• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Kategorisasi Penelitian

2. Proses menyadari kesalahan

Hambatan perkembangan yang dialami oleh anak membuat subjek mulai curiga dengan gangguan yang terjadi pada anak. Hambatan-hambatan perkembangan yang dialami oleh anak membuat subjek mulai bingung dengan gangguan yang dialami oleh anaknya. Subjek mulai bigung dan cemas mengenai masalah hambatan perkembangan yang dialami oleh anaknya yang berbeda dengan anak lainnya. Yuwono (2012) menjelaskan bahwa orang tua khususnya ibu merasa bingung dan cemas atas situasi dan kondisi perkembangan anaknya yang berbeda dengan anak lainnya. Orang tua yang mengetahui masalah yang dialami anaknya merasa bingung dan cemas kondisi anak pada saat ini dan di masa yang akan datang.

Reaksi lainnya yang dialami oleh subjek saat mengetahui masalah perkembangan anaknya yaitu kaget, dan sedih. subjek yang mengetahui anaknya mengalami hambatan perkembangan merasa shock dan sedih. Hardman, Drew, Egan dan Wolf, yang di kutip dalam Handerson dan Puspita (Yuwono, 2012) menyatakan bahwa ibu yang mengetahui anaknya di diagnosis sebagai ASD, mengalami shock (tidak percaya). Reaksi awal pada umumnya terkejut dan tidak percaya. Ibu tidak percaya atas apa yang dialami oleh anaknya apalagi bila anak masih kecil dan ciri-ciri yang tampak belum terlalu nyata.

Reaksi lainya yang muncul yaitu subjek menyangkal kondisi anak dan stres. Subjek merasa anaknya baik-baik saja walaupun mengetahui masalah perkembangan yang dialami oleh anak. Subjek beranggapan bahwa masalah perkembangan yang dialami oleh anaknya merupakan hal yang wajar yang terjadi pada anak. Yowono (2012) menyatakan bahwa sebagian besar orang tua khusunya ibu umumnya cenderung berharap anaknya berkembang secara normal. Ketika anak menunjukkan perkembangan yang lambat, orang tua mungkin mempertimbangkan proses sementara dan berasumsi bahwa anaknya akan berkembang secara normal. Volkmar (Yuwono, 2012) menjelaskan bahwa dari hasil penelitian diketahui orang tua yang memiliki anak ASD khusunya ibu melaporkan beberapa stres dan depresi dari pada ibu yang memiliki anak dengan gangguan perkembangan lainnya.

Subjek yang mengetahui kondisi yang dialami anaknya mulai mengambil tindakan dengan memeriksakan kondisi anak ke dokter atau psikolog. Subjek

berusaha menyangkal kondisi anak dengan memeriksakan anaknya ke dokter atau psikolog lainnya untuk mendapatkan jawaban yang berbeda. Subjek yang terus mencari second opinion dari ahli lainnya mengenai masalah yang dialami oleh anaknya merupakan bentuk dari ketidakyakinan ibu terhadap hasil diagnosa awal. Yuwono (2012) memaparkan bahwa orang tua khususnya ibu yang merasa sedih dengan kondisi anak dan muncul sikap putus asa yang dapat berkembang menjadi depresi dan stres berkepanjangan, merasa tidak diperlakukan secara adil, tidak percaya pada fakta dan berpindah dari satu dokter ke dokter lainnya untuk menegaskan bahwa dokter tersebut salah. Berpindah-pindah dokter merupakan bentuk dari tawar-menawar diagnosa yang dilakukan ibu dan menolak kenyataan atau fakta lalu bersikukuh bahwa anaknya tidak mengalami masalah. Volkmar (Yuwono, 2012) menjelaskan bahwa dari hasil penelitian diketahui bahwa ibu yang ingin mengetahui apakah anaknya mengalami gangguan perkembangan ASD atau bukan melakukan diagnosa oleh professional seperti dokter atau psikolog. Ketidaktahuan subjek untuk mendapatkan informasi atas tindak lanjut untuk penanganan anak membuatnya mencari informasi di berbagai media diantaranya melalui buku dan media sosial seperti internet ataupun mengunjungi tempat-tempat terapi. Yuwono (200) memaparkan bahwa orang tua yang telah memperoleh label bagi anaknya tetapi mereka tidak mendapatkan informasi yang jelas tentang deskripsi problem perkembangan anaknya dan kebutuhan intervensinya secara memuaskan. Pada umumnya

orang tua mengaku mendapatkan informasi yang lebih jelas ketika ibu mengunjungi pusat terapi untuk melakukan penanganan.

