• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Bandara Udara Silmbo Kabupaten Nias Selatan

D. Pembebasan Tanah Aspek Pembangunan Bandar Udara Silambo Kabupaten Nias Selatan

1. Proses Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Bandara Udara Silmbo Kabupaten Nias Selatan

1. Proses Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Bandara Udara Silmbo Kabupaten Nias Selatan

Nias Selatan sebelumnya adalah Kabupaten Nias. Status otonom diperoleh pada 25 Februari 2003. Kabupaten Nias Selatan ini terdiri dari 104 gugusan pulau besar dan kecil. Letak pulau-pulau itu memanjang sejajar Pulau Sumatera. Panjang pulau-pulau itu lebih kurang 60 kilometer, lebar 40 kilometer. Kabupaten Nias Selatan dibentuk dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003 oleh Presiden Republik Indonesia. Teluk Dalam adalah Ibukota Kabupaten Nias Selatan. Pusat kegiatan pemerintah daerah setempat termasuk kegiatan ekonomi dan perdagangan serta pendidikan masyarakat setempat.

Berada di Desa Bawomataluo Kabupaten Nias Selatan seakan terlempar ke masa silam. Deretan rumah tradisional terbuat dari kayu dengan arsitektur khas nias itu dihuni sebagai mana layaknya kompleks perumahan. Ukiran batu megalitik menghias di beberapa tempat. Di perkampungan itu bisa juga disaksikan tradisi hombo batu atau lompat batu.

Kabupaten Nias Selatan memiliki potensi sumber daya yang sampai saat ini belum dikembangkan secara optimal. Keterbatasan sarana dan prasarana transportasi yang ada dengan hanya mengandalkan angkutan darat dan laut salah satu merupakan satu kendala pengembangan pembangunan wilayah di Kabupaten Nias Selatan. Salah satu alternatif untuk mengatasi keterisolisasinya Nias Selatan dan untuk mempercepat

perkembangan perekonomian Kabupaten Nias Selatan dengan pembangunan Bandara Udara Silambo di Kabupaten Nias Selatan.

Untuk persiapan pembangunan Bandar Udara Silambo Kabupaten Nias Selatan, telah disusun studi rencana pembangunan Bandara Udara Silambo di Kabupaten Nias Selatan. Studi rencana induk ini sebagai kajian awal untuk mewujudkan suatu Bandara Udara yang ideal dengan fasilitas sesuai dengan ketentuan yang diisyaratkan dan memberikan hasil studi dan produk perencanaan yang sesuai.290

Tujuan dari pembangunan Bandara Udara Silambo di Kabupaten Nias Selatan ini adalah agar dapat dicapai pelayanan Bandara udara Silambo yang cepat, aman, nyaman, efektif, effisien dan optimal baik terhadap keselamatan operasi penerbangan, penumpang maupun pengguna jasa Bandara Udara lainnya. Sebagai efek positif keberadaan Bandara Udara ini akan semakin terbukanya Nias Selatan terhadap daerah luar dan semakin meningkatnya perekonomian daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan Bandara Udara Silambo Kabupaten Nias Selatan masuk dalam klas IV untuk pendaratan pesawat sejenis Cassa di Kabupaten Nias Selatan ini berupa pembangunan landasan (air strip) sepanjang 30x1400 m beserta jalan masuk dan prasarana lainnya. Lokasi kegiatan berada di Desa Botohilitano Kecamatan

Fanayama dan Desa Hilimaenamolo Kecamatan Maniamolo, Kabupaten Nias Selatan, berjarak 15 km dari pusat kota. Kondisi lokasi adalah daerah perbukitan

290

Komala Sari, Wawancara, Kotraktor/Proyek pengembangan Bandara Udara Silambo Kabupaten Nias Selatan (19 Desember 2013).

membentang dari Utara ke Selatan dan daerah daratan rendah sepanjang jalur pantai Timur dan Barat yang berbatas dengan laut. Status tanah sampai saat ini belum sepenuhnya dibebaskan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Nias Selatan.

