• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa masalah di dalam penelitian ini yaitu :

1. Berapakah tingkat kemurnian khitosan yang diperoleh dari khitin kulit udang yang ditandai dengan derajat deasetilasi?

2. Berapakah konsentrasi optimum khitosan sebagai membran dan pada waktu kontak optimum dapat menurunkan kadar fosfat optimum dalam air limbah laundry?

3. Berapakah fluks terbaik (jumlah volume permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu)?

6 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat kemurnian khitosan yang diperoleh dari khitin kulit udang.

2. Membuat membran khitosan dan mengetahui pada konsentrasi serta waktu kontak, membran secara optimum dapat menurunkan kadar fosfat total dari limbah laundry.

3. Mengetahui fluks (jumlah volume permeat melewati permukaan membran dalam waktu optimum).

1.4. Manfaat Penelitian

Dapat memberikan informasi kepada pemangku kepentingan baik instansi atau lembaga yang bergerak dibidang pengolahan limbah tentang penggunaan khitosan sebagai membran dalam menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry dan aktifitas lain yang penghasil limbah sejenis, sehingga tingkat pencemaran fosfat terhadap lingkungan dapat diturunkan.

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Detergen

Detergen berasal dari kata detergree yang merupakan bahasa latin mempunyai arti membersihkan. Detergen merupakan penyempurnaan dari produk sabun. Kelebihannya dibandingkan sabun adalah bisa mengatasi air sadah dan larutan asam, serta harganya lebih murah. Detergen sering disebut dengan istilah detergen sintetis yang dibuat dari bahan-bahan sintetis (Zoller, 2004). Detergen umumnya terdiri atas tiga komponen yaitu, surfaktan (sebagai bahan dasar detergen LAS, ABS), bahan builders (senyawa fosfat) dan bahan aditif (pemutih dan pewangi). Komponen terbesar dari detergen yaitu bahan builders antara 70-80%, bahan dasar sekitar 20-30%, dan bahan aditif relatif sedikit antara 2-8%.

Surfaktan (surface active agents), merupakan senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan mempunyai suatu ujung hidrofobik (satu rantai hidrokarbon atau lebih) dan satu ujung hidrofilik. Porsi hidrokarbon dari suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom karbon atau lebih agar efektif. Molekul-molekul dan ion-ion yang diadsorbsi pada antar muka dinamakan surface aktive agent atau surfaktan. Nama lainnya adalah amfifil, yang menunjukkan bahwa molekul atau ion tersebut mempunyai affinitas tertentu terhadap baik pelarut polar maupun non polar. Hal ini tergantung dari jumlah dan sifat dari gugus-gugus polar dan non polar yang ada padanya, amfifil dapat bersifat hidrofilik (suka air), lipofilik (suka minyak) atau bersifat seimbang di

8

antara dua sifat yang ekstrim tersebut. Lambang dari surfaktan terlihat seperti Gambar 2.1.

Ekor hidrofobik kepala hidrofilik Gambar 2.1. Lambang umum untuk Surfaktan

Builder adalah suatu bahan yang dapat menambah kerja dari bahan penurun tegangan permukaan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas (Meyer, 2006).

Dalam pembuatan detergen, builder sering ditambahkan dengan maksud menambah kekuatan daya cuci dan mencegah mengendapnya kembali kotoran-kotoran yang terdapat pada pakaian yang akan dicuci. Contoh builder yang sering digunakan: Sodium Tri Poli Fosfat (STPP), Nitril Tri Acetat (NTA).

Bahan tambahan (aditif) digunakan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pemutih, pelembut, pewarna, dan lain sebagainya. Bahan ini tidak berhubungan langsung dengan daya cuci detergen, bahan ini ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Salah satu contoh dari bahan aditif adalah Carboxyl Methyl Cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih dan

9

berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut antiredeposisi. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi.

2.1.1. Fosfat

Menurut Hammer dan Viesman (2005) bentuk utama dari fosfor dalam limbah domestik cair adalah fosfor organik, orthofosfat (H2PO4- , HPO42-, PO43-) dan polifosfat. Orthofosfat banyak dijumpai pada air buangan yang telah tercemari pupuk. Terdapat tiga asam fosfat asam orthofosfat H3PO4, asam pirofosfat H4P2O7, dan asam metafosfat HPO3. Diantara ketiga asam fosfat tersebut yang paling stabil adalah orthofosfat. Larutan piro dan metafosfat berubah menjadi orthofosfat perlahan-lahan pada suhu biasa, dan lebih cepat dengan dididihkan.

