• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PROSES PRODUKSI PEMBUATAN MIE INSTAN DI PT INDOFOOD

4.2 Proses Pembuatan Mi

MIXING

PRESSING

MIXING

SLITTING

STEAMING

CUTTING

FRYING

COOLING

Tepung terigu, tepung tapioka, larutan alkali, air

UAP AIR

EMULSIFIER

Gambar 16. Diagram Alir Proses Pembuatan Mi

PACKING

MINYAK GORENG WATER SPRAY SEASONING CUP, LID SEAL,SHRINK FILM

4.2.1. Mixing

Proses pencampuran atau dalam proses produksi biasa disebut dengan mixing, merupakan proses mencampurkan semua bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan mi. Proses ini merupakan tahap awal dari proses produksi pembuatan mi instan di PT Indofood CBP noodles division. Bahan-bahan dasar utama yang digunakan dalam proses ini yaitu tepung terigu dengan berbagai tingkatan kualitas kandungan protein, ada tepung tapioka dan juga larutan alkali. Proses dimulai dari helper bagian mixer yang akan memasukkan campuran tepung sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing flavor di bagian gudang tepung, lalu tepung akan diayak menggunakan mesin screw, lalu hasil pengayakan akan dihisap dan masuk ke dalam mixer. Proses pengayakan ini dilakukan adalah untuk filtrasi atau menyaring tepung sebelum masuk ke dalam proses sehingga dipastikan partikel-partikel besar dan non tepung tidak ikut masuk dan memiliki ukuran yang seragam (Dharmayanti, 2013). Selanjutnya mixer akan bekerja mengaduk dan mencampurkan campuran tepung hingga homogen oleh operator mixing dan akan diikuti pemasukan larutan alkali ketika campuran telah homogen melalui pipa di bagian atas tepung secara melintang dari tanki mixer sehingga seluruh bagian dari adonan dapat didistribusikan larutan alkalinya secara merata. Mixer yang digunakan memiliki kapasitas tertinggi sebanyak 334 kg, yang biasanya digunakan pada produk Indomie Goreng Aceh. Kapasitas isi mixer sebenarnya lebih dari 334 kg, namun jika lebih dari kapasitas tersebut maka kerja mixer menjadi kurang maksimal dan adonan yang didapatkan pada akhir proses menjadi kurang homogen.

Pembuatan larutan alkali juga dilakukan di ruang produksi oleh operator alkali, yang pertama kali dilakukan adalah menambahkan air hingga setengah dari tanki atau menyentuh kincir pengaduk dan pengadukan mulai dilakukan perlahan. Selanjutnya ditambahkan dengan berbagai macam ingredients dan diaduk hingga merata. Proses pembuatan larutan alkali akan memakan waktu ±2 jam dan jika sudah selesai maka proses pengadukan dihentikan. Pembuatan dan penyimpanan larutan alkali dilakukan di dalam tanki alkali dan sebelum dimasukkan ke dalam adonan tepung maka larutan alkali akan didistribusikan dahulu ke weighing tank atau sebagai tanki alkali siap pakai. Larutan alkali yang dibuat hanya memiliki umur simpan maksimal 24 jam, dan setelahnya tidak dapat digunakan lagi atau harus dibuang.

Proses pencampuran atau mixing ini dilakukan dalam kisaran 10-15 menit untuk semua varian flavor. Proses pengadukan ini pun juga dilakukan secara bertahap, pada ±9 menit pertama pengadukan menggunakan rpm yang lebih cepat dan pada ±6 menit kedua pengadukan akan dilakukan lebih lambat. Proses pengadukan awal yang lebih cepat dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat proses homogenisasi adonan mi dan pengadukan lebih lambat pada tahap 2 ditujukan agar adonan tidak terlalu matang akibat panas dari aktivitas pengadukan yang dapat mempengaruhi teksturnya menjadi lebih lembek/ kadar airnya meningkat. Proses penambahan larutan alkali dilakukan ketika adonan tepung yang diaduk sudah menjadi homogen, hal ini dilakukan tidak berdasarkan dalam waktu tertentu. Waktu yang dibutuhkan hingga tepung menjadi homogen bisa bervariasi tergantung dari jenis dan jumlah campuran tepung yang ditambahkan, penambahan larutan alkali akan dilakukan manual oleh operator mixing.