Batas proyek adalah seluruh luas lahan proyek untuk sisi udara dan sisi barat sebuah Bandara Udara Silambo. Batas difokuskan pada lahan ± 200 hektar, yang ditengah-tengahnya terdapat landasan sepanjang 30x1400 m, dan prasarana bandara udara lainnya. Batas sosial agar difokuskan pada Desa Botohilitano dan Desa

Hilimaenamolo Kabupaten Nias Selatan yang berada di lokasi proyek dan desa-desa lain di Kecamatan Teluk Dalam.

Secara spesifik, pembangunan Bandara Udara di Nias Selatan akan memberikan dampak positif berupa:291

a. Peningkatan ekonomi masyarakat akibat ganti rugi konversi lahan. b. Penyerapan tenaga kerja.

c. Penambahan penduduk terutama di jalan menuju Bandara Udara. d. Membuka lapangan usaha bagi masyarakat setempat.

e. Kelancaran pergerakan (movement).

f. Meningkatkan perekonomian lokal dan regional. g. Menumbuhkan mata pencaharian bagi masyarakat.

h. Meningkatkan kunjungan wisatawan sebagai akibat terbukanya arus transportasi udara.

291

Peraturan Menteri Negara LH Nomor 308 Tahun 2005,Kerangka Acuan: Analisis Dampak Lingkungan Hidup, Rencana Pembangunan Bandara Udara Kabupaten Nias Selatan Provinsi Sumatera Utara, Tim Teknis AADAL Khusus: Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nias Pasca Gempa dan Tsunami, 2007.

i. Memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk masuk dan keluar ke Teluk Dalam.

Bandara Udara Silambo yang terletak di Desa Botohilitano Kecamatan

Fanayama dan Desa Hilimaenamolo Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan tersebut kabarnya akan menghabiskan dana sekitar 7 miliar rupiah, termasuk di dalamnya biaya pembebasan lahan. Sementara untuk pembangunan prasarana jalan akan di kerjakan oleh Departemen Perhubungan langsung. Jadi pemerintah Kabupaten Nias Selatan hanya akan fokus untuk menyelesaikan pembangunan bandara udara Silambo dan juga pembebasan lahan.292

Proses utama yang harus dilalui sebelum berjalannya pembangunan Bandara Udara Silambo Kabupaten Nias Selatan adalah proses pembebasan tanah yaitu proses pengalihan kepemilikan tanah dari pemilik sebelumnya kepada intansi/pemerintah. Dalam proses pembebasan tanah ini, juga terdapat sejumlah tahapan penting sebagai sebuah rangkaian yaitu: pembentukan tim pembebasan tanah, pemberian sosialisasi kepada masyarakat, pengukuran tanah, inventarisasi kepemilikan hingga pembayaran ganti rugi.

Keterbatasan pembangunan di negara kita telah menyebabkan rendahnya mutu lingkungan hidup kita. Sementara itu, pemanfaatan sumber daya alam dalam rangka pembangunan harus digunakan secara rasional, yang berarti dapat memberikan manfaat yang sebesar mungkin, dengan tidak merugikan kepentingan generasi yang akan datang. Ini berarti, dalam pembangunan diterapkan asas

292

Komala Sari, Wawancara, Proyek Pengembangan Bandara Udara Silambo Kabupaten Nias Selatan (19 Desember 2013).

kelestarian bagi sumber daya alam dan selanjutnya memanfaatkan sumber daya alam tersebut dengan tidak merusak tata lingkungan hidup manusia. Karena itu, masalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang disebabkan oleh keterbelakangan pembangunan merupakan masalah yang mendesak di Indonesia.

