BAB IV METODE PENELITIAN
4.6 Prosedur Penelitian
4.6.6 Proses Pengolahan air Limbah Laundry dengan
air limbah laundry. Sebelum membran di aplikasikan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry, dilakukan simulasi penurunan fosfat menggunakan larutan standar fosfat (larutan KH2PO4 10 ppm) Adapun tahapan cara kerjanya sebagai berikut :
1. Membran khitosan dengan konsentrasi 1% di taruh di dalam corong Buchner sampai menutupi seluruh lingkar dalam corong.
44
2. Larutan standar fosfat (larutan KH2PO4 10 ppm) dituang menggunakan corong sebanyak 50 mL dimasukan ke dalam biuret, kemudian alirannya diatur agar jatuh tepat di tengah-tengah corong Buchner yang telah dipasang membran khitosan.
3. Permeat yang diperoleh setiap 30 menit sampai rentang waktu 2 jam (30, 60, 90 dan 120 menit) diambil, selanjutnya permeat tersebut dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis (λ = 660 nm), untuk mengetahui penurunan kadar fosfat total tiap waktu tersebut di atas.
4. Langkah no. 1 sampai no. 3 diulangi dengan konsentrasi khitosan dalam membran 2, 3, 4 dan 5%. Berdasarkan hasil pengukuran akan diperoleh kondisi optimum konsentrasi membran khitosan dan waktu optimum penurunan kadar fosfat dalam larutan standar. Kondisi optimum yang diperoleh itu (baik konsentrasi membran khitosan dan waktu kontak) akan diaplikasi untuk mengetahui efektifitas dari membran khitosan terhadap penurunan kadar fosfat total dalam air limbah laundry.
45 BAB V
HASIL PENELITIAN 5.1. Isolasi Khitin dari Kulit Udang
5.1.1. Tepung Kulit Udang
Kulit udang yang digunakan dari jenis udang galah, diperoleh dari limbah restoran di daerah Kuta. Kulit udang dibersihkan kemudian dikeringkan selanjutnya dihaluskan dan diperoleh tepung kulit udang yang berwarna pink seperti yang terdapat pada Gambar 5.1b.
(a) (b)
Gambar 5.1. a. Kulit Udang
b.Tepung Kulit Udang
5.1.2. Proses Deproteinasi
Proses deproteinasi, ditimbang 100,07 gram tepung kulit udang direaksikan dengan 1000 mL larutan NaOH 3,5% di taruh di atas alat pengaduk magnetik pada suhu 65-70oC dan pengadukkan 50 rpm selama 4 jam, setelah pengeringan diperoleh berat khitin kasar sebanyak 57,95 gram, seperti yang terdapat pada Gambar 5.2.b.
46
(a) (b)
Gambar 5.2.a. Pengaduk Magnetik b. Khitin Kasar
5.1.3. Proses Demineralisasi
Proses demineralisasi, khitin kasar sebanyak 57,95 gram direaksikan dengan 869,25 mL HCl 1,5 M di taruh di atas alat pengaduk magnetik pada suhu 70-80oC dan pengadukan 50 rpm selama 4 jam, setelah proses demineralisasi dilanjutkan dengan proses depigmentasi diperoleh khitin sebanyak 20,37 gram.
Seperti yang terdapat pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3. Khitin
47 5.1.4. Uji Khitin
Uji adanya khitin secara kualitatif dilakukan dengan uji warna Van Wesslink, yaitu khitin yang diperoleh dari hasil isolasi dengan beberapa proses di atas direaksikan dengan I2 dalam KI hasilnya dapat menjadi berwarna coklat kemudian diteteskan H2SO4 berubah menjadi berwarna violet (keunguan) ini menunjukkan zat hasil isolasinya positif menunjukkan adanya khitin. Secara kuantitatif adanya senyawa khitin dari proses isolasi di atas dilakukan karakterisasis dengan FTIR. Spektra hasil FTIR khitin terdapat pada Lampiran 10.