Kadar air yang dibutuhkan pun tidak terlalu tinggi, dalam kisaran 32-35%. Ketika kadar air yang didapatkan selama proses mixing belum tercapai, maka operator mixer akan menambahkan air biasa ke dalam adonan. Jika kadar air yang didapatkan terlalu tinggi yaitu >38% maka adonan menjadi becek atau berair menyebabkan adonan menjadi lengket dan menempel pada alat dan proses pengeringan mi dengan penggorengan pun menjadi lebih lama. Dan jika kadar air terlalu rendah <28% adonan akan menjadi rapuh sehingga mudah patah ketika dilakukan proses selanjutnya yaitu pada proses pressing (Koswara, 2009). Sehingga, selain menjalankan mesin mixer, operator mixer juga harus memastikan adonan memiliki tekstur yang sesuai, kehomogenan dan kadar air yang sesuai pula, pengujian adonan oleh operator hanya dilakukan uji langsung dengan tangan dan visual adonan. Tidak hanya oleh operator, tim dari QC field juga akan menganalisis kadar air adonan yang didapatkan dari proses mixing. Meskipun beberapa line produksi memiliki 3 mixer, tetapi di Indofood Cirebon ini hanya menggunakan 2 mixer-nya dan dilakukan rotasi berkala. Hal tersebut dilakukan karena dengan difungsikannya 2 mixer sudah dapat memenuhi untuk kebutuhan target produksi setiap shift nya.

4.2.2.Pressing

Posisi mixer yang tepat di atas proses pressing selanjutnya akan menjatuhkan campuran adonan ke dalam feeder yang merupakan bak penampung sementara sehingga mixer bisa digunakan untuk pengadukan kembali. Kapasitas feeder yang dianjurkan pada tahap ini yaitu maksimal 334 kg seperti kapasitas mixer yang digunakan. Meskipun kapasitas yang sebenarnya bisa lebih dari 334 kg, namun dianjurkan tidak lebih dari 334 kg. Hal tersebut dilakukan adalah untuk mencegah adanya penggumpalan adonan pada bagian bawah karena adanya penumpukan dengan beban yang berat di bagian atasnya dan juga mencegah adonan di bagian atas menjadi kering karena menunggu proses yang lama. Setelah ditampung dalam feeder, selanjutnya adonan akan didorong dan masuk proses penekanan dengan alat dough sheeter sehingga terbentuk lembaran memanjang dan masih dalam ketebalan yang sama untuk semua proses pada dough sheeter ±1 cm.

Lembaran tersebut akan ditipiskan kembali dengan alat bearing roll press sebanyak 7 roll yang akan semakin menipiskan lembaran mi hingga tercapai ketebalan yang diinginkan sesuai dengan flavor yang dibuat. Proses ini dilakukan hanya oleh 1 operator yang menjalankan mesin dari proses pressing hingga proses cutting nantinya. Operator pada tahap ini tidak hanya menjalankan mesin pressing saja, namun hingga mesin cooling tetapi tanggung jawabnya hanya hingga mesin steaming. Selain menjalankan mesin, operator pressing juga harus memastikan mi yang di-pressing sesuai dengan ketebalan yang dibutuhkan dan hasil mi sesuai dengan standar yang diperlukan. Selain itu operator juga harus memiliki kemampuan penyelesaian masalah yang baik, seperti penyelesaian jika adonan terlalu basah atau terlalu kering apa yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Rpm yang digunakan akan bervariasi tergantung dari flavor yang dibuat, dan penggunaan RPM pada mesin pressing akan selalu sama hingga proses cooling untuk normal noodles dan hingga proses lid seal pada varian mi cup seperti pop mie.

4.2.3.Slitting

Setelah lembaran pipih adonan mi didapatkan, maka proses langsung masuk pada tahap pengkritingan atau slitting. Pada proses ini jumlah untaian yang dihasilkan akan dipengaruhi dengan jenis slitter yang digunakan. Slitter yang digunakan yaitu slitter 10, 12, 14, 16 dan 22.