Akibat dari tekanan kepadatan penduduk yang disertai dengan masalah kemiskinan telah mendorong penduduk di beberapa bagian dari wilayah negara, terutama di pulau Nias untuk menggunakan daerah hutan yang seharusnya dilindungi untuk kegiatan pertanian atau kegiatan lainnya. Akibatnya, menyebabkan erosi yang tidak saja menghilangkan kesuburan tanah, melainkan juga menyebabkan kerusakan sumber daya air oleh banjir, pendangkalan waduk, dan daerah pantai oleh lumpur. Karena itu, timbul persoalan bahwa suatu proyek pembangunan tidak saja akan memberikan keuntungan secara langsung dalam arti ekonomis, tetapi juga akan menimbulkan perubahan-perubahan dalam lingkungan fisik, dan soal budaya yang memerlukan pengamanan secukupnya agar tidak merugikan dalam jangka panjang, seperti diuraikan di atas.

Konsep pembangunan yang dilaksanakan sekarang tidak cukup hanya mempertimbangkan perbandingan biaya keuntungan (cost-benefit ratio) saja, atau mekanisme pasar saja, juga memperhitungkan ongkos-ongkos sosial yang timbul (social cost). Misalnya, suatu perusahaan ingin menganggap lingkungan sebagai suatu benda bebas yang dapat digunakan sepenuhnya untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya dalam waktu yang relatif singkat. Akan tetapi, masyarakat sebagai keseluruhan akan melihat lingkungan sebagai bagian dari kekayaan nyata yang tidak dapat lagi diperlukan sebagai suatu benda bebas (rex nullius). Karena itu, suatu usaha pembangunan yang seimbang dengan memperhatikan faktor lingkungan, analisis biaya keuntungan tradisional tidak lagi memadai, dan menggantikannya dengan suatu konsep analisis yang memperhitungkan pula ongkos-ongkos sosial. Para ahli ekonomi lingkungan

telah memberikan istilah externality untuk ongkos-ongkos yang timbul di luar mekanisme pasar tradisional ini.293

Meningkatnya kebutuhan tanah untuk pembangunan dan terbatasnya tanah tersedia untuk itu menyebabkan terdesaknya lahan-lahan pertanian untuk kegiatan pembangunan di bidang-bidang lain, seperti industri, pemukiman, dan jalan untuk sarana perhubungan. Di samping itu, suatu kegiatan dapat mengganggu atau merugikan kegiatan lain yang berada di dekatnya, seperti pengaruh kebisingan, asap tebal dan debu pada tempat kediaman/pemukiman. Bahkan, suatu kegiatan dapat mempengaruhi kegiatan lainnya dalam suatu wilayah meskipun jaraknya cukup jauh, misalnya pengaruh industri di hulu sungai terhadap pemukiman di bawahnya karena erosi dan menurunnya air bawah tanah.

Perubahan terhadap peruntukan lahan (tata guna tanah lihat konversi hak-hak atas tanah) yang tidak disertai dengan perencanaan yang matang dapat menimbulkan dampak yang merugikan dan konflik-konflik yang mengganggu lancarnya kegiatan pembangunan, sebagai contoh konkret mengenai hal ini timbulnya masalah tata ruang di kawasan puncak. Sebagai objek wisata yang banyak dikunjungi orang, banyak kegiatan pembangunan fasilitas seperti bungalau, restoran yang tidak cocok untuk itu. Hal ini tidak saja menimbulkan konflik- konflik dalam berbagai pemanfaatan yang berbeda, tetapi juga dapat mengancam rusaknya keindahan alam setempat yang menjadi objek utama dari para wisatawan.294

Meningkatnya kegiatan pembangunan yang memerlukan lahan, baik untuk tempat memperoleh sumber daya alam mineral atau lahan pertanian, maupun lokasi kegiatan ekonomi lainnya seperti industri, permukiman, dan administrasi pemerintah telah meningkatkan terjadinya kasus-kasus konflik pemanfaatan ruang dan pengaruh buruk dari satu kegiatan terhadap kegiatan lainnya sehingga perlu perencanaan tata

293

Ibid.

