = Subvariabel Kom. Media Massa

X31 = Subvariabel Materi Penyuluhan X43 = Subvariabel Karak. Komunikasi X32 = Subvariabel Metode X51 = Subvariabel Keuntungan Relatif

LX1 = Variabel Kebutuhan Belajar LX5 = Variabel Atribut Inovasi Y2 = Variabel Proses Thp. Persuasif LX2 = Variabel Nilai-nilai Budaya LX6 = Variabel Saluran Komunikasi Y3 = Variabel Proses Thp. Adopsi LX3 = Variabel Sikap kpd. Penyuluhan

LX4 = Variabel Karakteristik Petani Y1 = Variabel Proses Thp Pengetahuan

Diperjelas juga oleh Burman dan Commins (Sudjana, 2004:212) bahwa ranah afeksi (sikap mental) merupakan kekuatan utama dalam diri seseorang yang dapat menggerakkan orang itu untuk berkembang secara dinamis. Ranah afeksi adalah berkaitan dengan sikap (attitude), minat (interest), nilai (value), penghargaan (appreciation), dan pendapat (opinion). Ranah afeksi pada dasarnya merupakan kekuatan yang terdapat dalam diri (inner

power) yang mendorong seseorang untuk memahami dan menghayati rangsangan dan

kehidupan. Lebih jelas, sikap menurut Krathwol (Sudjana, 2004) menyangkut kemampuan (1) penerimaan (receiving), yaitu adanya keyakinan seseorang untuk memperhatikan suatu peristiwa atau rangsangan; (2) tanggapan (responding), yaitu keterlibatan seseorang secara aktif terhadap peristiwa atau rangsangan tersebut; (3) pemberian nilai (valuing), adalah keterlibatan secara konsisten dan penilaian terhadap kebaikan atau kelebihan dan

keburukan atau kelemahan yang terdapat dalam peristiwa atau rangsangan; (4) pengorganisasian (organization) yaitu pengembangan suatu cara atau pola tingkah laku

dalam melibatkan diri terhadap peristiwa atau rangsangan yang didasarkan atas hasil penilaian tersebut; dan (5) penampilan ciri diri atas dasar suatu atau sekelompok nilai (characterization) terhadap peristiwa atau rangsangan yang sama atau hampir sama dengan peristiwa atau rangsangan yang dialami sebelumnya dengan menggunakan cara atau pola yang tetap sepanjang waktu.

Tahap pengetahuan atau tahap pengenalan yaitu seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang cara inovasi tersebut berfungsi. Informasi yang dibutuhkan lebih bersifat umum atau pemberitahuan saja, misalnya keberadaan inovasi. Oleh sebab itu faktor kebutuhan belajar dapat dijadikan pertimbangan bagi agen perubahan dalam melakukan aksi atau penyuluhan kepada petani Arfak yang memiliki keyakinan, aktif, menilai, dan konsisten terhadap rangsangan yang akan diterimanya. Sifat-sifat ini yang harus dipertahankan dan dirangsang dengan pola komunikasi yang baik yaitu menggunakan komunikasi persuasif interpersonal dan media

massa (audio visual) untuk merubah sikap dan perilaku sosial budaya yang menghambat proses adopsi inovasi misalnya mengurangi kegiatan pesta adat yang mengeluarkan biaya yang lebih besar.

Saluran kosmopolit mulai nampak dua tahun terakhir ini dengan mulai dibuka jalan darat dari kota Manokwari ke Distrik wilayah Minyambow dan Anggi. Mudahnya transportasi membuat mereka seringkali ke kota bertemu dan mencari hal-hal baru tentang pertanian dan fasilitas yang belum ada di kampung mereka. Selama ini masyarakat Arfak mengandalkan komunikasi vertikal dan individu. Selain diselesaikan secara pribadi yang dialami masyarakat Arfak, komunikasi vertikal kepada tokoh yang berpengaruh seperti aparat pemerintah dan kepala suku sering dilakukan.

Model saluran komunikasi demikian (interpersonal-vertikal) mempengaruhi bentuk pengambilan keputusan inovasi, yaitu keputusan bentuk otoritas. Di dalam proses adopsi inovasi pengambilan keputusan ada di tangan pihak yang status sosialnya dianggap lebih tinggi. Mulai dari tahap pengenalan, persuasi, dan akhirnya diadopsi masih mendengar atau memperhatikan keputusan yang dilakukan oleh kepala suku, aparat pemerintah, dan tokoh agama seperti pendeta. Jenis keputusan adopsi inovasi sendiri (optional), menurut Rogers dan Shoemaker (1971) yaitu keputusan yang dibuat oleh individu dengan mengabaikan keputusan lain dalam masyarakat sekitarnya. Keputusan individu dilakukan apabila masalah yang akan dipecahkan sederhana, merupakan masalah sehari-hari, masalah yang timbul mendadak padahal waktu yang tersedia singkat, masalahnya bersifat pelaksanaan dari suatu keputusan bersama.

Adopsi inovasi akan cepat terjadi jika keputusan diambil secara opsional (kelompok) karena adanya komunikasi interpersonal. Inovasi yang dikomunikasikan secara interpersonal akan lebih cepat diadopsi dari pada yang disalurkan melalui media massa. Proses pengambilan keputusan adopsi inovasi oleh individu dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti saluran komunikasi, kondisi sebelumnya, karakteristik unit pengadopsi dan karakteristik inovasi itu sendiri. Komunikasi vertikal adalah komunikasi secara kekuasaan (otoriter), yaitu keputusan yang dipaksakan terhadap individu oleh orang yang mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi (Rollins, 1993).

Melihat fenomena dalam uraian di atas maka dalam tahap awal proses adopsi pada masyarakat Arfak perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(1) Pola difusi inovasi yang dilakukan oleh misionaris tetap dipertahankan dengan berupaya memperbaiki pola pendekatan untuk mendapat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor);

(2) Karakteristik petani perlu mendapat perhatian oleh penyuluh sebagai bahan pertimbangan ketika inovasi diberikan kepada masyarakat Arfak, terutama faktor tingkat pendidikan dan faktor kuat mempertahankan tradisi atau adat istiadat mereka; (3) Saluran komunikasi perlu dikembangkan bukan dalam bentuk interpersonal namun

komunikasi media massa dalam bentuk gambar pada poster, leaflet, dan siaran radio, serta televisi;

(4) Orientasi terhadap nilai-nilai budaya hakikat hubungan sesama manusia lebih dikembangkan bukan pada satu keluarga atau marga namun dikembangkan interaksi dengan suku lain dalam masyarakat Arfak maupun di luar masyarakat Arfak. Oleh sebab itu diperlukan inovasi yang mampu menciptakan kerja sama atau kelompok; (5) Diharapkan penyuluh dari masyarakat Arfak sendiri yang lebih mengetahui karakter

budaya Arfak.

Dapat dinyatakan di sini, bahwa tahap 1 (pengetahuan/perkenalan/penyadaran) merupakan tahap yang paling penting karena merupakan proses mental yaitu menyangkut nilai-nilai calon adopter yang harus disentuh oleh inovator misalnya dalam bentuk komunikasi, sosialisasi, dan internalisasi yang baik.

Dokumen terkait