• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pembelajaran Afektif dan Psikomotorik Bagi Anak Sekolah

Dalam dokumen dialektika seni pertunjukan (Halaman 41-46)

Dasar

Festival Operet se Nusantara yang diselenggarakan Pendidikan Musik Kuncup Mekar Yogyakarta, kerja bareng dengan Harian Kedaulatan Rakyat, dan Kraton Yogyakarta telah dilangsungkan 21 dan 22 Maret 2003 lalu di Pagelaran Kraton Yogyakarta. Festival digelar dalam rangka peringatan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwana X ke -14. Sebanyak 12 grup tampil di babak penyisihan dan 5 grup terbaik tampil di final bersama grup Operet dari luar DIY yang langsung masuk babak final. Seperti kita ketuhui Juara umum direbut Grup Gita Rama SD N Ungaran I, Kotabaru Yogyakarta dengan judul”Bawang Putih Bawang Merah”.

Secara kuantitas peserta menggembirakan. Namun dari sisi kualitas memang belum merata, terutama di babak penyisihan. Artinya ada grup yang telah representatif sesuai dengan format Operet yang diharapkan. Tetapi masih banyak grup yang kurang memenuhi kriteria sebagai Operet yang dimaksud dalam Festival ini. Lepas dari kekurangan itu, ada satu hal yang pantas dicatat di sini, yaitu semangat dan kesungguhan untuk tampil dengan ide serta gagasan yang

spektakuler dari masing-masing grup. Hanya mungkin faktor persiapan atau kekuatan pendukung yang tidak ada, sehingga tampilan grup tersebut menjadi kurang optimal.

Sisi lain yang bisa kita amati dari Festival ini adalah adanya upaya penyelenggara untuk memberikan satu bekal untuk menerapkan sistem pendidikan yang aplikatif untuk anak dengan media seni opera. Tujuan ini sangat relevan jika kita kaitkan dengan situasi perkembangan zaman saat ini. Di mana anak sudah jauh dari dunia permainan. Perkembangan arus global memberikan alternatif hiburan pada anak yang tidak menyentuh aspek afektif (sikap) dan psikomorotik (keterampilan) Dua ranah pendidikan itulah yang bisa kita dapatkan dari misi di balik penyelenggaraan Festival Operet ini.

Misi edukatif inilah yang sebenarnya penting untuk dikaji dan ditindaklanjuti ke depan. Tidak saja sebatas pada even Festival. Idealnya memang anak di sekolah diberi porsi untuk mengembangkan minat kegemaran di bidang seni dengan alokasi waktu yang proporsional. Hal ini penting karena tuntutan kegiatan kurikuler menuntut pencapaian kompetensi tertentu, sehingga aspek afektif dan psikomotorik siswa tak tersentuh.

Penyadaran pentingnya anak diberi kesempatan untuk bermain, berekspresi menurut minat dan kegemarannya adalah wajib. Terutama ditujukan kepada kepala sekolah atau guru bidang studi non seni agar mereka paham dan tahu persis pentingnya seni dalam kehidupan. Sehingga tidak ada lagi sikap sinis guru-guru non seni kepada guru seni yang dianggap tidak penting di mata mereka.

bidang pendidikan

Makin jauhnya anak dari dunia seni adalah salah satu awal terjadinya bencana kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini, seperti dikemukakan Prof. Dr. Tabrani (Guru Besar Universitas Negeri Jakarta). Lebih jauh dikemukakan bahwa dengan belajar seni, anak akan menerima keseimbangan pemanfaatan otak kiri dan kanan. Di mana bagian kanan sudah terisi dengan kegiatan kognitif yang sangat padat. Dalam keseharian anak telah dijejali berbagai pengetahuan (kognitif) yang memaksa otak harus bekerja keras konsentrasi untuk berfikir. Namun belahan otak lain hampir tidak tergarap. Kecenderungan ini dihadapi sebagian besar siswa yang tidak memiliki minat kegemaran di bidang seni maupun olah raga, sehingga dampaknya pada aspek psikologis anak yang tidak siap secara emosional ketika harus berhadapan dengan permasalahan. Akhirnya pelampiasan yang paling mudah adalah menebar ancaman, kekerasan, atau tindakan yang melanggar norma.

