• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.5 Mediasi Oleh Pemerintah : Alternatif Penyelesaian Konflik Pertanahan

4.5.3 Proses Mediasi Oleh Pemerintah

Proses Mediasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai terhadap Masyarakat Desa Penggalian dengan PT. NPK (Nusa Pusaka Kencana) Bahilang hanya terfokus pada mengadakan pertemuan dan diskusi. Pertemuan mediasi yang dilakukan pada kasus tersebut sebanyak 6 (enam) kali dan diadakan di Aula Pangeran Bedagai Kantor Bupati Kabupaten Serdang Bedagai. Strategi yang dilakukan oleh tim mediasi untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan melakukan diskusi dan memberikan kesempatan bagi

pihak yang berkonflik untuk memberikan argumen mereka masing-masing. Seperti yang disampaikan oleh Pak Rudy selaku ketua tim mediasi pada saat itu:

“Secara bergantian kedua belah pihak diberikan kesempatan untuk mengurai permasalahan dan mengajukan argumentasi mereka yang disertai dengan bukti-bukti ataupun dokumen pendukung. Kemudian kami selaku tim mediasi meminta BPN (Badan Pertanahan Negara) memberikan tanggapan dan penjelasan atas keterangan-keterangan yang telah disampaikan para pihak yang berkonflik, kemudian secara bergantian anggota tim mediasi dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, pendapat, dan saran apabila diperlukan peninjauan lapangan. Kemudian tim membuat suatu kesimpulan sementara dan mengajukan kepada para pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan permasalahan ini secara non litigasi.”

Hal ini menunjukkan bahwa tim mediasi menyarankan untuk menyelesaikan masalah ini secara non litigasi atau musyawarah. Dalam proses mediasi yang telah dilakukan, tim mediasi dapat dikatakan telah berhasil meredam konflik yang terjadi hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang tidak lagi menduduki lahan perkebunan sehingga pihak perusahaan tidak terganggu lagi dalam melakukan aktifitas perusahaannya, tetapi tidak berhasil menyelesaikan konflik karena masyarakat masih berusaha untuk mendapatkan lahan yang menurut mereka memang harus dibagikan tersebut.

Hasil dari proses mediasi yang telah dilakukan adalah tim mediasi mendesak BPN (Badan Pertanahan Negara) selaku instansi yang berwenang dan sah diakui oleh negara untuk melakukan pengukuran kembali atas lahan yang dipermasalahkan, dan hasilnya bahwa tanah yang dikelola oleh PT.NPK masih kurang dari luas HGU yang diberikan Pemerintah seluas 1.018, 74 Ha (seribu delapan belas koma tujuh puluh empat hektar) sehingga PT. NPK menganggap bahwa lahan seluas 286, 06 Ha (dua ratus delapan puluh enam koma enak hektar)

yang diklaim oleh kelompok masyarakat tersebut merupakan bukan tanggung jawab mereka. Akan tetapi masyarakat tidak menerima hasil pengukuran tersebut dengan alasan perusahaan telah bekerjasama dengan pihak BPN (Badan Pertanahan Negara) untuk memanipulasi data hasil pengukuran.

Adapun bagan proses mediasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan kasus antara PT. Nusa Pusaka Kencana Bahilang dengan masyarakat Desa Penggalian dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.2 : Skema Proses Mediasi

PROSES MEDIASI

Pemaparan Laporan Kasus Oleh Tim Mediasi

Pembukaan Oleh Tim Mediasi

Pemaparan Kronologi Dari Pihak Berkonflik

Pemberian Bukti Penguat Dari Pihak Berkonflik

Sesi Diskusi

Pemaparan Hasil Mediasi Oleh Tim Mediasi

Proses mediasi yang dilakukan sesuai dengan skema di atas dapat dijelaskan sebagai sebagai berikut:

 Pembukaan oleh Tim Mediasi : Pada proses ini, tim mediasi terlebih dahulu membuka forum mediasi secara dan membacakan apa saja yang akan dibahas dalam forum tersebut serta memastikan bahwa kedua belah pihak yang berkonflik sudah hadir di tempat.