Tabel 5.1 Karakteristik Khitin Kulit Udang
Gugus Fungsi
Bilangan gelombang (cm-1) Khitin
Literatur* Percobaan
5.2. Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan
Khitin sebanyak 20,35 gram direaksikan dengan 407 mL NaOH 50% di letakkan di atas alat pengaduk magnetik pada suhu 120oC selama 4 jam, dan setelah proses deasetilasi diperoleh khitosan sebanyak 14,23 gram (Gambar 5.4).
Uji khitosan yang dihasilkan dilakukan dengan melarutkan khitosan ke dalam larutan asam asetat 1%, ternyata zat yang dihasilkan dari proses deasetilasi larut dengan baik. Berarti senyawa itu secara kualitatif merupakan senyawa khitosan,
48
dan analisis secara kuantitaif dapat dilakukan dengan analisis FTIR untuk mengetahui gugus-gugusnya. Derajat deasetilasinya diperoleh 66,27%
perhitungan derajat deasetilasi terdapat pada Lampiran 9.
Gambar 5.4. Khitosan
Tabel 5.2 Karakteristik Khitosan Kulit Udang Gugus Fungsi Bilangan gelombang (cm-1) Khitosan
Literatur* Percobaan
NH2 kibasan dan Pelintiran N – H kibasan
5.3. Pembuatan Membran Khitosan
Pembuatan membran khitosan dengan melarutkan 4 gram khitosan dalam 200 mL asam asetat 1% (untuk konsentrasi membran khitosan 2%), kemudian dihomogenkan dengan pengadukan selama 24 jam. Campuran yang yang telah
49
homogen dibiarkan selama 24 jam baru selanjutnya dicetak menggunakan petri dish (diameter 9,6 cm). Pelarut asam asetat diuapkan, diteruskan dengan melepas membran dari cetakan secara hati-hati agar membran tidak robek. Membran yang telah dilepas dari cetakan mempunyai penampilan tipis transparan, tampak pada Gambar 5.5. di bawah ini.
Gambar 5.5. Membran Khitosan
5.4. Analisis Uji Tarik
Uji tarik membran khitosan dilakukan setelah membran kering pada suhu kamar. Untuk mengetahui respon mekanik membran khitosan terhadap pembebanan tarik satu arah (uniaksial) dilakukan uji tarik menggunakan alat Screw Test Stand dengan ukuran lebar (l) = 5,79 mm dan panjang awal (Lo) = 30,15 mm yang sama untuk masing-masing konsentrasi membran khitosan.
Pengukuran tebal membran dilakukan dengan menggunakan alat mikrometer skrup, dimana diperoleh hasil pengukuran dalam satuan millimeter (mm) yang dipergunakan menghitung luas penampang membran saat mengetahui kekuatan tarik membran. Gambar alat dan bentuk membran saat dilakukan uji tarik terdapat pada Lampiran 3.
50
Hasil pengukuran uji tarik masing-masing membran terdapat pada Tabel 5.3 sampai Table 5.7.
