• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV INTEPRETASI DATA

4.4. Proses Jalannya Acara Robu Mamahpah Dalam Masyarakat

Schwartz (1994) menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup manusia yang universal, yaitu :

1. kebutuhan individu sebagai organisme biologis

2. persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi interpersonal

3. tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan kelangsungan hidup kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987; Schwartz, 1992, 1994).

WIB)

Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial. Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan. Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition,

conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power, achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism, security).

WIB)

Acara robu mamahpah dalam masyarakat Nagori Siboras, sudah berlangsung secara turun-temurun. Meskipun acara ini sudah dilakukan berulang-ulang kali setiap tahunnya, tapi masyarakat sekarang tidak tau secara pasti bagaimana sejarah munculnya robu mamahpah dan kapan awalnya diadakan acara tersebut. Hal diatas dijelaskan oleh A. Girsang (lk, 72 tahun) :

“kalo maknanya tadi sudah saya bilang kan..? tapi yang perlu lagi kau tau, acara ini sudah ada dari dulu. Ini sudah diwariskan secara turun-temurun. Makanya kami juga tidak tau pastinya kapan awalnya diadakan acara ini dan apa sejarahnya. Yang persis kami tau itu hanya maknanya aja.”

(wawancara Nopember 2010)

J. Girsang (lk, 75 Tahun) juga semakin mempertegas pernyataan tersebut :

“keknya gada lg yang tau kapan pertama kalinya diadakan acara ini.. sejarahnya pun gak ada kurasa yang tau itu. Karena memang acara ini sudah terjadi secara turun-temurun. Jadi istilahnya kami hanya mengikuti warisan leluhur kami dulu lah.”

(wawancara Nopember 2010)

S. F. Girsang (lk, 68 Tahun) juga menyatakan hal yang sama :

“jelas tadi masalah makna robu mamahpah kan…? Nah… kalo mengenai sejarah lahirnya acara robu mamahpah ini, gak tau pula kami. Kapan pertama kali dilakukan juga aku gak tau. Gimanalah kan ini dilakukan karena pendahulu kita sebelumnya juga melakukannya. Jadi diturunkan juga lah sama kami.”

Acara robu mamahpah memiliki urutan-urutan kegiatan yang dilakukan masyarakat sebelum dimulainya acara sampai pada penutupanya. Berikut akan dijelaskan uraian acara atau kegiatan yang dilakukan dalam acara robu mamahpah. Ketika memasuki bulan agustus, tokoh-tokoh masyarakat, pemuda, dan penatua adat melakukan pertemuan untuk membicarakan waktu yang tepat untuk mengadakan acara robu mamahpah. Waktu tersebut ditentukan karena masyarakat Nagori Siboras pada umumnya tidak ingin budaya robu mamahpah diadakan pada waktu yang tidak tepat sehingga banyak keluarga mereka dari daerah lain tidak bisa datang. Melainkan masyarakat Nagori Siboras sangat mengharapkan agar acara tersebut diadakan pada waktu yang tepat sehingga setiap keluarga masyarakat Nagori Siboras benar-benar dapat berkumpul dengan keluarga mereka masing-masing. Gambaran diatas diungkapkan oleh D. Girsang (lk, 52 tahun) :

“begitu memasuki bulan delapan, semua tokoh masyarakat yang

ada disini berkumpul untuk membicarakan rencana pengadaan robu mamahpah ini. Termasuklah disitu tokoh agama, pemuda dan penatua adat. Karna merekalah disini yang disebut sebagai pemimpin masyarakat pada bagiannya masing-masing kan. nah… pertama-tama yang mereka bicarakan adalah waktu pengadaan acara tersebut. Kenapa pembicaraan waktu ini penting, karena kami warga sini tidak ingin acara itu diadakan pada waktu yang salah. Tapi kami sangat ingin acara ini diadakan pada waktu yang tepat supaya kami benar-benar bisa berkumpul dengan keluarga kami.”