Semakin besar jenis slitter-nya maka semakin kecil ukuran untaian mi yang didapatkan dan semakin banyak jumlah untaiannya begitu pula sebaliknya. Salah satu contoh pada indomie goreng spesial menggunakan slitter tipe 22 yang akan meghasilkan jumlah untaian ±73 dengan ±3 untaian. Tujuan dari proses slitting ini sendiri yaitu untuk membantu pemerataan proses pemanasan terutama saat penggorengan yang bertujuan untuk mengeringkan mi sehingga tidak ada bagian mi yang mentah saat ditumpuk. Selain membuat keriting, lembaran adonan mi juga dipotong secara melintang sehingga didapatkan hingga 8 jalur atau line mi dari yang sebelumnya hanya 1 jalur.

𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒖𝒏𝒕𝒂𝒊𝒂𝒏 = 𝒑𝒂𝒏𝒋𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒍𝒊𝒕𝒕𝒆𝒓

𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒍𝒊𝒏𝒆 𝒙 𝟑𝟎 𝒙 𝒕𝒊𝒑𝒆 𝒔𝒍𝒊𝒕𝒕𝒆𝒓 Panjang slitter= 800 mm

4.2.4.Steaming

Setelah mi menjadi untaian yang keriting, mi akan langsung masuk proses pengukusan atau steaming. Proses pengukusan ini menggunakan uap panas yang dihasilkan langsung dari proses boiling air yang dilewatkan pada pipa-pipa. Uap ini tidak diketahui berapa suhu yang dihasilkan, namun bergantung pada tekanan uap yang dihasilkan yaitu kisaran 0,2-0,3 MPa dan waktu yang dibutuhkan untuk mengukus akan bergantung pada RPM yang digunakan selama proses, jika RPM pada normal noodles dengan RPM 90 selama 75-76 detik hingga matang dengan derajat gelatinisasi minimal 85% dan waktu akan semakin bertambah jika RPM yang diberikan semakin rendah. Penggunaan lama steaming juga akan dipengaruhi oleh tingkat ketebalan untaian mi yang dihasilkan. Dengan menggunakan proses penguapan (steaming), kadar air dalam mi pun tidak terlalu meningkat signifikan sehingga tidak terlalu basah.

Proses steaming ini ditujukan untuk memicu terjadinya proses gelatinisasi dari gluten atau pati di dalam tepung, dengan tahap diawali pembasahan dan mie yang didapatkan mudah putus, lalu diikuti tahap kedua yaitu gelatinisasi di mana proses ini mie akan mengalami proses gelatinisasi dengan ada proses masuknya panas ke dalam mie dan akan menghasilkan mie yang agak lentur. Tahap akhir yaitu solidifikasi, proses ini ditandai dengan bagian permukaan mie akan mengalami penguapan air dan akan membentuk adanya lapisan tipis sehingga mie menjadi halus dan kering yang menyebabkan sifat mie menjadi padat (Koswara, 2009).

Mi ini sebenarnya sudah matang dan siap dikonsumsi, namun kondisi mi yang memiliki kadar air cukup tinggi akan mempengaruhi singkatnya umur simpan dari mi instan itu sendiri dan mi instan menjadi tidak praktis karena berat dan basah. Setelah proses pengukusan dilakukan, semua mi yang keluar dari proses ini akan diberi angin dari kipas angin selama beberapa detik. Uap yang digunakan sebagai steam pada proses ini harus dipastikan memiliki kadar air yang sangat rendah agar hasil akhir untaian mie tidak terlalu basah atau lembek.

4.2.5.Cutting

Keluar dari proses steaming, untaian lembar adonan basah tidak langsung dipotong begitu saja. Namun ada proses pendinginan sejenak dan mi dilewatkan pada kipas angin, hal ini dilakukan bertujuan untuk membantu menurunkan air yang mungkin masih menempel pada permukaan mie, mencegah proses gelatinisasi berkelanjutan dari mi yang dapat menyebabkan mi menjadi terlalu bengkak. Selain itu, mi yang memiliki suhu terlalu tinggi dengan kadar air yang masih tinggi pula, akan menyebabkan mi menjadi lengket lalu dapat menempel pada tray, sehingga dapat mempersulit proses cutting dan menghambat proses produksi Oleh karena itu sebaiknya suhu mi setelah steaming harus sedikit diturunkan dengan cara pemberian angin melalui kipas dan juga untuk membantu menurunkan air yang menempel pada permukaan mi yang mungkin dapat terserap sehingga dapat meningkatkan kadar air. Setelah itu mi akan dipotong dengan panjang tertentu yang juga disesuaikan dengan kebutuhan dari flavor yang dibuat.