Tabel 5.3. Data Uji Tarik Membran Khitosan 1% (tebal membran 0,04 mm)
ΔL(mm) F(Kgf) Rata-rata
F(Kgf) Ulangan I Ulangan II Ulangan III
0,00
51
Tabel 5.4. Data Uji Tarik Membran Khitosan 2% (tebal membran 0,07 mm)
ΔL(mm) F(Kgf) Rata-rata
F(Kgf) Ulangan I Ulangan II Ulangan III
0.00
52
Tabel 5.5. Data Uji Tarik Membran Khitosan 3% (tebal membran 0,09 mm)
ΔL(mm) F(Kgf) Rata-rata
F(Kgf) Ulangan I Ulangan II Ulangan III
0.00
53
Tabel 5.6. Data Uji Tarik Membran Khitosan 4% (tebal membran 0,10 mm)
ΔL(mm) F(Kgf) Rata-rata
F(Kgf) Ulangan I Ulangan II Ulangan III
0.00
54
Tabel 5.7. Data Uji Tarik Membran Khitosan 5% (tebal membran 0,12 mm)
ΔL(mm) F(Kgf) Rata-rata
F(Kgf) Ulangan I Ulangan II Ulangan III
0.00
55
5.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi dengan Larutan Standar Fosfat
Kurva kalibrasi dibuat dengan mengukur absorbansi larutan standar fosfat yang sudah diketahui konsentrasinya. Larutan standar fosfat yang dipakai berasal dari senyawa KH2PO4 bervariasi konsentrasi (ppm) sebanyak 10 mL ditambahkan pereaksi fosfat sebanyak 1 mL, kemudian ditambahkan dengan sedikit asam askorbat selanjutnya campuran tersebut dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit menghasilkan warna biru dan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis diukur absorbansinya pada panjang gelombang (λ = 660 nm). Data pengukuran absorbansi larutan standar fosfat terdapat pada Tabel 5.8 di dawah ini:
Tabel 5.8. Absorbansi Larutan Standar Fosfat Konsentrasi (ppm) Absorbansi (λ = 660 nm)
0 1 5 10 15 20
0,000 0,088 0,345 0,684 0,927 1,237
5.6. Hasil Pengukuran Fluks Membran Khitosan dengan Menggunakan Air Pengukuran fluks membran khitosan (jumlah volume permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu) dilakukan dengan mengalirkan air ke dalam membran (luas membran = 6,79x10-3 m2) yang telah dipasang pada alat vakum rentang waktu 30 menit dan tekanan vacumnya sekitar 350 mbar. Hasil yang diperoleh untuk setiap membran disajikan dalam Tabel 5.9 berikut ini :
56
Tabel 5.9. Fluks Membran Khitosan
Konsentrasi membran khitosan (%) Volume permeat (mL) 1
5.7. Penurunan Kadar Fosfat dalam Larutan Standar
Simulasi penurunan kadar fosfat pada larutan KH2PO4 10 ppm (standar fosfat 10 ppm), data kosentrasi perlakuannya seperti Tabel 5.10. Hasil terbaik penurunan konsentrasi larutan standar fosfat 10 ppm dengan membran khitosan (baik konsentrasi dan waktu kontak optimum) dipakai untuk aplikasi penurunan fosfat pada air limbah laundry.
Tabel 5.10. Konsentrasi Permeat Larutan Standar Fosfat 10 ppm Konsentrasi
57
Tabel 5.11. Karakteristik Air Limbah Laundry
No Parameter Sebelum perlakuan Sesudah perlakuan
1 Warna Keruh Jernih
2 pH 9 8
3 Absorbansi 1.105 0.071
5.8. Proses Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan Hasil permeat larutan standar fosfat 10 ppm yang dipakai simulasi untuk menurunkan kadar fosfat menunjukkan pada konsentrasi membran khitosan 3%
dan waktu kontak 60 menit penurunan konsentrasinya paling rendah. Konsentrasi membran 3% dan waktu kontak 60 menit akan diaplikasikan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Data penurunan konsentrasi fosfat dalam air limbah laundry secara filtrasi menggunakan membran khitosan konsentrasi 3%
dan waktu kontak 60 menit terdapat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Konsentrasi Permeat Air Limbah Laundry Permeat
tingkat ke
Konsentrasi ulangan
Rata-rata
I II III
I 14.455592 13.906439 14.089490 14.156054 II 10.944341 10.644803 10.711367 10.761290 III 6.035246 5.386247 5.802272 5.735708 IV 0.576998 0.344024 0.443870 0.460511
58 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Isolasi Khitin dari Kulit Udang
6.1.1. Proses Deproteinasi
Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein dalam kulit udang menggunakan larutan NaOH 3,5 % pada suhu 70oC dengan pengadukan 50 rpm selama 4 jam. Apabila digunakan larutan NaOH dengan konsentrasi dan suhu lebih tinggi akan menyebabkan terjadi proses deasetilasi. Pengadukan dan pemanasan ini berfungsi untuk mempercepat pengikatan ujung rantai protein dengan NaOH sehingga proses degradasi dan pengendapan akan berlangsung sempurna (Austin, 1981). Protein dari kulit udang akan terekstraksi dalam bentuk Na-proteinat, ion Na+ dari NaOH akan mengikat ujung rantai protein yang bermuatan negatif. Pada proses deproteinasi, dari 100 gram tepung kulit udang (sampel) yang digunakan setelah proses diperoleh khitin kasar sebanyak 57,95 gram. Pengurangan massa sebanyak 42,05% merupakan jumlah protein dalam kulit udang yang sudah dihilangkan dalam proses deproteinasi. Kandungan protein dalam kulit udang berkisar antara 25 – 40% (Marganof, 2003).
