• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BENGKULU DAN KELURAHAN TANGSI BARU 19

3.2 Proses Kesumberngan dan Fasilitas

Berdasarkan informasi dari beberapa informan mengatakan bahwa untuk tenaga kuli kontrak yang akan dipekerjakan di perkebunan teh di Kabawetan, perusahaan mengutus beberapa orang ke Jawa untuk mencari orang yang akan diperkerjakan sebagai kuli kontrak. Kuli kontrak disumberngkan secara terus menerus sampai selesai tebang tebas lahan dan pembuatan pabrik. Orang yang diutus tersebut menjelaskan dan mempromosikan kepada para calon kuli kontrak. Para pencari kuli kontrak menjelaskan kepada calon kuli kontrak yang berkaitan dengan pekerjaan seperti lama bekerja, berapa upah yang diterima dan jenis pekerjaannya. Berkaitan dengan sistem perekrutan kuli kontrak di perkebunan teh Kabawetan, Tuja mengungkapkan:

“Orang Jawa yang sudah bekerja di perkebunan teh disuruh pulang ke Jawa untuk mencari tenaga kuli kontrak. Mereka dikasih uang oleh perusahaan untuk beberapa lama. Di kampungnya itu mereka menawarkan siapa yang mau bekerja di pabrik teh di Kabawetan Sumatera Selatan( saat itu masih masuk provinsi Sumatera Selatan). Mereka menjelaskan dan mempromosikan gajinya berapa kontrak 1 tahun, 2 tahun atau 3 tahun dan fasilitas yang disediakan. Kalau memperpanjang kontrak juga dibolehkan, tapi kalau tidak akan dikembalikan ke kampungnya”1. Demikian Tuja mengungkapkan. Sistem mencari kuli baru melalui seseorang yang sudah lama bekerja di perusahaan, lalu dikirim oleh perusahaan ke desa asalnya di Jawa atas biaya dari perusahaan dengan tugas mengajak keluarga, kawan, dan penduduk desa untuk bekerja di perusahaan. Para utusan ini berfungsi sebagai reklame dari perusahaan. Mereka bertugas untuk mempromosikan perusahaannya agar orang-orang kampung 1 Wawancara dengan Tuja, tanggal 18 April 2015 di Kelurahan Tangsi Baru

tertarik untuk bekerja sebagai kuli di tanah seberang. Cara ini menguntungkan bagi perusahaan karena mereka hanya membayar biaya perjalanan orang yang dikirim.

Kebanyakan kuli kontrak yang sudah habis masa kontraknya tidak kembali ke kampungnya, mereka memperpanjang masa kontraknya kembali dengan harapan mereka akan mendapatkan uang yang lebih banyak. Bagi yang memperpanjang masa kontrak perusahaan akan menaikkan gajinya sebagai motifasi untuk bekerja lebih giat lagi. Bagi mereka yang tidak memperpanjang masa kerja, mereka akan dikembalikan ke kampungnya. Semua biaya akan di tanggung oleh perusahaan.

Berdasarkan informasi dari beberapa informan, orang yang direkrut kebanyakan adalah orang yang belum menikah, bahkan ada juga yang ikut kuli kontrak itu muda mudi yang masih pacaran. Mereka sepakat dan mau ikut kuli kontrak. Setelah sampai di Kabawetan surat nikah mereka baru diurus oleh perusahaan.

Namun setelah tahun 1990-an dalam perkembangannya, banyak orang Jawa yang sudah lama bekerja di perkebunan teh jika libur atau cuti kerja ia akan pulang ke Jawa. Ketika ia kembali lagi ke Kabawetan ia membawa temannya atau keluarganya ke Kabawetan untuk diajak bekerja di kebun atau di ladang mereka. Hal ini terjadi sampai sekarang.

Gambar:5

Salah satu bentuk kem/bedeng kuli kontrak di perkebunan 1922 ( Reproduksi foto dari Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia ANRI Jakarta)

Orang Jawa di Kabawetan Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu

48

Bagi yang ikut kuli kontrak fasilitas disediakan oleh perusahaan. Untuk yang sudah berumah tangga, rumah panggung atau bedeng atau camp2 disediakan dengan ukuran 4 m persegi untuk satu keluarga. Rata-rata kuli kontrak yang sumberng pertama kalinya banyak yang tidak membawa keluarga, atau yang belum punya anak, bahkan masih bujangan. Namun sebagian ada juga yang membawa keluarganya dan perusahaan juga menyediakan pondok atau camp bagi yang sudah berkeluaraga3. Selain menyediakan pondok atau camp, perusahaan juga menyediakan kebutuhan sehari-hari yang diistilahkan dengan ransum. Mulai dari beras, gula, garam, kacang hijau, teh, ikan asin, sabun cuci, sabun mandi, bahkan sampai ke rokok. Berkaitan dengan fasilitas yang disediakan oleh perusahaan bagi kuli kontrak Tuja mengungkapkan:

“Bagi yang sudah berkeluarga disediakan bedeng atau camp dengan ukuran 4x4/kk. Bedeng itu berjejer 4 petak, dibelakang dan depanya ada beranda. Beranda memanjang dan kalau malam hari penghuninya tidak perlu turun ke tanah. Penghuni rumah bisa mutar diri rumah ke rumah sepanjang blok atau bedeng itu. Beranda itu muka belakang lebarnya satu setengah meter, berjejer sepanjang blok. Sementara dapurnya dibawah, setiap 6 buah rumah disediakan satu buah dapur yang letaknya di bawah rumah. Zaman itu semua kebutuhan diransum, mulai dari beras, gula, garam, kacang hijau, teh, ikan asin, sabun cuci, sabun mandi, dan rokok. Beras dijatah 9 kg/ orang, 2 Menurut keterangan dari beberapa informan mengatakan rumah panggung/

bedeng/ kem yang dibuat Belanda tahun 1947 sengaja dibakar oleh tentara hitam Indonesia. Hanya ada beberapa rumah yang tidak dibakar, namun rumah tersebt lama kelamaan karena ditelan usia akhirnya hancur juga. 3 Dengan tidak membawa istri atau kelurga untuk ikut kuli kontrak di

perkebunan. Karena ada aturan yang melarang pegawai rendah membawa istri, antara lain karena kondisi hidup mereka belum memadai untuk menjamin rumah tangga keluarganya. Lagi pula suasana hidup “terpencil” menuntut kehidupan moral yang serba berat. Untuk lebih jelasnya lihat Sartono Kartodirdjo Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta : Aditya Media 1991, hlm. 152.

kalau ia suami istri, maka jatahnya 2 x 9 kg = 18 kg. Sementara pakaian kerja hanya dijatah 2 x dalam satu tahun”.4

Seluruh kebutuhan para kuli kontrak sudah disediakan oleh perusahaan, sehingga para kuli tidak perlu lagi untuk keluar dari area perkebunan. Jika tidak punya uang karena belum tiba saatnya gajian para kuli kontrak bisa meminjam uang kepada mandor, mandor akan memberikan pinjaman sesuai dengan yang diinginkan dengan catatan pada saat gajian, gaji mereka langsung dipotong. Begitu juga jika kuli kontrak butuh barang ia juga dapat mengambilnya dengan sistem kredit dengan harga yang sedikit lebih mahal, atau dibayar secara angsuran. Dengan sistem peminjaman uang yang diberikan begitu lancar oleh mandor membuat para kuli kontrak banyak yang terjebak utang, sehingga tidak bisa lagi untuk melepaskan diri dari perjanjian kerja dengan perusahaan. Banyak kuli kontrak dikarenakan terlilit utang terpaksa memperpanjang kontraknya.

Dizaman kuli kontrak orang tidak perlu lagi keluar dari lingkungan perusahaan, termasuk untuk hiburan. Karena sudah lelah bekerja di pabrik atau di kebun pihak

4 Wawancara dengan Tuja, tanggal 23 April 2015 di Kelurahan Tangsi Baru

Gambar:6

Salah satu bentuk gang di Kelurahan Tangsi Baru (Dokumentasi:Tim)

Orang Jawa di Kabawetan Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu

50

perusahaan juga menyediakan hiburan malam, seperti bermain judi, minum bir atau menghisap candu, bahkan main perempuan. Berkaitan dengan suasana kehidupan di lingkungan perusahaan bapak Tuja mengungkapkan:

“Zaman itu semua orang kerja di PT, sementara ladang atau kebun belum ada. Para kuli kontrak tinggal di bedeng/camp, mereka setiap bulan menerima ransum. Sementara gajian dua kali dalam satu bulan, setiap awal bulan dan pertengahan bulan. Ada namanya gajian kecil yang kita terima sebanyak 25 rupiah, gajian besar sebanyak 75 rupiah. Kalau satu bulan kita mendapat 100 rupiah. Dizaman itu hiburan untuk orang kuli kontrak main judi, minum bir, bahkan ada juga yang main perempuan. Kalau tidak ada uang kita bisa pinjam uang sama mandor, nanti kalau sudah gajian baru dipotong. Dulu ada kesenian ronggeng, dalam acara kesenian kita boleh nyawer (memberikan sejumlah uang dan kita bisa ikut menari bersamanya). Maka sampai sekarang ada namanya batu ronggeng. Orang Kabawetan sangat mempercayai batu itu adalah orang penari ronggeng yang menjadi batu. Jadi ada unsur magisnya. Batu itu terletak di dalam perkarangan pabrik”.5

Pada awal perkebunan dibuka di Kabawetan mulai dari zaman Belanda sampai tahun 1933-an, sarana yang digunakan untuk memanggil para pekerja dipergunakan adalah ketongan. Ketongan tersebut sudah berpindah sebanyak sebelas kali, terakhir ketongan diletakan di depan Kantor Lurah Tangsi Baru. Pemukulan ketongan dilakukan pada pagi hari masuk kerja, siang hari waktu stirahat dan malam hari waktu pulang kerja. Mulai dari tahun 1933 pabrik tidak lagi menggunakan ketongan untuk memanggil karyawan, tapi sudah menggunakan seruling. Dan perkembangan selanjutnya sekarang sudah menggunakan serine.

Dokumen terkait