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga jelaskan oleh D. Sipayung (lk, 49 tahun) :

“awalnya setiap perwakkilan tokoh adat, pemuda dan orang-orang

tertentu yang dianggap berpengaruh di sini dipanggil dan berkumpul di suatu tempat. Mereka dianggap sebagai perwakilan masyarakat untuk membicarakan waktu pengadaan robu mamahpah. Waktu ini sangat penting ini. Supaya kami yang ada disini dan keluarga kami yang dari luar bisa bertemu dalam waktu yng tepat. Iya kan…?”

Setelah para tokoh masyarakat tersebut menemukan waktu yang tepat, mereka menunjuk satu atau dua orang perwakilan untuk melapor kepada pemerintah setempat (Kepala Desa) untuk menyatakan waktu diadakannya acara robu mamahpah sesuai dengan keputusan kelompok tersebut. Setelah disetujui oleh pemerintah setempat, maka kelompok tersebut menentukan orang-orang tertentu untuk membuat pengumuman hasil dari kesepakatan tersebut supaya masyarakat bisa bersiap-siap untuk mengikuti acara tersebut. Untuk sementara hanya itulah kegiatan yang dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap pengadaan acara robu

mamahpah tersebut. Pernyataan diatas diperoleh dari informan kunci yang bernama SF Girsang

(lk, 68 Tahun). Berikut pernyataannya :

“…..nah… setelah tokoh tadi sudah menemukan waktu yang tepat, mereka menentukan orang-orang yang bertugas untuk mengerjakan tugas tertentu. Seperti siapa yang akan menjumpai kepala desa dan siapa yang akan membuat pengumuman kepada masyarakat gitu… pengumuman itu dibuat supaya orang-orang sini semua tau waktu yang sudah di tentukan itu”

(Wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga dikatakan oleh A. Girsang (lk, 72 Tahun):

“….Setelah mereka mendapatkan kesepakatan bersama, mereka mengutus perwakilan mereka untuk melapor ke kepala desa. Setelah disetujui barulah mereka membuat pengumuman kepada masyarakat. Biasanya pengumuman itu dipajangkan di koperasi. Karena dulu itu kan setiap kepala keluarga pasti akan pergi untuk minum kopi sekaligus berjumpa dengan orang lain di koperasi minimal sekali dalam sehari. Jadi mereka semua pasti membaca pengumuman itu kan. Yah… melalui mereka bisa lah mereka kasi tau sama keluarga mereka masing-masing. Itulah yang mengawali acara ini”.

J. Jawak (lk, 50 Tahun) yang merupakan kepala desa di Nagori Siboras juga membenarkan hal tersebut. Informan ini menyatakan :

“ya… setelah tokoh masyarakat itu mendapakan kesepakatan bersama, mereka datang menjumpai saya untuk minta ijin. Dan setelah saya kasi ijin, mereka itu juga membuat pengumuman kepada masyarakat supaya masyarakat juga tau..

(wawancara Nopember 2010)

Ritual Kebudayaan merupakan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat. Ritual menggambarkan prosedur budaya yang harus dilakukan oleh sekelompok masyarakat agar bisa memenuhi tuntutan budayanya. Ritual mempunyai beberapa kegunaan yang secara umum mempunyai permulaan, pertengahan dan akhir proses ritual. Ritual dapat bersifat pribadi ataupun bersifat umum. Ritual budaya berbeda dengan kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang. Ritual budaya dilakukan secara serius dan formal, dan juga memerlukan intensitas yang sangat dalam dari seseorang yang melakukan ritual. Sementara itu kebiasaan tidak dilakukan secara serius dan tidak mesti dilakukan. Kebiasaan akan sangat mudah berubah jika ada stimulus lain yang lebih menarik. Setiap ritual budaya akan membutuhkan benda-benda (artifak) yang digunakan untuk melaksanakan proses ritual.

