• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data Pengelolaan CPO Tangki Timbun Okt 2018- Sept 2019 (kg)

5.2 Pengolahan Data

5.2.3 Proses Bisnis Rantai Pasok .1 Pola Distribusi

Pola distribusi yang dibangun oleh anggota rantai pasokan memiliki pola yang berbeda. Adanya kemudahan aplikasi di lapangan dan upaya untuk menghemat biaya merupakan landasan dibangunnya pola distribusi. Terdapat 6 (enam) pola jaringan distribusi yang berbeda untuk memindahkan produk dari produsen ke konsumen, yaitu :

1. Manufacturer storage with direct shiping, yaitu produk dikirim secara langsung dari produsen ke konsumen akhir tanpa melalui perantara ritel.

2. Manufacturer storage with direct shipping and in-transit merge, yaitu produk dikirim ke konsumen akhir dengan sebelumnya disimpan digudang transit.

3. Distributor storage with package carrier delivery, yaitu produk dikirim ke konsumen akhir melalui jasa kurir atau perusahaan ekspedisi. Persediaan disimpan di gudang distributor atau ritel sebagai perantara.

4. Distributor storage with last mile delivery, seperti pada pola distribusi melalui jasa kurir namun pihak ekspedisi memiliki tempat penyimpanan yang menyebar

dan berdekatan dengan lokasi konsumen.

5. Manufacturer/distributor storage with customer pickup, yaitu produk dikirim ke lokasi penjemputan sesuai dengan yang diinginkan konsumen.

6. Retail storage with customer pickup, yaitu stok disimpan secara lokal di toko-toko ritel. Konsumen dapat memesan produk dengan menelepon atau mendatangi secara langsung toko-toko ritel.

PT Perkebunan Nusantara III PKS Hapesong dalam pola distribusi mengikuti pola Manufacturer storage with direct shiping dan Manufacturer storage with direct shipping and in-transit merge. Produk yang dihasilkan oleh PT Perkebunan Nusantara III PKS Hapesong didistribusikan secara langsung ke konsumen tanpa mengikuti perantara ritel. Artinya, seluruh CPO dikirim kepada pembeli langsung / konsumen. Selain distribusi secara langsung, pengiriman CPO melalui pengapalan umumnya disimpan di tangki-tangki penyimpanan sementara di pabrik dan didistribusikan di pelabuhan.

5.2.3.2 Perencanaan Kolaboratif

Perencanaan dan penelitian kolaboratif adalah bagian dari kegiatan kerjasama kolaborasi antar pelaku dalam suatu rantai pasok. Perencanaan

kolaboratif membutuhkan kerjasama, kesatuan, dan penyelarasan informasi antar pelaku rantai pasok. Tujuan rantai pasok CPO adalah memenuhi permintaan konsumen akan CPO yang berkualitas tinggi, tersedia secara kontinu, dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.

Perusahaan melakukan perencanaan kolaboratif dengan para petani

mitran/pemasok. Para konsumen memberikan informasi mengenai jumlah permintaan CPO. Target pengiriman harian berdasarkan pada peramalan yang disusun kedalam RKAP (rencana kerja dan anggaran perusahaan). Sistem pemanenan tidak dilakukan secara bersama-sama oleh semua mitra tani, tetapi pada bagian kemitraan yang menentukan petani mana yang akan panen pada minggu tersebut.

Aliran informasi harus lancar karena akan mempengaruhi aliran produk dan aliran finansial. Informasi mengenai kualitas dan kuantitas CPO yang diinginkan perusahaan dan konsumen perlu disampaikan kepada petani secara jelas, agar masing masing pihak mendapatkan keuntungan.

5.2.3.3 Aspek Risiko

Risiko yang diterima pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda.

Risiko yang diterima petani terutama adalah gagal panen yang disebabkan oleh keadaan alam. Saat ini risiko gagal panen sepenuhnya masih ditanggung oleh petani. Selain gagal panen, risiko yang lain adalah pengembalian hasil panen karena komoditas yang dihasilkan tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh perusahaan.