6.1.2. Proses Demineralisasi
Proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa anorganik atau mineral yang terdapat pada kulit udang. Kandungan mineral utamanya adalah CaCO3 dan Ca3(PO4)2 dalam jumlah kecil, mineral ini lebih mudah dipisahkan dibandingkan dengan protein karena hanya terikat secara fisik. Pada proses demineralisasi dari 57,95 khitin kasar bebas protein yang digunakan setelah proses demineralisasi (menggunakan HCl) diperoleh khitin sebanyak 20,37 gram,
59
sehingga diperoleh persentase khitin dalam sampel sebanyak 20,37%. Hasil khitin yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan peneliti sebelumnya yang menyatakan kandungan khitin dalam kulit udang berkisar antara 15 – 20%
(Marganof, 2003). Pengurangan massa sebanyak 64,85% dari khitin bebas protein, menunjukkan larutnya mineral yang terkandung dalam kulit udang sebanyak 64,85%. Kulit udang keras karena mengandung CaCO3 dan Ca3(PO4)2, penambahan HCl menyebabkan terdagradasi membebaskan gas CO2 yang ditandai dengan keluarnya gelembung gas. Reaksinya sebagai berikut:
CaCO3(s) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g)
Ca3(PO4)2(s) + 6HCl(aq) 3CaCl2(aq) + 2H3PO4(aq)
Khitin yang dihasilkan dicuci dengan aquades sampai pH netral, selanjutnya dilakukan depigmentasi dengan aseton dan alkohol untuk menghilangkan zat warna. Proses pencucian kembali dilakukan untuk mencegah degradasi produk selama pengeringan, sehingga diperoleh serbuk khitin halus yang berwarna putih krem. Khitin yang diperoleh dikarakterisasi secara FTIR untuk identifikasi gugus-gugus aktifnya. Spektra FTIR pembentukan senyawa khitin pada penelitian ini pada daerah serapan bilangan gelombang sekitar 3473,80 cm-1 menunjukkan serapan gugus hidroksil (secara literatur serapan gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3448 cm-1). Terjadi perbedaan serapan gugus hidroksil pada hasil penelitian ini disebabkan masih adanya gugus asetil yang terikat kuat pada struktur senyawa khitin. Sedangkan gugus amina (ikatan N-H ulur) muncul di daerah 3265,49 cm-1 (literatur menunjukan di daerah 3250-3300 cm-1), (ikatan C-H) pada daerah 2883,58 cm-1 (literatur 2891 cm-1), gugus amida (ikatan C=O ulur) muncul di daerah 1647,21 cm-1(literatur1640-1680 cm-1),
60
serapan ikatan N-H bengkokan muncul pada bilangan gelombang 1560,41 cm-1 (literatur 1530-1560 cm-1), dan gugus amina (ikatan N-H kibasan) muncul di daerah 707,88 cm-1 (literatur 650-750 cm-1). Munculnya serapan amina (ikatan N-H bengkokan) pada daerah 1560,41 cm-1, dimana pada daerah ini sudah melewati kisaran literatur menunjukan pada proses deproteinasi dengan basa kuat khitin kasar sedikit mengalami deasetilasi.