Adanya Festival Operet yang digelar dua tahun sekali ini, bisa diharapkan sebagai media terapi bagi siswa, sehingga kesempatan untuk refresing dan pengendoran urat syaraf yang terkait dengan kebutuhan kognitif yang terserap dalam otak manusia, akan diimbangi dengan penyegaran aspek psikomotorik dari kegiatan non kurikuler ini. Hanya saja sebenarnya kegiatan semacam ini tidak tergantung pada even Festival, melainkan secara rutin harus dijadikan salah satu kegiatan wajib di setiap sekolah, meskipun ekstrakurikuler sifatnya.

Manfaat pembelajaran afektif dan psikomotorik yang diperoleh dari berkesenian seperti Festival Operet yang

diadakan Pendidikan Musik Kuncup Mekar tersebut dapat memberikan pelatihan terhadap anak untuk belajar bersikap dan berperilaku melalui ekspresi seni yang dibawakan. Operet memang identik dengan dunia pemeranan. Namun dalam format anak-anak pemeranan itu lebih ditekankan sebagai media bukan untuk tujuan seperti kalau operet itu dilakukan orang dewasa.

Dari sisi psikomotorik, keterlibatan siswa dalam Operet ini akan semakin memberikan peluang pada anak untuk menyalurkan minat kegemarannya agar bisa lebih meningkat. Sehingga potensi seni yang ada pada diri anak bisa digali. Keterampilan yang ada pada anak ini bisa dijadikan salah satu penyeimbang dalam kehidupan. Kejenuhan berfikir atau banyaknya permasalahan yang membuat tegang pikiran terkait dengan aspek kognitif bisa “dikendorkan” dengan kegiatan yang memerlukan energi gerak atau suara (vokal). Dua ekspresi tersebut dipadukan menjadi satu kesatuan secara utuh dan terukur. Hal ini sangat signifikan untuk memberikan service bahwa anak agar tidak akan mengalami depresi berat ketika mereka menghadapi permasalahan dalam kehidupannya.

Permasalahannya sekarang bagaimana dukungan orang tua terhadap upaya penyelenggaraan kegiatan seni semacam ini. Masih banyak orang tua yang menanggapi kegaitan ini sebagai pengganggu kegiatan kurikuler, karena mereka khawatir NEM- nya akan turun. Sisi lain tidak banyak orang tua yang mau memahami betapa pentingnya penyegaran dalam alam pikiran anak dengan kegiatan yang sifatnya lebih memberi kebebasan ekspresi untuk anak.

bidang pendidikan

Inilah pengembangan psikomotorik yang dikhawatirkan akan hilang dari peredaran anak. Anak saat ini lebih cenderung duduk di depan play station (PS) sebagai sarana refresingnya. Namun dampak dari itu mereka tidak tahu bahwa berhadapan dengan PS itu sama saja dengan ketegangan, meskipun sifatnya hiburan. Ketegangan demi ketegangan itu lah salah satu pemicu pengaruh kekrasan dalam kehidupan anak. Digelarnya Festival Opera untuk anak secara rutin, setidaknya akan memberi harapan ke depan untuk antisipasi agar pengaruh budaya global tidak makin parah ditelan mentah anak sekolah. Dengan bermain opera setidaknya anak akan belajar bersikap (afektif) dan menyalurkan bakat keterampilannya (Psikomotorik). Hal inilah sesuai harapan Sri Sultan Hamengku Buwana X untuk memperkenalkan apresiasi seni sedini mungkin pada anak.

Dalam dokumen dialektika seni pertunjukan (Halaman 41-46)