• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Analisis finansial usaha hutan rakyat untuk mitra

5.6 Analisis Kemitraan

5.6.3 Proses manajemen kemitraan a.Aspek manajemen

1. Perencanaan

Perencanaan terdiri dari perencanaan kemitraan dan kelengkapan perencanaan yang berisi tentang uraian mengenai langkah-langkah kemitraan

yang akan dilaksanakan. Nilai aspek perencanaan berdasarkan pendapat petani, Perhutani, PT. BKL Group dan LMDH sebesar 111,25; 130; 50 dan 50.

1.1 Perencanaan kemitraan

Berdasarkan hasil kuisioner dengan petani, diperoleh nilai rata-rata perencanaan kemitraan sebesar 62,5. Dalam perencanaan kemitraan ini sebanyak 69 orang petani (76,67%) berpendapat bahwa perencanaan kemitraan dilakukan oleh PT. BKL Group, Perhutani bersama dengan petani yang diketahui oleh pemerintah desa. Sedangkan 21 orang petani (23,33%) menyatakan bahwa penyusunan kemitraan hanya dilakukan oleh PT. BKL Group dan Perhutani secara sepihak. Perencanaan kemitraan menurut pendapat Perhutani dan LMDH bernilai 100 didasarkan pada isi perjanjian yang disusun secara bersama-sama. Berdasarkan pendapat PT. BKL Group, perencanaan kemitraan dilakukan secara sepihak oleh PT. BKL Group sendiri. PT. BKL Group berpendapat, apabila petani diikutsertakan dalam penyusunan perencanaan kemitraan, petani akan banyak menuntut kebijakan untuk peningkatan kesejahteraannya.

1.2 Kelengkapan perencanaan

Aspek kelengkapan perencanaan mempunyai nilai rata-rata sebesar 48,75. Berdasarkan pendapat petani, sebanyak 32 orang (35,56) menyatakan bahwa lingkup perencanaan meliputi 6 aspek yaitu pemasaran, permodalan, pembinaan teknologi, pembinaan manajemen, sarana produksi pertanian dan prasarana pertanian. Sedangkan 20 orang (22,22%) berpendapat penyusunan perencanaan meliputi 5 aspek, 21 orang (23,33%) berpendapat penyusunan perencanaan meliputi 4 aspek , 8 orang (8,88%) berpendapat penyusunan meliputi 3 aspek dan 9 orang petani (10%) berpendapat penyusunan perencanaan meliputi 1 aspek argibisnis lainya.

Nilai kelengkapan perencanaan berbeda menurut pendapat Perhutani yaitu sebesar 30, meliputi 3 aspek. Pendapat PT. BKL Group dan LMDH memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 50, yang berarti penyusunan perencanaan meliputi 6 aspek.

2. Pengorganisasian

Aspek pengorganisasian mempunyai nilai rata-rata sebesar 231,25 untuk pendapat petani, 140 pendapat LMDH dan Perhutani, dan menurut pendapat PT.

BKL Group sebesar 147,5. Nilai ini merupakan penjumlahan dari aspek bidang khusus dan aspek kontrak kerjasama.

2.1 Bidang khusus

Aspek bidang khusus mempunyai nilai sebesar 12,5 untuk pendapat petani. Hasil ini diperoleh dari rata-rata pernyataan petani yaitu 32 orang petani (35,56%) berpendapat bahwa ada bidang khusus yang menangani kegiatan kemitraan di daerah mereka yaitu KTH dan LMDH. Sedangkan 38 orang petani (64,44%) berpendapat bahwa tidak ada bidang khusus yang menangani kegiatan kemitraan.

Nilai bidang khusus menurut pendapat Perhutani, PT. BKL Group dan LMDH adalah sebesar 25, yaitu dalam kegiatan kemitraan ini ada bidang khusus yang menangani kegiatan kemitraan yaitu KTH dan LMDH (Perhutani); PT. BIL dan LSM Agri Mandiri Lestari (PT. BKL Group).

2.2 Kontrak kerjasama

Aspek kontrak kerjasama terdiri dari 3 aspek, yaitu keberadaan, isi kontrak kerjasama dan bentuk kerjasama. Berdasarkan pendapat petani mengenai aspek kontrak kerjasama diperoleh nilai sebesar 120. Sebanyak 57 orang petani berpendapat bahwa ada kontrak kerjasama secara tertulis antara petani, Perhutani dan PT. BKL Group, 55 orang berpendapat isi kontrak kerjasama meliputi sebagian besar dari kedelapan aspek kemitraan dan 80 orang petani berpendapat kontrak kerjasama dibuat secara lengkap dan jangka panjang serta memuat ketentuan hak dan kewajiban yang jelas.