6.2. Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan
Proses deasetilasi merupakan proses penghilangan gugus asetil (-COCH3) dari khitin menggunakan larutan alkali agar berubah menjadi gugus amina (-NH2).
Khitin mempunyai struktur kristalin yang panjang dengan ikatan hidrogen yang kuat antara atom nitrogen dan gugus karboksilat pada rantai bersebelahan (Muzzarelli, 1986). Untuk memutuskan ikatan antara gugus asetilnya dengan gugus nitrogen sehingga berubah menjadi gugus amina (-NH2) perlu digunakan natrium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi 50% dan waktu deasetilasi selama 4 jam. Penggunaan larutan alkali dengan konsentrasi yang tinggi dapat mempengaruhi besarnya derajat deasetilasi yang dihasilkan, karena derajat deasetilasi sebanding dengan daya adsorpsi khitosan. Pemutusan gugus asetil pada khitin mengakibatkan khitosan bermuatan positif sehingga dapat larut dalam asam organik (Bastaman, 1989) seperti asam asetat ataupun asam formiat.
Khitosan yang dihasilkan sebanyak 14,23 gram dari proses deasetilasi 20,35 gram serbuk khitin, ada pengurangan massa akibat mengalami proses deasetilasi sehingga diperoleh persentase perubahan khitin menjadi khitosan sebesar 69,93% (dapat dilihat pada Lampiran 10) dengan penampilan serbuk yang berwarna putih krem. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan penelitian
61
sebelumnya yaitu kadar khitosan dari khitin kulit udang lebih besar dari 50%
(Marganov, 2003).
Spektra FTIR khitosan (Lampiran 11) menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang (cm-1) 3475,73 (O-H stretching), 1658,78 (C=O amida). Spektra pada bilangan gelombang 1658,78 cm-1 (puncak amida) masih muncul disebabkan khitosan yang dihasilkan belum terasetilasi seluruhnya.
Kualitas khitosan juga dapat diketahui dari besarnya persen derajat deasetilasi.
Perhitungan derajat deasetilasi khitosan dengan metode garis Moore dan Robert digunakan untuk mengetahui persen derajat deasetilasi (DD) khitosan kulit udang.
Secara umum kebanyakan publikasi menyebutkan istilah khitosan apabila derajat deasetilasi lebih besar dari 70%. Pada penelitian ini diperoleh persen derajat deasetilasi sebesar 66,27% (perhitungan DD khitosan terdapat pada Lampiran 9), hal ini menunjukan belum seluruhnya khitin terasetilasi menjadi khitosan. Masih rendahnya hasil DD khitosan ini disebabkan oleh faktor pengadukan, suhu dari yang ditampilkan pada alat kurang maksimal ataupun jenis habitat serta pemeliharaan udang galah yang dipergunakan.
6.3. Pembuatan Membran Khitosan
Proses pembuatan membran dengan melarutkan khitosan dalam asam asetat 1% kemudian diaduk dengan alat pengaduk magnetik selama 24 jam bertujuan agar diperoleh larutan yang homogen. Khitosan dengan konsentrasi 1%
paling mudah melarut dalam asam asetat karena kondisi larutan yang encer (lebih banyak pelarutnya) menghasilkan membran yang paling tipis dan transparan.
Khitosan dengan kosentrasi 2%, 3% larut dengan baik dalam asam asetat menjadi larutan yang sempurna sehingga menghasilkan membran yang halus. Sedangkan
62
khitosan dengan konsentrasi 4% dan 5% dalam asam asetat menghasilkan larutan yang agak kental karena mengalami kejenuhan. Pencetakan membran dengan konsentrasi khitosan 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% pada cetakan (petri dish), melepaskan membran setelah proses penguapan pelarutnya melalui teknik infersi fasa yaitu dengan merendam membran menggunakan NaOH 4% selama 2 menit dilanjutkan dengan menggunakan aquabides selama 5 menit. Penggunaan larutan NaOH berfungsi sebagai larutan nonpelarut yang dapat berdifusi ke bagian bawah membran yang berhimpit dengan kaca sehingga membran akan terdorong ke atas dan terkelupas. Pencucian dengan aquabides bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa NaOH sehingga pH-nya menjadi netral.