Subjek yang mengetahui anaknya mengalami ASD bersikap menyalahkan dirinya sendiri maupun orang lain. Subjek menyalahkan orang lain atas kondisi yang dialami oleh anaknya. Kondisi yang dialami oleh anak subjek dianggap karena adanya bentuk kesalahan yang dilakukan pada saat proses kehamilan dan pengasuhan. Subjek juga beranggapan bahwa kondisi yang di alami oleh anaknya dikarenakan kelalaian orang lain dalam menjaga anaknya. Yuwono (2012) menjelaskan tentang sikap ketidakpercayaan ibu biasanya diikuti dengan berbagai sikap seperti cemas, tidak berdaya, atau menolak, limbung, tidak tahu harus berbuat apa, merasa tak berdaya, menyalahkan diri sendiri, marah kepada diri sendiri, pasangan bahkan kepada anaknya yang ASD, tersebut dan bertanya-tanya kepada Tuhan kenapa terjadi seperti ini. Mangunsong (2011) melanjutkan bahwa orangtua terutama ibu kerap kali melakukan proyeksi. Proyeksi ini merupakan reaksi defensif yang biasa muncul karena melawan perasaan cemas. Kecemasan yang terjadi karena rasa bersalah pribadi atau perasaan tidak bisa menerima rasa marah yang dimiliki, akan berkurang jika orangtua dapat menyalahkan orang lain. Rasa marah dan kekerasan akan diarahkan kepada anak lain, pasangannya, dokter, guru, konselor, atau masyarakat pada umumnya.

Keterlambatan subjek dalam mengetahui kondisi yang dialami oleh anak membuatnya menyesal. Subjek menyesal karena terlambat mengetahu kondisi anak yang mengalami ASD sehingga penanganan anak terlambat. Penyesalan

yang dirasakan oleh ibu merupakan suatu bentuk intropeksi diri yang dilakukan subjek atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama hamil dan merawat anak. Yuwono (2012) memaparkan bahwa dengan diagnosis sesegera mungkin dapat membantu dalam menjelaskan masalah yang sedang dihadapi oleh orang tua khusunya ibu. Diagnosa sesegera mungkin dibutuhkan ibu agar dapat mengambil tindakan awal yang dianggap penting bagi perkembangan anaknya. Nuryanti (2008) menjelaskan bahwa usia anak saat mulai terapi sangat mempengaruhi keberhasilan terapi yang dilakukan. Semakin besar usia anak ketika mulai diterapi maka keberhasilannya semakin menurun.

Subjek yang mengetahui anaknya mengalami ASD memilih untuk berhenti bekerja agar dapat menemani anaknya terus. Ibu merasa bahwa penyebab anaknya mengalami ASD dikarenakan kurangnya waktu yang dimiliki bersama anak. Ibu merasa kesibukan yang dimilikinya membuatnya kehilangan masa-masa emas pertumbuhan anaknya. Rasa bersalah yang dimiliki oleh subjek terhadap kondisi yang dialami oleh anaknya membuat ibu memutuskan untuk berhentu bekerja dan dapat mendampingi anak. Akan tetapi biaya pemeriksaan untuk kesehatan anak ASD dan penanganannya memerlukan biaya yang besar sehingga subjek memutuskan untuk kembali bekerja. Yuwono (2012) memaparkan bahwa tidak jarang ibu memilih berhenti bekerja untuk mendampingi anaknya. Pemeriksaan kesehatan anak ASD tidaklah sedikit, sehingga ibu menjadi stres dalam menghadapi kebutuhan perhatian dan kebutuhan finansial.

Anak mengalami ASD membuat subjek merasa kurang bertanggung jawab terhadap anaknya. Kesibukan dan kurangnya waktu yang diberikan subjek terhadap anaknya membuat ibu merasa kurang bertanggung jawab sehingga anak mengalami ASD. Djamarah (2004) menyatakan bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya tampil dalam bermacam-macam bentuk. Akan tetapi, tidak semua orang tua dapat melakukan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Banyak faktor yang menyebabkanya, diantaranya orang tua yang sibuk dan bekerja keras siang dan malam dalam hidupnya untuk memenuhi kebutuhan materi anak-anaknya. Kesibukan yang dimiliki oleh orang tua membuat waktunya habis diluar rumah, jauh dari keluarga, tidak sempat mengawasi perkembangan anak dan bahkan tidak mempunyai waktu bersama anak.

Dokumen terkait