2010 pkl 10.13)

Kebudayaan dapat didefenisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan

maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh mnusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama.

februari 2011 pkl 09.45)

Satu minggu sebelum hari “H” tokoh masyarakat tersebut juga menunjuk orang tertentu untuk pemesanan gondang (alat musik pukul yang terbuat dari kulit binatang) yang akan digunakan untuk membuka dan menutup acara tersebut. Selain gondang, ada juga yang dipesan alat music tradisional Simalungun lainnya seperti sarunei dan ogung. Alat musik tersebut digunakan sebagai simbol untuk membuka dan menutup acara robu mamahpah. Hal diatas disampaikan oleh S. F. girsang (lk, 68 tahun) :

“jadi kan… seminggu sebelum matanya (hari H), kelompok yang ditunjuk tadi juga ditugaskan untuk memesan gondang dan alat music simalungun lainnya. Karna gondang itu yang akan dipakai untuk membuka dan menutup acara itu."

(wawancara Nopember 2010)

Hal senada juga diungkapkan oleh D. Girsang (lk, 52 Tahun) :

“kan ada tadi kelompok yang sudah ditugaskan kan…? Jadi mereka itu juga ditugaskan untuk memesan alat music simalungun seperti gondang, sarunei dan ogung. Itu dipesan karena acara robu mamahpah ini akan dibuka dan ditutup dengan mangattuk gondang itu.”

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa robu mamahpah selalu diadakan pada hari sabtu dan minggu, jadi pada hari kamis dan jumat malam sebelum hari “H” para ibu-ibu dan anak perempuannya yang sudah dewasa sibuk membuat Tape. Tape adalah makanan yang terbuat dari beras atau ubi yang terlebih dahulu dimasak sampai jadi nasi atau sampai matang jika ubi lalu dicampur dengan ragi dan setelah itu ditutup/dibungkus dengan rapat dan disimpan selama dua hari, dan setelah dua hari nasi atau ubi tersebut telah menjadi tape dan siap untuk dimakan. Tape tersebut dibuat dirumah masing-masing supaya ketika menyambut tamu yang datang pada hari sabtu sudah ada tersediaa makanan yang dihidangkan, dan ketika tamu mau pulang pada hari minggu, sudah tersedia oleh-oleh yang bisa dibawa pulang ketempat asal mereka masing-masing. Berikut penjelasan D. sipayung (lk, 49 tahun) mengenai hal diatas :

“Nah… pada hari kamisnya para ibu-ibu dan anak gadis itu

biasanya sibuk dengan membuat tape dirumah masing-masing. Itu dibuat supaya nanti waktu tamu datang sudah terhidang makanan untuk mereka. Daan waktu mereka juga pulang sudah ada oleh-oleh yang bisa mereka bawa ketempat asal mereka.”

(wawancara Nopember 2010)

Hal diatas diperkuatlagi dengan penjelasan dari J. Girsang (lk, 75 Tahun) :

“hari kamis itu, biasanya orang-orang mempersiapkan makanan

yang dibutuhkan untuk acara itu. ibu-ibu dan anak gadis biasanya sudah membuat tape pada hari kamis. Itu tujuannya supaya ada makanan yang tersedia waktu tamu datang nanti hari sabtu. Kalo yang masak hari minggu itu, itu nanti jadi oleh-oleh tamu itu waktu mereka pulang ketempat mereka.”

(wawancara Nopember 2010)

Ketika ditanya mengenai makna tape, informan D. Sipayung (lk, 49 Tahun) menjawab :

“tape itu dibuat hanya sebagai hidangan bersama saja… kenapa harus tape.. karena tape itu terbuat dari beras. Beras itu kan diperoleh dari panen padi…”

Hal senada juga diungkapkan oleh J. Girsang (lk, 75 Tahun) :

“itu sebagai makanan bersama aja nya itu. Karna kan ini acara untuk memestakan hasil panen padi. Jadi tape kan terbuat dari beras yang merupakan hasil dari panen padi itu.

