• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Pelaksanaan Izin Penyedia Jasa Tenaga Kerja menurut Peraturan Ketenagakerjaan

C. Proses Pemberian Izin bagi Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja Buruh

Proses dan Prosedur Perizinan dapat meliputi prosedur pelayanan perizinan, proses penyelesaian perizinan yang merupakan proses internal yang dilakukan oleh aparat/petugas. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut,masing-masing dalam penyelesaian perizinan.

Pada umum nya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Disamping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda- beda tergantung jenis izin, tujuan izin dan instansi pemberi izin.

Dalam hal pelaksanaan perizinan, lack of competencies sangat mudah untuk dijelaskan51

1. proses perizinan membutuhkan adanya pengetahuan tidak hanya sebatas pada aspek legal dari proses perizinan,tetapi lebih jauh dari aspek tersebut. Misalnya untuk memberikan izin ,pihak pelaksana juga harus mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan dari izin tersebut baik dari jangka pendek maupun jangka panjang. Seseorang yang dapat memperkirakan dampak yang bersifat multidimensi

:

50

Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 283.

51

memerlukan pengetahuan yang luas baik dari segi konsepsional maupun hal-hal teknis. Dalam beberapa kasus,sangat sering ditemui aparatur pelaksana yang tidak memiliki syarat pengetahuan yang dimaksud.Alhasil,izin yang diberikan bisa jadi akan menimbulkan dampak yang buruk di masa depan.

2. proses perizinan memerlukan dukungan keahlian aparatur tidak hanya dalam mengikuti tata urutan prosedurnya,tetapi hal-hal lain yang sangat mendukung kelancaran proses perizinan itu sendiri.pengoptimalan penggunaan teknologi informasi ,misalnya dianggap menjadi solusi yang sangat tepat untuk mengefesienkan prosedur perizinan. Dengan demikian,hampir semua sektor perizinan dituntut untuk menggunakan sistem komputerisasi dan aparat yang tidak memiliki keahlian untuk mengoperasikan teknologi tersebut akan menjadi ganjalan.aparat yang demikian,masih sangat banyak ditemui di lapangan.

3. proses perizinan tidak terlepas dari interaksi antara pemohon dengan pemberi izin. Dalam interaksi tersebut terkadang muncul perilaku yang menyimpang baik dilakukan oleh aparatur maupun yang dipicu oleh kepentingan bisnis pelaku usaha, sehingga aparatur tidak memanfaatkan situasi demi kepentingan pribadi.masih sangat sering dijumpai praktik-praktik tercela dalam proses perizinan seperti suap dan sebagainya. Di samping itu,masalah prilaku juga menjadi persoalan manakala prinsip good governance dituntuk untuk aparatur pelayanan yang memiliki sikap profesionalisme dan mengedepankan prinsip customer relationship manakala berhubungan dengan pihak yang diberi layanan.

Berbagai jenis izin dari instansi pemberi izin dapat saja berubah seiring dengan perubahan kebijakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan izin tersebut.Meskipun demikian,izin akan tetap ada dan digunakan dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan.52

Persyaratan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh izin yang dimohonkan.persyaratan perizinan tersebut berupa dokumen kelengkapan surat- surat. Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitusional dan kondisional.Bersifat konstitutif,karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus(terlebih dahulu) dipenuhi,artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret,dan bila tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi.bersifat

52

kondisional,karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.53

Perizinan bidang ketenagakerjaan mengatur syarat dan prosedur bagi pengusaha dalam melakukan tindakan yang berkaitan dengan kondisi kerja dan hubungan kerja dengan buruh,misalnya penggunaan peralatan kerja, penggunaan tenaga kerja asing,penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat, kerja malam buruh wanita,dan sebagainya. tindakan tesebut memerlukan kontrol dari pemerintah agar pengusaha tidak sewenang-wenang dan merugikan buruh.peraturan daerah harus bertujuan memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi buruh.54