6.4. Analisis Uji Tarik
Kekuatan tarik merupakan reaksi ikatan antara atom-atom atau antara ikatan-ikatan dalam polimer terhadap gaya luar atau tegangan. Melalui pengujian kekuatan tarik diperoleh kurva ζ = tegangan (stress) terhadap = regangan (strain). Informasi yang diperoleh dari kurva ini untuk polimer adalah kekuatan tarik dan perpanjangan dari bahan. Untuk menghitung tegangan dapat digunakan rumus ζ = dimana ζ : tegangan (Kgf/mm2), F : tegangan (Kgf), A ; luas penampang lintang (mm2). Sedangkan penambahan panjang (regangan) dapat dihitung dengan rumus ε = x100% dimana ε : regangan (%), ΔL : pertambahan panjang (mm), Lo : panjang mula-mula (mm). Perhitungan nilai tegangan dan regangan terdapat pada Lampiran 3. Gambar grafik hubungan antara tegangan dan regangan masing-masing membran terdapat pada Gambar 6.1.
sedangkan data nilai uji tarik semua membran terlihat pada tabel 6.1.
63
Tabel 6.1. Hasil Uji Tarik Membran Khitosan Membran
Gambar 6.1. Grafik hubungan antara tegangan dan Regangan membran khitosan
Keterangan warna pada grafik :
Warna biru : kekuatan tarik membran khitosan 1%
Warna merah : kekuatan tarik membran khitosan 2%
Warna hijau : kekuatan tarik membran khitosan 3%
Warna ungu : kekuatan tarik membran khitosan 4%
Warna hitam : kekuatan tarik membran khitosan 5%
Gambar grafik 6.1. menunjukkan membran khitosan dari kulit udang bersifat keras dan getas. Membran khitosan dengan konsentrasi 3% memiliki
0
64
kekuatan tarik dan perpanjangan (regangan) yang paling tinggi dibandingkan dengan membran khitosan konsentrasi 1%, 2%, 4% ataupun konsentrasi 5%
datanya dapat dilihat pada tabel 6.1. Hal ini terjadi karena khitosan dapat larut dengan baik dalam membran khitosan 3% sehingga menghasilkan membran dengan struktur pori yang merata pada seluruh permukaannya, bersifat elastis mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan regangan semakin kuat.
6.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi Standar Fosfat
Larutan KH2PO4 digunakan sebagai standar fosfat dengan menggunakan pereaksi fosfat (Ammonium Molybdat- Asam Sulfat) menghasilkan asam fosfo milibdat pada suasana asam (penambahan asam askorbat) akan mengalami reduksi menjadi molybdenum yang warna biru. Warna biru yang terjadi diukur dengan spektofotometer, dimana warna yang dihasilkan ini sebanding dengan konsentrasi fosfat dalam larutan (Effendi, 2003). Hasil pengukuran dengan alat spektofotometer berupa nilai absorbansi, sehingga dibuat kurva kalibrasi standar fosfat menggunakan larutan KH2PO4 bertujuan untuk menentukan konsentrasi fosfat dari data absorbansi yang terukur menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis (λ = 660 nm). Melalui perhitungan regresi linear menggunakan persamaan y = mx + b diperoleh kurva kalibrasi standar fosfat terdapat pada Lampiran 6.