(wawancara Nopember 2010)

Selain membuat tape, pada hari jumat malam para pemuda dan pemudi desa juga membuat pahpah bersama-sama. Pahpah adalah makanan yang terbuat dari padi yang terlebih dahulu direbus, lalu dijemur sampai kering dan setelah kering, ditumbuk sampai beras dan kulitnya terpisah dan beras tersebut tetap ditumbuk sampai gepeng (melebar dan tipis) Yang mereka lakukan adalah “manduda pahpah I losung” yang artinya membuat pahpah di tempat penumbukan padi. Pahpah yang telah dibuat tersebut gunanya sama seperti tape, dimana pahpah tersebut hanya sebagai makanan hidangan selama acara robu mamahpah berlangsung. Hal diatas sesuai dengan pernyataan dari informan kunci yang bernama J. Jawak (lk, 50 Tahun). Informan ini mengatakan :

“Pada malam harinya biasanya anak-anak muda baik itu laki-laki maupun perempuan biasanya pergi ke losung atau tempat penumbukan padi untuk membuat pahpah. Pahpah ini juga gunananya hanya sebagai makanan bersama dengan semua keluarga kami… gunanya samalah seperti tape”.

(wawancara Nopember 2010) S.F. Girsang (lk, 68 Tahun) juga menyatakan :

“Selain itu hari kamis malam juga para anak muda secara bersama-sama membuat pahpah di tempat penumbukan padi. Kalo disini namanya losung itu. Untuk mempersiapkan itu aja pun biasanya sudah sangat repot itu”.

Emile Durkheim (1859-1917), Profesor Sosiologi Pertama dari Universitas Paris, mengambil pendekatan kolektivitis terhadap pemahaman mengenai masyarakat yang melibatkan berbagai bentuk solidaritas. Solidaritas dalam berbagai lapisan masyarakat bekerja seperti "perekat sosial", dalam hal ini dapat berupa, nilai, adat istiadat dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota masyarakat dalam ikatan kolektif. Ada bentuk yang disebut solidaritas mekanis, dimana individu yang diikat dalam suatu bentuk solidaritas memiliki "kesadaran kolektif" yang sama dan kuat. Karena itu individualitas tidak berkembang karena dilumpuhkan dengan tekanan besar untuk menerima konformitas. Contoh masyarakat yang memiliki solidaritas ini adalah masyarakat pra-industri dan masyarakat pedesaan. Sementara itu ketika masyarakat semakin kompleks melalui pembagian kerja, solidaritas mekanik runtuh digantikan dengan solidaritas organik. Ketika terjadi pembagian kerja maka akan timbul spesialisasi yang pada akhirnya menimbulkan ketergantungan antar individu.

tgl 20 Maret 2010, pkl 02.45)

Gambaran diatas ditemukan dalam acara robu mamahpah yaitu melalui pembagian kerja dalam acara tersebut. Mulai hari sabtu pagi masyarakat tidak ada lagi yang pergi bekerja ketempat pekerjaan sehari-harinya. Tetapi masyarakat sudah mulai mempersiapkan makanan yang dibutuhkan dalam acara tersebut. Jika masih ada masyarakat yang belum membuat pahpah sehari sebelumnya, maka pada hari sabtulah mereka membuat pahpah dan melengkapi makanan lain yang dibutuhkan atau yang biasa disediakan dalam acara tersebut. Dengan liburnya masyarakat dari kegiatan sehari-hari mereka untuk mengikuti acara robu mamahpah membuktikan bahwa masyarakat sangat antusias dan bersemangat dalam mengikuti acara tersebut. Gambaran diatas diungkapkan oleh A. girsang (72 tahun) :

“mulai hari sabtu pagi itu, itukan hari pusatnya. Disitu tidak ada lagi orang-orang sini yang pergi keladang. Tapi yang dilakukan itu adalah melengkapi makanan yang dibutuhkan. Kalo misalnya masih ada yang belum membuat pahpah, ya… disinilah waktunya untuk membuat pahpah itu. Gitu dia”

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga dijelaskan oleh D.girsang (lk, 52 tahun) :

“kalo hari H nya sudah tiba atau hari sabtu maksudku, semua orang yang ada disini libur dari pekerjaannya. Karena disini adalah waktu terakhir untuk mempersiapkan semua makanan yang dibuat dalam acara ini. Termasuk juga itu pahpah kalo belum siap dibuat.”

