• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.1. Proses Pencucian Pada Peralatan Makan

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada pedagang makanan di Pasar Petisah Medan dengan melihat proses pencucian peralatan makan secara keseluruhan sudah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Kepmenkes RI No 715/Menkes /SK/V/2003 .Dilihat dari prinsip pencucian peralatan makan yang digunakan oleh pedagang makanan telah memenuhi syarat kesehatan, hal ini dikarenakan pada proses pencucian peralatan makan, air yang digunakan pedagang makanan paling banyak berasal dari air PAM. Karena air yang berasal dari PAM biasanya sudah mengandung klorin yang dapat membunuh bakteri. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Giwangkara (2007), yang menyatakan klorin bahan kimia pembunuh bakteri yang artinya air bersih ketika sampai kekonsumen sudah bebas dari bakteri coliform.

Berdasarkan Proses pencucian peralatan makan di Pasar Petisah Medan juga dilakukan oleh 6 pedagang makanan dengan menggunakan bak pembilas dan 4 pedagang lainnya tidak menggunakan bak pembilas unuk mencuci peralatan makan, Menurut Anwar (1990), dalam buku studi sanitasi makanan dan minuman , bahwa keberadaan bak pembilas adalah sangat penting dalam proses pencucian peralatan makan. Adapun fungsi dari bak tersebut diantaranya adalah pertama harus terdapat bak yang berisi air hangat dan sabun/detergen, kedua harus ada terdapat bak pembilas

yang berisi air panas (700 – 760 C), ketiga harus terdapat bak pembilas yang berfungsi sebagai desinfektan.

Dilakukannya bak pembilas pada proses pencucian peralatan gunanya untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran yang menempel pada peralatan makan yang akan dipergunakan kembali. Begitu juga pada proses pencucian peralatan makan dengan menggunakan desinfektan, tidak ada pedagang makanan yang melakukan perlakuan tersebut. Proses pencucian peralatan makan dengan menggunakan bak desinfektan berfungsi untuk menghilangkan/membebashamakan peralatan setelah proses pencucian dan peralatan yang selesai dicuci perlu dijamin aman dari mikroba. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tidak ada pedagang makanan yang melakukan proses pencucian peralatan makan dengan menggunakan bak pembilas desinfektan. Dengan demikian hal ini tidak sesuai dengan Depkes (2006), yang menyatakan cara desinfektan yang umum dilakukan yaitu dengan menggunakan air panas 1000 C selama 2 menit, Larutan klor aktif (50 ppm),dengan udara panas (oven), sinar` ultraviolet, dan uap panas.

Berdasarkan hasil observasi pada pedagang makanan yang membersihkan tangannya terlebih dahulu sebelum mencuci peralatan makan adalah pedagang dengan kode A,B,C,E,F,I,dan J. Pedagang ini umumnya paling banyak memenuhi hygiene perorangan dibandingkan dengan pedagang lainnya. Pedagang ini melakukan proses proses pencucian dengan baik, seperti mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah kembali dari toilet, serta memakai celemek saat bekerja. Sedangkan pada pedagang dengan kode D,G,H tidak melakukan hal tersebut yaitu tidak mencuci tangannya sebelum memcuci peralatan makan. Hal ini dapat menimbulkan

Desmaslima Pohan : Pemeriksaan Escherichia coli PADA Usapan Peralatan Makan Yang Digunakan Oleh Pedagang Makanan Di Pasar Petisah Medan Tahun 2009, 2009.

kontaminasi bakteri pada peralatan yang akan dicuci.Adapun guna dari mencuci tangan sebelum mencuci peralatan supaya terhindar dari kontaminasi masuknya bakteri dari tangan petugas (Borja, 2008).

Selain itu pedagang makanan di pasar petisah dengan kode pedagang A,B,C,D,E,G melakukan proses proses pencucian peralatan langsung dibawah kran dan sebagian pedagang tidak melakukan pencucian tersebut. Ini menyebabkan pedagang tersebut kurang baik didalam proses pencucian peralatan yang langsung dibawah kran.. Hal ini dikarenakan kebiasaan pedagang makanan menempatkan air pada wadah penampungan ember, padahal air yang digunakan berulang-ulang sehingga kontaminasi bakteri sangat mudah menempel pada peralatan yang akan dicuci. Kondisi seperti ini tidak memenuhi syarat kesehatan hygiene sanitasi jasaboga bahwa peralatan hendaknya langsung dicuci dibawah kran dengan air yang mengalir unuk menghindarkan adanya bakteri pada air yang digunakan tersebut.