Paska pemotongan, mi akan langsung di-folding hingga terdapat 2 lipatan mi (untuk bag noodles) tanpa terputus dan 3 lipatan untuk mi cup yang masing-masing lipatan akan diputus dan diletakkan pada alat penggorengan yang sudah terbagi dalam 1 blok-blok mi sehingga nantinya mi tidak akan saling menempel satu sama lain. Kuali penggorengan pada normal noodles akan berbentuk balok sedangkan pada mi cup berbentuk silinder. Untuk ukuran cutting, pada normal noodles akan lebih panjang dibandingkan pada mi cup. Untuk normal noodles pada 1 lipatannya memiliki panjang ±22 cm, sedangkan pada mi cup hanya ±15 cm. Semua proses yang dilakukan, dilakukan dengan cepat sehingga tingkat produktivitasnya pun menjadi tinggi pula.

4.2.6.Frying

Proses frying pada tahap selanjutnya ini dilakukan dengan alat penggorengan secara rotasi yang nantinya kuali penggorengan berisi mi akan masuk ke dalam minyak panas dan akan terus berjalan seperti conveyor dalam suhu dan waktu tertentu di mana suhu dan waktu ini juga bergantung pada flavor mi apa yang dibuat. Proses pemanasan minyak goreng ini menggunakan uap yang juga dihasilkan dari proses boiling yang dialirkan pada pipa dan dapat memanaskan minyak goreng dalam fryer. Suhu yang digunakan dalam fryer ini sendiri berbeda-beda selama proses, suhu akan terbagi dalam 3 yaitu inlet, middle dan outlet di mana suhu di awal tidak terlalu tinggi dan akan diikuti dengan peningkatan suhu hingga akhir proses frying. Proses penggorengan ini pun juga berlangsung sangat cepat hanya dalam kisaran 120 detik, oleh karena itu suhu awal minyak goreng tidak boleh terlalu tinggi untuk mencegah blok mi gosong di luar dan mentah di dalam sehingga perlu penyesuaian dahulu, dan suhu akan terus mengalami peningkatan adalah untuk memaksimalkan penggorengan mi yang prosesnya sangat singkat dengan kisaran suhu 120-160℃.

Pada minyak goreng yang digunakan, berasal dari tanki induk yang akan disalurkan pada tanki harian baru disalurkan ke fryer untuk digunakan. Sistem pergantian minyak goreng ini ada 2 jenis, untuk mi cup akan selalu menggunakan minyak goreng baru karena kadar memiliki batas FFA kurang dari 1% sedangkan pada noodles varian lainnya menggunakan kombinasi minyak baru (BB) dengan minyak goreng bekas (BK) dari hasil penggorengan pada mi cup hal ini dikarenakan standar FFA yang ditentukan untuk normal noodles lebih tinggi dibandingkan pada cup noodles . Untuk kadar FFA nya sendiri juga selalu dipantau dan diuji oleh QC analyst. Jika pada normal noodles jika FFA nya masih cukup rendah maka minyak goreng BK akan ditambahkan dan jika FFA nya naik maka minyak goreng BB akan ditambahkan, namun pada mi cup minyak goreng akan rutin diganti 2 hari sekali dan hanya menggunakan minyak BB. Selama proses berlangsung, semua minyak yang keluar dari fryer (seperti saat penirisan) akan ditampung dan digunakan kembali. Mi yang digoreng dengan kadar FFA tidak sesuai dengan standarnya, maka mi akan menjadi cepat tengik dan ketika dilakukan penyimpanan dapat mempengaruhi umur simpannya menjadi lebih singkat.

Operator frying setiap line akan menjalankan mesin dari proses after cutting hingga proses cooling. Selain menjalankan mesin, operator frying bertugas untuk memastikan proses yang berlangsung serta output mi yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditentukan, menyelesaikan permasalahan berkaitan proses cutting hingga cooling, mengumpulkan hasil scrap mi yang dihasilkan, memastikan kondisi lingkungan proses produksi dalam keadaan bersih, mengatur suhu dan volume minyak goreng serta mengatur penggunaan emulsifier (jika pada line 4). Pada proses penggorengan ini, berat mie akan menjadi berkurang pesat akibat adanya penguapan air di dalam mie oleh panas dari minyak goreng, penguapan paling tinggi terjadi di bagian mie paling luar hingga kadar airnya ±3% dan menyebabkan mie menjadi renyah. Selain itu, pada tahap ini juga terjadi proses denaturasi protein yang dapat meningkatkan daya cerna dan juga adanya reaksi maillard yang memicu aroma spesifik dan merubah warna mie menjadi lebih gelap dan berbentuk kaku (Gulia, et al, 2014).