Asam orthofosfat adalah asam berbasa-tiga, yang membentuk tiga deret garam orthofosfat primer misalnya NaH2PO4, orthofosfat sekunder Na2HPO4, orthofosfat tersier Na3PO4. Jika suatu larutan asam orthofosfat dinetralkan dengan natrium hidroksida dengan memakai metil jingga sebagai indikator, titik netral dicapai bila asam itu telah diubah menjadi fosfat primernya. Menggunakan fenolftalien sebagai indikator larutan akan bereaksi netral bila fosfat sekundernya terbentuk, dengan 3 mol alkali akan terbentuk fosfat tersier atau fosfat normalnya. NaH2PO4

bersifat netral terhadap metil jingga dan asam terhadap fenolftalien. Na2HPO4 bersifat netral terhadap fenolftalien dan basa terhadap metil jingga, Na3PO4

bersifat basa terhadap kebanyakan indikator karena hidrolisisnya yang luas (Vogel, 1985).

10

Tipe polifosfat adalah sodium hexa meta fosfat Na3(PO3)6 dan sodium pirofosfat Na4P2O7. Polifosfat berasal dari air buangan penduduk dan industri yang menggunakan detergen mengandung fosfat. Komponen fosfat dipergunakan untuk membuat detergen sebagai pembentuk buih. Sedangkan fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organik dapat pula terjadi dari orthofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya. Adanya fosfat dalam air limbah dapat menghambat penguraian pada proses biologis (Saefumilah, 2006). Konsentrasi rata-rata fosfor keseluruhan sebanyak 10 mg/l berada dalam air limbah perkotaan, kira-kira 10% dibuang sebagai bahan tak terpakai selama pengendapan primer dan 10% hingga 20% lainnya digabungkan ke dalam sel-sel bakteri selama pengolahan biologis. Sisa yang 70% dari fosfor yang masuk pada umumnya dilepaskan bersama buangan instalasi sekunder .

Bila kadar fosfat pada air alam sangat rendah (<0,01 mg/l), pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhalang, keadaan ini dinamakan “oligotrop”.

Pembuangan limbah yang banyak mengandung fosfat ke dalam badan air dapat menyebabkan pertumbuhan lumut dan mikroalga yang berlebih yang disebut

“eutrophication”, sehingga air menjadi keruh dan berbau karena pembusukan

lumut-lumut yang mati. Pada keadaan “eutrotop” tanaman dapat menghabiskan oksigen dalam air pada malam hari atau bila tanaman tersebut mati dan dalam keadaan sedang mencerna (digest). Saat siang hari pancaran sinar matahari ke dalam air akan berkurang, sehingga proses fotosintesis yang dapat menghasilkan oksigen juga berkurang.

11 2.1.2. Pemisahan Fosfat

Pemisahan fosfat secara umum meliputi 2 langkah yaitu : a. Merubah bentuk fosfor menjadi ortofosfat yang larut.

b. Menentukan secara kolorimetris ortofosfat yang larut.

Pemisahan fosfor kedalam bentuk ortofosfat didefinisikan secara teknis dapat dipergunakan untuk tujuan interpretasi, dimana pemisahan atau penyaringan menggunakan filter membran 0,45 μm dapat dipergunakan untuk membedakan antara fosfat total dan fosfat terlarut. Fosfat yang dapat langsung diperiksa secara kolorimetris melalui perombakan secara oksidatif dengan pemanasan sampel disebut sebagai fosfor reaktif atau ortofosfat (terdapat dalam bentuk terlarut dan partikel). Hidrolisis dengan asam pada titik didih air mengubah fosfat dalam bentuk terlarut atau fosfat partikulat yang berkondensasi menjadi ortofosfat terlarut (dikenal dengan istilah fosfat terhidrolisis asam). Metode kolorimetris yang dipergunakan adalah metode asam askorbat, yaitu menggunakan ammonium molibdat dan potassium antimonil tartrat dalam media asam dengan ortofosfat untuk membentuk asam heteropoli-asam fosfomolibdat yang tereduksi menjadi molybdenum yang berwarna biru oleh asam askorbat. Warna ini sebanding dengan konsentrasi fosfat yang ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer (Effendi, 2003).