Nilai aspek kontrak kerjasama menurut pendapat Perhutani dan LMDH sebesar 115. Meliputi nilai 25 untuk keberadaan kontark kerjasama secara tertulis, nilai 40 untuk isi kontrak kerjasama yang meliputi sebagian besar dari kedelapan aspek kemitraan, nilai 50 untuk bentuk kerjasama yang dibuat secara lengkap dan jangka panjang serta memuat hak dan kewajiban yang jelas. Sedangkan nilai aspek kontrak kerjasama menurut pendapat PT. BKL Group sebesar 122,5. Pihak PT. BKL Group menyatakan bahwa kontrak kerjasama pada awalnya dibuat secara tertulis dan sederhana. Kemudian dibuat secara lengkap, jangka panjang, memuat hak dan kewajiban yang jelas. Isi kontrak kerjasamanya meliputi 8 aspek kemitraan yaitu aspek kualitas, produktivitas, kontinuitas hasil, harga, sistem pembayaran saprodi, permodalan dan sangsi.

3. Pelaksanaan dan efektivitas kerjasama 3.1 Pelaksanaan kerjasama

Aspek pelaksanaan kerjasama mempunyai nilai rata-rata sebesar 30 berdasarkan pendapat petani dan LMDH. Sebanyak 68 orang petani berpendapat bahwa pelaksanaan kerjasama dilakukan sesuai dengan perjanjian dan dilakukan secara transparan. Sedangkan 22 orang petani dan LMDH berpendapat bahwa dalam pelaksanaanya kerjasama ini tidak dilakukan sesuai dengan perjanjian dan tidak transparan. Hal ini dikarenakan pada pelaksanaannya banyak bantuan dari PT. BKL Group dan Perhutani yang tidak terlaksana, seperti kasus di Desa Mekarjaya dimana PT. BKL Group tidak memberi bantuan pupuk dan hewan ternak serta tidak ada transparansi hasil penjarangan dari Perhutani.

Pernyataan pendapat yang berbeda megenai pelaksanaan kerjasama berasal dari Perhutani dan BKL Group yang keduanya memperoleh nilai 50 untuk aspek pelaksanaan kerjasama. PT. BKL Group dan Perhutani berpendapat bahwa pelaksanaan kerjasama sudah sesuai dengan perjanjian dan dilakukan secara transparan. Dimana semua hak dan kewajiban PT. BKL Group dan Perhutani di dalam perjanjian telah dilaksanakan dan sebelum melakukan kegiatan selalu diadakan sosialisasi.

3.2 Efektivitas kerjasama

Efektivitas kerjasama merupakan kemampuan untuk memilih sasaran yang tepat dan menjalankan pekerjaan kerjasama dengan benar (Deptan, 1997). Berdasarkan Deptan (1997) aspek efektivitas kerjasama meliputi aspek kejelasan peranan, kontinuitas suplai, kualitas suplai, sistem pembayaran, cara pembayaran dan aspek penentuan harga.

Aspek efektivitas kerjasama ini diperoleh nilai rata-rata sebesar 95 berdasarkan pendapat petani. Dimana sebagian besar petani berpendapat bahwa terdapat kejelasan peran masing-masing pihak yang bermitra dan adanya kontinuitas suplai bahan baku dari mitra kepada PT. BKL Group dengan kualitas yang sesuai dengan standar. Sistem pembayaran pun dilakukan sesuai dengan kontrak kerjasama, hanya saja untuk petani yang bermitra dengan Perhutani dan PT. BKL Group penentuan harga jual didasarkan pada Harga Jual Dasar (HJD) Perhutani. Pembayaran hasil pemanenan dan penjarangan dilakukan lebih dari 4

minggu yaitu satu tahun setelah semua penebangan selesai dilaksanakan. Akan tetapi, untuk petani yang bermitra dengan PT. BKL Group penentuan harga dilakukan secara bersama-sama dan pembayaran dilakukan secara tunai pada hari itu juga. Bila terjadi keterlambatan pembayaran, maksimum pembayaran dilakukan 3 hari setelah kayu di kirim ke pabrik PT. BKL Group.