294

ruang yang baik. Pembangunan bidang lingkungan hidup seyogianya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Peraturan perundang-undangan yang mengatur sektor lingkungan hidup harus dapat mengurangi tumpang tindih pemanfaatan, keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar sektor.

Pembangunan lingkungan hidup harus menjadi bagian integral dari keseluruhan kebijakan pembangunan. Lingkungan hidup tidak boleh menjadi aspek pinggiran. Perhatian terhadap lingkungan hidup tidak boleh hanya menjadi urusan sampingan setelah ekonomi. Prinsip keterpaduan harus menjiwai kerangka hukum sistem perizinan terpadu lingkungan hidup. Penekanan atau orientasi penggunaan atau pemanfaatan lingkungan hidup harus ditujukan untuk keberlanjutan lingkungan hidup itu sendiri. Sekali lagi, ini bukan berarti anti pembangunan, justru untuk mencapai keseimbangan ketiga pilar dalam pembangunan berkelanjutan.295

Tanah dan pembangunan merupakan dua entitas yang tak dapat dipisahkan. Secara sederhana dapat dikatakan: tak ada pembangunan tanpa tanah. Di Indonesia dewasa ini, tak ada suatu paham yang begitu berpengaruh seperti paham pembangunan. Implementasi dari paham ini member perubahan yang sangat berarti terhadap aspek tanah. Pembangunan selalu membutuhkan tapak untuk perwujudan proyek-proyek, baik yang dijalankan oleh instansi dan perusahaan milik pemerintah sendiri maupun perusahaan milik swasta. Pembangunan sering disamakan dengan pertumbuhan ekonomi, dimana modal diinvestasikan melalui siklus umum produksi, distribusi, konsumsi. Dewasa ini kita menyaksikan implementasi dari model pertumbuhan ekonomi ini yang bias dikenal dengan kapitalisme terjadinya pemusatan kepenguasaan atas tanah yang luar biasa. Pemusatan kepenguasaan tanah ini berlangsung melalui dua mekanisme utama: pasar dan invervensi Negara. Sisi lain dari pemusatan ini adalah terlepasnya akses dan kontrol banyak penduduk atas tanah yang dikuasai sebelumnya.296

Tanah dengan sendiri menempatkan posisi yang vital atas pertimbangan karakternya yang unik sebagai benda yang tak digantikan, tak dapat dipindahkan dan

295

Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Cetakan Pertama, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2012), hal 221-222.

296

tak dapat direproduksi kembali. Tekanan pertumbuhan penduduk dan berbagai aktivitas manusia atas tanah (termasuk pembangunan) dengan sendirinya membuat tanah sebagai pusat persoalan.

Permasalahan tanah di Indonesia semakin penting, hal ini dapat diketahui diantaranya dari semakin membanyaknya kasus-kasus pertanahan yang dipublikasi surat kabar. Dalam praktek pengadaan tanah untuk proyek-proyek pembangunan, peran pemerintah sangat dominan. Rakyat secara potensial tidak hanya terancam kepemilikan dan penguasaannya atas tanah apabila tanahnya diperlukan untuk pembangunan, tetapi juga tidak berdaya menentukan tata cara produksi pertanian yang dijalankan di atas tanahnya sendiri.297

Pembebasan/pelepasan hak atas tanah adalah pelepasan hubungan hukum antara seseorang dengan tanah yang dimilikinya dengan cara pemberian ganti rugi yang besarnya di dasarkan pada musyawarah antara kedua pihak sedangkan pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara paksa oleh negara atas tanah milik seseorang yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau kelalaian dalam memenuhi kewajiban hukumnya.