Risiko yang diterima oleh PT. Perkebunan Nusantara III PKS Hapesong cukup banyak jika dijabarkan, namun berikut adalah beberapa risiko yang terjadi dalam rantai pasok cpo yang dihadapi perusahaan.

1. Risiko mutu. Djohar, dkk (2003) mengungkapkan minyak sawit kasar akan mengalami perubahan dan kerusakan pada kadar ALB selama

transportasi jika harus menempuh jarak yang jauh dan lama.

Sedangkan menurut Kandiah. dkk (2008) dan Hadiguna dan Machmud keduanya sepakat bahwa penundaan pengolahan akan mengakibatkan kadar ALB meningkat. Hal ini terjadi dengan banyaknya penumpukan TBS seperti pada gambar 5.14 berikut.

Sumber : Pengumpulan Data

Gambar 5.14 Penumpukan TBS

Serta jauhnya jarak pengiriman dari PKS hapesong sampai kepada tangki timbuun SAN belawan yang berjarak ± 417 km yang membutuhkan waktu tempuh >10 jam melaui jalur darat.

2. Risiko peningkatan nilai. Syarif, dkk (2014) mengungkapkan bahwa semakin banyak stakeholder dalam rantai pasok akan meningkatkan nilai tambah pada produk. Hal ini sejalan dengan resiko yang terjadi pada pemasokan TBS yang dilakukan oleh pihak ketiga yang berperan mengumpulkan TBS dari kebun rakyat, hal ini membuat perusahaan harus membayar biaya pembelian bahan baku yan lebih mahal daripada membeli langsung dari kebun rakyat.

3. Risiko pasar. Rika Ampuh Hadiguna (2014) mengungkapkan apabila kebijakan regulasi dan politik dapat mempengaruhi pasar. Salah satu

bukti nyata risiko pasar ini terjadi pada kebijakan Eropa dalam kebijakan yang dikeluarkannya yakni EU Renewable Directive, yang berakibat langsung pada ekspor PTPN III PKS Hapesong dalam menembus pasar ekspor eropa yang menjadi terhambat.

5.2.3.4 Proses Membangun Kepercayaan

Proses membangun kepercayaan atau trust building adalah proses saling menumbuhkan kepercayaan antara pelaku rantai pasok. Penciptaan kepercayaan sangat penting dan krusial agar terjalin kerjasama kolaborasi rantai pasok yang lancar dan harmonis. Salah satu wujud kekuatan suatu rantai pasok ditandai dengan kuatnya kepercayaan antar anggota rantai. Lemahnya hubungan kepercayaan akan menyebabkan salah satu pihak dalam rantai pasok berusaha mendapatkan keuntungan pribadi.

Kepercayaan antara PT. Perkebunan Nusantara III PKS Hapesong dengan petani mitra dan pemasok TBS terbentuk karena telah mengenal satu sama lain.

Perusahaan mengetahui kemampuan dan komitmen petani mitra dan pemasok, sementara petani mitra percaya perusahaan mampu megolah memasarkan CPO yang dihasilkannya dan mampu menjaga komitmen harga dengan petani. Perjanjian kerjasama kontraktual antara petani mitra dan perusahaan dilakukan secara lisan.

Akan tetapi, belum ada pihak yang melanggar perjanjian kerjasama kontraktual tersebut.

Kepercayaan antara PT. Perkebunan Nusantara III PKS Hapesong dengan pihak refinery terjalin karena PT. Perkebunan Nusantara III PKS Hapesong mampu

memenuhi permintaan CPO secara berkelanjutan dan selalu menjaga kualitas dari CPO yang dikirim. Mengenai kuantitas, pihak refinery dapat memahami keadaan perusahaan, dengan syarat perusahaan harus menghubungi kepada refinery sebelum pengiriman, jika mereka tidak dapat memasok CPO dalam kuantitas sesuai dengan order. Kepercayaan juga terlihat dari pertukaran informasi mengenai harga.

Kepercayaan pihak refinery dan tangki timbun terhadap PT. Perkebunan Nusantara III PKS Hapesong terikat dengan kontrak tertulis, dimana isi dalam perjanjian kontraktual tersebut dapat berubah ubah seiring dengan berjalannya kerjasama.