6.6. Perhitungan Fluks Membran Khitosan dengan Menggunakan Air
Fluks dapat diartikan sebagai jumlah volume permeat yang melewati
satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan (Mulder, 1996). Fluks (J) membran khitosan dapat dihitung dengan menggunakan rumus : ; dimana V = volume permeat, A (luas permukaan membran) = 6,79.10-3 m2 dan t (waktu) = 0,5 jam dengan tekanan
65
yang bekerja pada pompa vakum sebesar 350 mbar. Hasil perhitungan fluks membran khitosan 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% terdapat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.2. Hasil perhitungan fluks membran khitosan Membran khitosan konsentrasi membran khitosan maka fluks semakin menurun, hal ini terjadi dari membran khitosan konsentrasi 1% sampai pada konsentrasi membran khitosan 3%, sedangkan pada konsentrasi membran khitosan 4% dan 5% nilai fluks mengalami kenaikkan kembali. Kondisi ini disebabkan pada membran khitosan 1% kelarutan khitosan sangat encer sehingga menghasilkan struktur membran dengan pori-pori yang tidak merata, sedangkan kondisi membran 2% dan 3%
menghasilkan struktur membran dengan pori-pori yang lebih merata karena pada konsentrasi membran 2% kelarutan khitosan semakin baik dan melarut dengan sempurna pada membran khitosan 3%. Pada konsentrasi membran khitosan 4%
dan 5% terjadi peningkatan fluks, kondisi ini disebabkan kelarutan khitosan pada membran 4% mengalami penurunan dan pada konsentrasi membran 5% kelarutan khitosan mengalami kejenuhan dengan timbulnya gumpalan pada larutan yang menyebabkan saat membentuk membran menghasilkan pori-pori yang tidak merata pada seluruh permukaan membran.
66
6.7. Penurunan Kadar Fosfat dalam Larutan Standar
Pada penelitian ini penurunan kadar fosfat dilakukan pada larutan standar fosfat dengan konsentrasi 10 ppm menggunakan membran khitosan 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% dengan waktu kontak 30, 60, 90 dan 120 menit. Hasil optimal pada perlakuan larutan standar fosfat 10 ppm baik konsentrasi membran khitosan maupun waktu kontak akan dipilih dan diaplikasikan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif ANOVA satu jalur, diketahui bahwa nilai signifikansi pada setiap unit uji berada dibawah taraf signifikansi α = 5% (p<0,05). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa hipotesis yang diajukan diterima, sehingga membran khitosan dari kulit udang dapat digunakan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Data analisis ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 8.
Perhitungan penurunan konsentrasi fosfat 10 ppm setelah perlakuan dari nilai absorbansi pengukuran menggunakan alat spektrofotometer dapat dilihat pada Lampiran 7. Konsentrasi yang paling optimal untuk menurunkan kadar fosfat dalam larutan standar fosfat 10 ppm terdapat pada membran khitosan dengan konsentrasi 3% dan waktu kontak maksmum pada 60 menit, sehingga kondisi ini dipakai untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Faktor lain yang mendukung dari sifat fisik membran yang dilakukan dengan uji tarik menunjukan kekuatan tarik dan regangan maksimum terdapat pada membran khitosan 3%. Hasil perlakuan standar fosfat 10 ppm dengan membran khitosan 3% dan waktu kontak 60 menit seperti pada Tabel 6.3. berikut ini:
67
Tabel 6.3. Konsentrasi Standar Fosfat 10 ppm sebelum dan setelah Perlakuan
II 0.040 Tak terdeteksi Tak terdeteksi
6.8. Proses Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan Membran khitosan 3% dan waktu kontak 60 menit merupakan kondisi optimal, sehingga diaplikasikan untuk menurunkan fosfat total dalam air limbah laundry. Hasil konsentrasi fosfat dalam air limbah laundry sebelum dan setelah perlakuan terdapat pada Tabel 6.3.di bawah ini :