(wawancara Nopember 2010)

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, penulis mendapati bahwa para bapak juga memiliki peran yang penting pada hari sabtu tersebut. Mereka akan bekerjasama dengan orang yang memiliki babi atau kuda untuk disembelih dan dijual kepada masyarakat sebagai lauk dari makanan selama acara robu mamahpah berlangsung. Hal yang mereka lakukan adalah membeli beberapa ekor babi atau kuda dari orang yang memiliki babi dan kuda, kemudian bekerjasama dengan beberapa orang untuk menyembelih ternak tersebut dan menjualnya kepada masyarakat dengan kuantitas yang sesuai dengan keinginan orang yang membelinya. Daging babi dan kuda tersebut dijual karena yang menjadi lauk utama dari acara robu mamahpah adalah daging babi dan kuda. Daging babi dan kuda dijadikan sebagai lauk utama karena pada zaman masyarakat dahulu, hanya babi dan kuda yang ada sebagai ternak peliharaan masyarakat Nagori Siboras sehingga hal itu sudah menjadi tradisi sampai pada saat ini. Hal diatas diungkapkan oleh informan kunci yang bernama J. Girsang (lk, 75 Tahun). Berikut jawabannya :

“Jadi kan… disini peran bapak-bapak itu adalah menyediakan daging babi atau kuda ataupun dua-duanya kerumah supaya ada ikan untuk makan. Jadi untuk menyediakan itu biasanya ada sebagian bapak-bapak itu membentuk kelompok bekerjasama untuk membeli beberapa ekor babi dan lembu baru di sembelih dan setelah itu dijual kepada orang-orang di desa ini. Tapi biasanya mereka menjualnya dengan harga yang lebih mahal per kilonya. Itu masih wajar kan…?”

(wawancara Nopember 2010)

Gambaran diatas juga diperkuat oleh J. jawak (lk, 50 Tahun) :

“bapak-bapak juga disini punya peran… apa itu…? Perannya itu adalah para bapak bertanggung jawab untuk mengadakan lauk makan yang dari babi atau kuda kerumah masing-masing. Jadi disitu kan, adalah yang membbentuk kelompok untuk membeli babi atau kuda hidup dn menjual dagingnya dengan per kilo. Seandainya pun dia tidak terlibat dalam satu kelompok penjual, dia juga bisa hanya membeli saja.

(wawancara Nopember 2010)

Dan ketika ditanya mengapa harus daging babi dan kuda yang menjadi lauk utamanya, J. Girsang (lk, 75 Tahun) menjawab :

“Nah… kenapa daging babi dan kuda yang menjadi lauk utamanya… karena dari dulu itu Cuma babi dan kudalah yang ada dipelihara orang-orang sini. Dulu banyak kali babi dan kuda disini. Malah dulu itu babi dan kuda disini dilepas dengan bebas. Tapi tidak mau itu lari. jadi kan… karena dari dulu itu sudah menggunakan babi dan kuda yang jadi lauk utama acara robu mamahpah ini, jadi sampai sekarang juga make itulah. Kalo gak ada kuda cukup pake babi aja. Jadi itu karena sudah terbiasa dari nenk moyang dulu nya itu…”

(wawancara Nopember 2010) J. jawak (lk, 50 Tahun) juga menjawab :

“kenapa babi dan kuda…? Itu karena dulunya disini itu orang-orang sini banyak yang memelihara babi dan kuda itu. Jadi apa yang ada itulah yang dibuat jadi lauknya.

Tidak semua para bapak ikut bekerjasama dalam penyembelihan ternak. Para bapak yang tidak ikut, mereka hanya datang untuk membeli daging sesuai dengan kebutuhan mereka. Sementara para istri mempersiapkan sayuran dan makanan lain yang mereka butuhkan. Pada hari sabtu tersebut masyarakat sangat sibuk dengan peran mereka masing-masing. Deskripsi ini sesuai dengan fakta yang diungkapkan oleh informan kunci S.F Girsang (lk, 68 Tahun). Berikut pernyataannya