Di desa Hilimaenamolo dengan desa Botohilitano Kecamatan Fanayama

Kabupaten Nias Selatan pemilik sah atas sebidang tanah yang terletak dan dikenal umum di Silambo desa Botohilitano Kecamatan Fanayama (dahulu Kecamatan Teluk Dalam) Kabupaten Nias Selatan dengan ukuran serta berbatasan utara dengan tanah

Sarombowo Gee dan Tarohi Wau 82 meter, sedangkan ke Selatan berbatasan dengan tanah Sinilai Buulolo dan Situhoi Gee 74 meter, kemudian ke Barat berbatasan dengan tanah Sitina Wau 117 meter dan ke Timur berbatasan dengan tanah

Asogombowo Dakhi 89 meter. Sejak dulu hingga tahun 2007 tanah tersebut selalu

297

diurus dan dijadikan kebun oleh masyarakat sekitarnya, tetapi pada awal tahun 2008 tanah hak milik Desa Botohilitano Kecamatan Fanayama diukur oleh Kepala BPN Kabupaten Nias Selatan dan disaksikan oleh Camat Fanayama Kabupaten Nias Selatan dan Kepala Desa Botohilitano kemudian diratakan oleh BPN Kabupaten Nias Selatan yang akan dijadikan sebagai Bandara Udara Silambo. Lokasi tanah di Bandar udara Silambo Kabupaten Nias Selatan merupakan tanah negara, hak pemerintah daerah Kabupaten Nias Selatan Bupati Nias Selatan yang diperuntukan untuk kepentingan umum sebagai lokasi pembangunan fasilitas pelabuhan udara di wilayah Kabupaten Nias Selatan.

Pembangunan Bandar Udara Silambo terletak di Desa Botohilitano Kabupaten Nias Selatan sebagai program pembangunan bandara untuk pulau-pulau terdepan dan daerah rawan bencana dan Bandar Udara Silambo mulai diwacanakan oleh pemerintah kabupaten Nias Selatan sekitar tahun 2013. Namun, hingga saat ini, penyelesaian proyek baru mencakup landasan pacu sepanjang 900 meter. Kegiatan lainnya masih terkendala belum terbebasnya lahan warga sekitar.

Warga pemilik tanah di Desa Botohilitano, Kecamatan Teluk Dalam, mensomasi Bupati Nias Selatan karena menyerobot tanah warga untuk pembangunan Bandar Udara Silambo, tanpa ada ganti rugi. pemilik beberapa bidang tanah di Desa

Botohilitano, Kecamatan Teluk Dalam, Kab. Nias Selatan yang saat ini telah diambil secara melawan hukum oleh pihak Bupati Nias Selatan untuk keperluan pembangunan Bandar Udara Silambo. Tindakan pengambilan tanah milik kliennya dilakukan dengan cara sepihak dengan meratakan (mendozer) tanah tersebut serta menghancurkan semua tanaman yang ada diatasnya. Selain itu, mereka tidak pernah

memberitahukan kepada kliennya sebagai pemilik sah atas tanah itu dan tidak pernah pula memberikan ganti kerugian atas pengambilan tanah, sehingga ini merupakan bentuk tindakan arogansi dari pihak penguasa. Soal pembebasan tanah untuk keperluan Bandar Udara Silambo, Nisel disebutkan terjadi kejanggalan. Dalam daftar kolektif tanah yang dibebaskan untuk Bandar Udara Silambo tercatat nama Sabar Sarumaha yang telah mendapatkan ganti rugi sebesar Rp. 459.562 500. Sementara, letak tanah yang diganti rugi oleh Pemkab Nias Selatan milik Sabar Sarumaha tanggal 29 Desember 2006 tidak terletak di Desa Botohilitano melainkan terletak di lokasi Pasir Putih Pasar Kota Teluk Dalam. Kejanggalan lainnya juga ditemukan dugaan mark up dimana tanda pembayaran dengan tanggal, bulan dan tahun yang sama terdiri dari dua buah dan ditandatanagi Kabag Umum dan Perlengkapan Setda Nias Selatan. Pada tanda pembayaran pertama Sabar Sarumaha menerima harga pembebasan tanah yang ada di Pasir Putih Pasar Kota Teluk Dalam sebesar Rp. 50.000.000. Sedangkan pada tanda pembayaran dengan tanggal yang sama juga dibuat dan ditandatangani Kabag Umum dan Perlengkapan Setda Nias Selatan sebesar Rp 459.562.500.298