2.2. Pengertian membran secara umum

Kata membran berasal dari bahasa Latin Membrana yang berarti potongan kain. Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen dari aliran fluida melalui suatu membran. Membran memiliki ketebalan yang berbeda-beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis serta ada

12

yang homogen dan yang heterogen. Ditinjau dari bahannya membran terdiri atas bahan alami dan bahan sintetis. Bahan alami adalah bahan yang berasal dari alam misalnya pulp dan kapas, sedangkan bahan sintetis dibuat dari bahan kimia, misalnya polimer polisulfon, akrilik, poliakrilat.

Membran berfungsi sebagai penghalang (Barrier) yang sangat selektif diantara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen (ion-ion) tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui membran (Mulder, 1996). Komponen aktif membran adalah suatu senyawa bermuatan atau netral yang mampu membentuk senyawa kompleks dengan ion-ion secara reversible dan mambawanya melalui membran organik. Larutan yang mengandung komponen yang tertahan disebut retentat dan larutan yang mengalir disebut permeat. Filtrasi dengan menggunakan membran selain berfungsi sebagai sarana pemisahan juga berfungsi sebagai sarana pemekatan dan pemurnian dari suatu larutan yang dilewatkan pada membran tersebut. Proses membran melibatkan umpan (cair dan gas), dan gaya dorong (driving force) akibat perbedaan tekanan (ΔP), perbedaan konsentrasi (ΔC) dan perbedaan energi (ΔE).

Proses pemisahan dengan membran dapat diilustrasikan seperti Gambar 2.2.

Membran

Fasa 1 Fasa 2

Gaya Dorong

Gambar 2.2. Proses pemisahan membran

Retentat Permeat

13

Dalam teknologi pemisahan dengan menggunakan membran mempunyai keunggulan dibandingkan dengan teknologi pemisahan yang lain yaitu :

- pemisahan membran berdasarkan ukuran molekular sehingga beroperasi pada temperatur rendah (temperatur ambient).

- Pemakaian energi yang relatif rendah, karena biasanya pemisahan menggunakan membran tidak melibatkan perubahan fasa.

- Tidak menggunakan zat bantu kimia sehingga tidak ada tambahan produk buangan

- Bersifat modular artinya modul membran dapat discale-up dengan memperbanyak unitnya.

- Proses membran dapat mudah digabungkan dengan proses pemisahan lainnya ( hybrid processing )

2.2.1. Parameter utama proses pemisahan membran

Pada proses membran umumnya terjadi fenomena fluks berbanding terbalik dengan selektifitas. Semakin tinggi fluks seringkali berakibat menurunnya selektifitas dan sebaliknya, sedangkan hal yang diinginkan dalam proses berbasis membran adalah mengoptimasi fluks dan selektifitas.

A. Permeabilitas

Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu spesi atau konstituen menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas membran sering dinyatakan sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi dari fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan.

Secara umum fluks dapat dirumuskan sebagai (Mulder, 1996) :

14

………(2.1) dimana :

J = Fluks (Lt/m

2

.jam) V = Volume permeat (Lt)

A = Luas permukaan membran (m2) t = Waktu ( jam)

Laju fluks akan menurun sejalan dengan waktu pengoperasian akibat pengendapan atau pelekatan material dipermukaan membran, yang dikenal dengan istilah fouling dan scaling. Fouling dapat didefinisikan sebagai proses terbentuknya lapisan oleh material yang tidak diinginkan pada permukaan membran. Secara teknis, scaling didefinisikan sebagai akumulasi kerak (scale) akibat adanya peningkatan konsentrasi dari materi anorganik yang melewati hasil kali kelarutannya pada permukaan membran dan menyebabkan penurunan kinerja membran. Sehingga definisi fouling sudah termasuk scaling. Dalam penggunaannya, istilah fouling lebih banyak pada materi biologis dan koloid, sedangkan istilah scaling digunakan untuk pengendapan garam atau mineral anorganik.

Terjadinya fouling diawali dengan adanya polarisasi konsentrasi yaitu peningkatan konsentrasi lokal dari suatu solut pada permukaan membran, sehingga material terlarut berkumpul membentuk lapisan gel yang semakin lama menebal. Pada polarisasi konsentrasi ini, fluks mengalami penurunan karena adanya peningkatan pada tahapan hidrodinamik pada lapisan batas dan kenaikan tekanan osmotik lokal. Selain polarisasi konsentrasi, penurunan fluks dapat terjadi akibat pengaruh dari adsorpsi, pembentukkan lapisan gel (gel layer formation) dan

15

penyumbatan pada pori. Dampak langsung yang dapat diamati dan cukup signifikan yang menandai terjadinya fauling ini adalah menurunnya kinerja membran (fluks permeat menurun seiring waktu), seperti yang terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Fluks sebagai fungsi dari waktu B. Selektifitas

Selektivitas suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu membran untuk menahan suatu spesi atau melewatkan suatu spesi tertentu.