“nah… kalo hari sabtu itu lebih sibuk lagi. Bapak-bapak disini

yang tidak ikut dalam suatu kelompok yang menjual daging, dia bisa hanya membeli saja. dan daging yang dibeli tersebut segera diantar kerumah supaya dimasak sama istri dan anak perempuannya. pokoknya suami yang harus bawa daging kerumah dan istri yang memasak dan menyiapkan sayurannya dirumah

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh A. Girsang (lk, 72 Tahun) :

Hari sabtu itu biasanya waktu yang paling repot. Disini tambah lagi pekerjaan kepala keluarga. Kalo hari-hari sebelumnya itu kan yang selalu sibuk adalah para ibu-ibu dan anak gadis… kalo disini para kepala keluarga bertanggung jawab untuk mempersiapkan dan menyediakan daging untuk lauk makan. Baik itu daging babi maupun kuda. Bagaimana cara mereka untuk mendapatka itu ya terserah mereka. Makanya ada diantara mereka yang berkelompok untuk memotong daging untuk dijual dan untuk mereka sendiri dan ada juga yang hanya membeli dari orang-orang yang menyembelih daging. Sementara disini para istri mempersiapkan sayuran dan memasak aging yang dibawa suami mereka tersebut.”

(wawancara Nopember 2010)

Setelah setiap keluarga selesai mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan acara robu mamahpah, maka setiap dari mereka mempersiapkan tempat untuk menyambut tamu atau keluarga yang akan datang. Setelah keluarga mereka datang, mulailah mereka semua menyambut dan meladeni setiap tamu yang datang baik itu dengan cara

memberikan makanan ataupun minuman atau apapun yang sudah mereka persiapkan. Setelah itu mulailah mereka melakukan pembicaraan sesuai dengan kebutuhan mereka. Gambaran diatas diungkapkan oleh D. sipayung (lk, 49 tahun) :

“……kalo semuanya udah siap dipersiapkan, maka setiap orang

itu biasanya membersihkan rumah dan membuat tikar agar keluarga yang datang merasa disambut dengan senang. Karena kalo gak dipersiapkan gitu kan nanti mereka pikir kita gak senang mereka datang. Waktu mereka datang makanan juga sudah disiapkan. Supaya begitu mereka datang dan duduk, baru dihidangkan makanan itu. Setelah mereka siap makan, mulailah kami melakukan pembicaraan sesuai dengan keadaan keluarga.”

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh J. Girsang (lk, 72 Tahun) :

“ya… setelah itu kita bersihkanlah pula rumah kita kan. Baru

siapkan makanan yang mau dihidangkan. Gitu mereka datang, kita kasilah mereka makanan itu. Setelah itu ya.. mulailah kita saling tukar pikiran.”

(wawancara Nopember 2010)

Dalam waktu dua hari satu malam yang mereka lewati bersama, mereka menghabiskan waktu dengan bertukar pikiran, mencari solusi dari setiap permasalahan yang dialami oleh keluarga, berbagi sukacita, menari bersama di acara gondang yang telah di persiapkan, menikmati setiap hidangan yang di sediakan dan menikmati sukacita yang mereka rasakan secara bersama-sama. Acara seperti ini selalu dinantikan oleh setiap masyarakat pada umumnya. Informasi diatas diperoleh melalui informan kunci yaitu S.F. Girsang (lk, 68 Tahun). Informan ini mengatakan :

“Nah…setelah itu biasanya ngomong-ngomong mengenai keluarga, keadaan keluarga mereka masing-masing, kalo ada keluarga mereka yang bermasalah biasanya mereka sama-sama itu mencari jalan keluarnya. Selain itu bisa juga mereka pergi ke losd untuk menari bersama. Selain itu apa yang menurut mereka bisa membuat suasana hati mereka senang, itu jugalah yang mereka lakukan”.

(wawancara Nopember 2010)

Hal yang sama juga dinyatakan oleh J. Girsang (lk, 75 Tahun):

“dalam waktu dua hari satu malam tersebut, apa yang bisa dibagikan, ya.. dibagikanlah. Biar kita bisa sama-sama cari jalan keluarnya. Pokoknya apa yang bisa membuat kita semua senang,

Dokumen terkait