Berdasarkan pasal 66 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum (business entities) dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung-jawab di bidang ketenagakerjaan55. Ketentuan tersebut dipertegas kembali dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.19 tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, khususnya dalam pasal 25 dan pasal 26, bahwa untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh wajib memiliki izin operasional dari instansi yang bertanggung-jawab di bidang ketenagakerjaan (c.q. Dinas Ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota) sesuai domisil perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang bersangkutan. Izin dimaksud berlaku di seluruh Indonesia untuk jangka waktu 3 (Tiga) tahun, dan (selanjutnya) dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama56

Perusahaan yang beroperasi di bidang penyedia jasa pekerja/buruh, selain harus memiliki tanda daftar perusahaan (TDP) dari “Dinas Perdagangan“ (sesuai pasal 5 dan 22 jo. pasal 11 dan pasal 12 UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan), juga harus memiliki izin operasional sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dari Dinas Ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota sesuai lokasinya.

.

53 Soehino, Asas-asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 97. 54

Adrian Sutedi, Op.cit., hlm 285.

55

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

56

Pasal 26 Permenakertrans No.19 Tahun 2012 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan kepada perusahaan Lain

Untuk mendapatkan izin operasional dimaksud, perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh menyampaikan permohonan kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Pasal 25 aya (1) Permenakertrans No. 19 Tahun 2012 :

a. Copy pengesahan (Akta Pendirian dan Pengesahaannya) sebagai badan hukum berbentuk PT atau Koperasi dari Kementerian Hukum dan HAM atau Kementerian Koperasi (sesuai bentuk entitynya);

b. Copy Anggaran Dasar (articles of association) yang memastikan kegiatan usahanya sebagai penyedia jasa pekerja/buruh;

c. Copy SIUP sesuai dengan TDP (sebagai badan usaha yang melakukan kegiatan usaha bisnis); dan

d. Copy – bukti - Wajib Lapor Ketenagakarjaan di Perusahaan (berdasarkan UU No. 7 Tahun 1981).

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar, berpendapat Permen Outsourcing sedikitnya memiliki kelemahan. terkait penerbitan izin beroperasinya sebuah perusahaan outsourcing. Menurutnya, penerbitan izin itu harus menjadi kewenangan pemerintah pusat, karena pengawasan di tingkat pusat cenderung lebih baik sehingga dapat memperketat dikeluarkannya izin tersebut. Namun, dalam Permen Outsourcing, Timboel menilai izin itu dikendalikan oleh pemerintah daerah. Seperti penerbitan izin baru, merupakan kewenangan pemerintah daerah tingkat provinsi. Sedangkan perpanjangan izin berada di pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota. Dengan diberi kewenangan itu, Timboel khawatir Disnakertrans di daerah tidak mematuhi peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.57

Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Syukur Sarto mengatakan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) No.19/2012 berpotensi memperbanyak perusahaan alih daya (outsourcing). Ia memberi alasan karena di tiap provinsi, kabupaten/kota perusahaan penyedia jasa kerja/buruh harus mempunyai izin operasional. "Padahal tujuan kita adalah membatasi dan

57

http://www.Hukumonline.com. Pengusaha dan Buruh Kritik Permen Outsourcing Dengan cara pandang masing-masing. Kamis, 22 November

mengurangi perusahaan outsourcing, kalau Permenakertrans ini tidak mengurangi justru malah memperbanyak karena surat izin itu pada tiap gubernur," kata Syukur Sarto saat dihubungi di Jakarta, Jumat. Menurut dia, perizinan itu sekarang diliberalisasi. Satu izin operasional dulu cukup tapi sekarang harus ada di tiap provinsi, kabupaten/kota sehingga masing-masing individu berpotensi bisa mengurusnya yang mengakibatkan birokrasi menjadi lebih banyak. "Itu malah lebih susah diberantas, apalagi orang yang tidak punya izin boleh mengikuti lelang atau melakukan pekerjaan karena setelah dapat pekerjaan baru mengurusnya," kata dia. Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak Permenakertrans Nomor 19/2012 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksana pekerjaan kepada pengusaha lain karena tidak dilibatkan dalam pembahasannya.58

58

http://www.Antara.com, KSPSI: Permenakertrans 19/2012 Berpotensi Perbanyak Perusahaan Outsourcing, Jakarta, Sabtu, 1 Desember 2012

Dokumen terkait