Selektifitas membran tergantung pada interaksi antar muka dengan spesi yang akan melewatinya, ukuran spesi dan ukuran pori permukaan membran. Parameter yang digunakan untuk menggambarkan permselektifitas membran adalah koefisien rejeksi (R). Koefisien rejeksi adalah fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak menembus membran, dan dirumuskan sebagai berikut :

………(2.2) dimana :

R = Koefisien rejeksi (%)

Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan.

16

Dengan harga R berkisar antara 0 sampai 1. Jika harga R = 1 berarti zat kontaminan ditahan oleh membran secara sempurna.

Untuk mengurangi penumpukan materi pada permukaan membran, ada dua cara yang dapat diambil, yaitu (Milisic, 1996):

a. Menjaga partikel mengenai membran, atau b. Membersihkan membran tersebut

Untuk menjaga partikel mengenai membran, ada beberapa teknik yang digunakan seperti proses filtrasi, proses koagulasi dimana upaya-upaya tersebut lazim disebut sebagai pretreatment. Sedangkan untuk membersihkan membran dapat digunakan pembersihan membran secara periodik, atau meningkatkan tegangan geser (shear stress) pada permukaan membran dimana konstituen yang telah tertahan (fouling) akan tergeser oleh turbulensi aliran sehingga tidak terjadi penumpukan partikel.

2.2.2. Model aliran umpan pada membran

Dalam operasi membran dikenal dua jenis aliran umpan, yaitu aliran cross-flow dan aliran dead-end. Secara sederhana ditunjukan pada Gambar 2.4. Pada sistem cross- flow, aliran umpan mengalir melalui suatu membran, dengan hanya sebagian saja yang melewati pori membran untuk memproduksi permeat, sedangkan aliran pelarut atau cairan pembawa akan melewati permukaan membran sehingga larutan, koloid dan padatan tersuspensi yang tertahan oleh membran akan terus terbawa menjadi aliran balik. Sedangkan pada sistem dead- end, keseluruhan dari fluida melewati membran (sebagai media filter) dan partikel

tertahan pada membran, dengan demikian fluida umpan mengalir melalui tahanan membran dan tahanan penumpukan partikel pada permukaan membran (Mallack et al., 1997).

17

Dead-end Cross-flow

retentat umpan retentat

permeat

permeat

Gambar 2.4. Model proses aliran umpan pada operasi membran

Sistem cross-flow secara teori lebih baik dari sistem dead-end dimana laju aliran retentatg tidak seluruhnya menjadi permeat, ada bagian yang lewat menjadi laju aliran balik pada sistem cross-flow.

2.3. Klasifikasi Membran

Berdasarkan struktur dan prinsif pemisahan membran dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu :

1. Membran berpori (pemisahan berdasarkan perbedaan ukuran partikel dengan ukuran pori membran)

2. Membran tidak berpori (pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan dan kemampuan berdifusi)

3. Membran cair (pemisahan berdasarkan sifat molekul pembawa spesifik/carrier)

Berdasarkan gradient tekanan sebagai gaya dorongnya dan pemeabilitasnya, membran dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis yaitu (Mulder,1996):

a. Mikrofiltrasi (MF), Membran jenis ini memiliki ukuran pori 0.05 – 10 µm dengan tebal 10 – 200 µm, dapat dibuat dari bahan polimer maupun

18

keramik, beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 Bar dan batasan permeabilitas-nya lebih besar dari 50 L/m

2

.jam.bar

b. Ultrafiltrasi (UF), Membran jenis ini memiliki ukuran pori berkisar 0.05 – 1 µm ( 1- 100 nm), dengan tebal mencapai 150 µm, dapat dibuat dari bahan keramik atau polimer, beroperasi pada tekanan antara 1-5 Bar dan batasan permeabilitas-nya adalah 10-50 L/m2.jam.bar

c. Nanofiltrasi, Membran ini memiliki ukuran pori 0.01 - 5 nm, dapat dibuat dari bahan poliamida (interfacial polymerisasi), beroperasi pada tekanan antara 5-20 bar dan batasan permeabilitas-nya mencapai 1,4 – 12 L/m

2

.jam.bar

d. Reverse Osmosis (RO), Membran jenis ini memiliki ukuran pori lebih kecil dari 2 nm, dapat terbuat dari bahan selulosa triasetat atau aromatic poliamida, beroperasi pada tekanan antara 10-100 Bar dan batasan permeabilitas-nya mencapai 0,05-1,4 L/m

2

.jam.bar.