 Pemaparan Laporan Kasus oleh Tim Mediasi : Disini tim mediasi akan memaparkan laporan kasus yang akan dibahas pada forum, dalam hal ini Ketua Tim Mediasi bertindak sebagai pemapar dan menjelaskan kembali apa tujuan diadakannya forum mediasi tersebut.

 Pemaparan Kronologi Dari Pihak Berkonflik : Kedua belah pihak yang berkonflik dalam hal ini Masyarakat Desa Penggalian dengan PT.NPK diberikan kesempatan untuk menyampaikan kronologi konflik versi mereka masing-masing.

 Pemberian Bukti Penguat Dari Pihak Berkonflik : Pada tahap ini tim mediasi meminta para pihak yang berkonflik untuk menunjukkan bukti-bukti yang berkaitan dengan tuntutan mereka. Tim mediasi dalam hal ini juga memeriksa keabsahan bukti yang diberikan oleh para pihak berkonflik.

 Sesi Diskusi : Pada sesi diskusi, tim mediasi memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak yang berkonflik untuk saling mengajukan pertanyaan terkait konflik yang sedang terjadi. Tim mediasi dalam hal ini

bertindak sebagai penengah dan memberikan solusi apa yang akan diberikan kepada pihak berkonflik.

 Pemaparan Hasil Mediasi : Setelah sesi diskusi berakhir, kemudian tim mediasi membacakan kembali apa saja yang telah dibahas dalam forum kemudian memberikan solusi dari tuntutan pihak yang berkonflik.

Proses mediasi tersebut telah dilakukan sebanyak 6 (enam) kali dan berjalan buntu. Dari hasil wawancara dengan masyarakat Desa Penggalian, mereka menyampaikan bahwa pada sesi diskusi suasana kerap kali menjadi panas dikarenakan setiap bukti yang mereka tunjukkan selalu disalahkan oleh tim mediasi dan dianggap tidak sah. Oleh karena itu suasana forum mediasi yang seharusnya berjalan tertib dan lancar malah menimbulkan kisruh dan tidak mendapatkan hasil.

Tim Mediasi sebagai pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah dituntut untuk bersikap netral dan tidak memihak, selaku tim mediasi mereka merasa sudah bersikap netral dalam melakukan proses mediasi. Hal senada juga disampaikan oleh pihak perusahaan seperti pada kutipan wawancara dengan Pak Supriadi berikut ini:

“Menurut saya tim mediasi sudah bersikap netral, karena tugas mereka memang hanya sebagai fasilitator antara masyarakat dengan kami. Tim mediasi juga sudah melakukan usaha yang maksimal dan kami memberikan saran jika memang masyarakat merasa dirugikan silahkan mengajukan masalah tersebut ke pengadilan saja.”

Hal yang kontras dan tidak senada malah disampaikan oleh masyarakat Desa Penggalian, mereka merasa bahwa tim mediasi belum bersikap netral karena

terkesan membela pihak perusahaan, seperti yang terlihat dalam kutipan wawancara dengan Pak Wendi selaku Ketua KTM (kelompok tani menggugat) Kab. Serdang Bedagai :

“Kalau menurut saya mereka kurang netral, karena setiap mereka meminta bukti dari kami seperti pada waktu mediasi tahun 2013 dilakukan di kantor bupati, disitu dihadiri juga anggota dewan, nah kami sudah saling tunjuk-tunjukan peta sebagai bukti malah mereka tidak menerima peta tersebut karena tidak sah katanya.”

Masyarakat juga menganggap bahwa proses mediasi yang dilakukan hasilnya begitu-begitu saja, tidak ada kemajuan sehingga mereka merasa jenuh dan merasa bahwa mediasi tidak efektif untuk menyelesaikan masalah mereka. Dalam hal ini, menurut analisa penulis tim mediasi memang belum bersikap netral. Tim Mediasi dalam hal ini sudah bertentangan dengan Teori Mediasi Boulle yang mengatakan bahwa mediasi adalah sebuah proses pengambilan keputusan dimana para pihak dibantu oleh mediator, dan mediator berupaya untuk meningkatkan proses pengambilan keputusan dan untuk membantu para pihak mencapai hasil yang mereka inginkan bersama. Tim mediasi tidak dapat membantu para pihak untuk mencapai hasil yang mereka inginkan bersama karena masyarakat merasa dirugikan akan hasil mediasi tersebut.