4.2.7.Cooling

Setelah mi keluar dari fryer, mi tidak bisa langsung dikemas namun harus didinginkan dahulu. Proses pendinginan ini tidak hanya mendinginkan saja tetapi juga meniriskan minyak goreng yang mungkin masih menempel pada mi. Mi akan digerakkan dengan conveyor dan terdapat lubang-lubang angin di bagian bawah conveyor yang akan menghembuskan angin dan dapat membantu proses pendinginan menjadi lebih cepat. Suhu akhir mi setelah cooling dilakukan, maksimal memiliki suhu 45℃ selama ±120 detik bergantung dari tingkat ketebalan mi yang dihasilkan semakin tebal dan padat mi kering yang dihasilkan maka proses cooling akan berjalan lebih lama. PPM dan jumlah jalur yang digunakan masih tetap sama dengan dari proses pressing. Setelah proses cooling berakhir, maka jumlah line pada proses akan berkurang menjadi 4 line saja dan nilai PPM-nya akan menjadi 2x lipat dari yang sebelumnya agar mi tidak terhambat pada proses selanjutnya.

4.2.8.Packing to Finishing Good

Pada tahap produksi, ini merupakan tahap akhir dari proses produksi yang dilakukan. Setelah mi dalam kondisi dingin, mie akan segera dikemas dan disertakan dengan bumbu, minyak bumbu serta garpu jika merupakan mi cup. Untuk normal noodles, secara umum

prosesnya adalah penyortiran oleh checker untuk memastikan bahwa mi yang masuk sesuai standar secara visual, mengisi jalur yang tidak ada blok mi nya dan juga memperbaiki posisi mi yang salah. Setelahnya secara otomatis ada alat pemotong bumbu dan juga minyak bumbu yang langsung akan diletakkan di bagian atas blok mi. Mesin penambahan bumbu ini hanya ada 2 sehingga jika ada solid ingredients lainnya maka harus dimasukkan secara manual oleh tenaga manusia. Sebelum dikemas dengan etiket, mi akan kembali dicek oleh checker untuk memastikan bahwa mi yang akan dikemas sudah lengkap dengan bumbu dan minyak bumbunya.

Lalu mi akan langsung dikemas di dalam etiket secara otomatis, pengemasan dilakukan dengan sistem pemanasan. Setelah pengemasan etiket selesai dilakukan, ada sensor khusus yang akan mendeteksi ada atau tidaknya bumbu dan minyak bumbu ataupun solid ingredients lainnya. Jika mi tidak lengkap isinya maka akan dipisahkan dan tidak lanjut ke tahap berikutnya. Lalu yang lolos akan dimasukkan ke dalam karton secara manual oleh pekerja. Kapasitas untuk karton secara umum adalah 40 mi. Untuk pada mi cup, prosesnya berbeda dan lebih banyak dikerjakan manual. Secara umum prosesnya adalah mi dimasukkan ke dalam cup secara otomatis, lalu penambahan bumbu, minyak bumbu dan garpu secara manual. Selanjutnya akan ditutup dengan lid seal secara otomatis dan akan ada pengerucutan jumlah line dari 8 menjadi hanya 2 line, ada pengecekan cepat oleh checker, masuk proses pemasangan shrink film dan pengemasan akhir menggunakan karton dengan kapasitas 24 atau 12 cup.

Setelah proses packing berakhir, maka semua karton berisi produk akan digerakkan dengan conveyor menuju gudang FG (Finishing Good) yang ditujukan sebagai tempat transit atau penyimpanan sementara produk sebelum didistribusikan dengan sistem FIFO (First In First Out). Dari pihak FG nantinya akan mencatat jumlah karton mi yang dihasilkan dari setiap flavor yang dibuat dan nantinya akan dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya dihasilkan. Penyimpanan mi di dalam gudang FG maksimal hanya selama 60 hari dengan kapasitas total gudang hingga mencapai 500.000 karton.

Dokumen terkait