Jenis membran yang dipakai pada penelitian ini menggunakan membran khitosan dari kulit udang, yang termasuk ke dalam membran ultrafiltrasi.

2.3.1 Membran Ultrafiltrasi

Membran ultrafiltrasi (UF) adalah teknik proses pemisahan (menggunakan) membran untuk menghilangkan berbagai zat terlarut BM (berat molekul) tinggi, aneka koloid, mikroba sampai padatan tersuspensi dari air.

Ukuran dan bentuk molekul terlarut merupakan faktor penting, batas berat molekul membran (molecular weight cut-off, MWCO) adalah ukuran dari karakteristik pemisahan dari suatu membran dalam istilah berat atom (massa), sebagai ukuran pori-pori. Membran ultrafiltrasi mempunyai ukuran pori 1-100nm

19

(1000-106 NWCO), biasanya diukur dalam satuan Dalton. Satu Dalton adalah unit massa yang besarnya sama dengan 1/12 massa atom karbon-12 (yaitu satu satuan massa atom (atomic mass unit, amu) biasanya digunakan sebagai satuan untuk mengukur batas berat molekul (MWCO) yang dapat dipisahkan oleh membran ultrafiltrasi. Teknologi pemurnian air, menggunakan membran ultrafiltrasi dengan batas berat molekul membran (MWCO) 1000 – 20000 lazim untuk penghilangan pirogen, sedangkan berat molekul membran (MWCO) 80.000- 100.000 untuk pemakaian penghilangan koloid. Tekanan sistem ultrafiltrasi biasanya rendah, 1-10 bar (70-700 kPa), maka dapat menggunakan pompa sentrifugal biasa. Membran ultrafiltrasi sehubungan dengan pemurnian air dipergunakan untuk menghilangkan koloid (penyebab fouling) dan penghilangan mikroba, pirogen.

Membran ultrafiltrasi dibuat dengan mencetak polimer selulosa acetate (CA) ataupun jenis polimer alam (kitosan) sebagai lembaran tipis. Membran khitosan mudah diperoleh karena kelarutannya yang tinggi dalam asam asetat 1%

dan membran diperoleh setelah menguapkan pelarutnya. Fluks maksimum bila membrannya anisotropik, ada lapisan tipis rapat dan berpori. Membran selulosa acetate (CA) mempunyai sifat pemisahan yang bagus namun sayangnya dapat dirusak oleh bakteri dan zat kimia, rentan pH. Membran juga dapat terbuat dari polimer polisulfon, akrilik, juga polikarbonat, PVC, poliamida, piliviniliden fluoride, kopolimer AN-VC, poliasetal, poliakrilat dan bahan lainnya.

20

Struktur membran UF secara morfologinya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu membran simetrik dan membran asimetrik, terlihat pada Gambar 2.5.

Simetrik Asimetrik

Gambar 2.5. Struktur cross-section membran UF simetrik dan asimetrik Membran simetrik (yaitu terdiri atas membran porous/berpori dan nonporous/tak berpori) ketebalannya berkisar antara 10 – 200 µm, dimana ketebalan suatu membran dapat menentukan ketahanan membran terhadap transfer massa.

Pemisahan membran berpori berdasarkan atas perbedaan ukuran partikel dengan ukuran pori membran. Membran tidak berpori (membran rapat), prinsif pemisahannya berdasarkan pada perbedaan kelarutan dan kemampuan berdifusi.

Membran asimetrik (yaitu terdiri dari membran berpori dan komposit), membran asimetrik berpori memiliki lapisan yang sangat tipis (0,1 - 1µm) pada bagian permukaannya yang berpengaruh pada fluks dan selektifitas membran. Lapisan bawah berupa lapisan penyangga berpori dengan ketebalan 50 – 150 µm merupakan penyangga mekanis. Membran komposit pada bagian atasnya memiliki pori berukuran kecil (≤ 0,1 µm) bertindak sebagai barrier (penghalang) menghasilkan fluks yang tinggi. Bagian bawah membran (lapisan

retentat Lapisan permukaan tipis

21

penyangga/pendukung) memiliki ukuran pori lebih besar, biasanya lapisan ini menggunakan jenis polimer yang berbeda dengan lapisan permukaan.