Dalam hasil wawancara yang dilakukan dengan masyarakat Desa Penggalian pada saat penelitian, diketahui bahwa sebenarnya masyarakat sudah tidak menginginkan lagi proses mediasi tersebut dilakukan karena tidak pernah mendapatkan kejelasan tentang tuntutan mereka. Masyarakat Desa Penggalian malah mengharapkan agar pemerintah membentuk Tim Penyelesaian Konflik

Pertanahan saja, dan membubarkan Tim Mediasi Penanganan Sengketa Tanah tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Pak Syahrin:

“Kami sudah merasa sangat jenuh dengan proses ini, tidak ada hasilnya, setiap akhir mediasi pasti merasa hanya berkata “ya, nanti kami usahakan” apanya yang diusahakan, buktinya sampai sekarang kami tidak mendapat jawaban akan tuntutan kami. Saya rasa tim mediasi tersebut lebih baik dibubarkan dan bentuk tim baru yang lebih fokus untuk menyelesaikan konflik pertanahan saja.”

Hal senada juga disampaikan oleh Pak Wendy selaku Ketua Kelompok Tani Menggugat (KTM) Kab.Serdang Bedagai yang mengatakan bahwa:

“Tim mediasi ini sendiri sudah berjalan selama tiga tahun, dan kalau melihat sepak terjangnya memang tidak pernah memberikan solusi. Jadi lebih baik dibubarkan, nah kalaupun berani Pemkab Sergai itu membentuk Tim Penyelesaian Konflik Sengketa Tanah, itu yang kami harapkan. Apalagi sekarang di pemerintah pusat sudah ada Menteri Agraria, kalaulah bersinerji antara Pemkab Sergai dengan pusat kita yakin akan ada win win solution dalam konflik pertanahan tersebut, jadi tidak ada pihak yang dirugikan seperti ini.”

Proses mediasi dapat dikatakan berhasil apabila dapat mengurangi ketegangan antara kedua belah pihak yang berkonflik dan mendamaikan tuntuan pihak yang terlibat dalam konflik tersebut. Untuk mendamaikan tuntutan, tim mediasi sebenarnya membutuhkan keahlian khusus (skill) dalam menemukan strategi yang dapat membuat setiap pihak yang berkonflik mengurangi tuntutannya dan menerima hasil dari proses mediasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Namun dalam kasus antara masyarakat Desa Penggalian dengan PT.NPK ini, tim mediasi dapat dikatakan tidak berhasil untuk mendamaikan tuntutan masyarakat terhadap PT.NPK, bahkan saran yang diberikan oleh tim mediasi untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan jika masyarakat merasa dirugikan juga terkesan tidak ditanggapi oleh masyarakat.

Menurut analisa penulis tim mediasi tidak berhasil melakukan pendekatan terhadap masyarakat, hal ini merupakan kelemahan dari tim mediasi yang dibentuk oleh pemerintah. Struktur keanggotaan tim mediasi yang telah diatur oleh pemerintah sesuai dengan SK (Surat Keputusan) Bupati Serdang Bedagai tersebut adalah salah satu kelemahan tim mediasi karena dalam struktur pemerintahan suatu jabatan (kedudukan) seseorang tidak dapat diperkirakan masa jabatannya. Pergantian struktur anggota tim mediasi yang kerap kali berubah sesuai dengan perubahan jabatan dari anggotanya, menjadikan aktor-aktor baru tersebut dituntut untuk mempelajari kembali kasus-kasus yang mungkin belum terselesaikan sebelumnya. Hal ini juga yang menjadikan masyarakat merasa bahwa pemerintah terkesan tidak serius untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

Dokumen terkait