Pihak masyarakat Desa Botohilitano Kecamatan Fanayama dan pihak masyarakat Desa Hilimaenamolo Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan sepakat mengadakan perjanjian peralihan hak. Pihak masyarakat Desa Botohilitano

298

Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:299

a. Pihak masyarakat Desa Botohilitano Kecamatan Fanayama setuju melepaskan secara mutlak segala hak atas tanah dan tanaman pokok karet milik pihak masyarakat Desa Botohilitano Kecamatan Fanayama yang terletak di lokasi Silambo wilayah hukum Desa Hilimaenamolo Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan dengan ukuran dan batas-batas sebagai berikut:300

1) Sebelah timur 74 meter berbatasan dengan tanah milik Sarambowo Ge‟e.

2) Sebelah barat 72 meter berbatasan dengan tanah milik Feokhogo Zagoto.

3) Sebelah utara 92 meter berbatasan dengan tanah milik Ikhtiar Dakhi.

4) Sebelah selatan 84 meter berbatasan dengan tanah milik Sari Isi Dakhi.

b. Atas pelepasan hak atas tanah bidang tanah milik pihak masyarakat Desa

Botohilitano Kecamatan Fanayama kepada pihak masyarakat Desa

Hilimaenamolo Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan tersebut, maka pihak Desa Hilimaenamolo Kecamatan Maniamolo menyerahkan uang tunai kepada pihak masyarakat Desa Botohilitano Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan sebesar Rp.85.000.000 (Delapan Puluh Lima Juta Rupiah) sebagai ganti kerugian/harga atas bidang tanah dan tanaman pohon karet milik pihak Desa

Botohilitano Kecamatan Fanayama tersebut dan pihak Desa Hilimaenamolo

299

Endyka Triono Dachi, Wawancara, Plt. Kasubbid Pengadaan BPKKD Kabupaten Nias Selatan, (19 Desember 2013).

300

Endyka Triono Dachi, Wawancara, Plt. Kasubbid Pengadaan BPKKD Kabupaten Nias Selatan, (19 Desember 2013).

Kecamatan Maniamolo telah membayarnya lunas dan pihak Desa Botohilitano

Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan telah menerimanya tunai.

c. Karena pihak Desa Botohilitano Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan telah menerima ganti rugi/harga sebidang tanah dan tanaman yang menjadi haknya sebagaimana yang diuraikan diatas maka secara mutlak pihak Desa Botohilitano

Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan melepaskan seluruh haknya atas tanah dan tanaman pohon karet tersebut, dan selanjutnya segala tanaman yang menjadi hak pihak Desa Botohilitano Kecamatan Fanayama Kabupaten Nias Selatan diatas tanah tersebut, menjadi hak milik pihak Desa Hilimaenamolo

Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan secara mutlak.

Proses pembebasan hak atas tanah dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya atas dasar atau dengan dalih pembangunan demi kepentingan nasional untuk kejayaan nusa bangsa, misalnya pembangunan industrialisasi atau atas dasar alasan-alasan lain tanpa acuan konkret (yang tak dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat secara langsung), maka dapat diduga bahwa rakyat tidak mudah secara sukarela melepaskan hak-hak atas tanah mereka, kecuali kalau mereka mendapatkan ganti rugi yang layak dan memenuhi rasa keadilan.