Tabel 6.4. Konsentrasi Fosfat dalam Air Limbah Laundry sebelum dan setelah Perlakuan
Konsentrasi fosfat dalam air limbah laundry sebelum perlakuan 17.67 ppm, menurun secara perlahan-lahan sampai konsentrasi 0.46 ppm (turun sampai 97.40%) setelah 4 kali filtrasi secara bertingkat menggunakan membran khitosan 3% dan waktu kontak 60 menit. Penurunan fosfat dalam jumlah yang sedikit oleh membran khitosan pada setiap tingkat penyaringan disebabkan air limbah laundry selain memiliki kandungan fosfat juga tercampur material lain seperti lemak yang terikat oleh gugus hidrofob dari detergen selama proses pencucian ataupun surfaktan penyusun detergen itu sendiri, sehingga saat dilakukan filtrasi tidak
68
hanya tersaring fosfat tetapi material lainnya ikut tersaring menyebabkan terjadi fouling (proses terbentuknya lapisan oleh material yang tidak diinginkan pada
permukaan membran). Pengendapan material lain pada permukaan membran menyebabkan penurunan kinerja membran terutama sifat kationik dan kereaktifan membran khitosan (Argin-Soysal et al. 2007) tidak berfungsi secara optimal mengikat fosfat yang terdapat pada air limbah laundry. Fosfat hanya sedikit yang tertahan pada proses filtrasi I dengan membran khitosan sehingga proses filtrasi dilanjutkan sampai kadar fosfat dalam air limbah laundry dapat turun menjadi 0.46 ppm yaitu setelah dilakukan filtrasi empat kali. Nilai pH sebelum perlakuan dengan membran khitosan yaitu 9 dan setelah perlakuan nilai pH menjadi 8, ini menunjukan selain mengikat fosfat membran khitosan juga dapat menurunkan pH, pada pH tinggi gugus amina pada khitosan mengalami deprotonasi sehingga menyebabkan terjadi penurunan pH.
Menurut penelitian yang dilakukan Auliah, 2009 menggunakan lempung aktif sebagai adsorben ion fosfat dalam air menyebutkan dari larutan standar fosfat 20 ppm yang diadsopsi dengan lempung aktif diperoleh jumlah fosfat dapat teradsosorpsi 70.99% selama waktu kontak 8 jam. Penelitian Budi Sudi Setyo, 2006 penurunan kadar fosfat 25.64 ppm dalam sampel dengan penambahan kapur (lime), tawas, dan filtrasi zeolit pada limbah cair rumah sakit dapat menurunkan kadar fosfat sampai 97.92%. Melihat hasil dari kedua penelitian tersebut penurunan kadar fosfat total yang dilakukan baik dengan menggunakan lempung aktif dan penambahan kapur (lime), tawas yang dipadukan dengan filtrasi zeolit secara teknis memerlukan lahan yang luas untuk proses adsorpsi maupun koagulasinya. Sedangkan dilihat dari hasil penurunan fosfat yang diperoleh baik
69
dengan filtrasi menggunakan membran khitosan, proses adsopsi dengan lempung aktif atau koagulasi yang dipadukan dengan filtrasi zeolit, sama-sama dapat menurunkan kadar fosfat total pada tingkat persentase di atas 70%. Pengolahan limbah yang mengandung senyawa fosfat dapat dilakukan dengan beberapa alternatif yaitu proses adsorpsi, koagulasi dan filtrasi baik memakai membran ataupun zeolit. Pemilihan metode pengolahan limbah dilakukan dengan memperhatikan faktor biaya, mudah memperolehnya dan dampak terhadap
dengan filtrasi menggunakan membran khitosan, proses adsopsi dengan lempung aktif atau koagulasi yang dipadukan dengan filtrasi zeolit, sama-sama dapat menurunkan kadar fosfat total pada tingkat persentase di atas 70%. Pengolahan limbah yang mengandung senyawa fosfat dapat dilakukan dengan beberapa alternatif yaitu proses adsorpsi, koagulasi dan filtrasi baik memakai membran ataupun zeolit. Pemilihan metode pengolahan limbah dilakukan dengan memperhatikan faktor biaya, mudah memperolehnya dan dampak terhadap