• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Landasan Teori

2.2.5. Proses Hirarki Analitik

Metode pemecahan masalah menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA) memiliki ciri khas, yaitu dipakainya hirarki untuk menguraikan sistem yang kompleks menjadi elemen-elemen yang lebih sederhana. Metode PHA pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburgh pada awal tahun 1970-an yang pada awalnya ditujukan untuk memodelkan sejumlah problem yang tidek berstruktur, baik bidang ekonomi, sosial, dan sains manajemen. Metode PHA memasukkan aspek kualitatif dan kuantitatif pikiran manusia, dimana aspek kuantitatif untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat (Ramdan (2001).

PHA dalam kaitannya dengan proses perumusan strategi pengelolaan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu yang ada dikawasan tahura tersebut melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi di antara berbagai alternatif. PHA juga banyak digunakan pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik yang ada di kawasan Tahura Wan Abdul Rachman (Saaty 1993).

PHA merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan PHA ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain :

a. Dekomposisi, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang akan dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur- unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan.

b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan

inti dari PHA, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen- elemen yang disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison. c. Synthesis of Priority, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap

matriks pairwise comparison “vektor eigen” (ciri) – nya untuk mendapatkan prioritas lokal. Matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal.

d. Logical Consistency, yang dapat memiliki dua makna, yaitu 1) obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya; dan 2) tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

Beberapa keuntungan menggunakan PHA sebagai alat analisis dalam strategi pengelolaan tahura adalah (Saaty 1993) :

a. PHA memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur.

b. PHA memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks di wilayah tahura. c. PHA dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen yang

ada di tahura dalam satu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

d. PHA mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah- milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat.

e. PHA memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas.

f. PHA melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

g. PHA menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

h. PHA mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.

i. PHA tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda yang dimiliki oleh para pakar yang memiliki perhatian terhadap pengelolaan tahura.

j. PHA memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

Menurut Suryadi (2000) dalam Sahwan (2002), kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya adalah:

1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, pada sub kriteria yang paling dalam.

2. Memperhitungkan validasi sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.

3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan.

4. Mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi objektif dan multi-kriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dalam setiap elemen dalam hierarki.

Khusus untuk Kawasan Konservasi yang memiliki permasalahan yang kompleks di dalam pengelolaannya, perlu adanya strategi pengelolaan yang mempu merangkum setiap kebutuhan para stakeholder. Sehingga untuk merumuskan strategi apa yang tepat dalam pengelolaan kawasan konservasi yang dalam hal ini adalah wilayah Tahura Wan Abdul Rachman digunakan pendekatan PHA.

2.2.8. Analisis SWOT

Menurut Salusu (1996) analisis SWOT adalah analisis yang mencoba mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi/perusahaan. Analisis tersebut didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Jenis keputusan yang hendak diambil dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori, yaitu: 1) cita-cita (goals), 2) keputusan strategis, 3) keputusan taktis dan 4) keputusan teknis operasional.

Lebih lanjut Salusu (1996) menyatakan bahwa analisis SWOT dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari 2 model matriks yaitu: MATRIKS SWOT atau MATRIKS TOWS. Model MATRIKS TOWS berbeda dengan MATRIKS SWOT. Matrik TOWS mendahulukan faktor-faktor eksternal (ancaman dan peluang), kemudian melihat kapabilitas internal (kekuatan dan kelemahan). Suatu strategis dirumuskan setelah TOWS selesai dianalisis.

Matirks TOWS menghasilkan 4 strategi (Salusu, 1996), yaitu: (1). Strategi SO, memanfaatkan kekuatan untuk merebut peluang

(2). Strategi WO, memperbaiki kelemahan untuk dapat memanfaatkan peluang (3). Strategi ST, memanfaatkan kekuatan untuk menghindari atau memperkecil dampak dari ancaman eksternal.

(4). Strategi WT, memperkecil kelemahan dan menghindari ancaman

Tabel 1. Model Matriks TOWS dalam Analisis SWOT

MATRIKS TOWS STRENGTHS WEAKNESSES

OPPORTUNITIES

Strategi SO: Pakai kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO: Tanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang

THREATS

Strategi ST: Pakai kekuaran untuk menghindari ancaman

Strategi WT: Perkecil kelemahan dan

hindari ancaman

Selanjutnya menurut Marimin (2004) menyatakan bahwa analisis SWOT merupakan suatu cara untuk mengidentifikasikan berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan suatu strategi dalam pengambilan kebijakan.

Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan (Marimin. 2004).

Analisis SWOT didahului dengan identifikasi posisi suatu institusi melalui evaluasi nilai faktor internal dan evaluasi nilai faktor eksternal.

Selanjutnya Marimin (2004) menjelaskan proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbagai tahapan sebagai berikut:

1. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal.

2. Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks SWOT. 3. Tahap pengambilan keputusan.

Dokumen terkait