Sedangkan pedagang dalam hal mencuci peralatan makan tidak ada melakukan perendaman terlebih dahulu, dikarenakan proses yang begitu lama. Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan semua pedagang tidak melakukannya, alasannya karena kadang banyaknya pengunjung untuk membeli makanan dan peralatan yang digunakan cukup banyak. Menurut Depkes (2006), dilakukannya perendaman pada peralatan makan gunanya untuk memberikan kesempatan peresapan air kedalam sisa makanan yang menempel atau mengeras (karena sudah lama ) sehingga menjadi mudah untuk dibersihkan atau terlepas dari permukaan alat.

Pedagang makanan juga melakukan proses pencucian peralatan makan menggunakan detergen yang cukup dan sebagian pedagang tidak menggunakan

detergen yang cukup. Ini terlihat dengan keadaan tempat pencucian yang kurang. Penggunaan detergen yang cukup yaitu dengan detergen cair atau bubuk. Karena detergen sangat larut dalam air sehingga sisa-sisa makanan sedikit kemungkinan membekas pada alat yang dicuci. Semua pedagang makanan tidak menggunakan kaporit 50 ppm didalam melakukan pencucian, karena menurut pedagang memcuci dengan menggunakan detergen saja sudah cukup untuk menghilangkan sisa-sisa lemak yang menempel pada peralatan makan tersebut.

Berdasarkan pengamatan peneliti pedagang yang menggunakan proses pencucian peralatan makan dengan menggunakan air panas terlihat pada pedagang dengan kode A,B,C,D,F,G, Namun pedagang makanan yang melakukan dengan proses air panas hanya pada saat tertentu saja yaitu apabila ditemukan peralatan makan tersebut mengandung lemak pada saat dicuci dengan menggunakan air biasa.

Menurut Jenni (1996) ada upaya sanitasi dengan metode menggunakan air panas dapat dilakukan dengan merendam benda-benda dalam air panas bersuhu 800C atau lebih. Energi panas diperkirakan menyebabkan denaturasi protein dalam sel mikroorganisme yang akan menyebabkan kematian. Metode ini cukup efektif dan dapat diterapkan pada hampir semua jenis permukaan yang bersentuhan dengan alat makanan. Meskipun demikian cara ini memiliki kelemahan karena tidak dapat mematikan spora bakteri yang tahan panas. Spora bakteri tetap hidup meskipun berada pada suhu air mendidih selama 1 jam. Suhu air panas yang digunakan sangat menentukan waktu kontak yang harus dipenuhi untuk menjamin efektivitas metode sanitasi ini. Pada perinsipnya semakin tinggi suhu air panas yang digunakan waktu kontak. Semakin pendek air panas bersuhu 800C memerlukan waktu selama kontak

Desmaslima Pohan : Pemeriksaan Escherichia coli PADA Usapan Peralatan Makan Yang Digunakan Oleh Pedagang Makanan Di Pasar Petisah Medan Tahun 2009, 2009.

20 menit dan air bersuhu 850C. Ini biasanya dilakukan untuk sanitasi jasa boga,alasanya karena air mudah didapat dan tidak beracun.

Proses pencucian peralatan juga dilakukan dengan cara ditiriskan/dimiringkan terbalik , alasanya agar air yang masih tertinggal di peralatan makan tidak ada pada saat peralatan makan digunakan kembali untuk meletakkan makanan. Setelah peralatan makan ditiriskan dan ditempatkan ketempat penyimpanan peralatan, pedagang makanan juga menggunakan serbet yang bersih untuk menghilangkan sisa kotoran yang mungkin masih menempel sebagai akibat proses pencucian seperti noda detergen dan sebagainya. Sebenarnya kalau proses pencucian berlangsung dengan baik noda-noda itu tidak boleh terjadi. Prinsip menggunakan lap pada` alat yang sudah dicuci bersih sebenarnya tidak boleh dilakukan, karena akan terjadi pencemaran skunder(rekontaminasi), dan penggunaan lap yang paling baik adalah yang sekali pakai (single use). (Depkes 2006).

Dokumen terkait