Nilai aspek efektivitas menurut pendapat PT. BKL Group sebesar 150 dan 115 untuk Perhutani dan LMDH. Jumlah rata-rata total nilai aspek proses manajemen dari pendapat petani adalah 467,5; Perhutani sebesar 385; PT. BKL Group sebesar 372,5 dan LMDH sebesar 405.

b. Aspek manfaat 1. Aspek ekonomi

Dalam aspek ekonomi ada 4 aspek yang dijadikan sebagai indikator penilaian yaitu aspek pendapatan, harga pasar, produktivitas dan resiko usaha. Nilai rata-rata untuk aspek ekonomi berdasarkan pendapat Perhutani sebesar 100. Menurut Perhutani pendapatan penggarap dari komoditi yang dimitrakan sama dengan sebelumnya. Hal ini karena produktivitas melalui kemitraan dirasa sama seperti sebelum kemitraan. Harga kayu sengon yang dimitrakan lebih rendah dari harga pasar karena disesuaikan dengan HJD Perhutani di Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Cirebon. Sedangkan untuk resiko usaha kemitraan ini Perhutani menyatakan bahwa resiko usaha dibagi secara proporsional sesuai dengan perjanjian.

Nilai rata-rata aspek ekonomi menurut pendapat PT. BKL Group adalah sebesar 225, perwakilan dari pihak PT. BKL Group berpendapat bahwa pendapatan perusahaan dari kemitraan meningkat dari sebelum kemitraan. Hal ini berdasarkan pada produktivitas perusahaan yang terus meningkat setiap harinya, dikarenakan suplai bahan baku dari mitra berlangsung secara kontinu. Sehingga PT. BKL Group berpendapat bahwa pendapatan petani ikut meningkat seiring dengan berjalanya kemitraan. Penentuan harga yang diberlakukan PT. BKL Group sesuai dengan harga pasar dan kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Resiko usaha dibagi secara proporsional berdasarkan perjanjian.

Nilai rata-rata aspek ekomoni berdasarkan pendapat LMDH adalah sebesar 125 dan pendapat petani adalah 160. Pernyataan dari LMDH dan 57 orang petani

mengenai pendapatan setelah bermitra adalah sama, yaitu peningkatan pendapatan dibandingkan sebelum terjadi kemitraan. Menurut 46 orang petani produktivitas meningkat setelah terjadi kemitraan. Pembagian resiko usaha menurut 78 orang petani akan dibagi secara proporsional berdasarkan perjanjian. Sedangkan 90 orang petani menyatakan harga jual kayu akan disamakan dengan harga pasar yang berlaku.

2. Aspek teknis

Aspek teknis meliputi dua aspek yaitu aspek mutu dan aspek penguasaan Teknologi. Nilai rata-rata aspek teknis sebesar 75 untuk petani, Perhutani dan PT. BKL Group. Sedangkan nilai rata-rata aspek teknis untuk pendapat LMDH sebesar 50.

Mengenai aspek mutu produksi dari kemitraan, 78 orang petani berpendapat bahwa mutu produksi hasil kemitraan sama dengan mutu diluar program kemitraan. LMDH, Perhutani dan PT. BKL Group berpendapat sama mengenai aspek mutu produksi. Hal ini dikarenakan PT. BKL Group yang berperan sebagai penerima bahan baku hasil kemitraan telah menetapkan syarat-syarat kayu yang akan diterima oleh pabrik. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah kayu memiliki keliling minimal 80 cm, tidak berpenyakit dan berbatang lurus.

Mengenai aspek penguasaan teknologi, 57 orang petani dan LMDH berpendapat bahwa pengetahuan keterampilan mengenai penanganan komoditi yang dimitrakan sama saja dengan sebelum program kemitraan. Pernyataan ini didasarkan pada minimnya kegiatan pembinaan dan pelatihan yang diberikan kepada petani. Selama kurun waktu 6 tahun dari sejak penanaman sampai pemanenan, kegiatan pembinaan/pelatihan hanya dilakukan sebanyak 2-3 kali pada tahun pertama dan ketiga.