Pernyataan penyerahan/pelepasan hak atas tanah tersebut, maka orang yang bersangkutan menyatakan menyerahkan tanah milik/melepaskan hak atas tanahnya kepada negara dan selanjutnya tidak berkeberatan apabila atas tanah tersebut dimohon dengan sesuatu hak atas tanah oleh perusahaan. Apabila diperlukan sebelum dilaksanakan penyerahan atau pelepasan hak atas tanah dapat diadakan perjanjian kesediaan menyerahkan atau melepaskan hak atas tanah dengan mempergunakan formulir yang telah ada. Jika tanah yang diperlukan perusahaan merupakan tanah negara yang dipakai oleh pihak ketiga, maka pihak yang memakai tanah tersebut melepaskan semua hubungannya dengan tanah yang bersangkutan, sehingga tanah itu menjadi tanah negara yang dapat diberikan dengan hak atas tanah yang sesuai kepada perusahaan. Penyerahan atau

pelepasan hak atas tanah dilakukan setelah diserahkannya kepada kantor pertanahan setempat dengan menyerahkan sertifikat tanah yang bersangkutan atau jika tanah yang bersangkutan belum bersertifikat, setelah dilakukan inventarisasi dan pengumuman dan penyerahan surat-surat asli bukti kepemilikan tanah yang bersangkutan.301

Justru di sinilah, ketika masyarakat awam, mengartikan pembebasan hak atas tanah untuk kepentingan umum, mereka mengartikannya sebagai sesuatu yang seharusnya bersifat kontraktual, karena masyarakat menganggap pembebasan hak-hak atas tanah mereka secara konkret, lebih menguntungkan pihak-pihak luar/pihak lain, sekalipun dari sudut pandangan pemerintah diartikan sebagai kepentingan nasional. Pemerintah sering memaksakan kehendak agar warga masyarakat bersedia untuk melepaskan hakatas tanahnya dengan dalih untuk kepentingan umum, yang berarti juga untuk kepentingan komunitas masyarakat lokal. Apabila masyarakat bersedia melakukan musyawarah melalui suatu proses

bargaining yang sehat, pada hakikatnya merupakan proses keperdataan guna memperoleh kesepakatan kontraktual secara sukarela (voluntary) melalui kesepakatan jual beli.302

Pihak pemerintah dengan segenap aparatnya justru mengupayakan kesediaan masyarakat untuk melepaskan hak-haknya dengan proses sebagaimana pembebasan hak atas tanah untuk kepentingan umum, dalam arti masyarakat itu wajib melepaskan hak atas tanahnya. Maka yang terjadi di sini hanyalah suatu proses interaksional yang tidak berimbang, akibat tidak ada kesamaan pengertian. Jika proses ini berkelanjutan dan pemerintah tidak lagi memiliki kesabaran dan kurang pengertian, maka pemerintah melakukan pendekatan kekuasaan yang bersifat publiek rechtelijk. Tindakan ini sesungguhnya memperlakukan masyarakat secara tidak jujur dan tidak adil.303

Pembebasan tanah terdapat dua kepentingan yang seimbang. Pemegang hak atas tanah tentu menginginkan sejumlah ganti rugi dari pemerintah sebagai pelaksana pembangunan. Dengan alasan dua kepentingan yang berbeda, persoalan akan tanah semakin rumit. Dalam hal ini tentu diperlukan pemecahan permasalahan pertanahan yang harus mendasarkan kepada kedua kepentingan yang berbeda tadi, sehingga di samping terlaksananya pembangunan yang diprogramkan, tetap terpelihara hubungan yang harmonis antara pemerintah dan rakyat untuk meningkatkan pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembebasan tanah hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pihak pemegang hak, baik

301

D. Soetrisno, Tata Cara Perolehan Tanah Untuk Industri, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2003), hal 21.

302

Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum: Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Cetakan Kedua, (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika, 2008), hal 84-87.

303

mengenai besar maupun bentuk ganti rugi yang diberikan terhadap tanahnya.