Perhutani dan PT. BKL Group serta 43 orang petani berpendapat bahwa keterampilan petani mengenai komoditi yang dimitrakan meningkat dari sebelumnya. Dikarenakan, menurut Perhutani dan PT. BKL Group setiap ada permasalahan yang berkenaan dengan tanaman sengon selalu ada bimbingan/ pembinaan sebelumnya. Bahkan pada tahun 2006, ketika terjadi wabah penyakit karat puru yang menyerang sebagian besar hutan di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis, perhutani dan PT. BKL Group secara bersama langsung mengunpulkan

KTH dan KT mitra untuk diberi pelatihan teknis mengenai penanganan penyakit karat puru ini.

3. Aspek sosial

Aspek sosial meliputi aspek kontinuitas kerjasama dan pelestarian lingkungan hidup. Nilai rata-rata aspek sosial berdasrkan pendapat petani sebesar 66,66; Perhutani dan LMDH sebesar 75 dan PT. BKL Group sebesar 100.

3.1 Aspek kontinuitas kerjasama

Kontinuitas kerjasama setelah penebangan menurut 30 orang petani di Kelurahan Urug dan LMDH Saronge berpendapat bahwa ada kemungkinan ingin melanjutkan kerjasama akan tetapi hanya dengan Perhutani saja. Hal ini dikarenakan petani mengharapkan pembagian hasil sharing yang lebih besar yaitu 50% - 50% antara petani dan Perhutani. Selain itu sebagian besar petani di Kelurahan Urug berkerja sebagai penggarap lahan dan sawah milik Perhutani, sehingga kehidupan petani sangat tergantung pada hutan milik Perhutani. Sedangkan 60 orang petani di Desa Mekarjaya dan Desa Leuwibudah berpendapat ingin tetap melanjutkan kerjasama baik dengan Perhutani maupun dengan PT. BKL Group, dengan syarat mereka tetap boleh melakukan tumpangsari di lahan Perhutani.

Perhutani berpendapat mengenai aspek kontinuitas bahwa tidak akan melanjutkan kerjasama dengan PT. BKL Group tetapi akan tetap melanjutkan kerjasama PHBM dengan petani. Hanya saja jenis tanaman yang akan dimitrakan bukan sengon lagi akan tetapi tanaman jabon. Sedangkan PT. BKL group ingin tetap melanjutkan kerjasama baik dengan petani, Perhutani maupun dengan pihak lain. Hal ini dikarenakan, PT. BKL Group berpendapat bahwa dalam kegiatan kemitraan penanaman sengon bukan keuntungan profit yang diharapkan, akan tetapi kepastian bahan baku (buffer stok) kayu untuk kegiatan produksi indusrti perkayuannya. Sehingga kegiatan produksi di pabrik-pabrik PT. BKL Group bisa tetap terus berjalan.

3.2 Aspek pelestarian lingkungan

Dalam aspek pelestarian lingkungan ini baik Perhutani, PT. BKL Group, LMDH dan 69 petani berpendapat telah melakuakan kegiatan konservasi tanah, air, lingkungan pertanian dan penanganan limbah sesuai dengan pedoman teknis

dan kaidah konservasi/peraturan yang berlaku. Sisanya 41 orang petani berpendapat tealah melakuakan konservasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kecuali penanganan limbah.

Kegiatan PT. BKL Group dalam penanganan limbah dan konservasi sudah diterapkan sejak perusahaan pertama kali didirikan. Penanganan limbah dari sisa proses produksi pintu dan bare core adalah berupa serbuk kayu dan potongan kayu. Limbah serbuk yang dihasilkan sebesar 11% dari total bahan baku kayu yang digunakan, sedangkan limbah jenis potongan kayu dihasilkan sebesar 32% dari total bahan baku kayu yang digunakan. Limbah ini tidak langsung dibuang, akan tetapi digunakan kembali sebagai bahan bakar pada boiler untuk kilang pengering dan sisa abu pembakaran biasanya diminta oleh masyarakat setempat sebagai bahan baku pupuk kompos.

Salah satu kegiatan konservasi yang dilakukan oleh PT. BKL Group yaitu berupa penanaman jenis tanaman yang cepat tumbuh dan dapat tumbuh kembali setelah ditebang. Hal ini secara tidak langsung kegiatan konservasi sudah berjalan dengan sendirinya. Jumlah rata-rata total nilai manfaat dari petani adalah 301,66 dan Perhutani sebesar 250, sedangkan PT. BKL Group dan LMDH masing-masing sebesar 400 dan 250.