2.3.2. Mekanisme transfort pada membran UF

Faktor penting yang menentukan kinerja keseluruhan sistem membran ultrafiltrasi adalah tingkat transportasi zat terlarut atau partikel dalam larutan umpan terhadap membran. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6, aliran tekanan yang digerakkan melintasi membran mengangkut zat terlarut ke permukaan membran. Jika membran ini sebagian atau sepenuhnya dapat menahan zat terlarut tertentu, tingkat awal dari transportasi zat terlarut terhadap membran akan lebih besar dari fluks zat terlarut melalui membran sehingga menyebabkan zat terlarut menumpuk di permukaan membran. Fenomena ini umumnya disebut sebagai polarisasi konsentrasi, yaitu akumulasi ion yang direjeksi saat proses pemisahan yang membentuk lapisan pada permukaan membrane (Wenten, 2004). Akumulasi zat terlarut pada permukaan membran menyebabkan aliran kembali berdifusi menuju larutan bulk. Kondisi steady state dicapai ketika transportasi konveksi dari zat terlarut ke membran adalah sama dengan jumlah dari aliran permeat ditambah transportasi difusi zat terlarut, yaitu:

J.C - D = J.Cp ………(2.3)

J adalah fluks permeat,

C adalah konsentrasi zat terlarut dalam arah x, D adalah koefisien difusi, dan

Cp adalah konsentrasi zat terlarut dalam permeat.

22

δ x

Gambar 2.6. Konsep dasar pemisahan dengan membran dan Polarisasi Konsentrasi pada kondisi steady-state Pada kondisi batas (boundary) jika :

x = 0  x = Cw (konsentrasi zat terlarut pada permukaan membran) x = δ  x = Cb (konsentrasi zat terlarut pada larutan bulk)

Integrasi dari persamaan (2.3) menghasilkan :

ln = ………(2.4)

Jika rasio antara koefisien difusi (D) dengan batas ketebalan (δ) merupakan koefisien perpindahan massa (k) yaitu : k =

maka persamaan (2.4) menjadi :

J = k ln ………(2.5) Nilai fluks dengan total zat terlarut tertahan membentuk lapisan gel menyebabkan besar(Cp = 0) sehingga besar fluks (J) dapat dihitung dengan persamaan :

J = k ln ………(2.6)

Konsentrasi zat terlarut pada permukaan membran dapat diperoleh dengan ekstrapolasi antara fluks (J) terhadap ln Cb dan informasi yang diberikan kurang

23

akurat terutama jika larutan umpan berupa macrosolutes dengan konsentrasi Cw = Cb tidak memberikan nilai fluks nol.

Akumulasi zat terlarut atau partikel pada permukaan membran dapat mempengaruhi menyerap fluks dalam dua cara berbeda, yaitu pertama, akumulasi zat terlarut dapat menghasilkan cairan osmotik didorong mengalir kembali melintasi membran dari sisi permeat ke sisi umpan, sehingga mengurangi laju transportasi pelarut. Efek ini umumnya akan paling menonjol untuk zat terlarut kecil, yang cenderung memiliki tekanan osmotik besar misalnya, mempertahankan garam di reverse osmosis (Jonsson, 1984). Kemudian yang kedua, zat terlarut atau partikel ireversibel bisa merusak membran karena interaksi fisik maupun kimia yang spesifik antara membran dan berbagai komponen hadir dalam aliran proses, sehingga menambah ketahanan hydraulik terhadap aliran pelarut secara seri dengan yang disediakan oleh membran. Interaksi yang dapat menyebabkan penurunan fluks ini dapat dipengaruhi oleh adsorpsi, pembentukan lapisan gel, penyumbatan dari pori-pori membran. Penurunan fluks lebih lanjut juga diakibatkan oleh bahan membran itu sendiri, sifat zat terlarut, dan variabel lainnya seperti pH, kekuatan ion, suhu larutan dan operasi tekanan (Jonsson &

Tragardh, 1990). Fluks juga dapat didefinisikan sebagai :

fluks = ………(2.7)

atau fluks = ………....(2.8)

Rtotal = Rm + Rp + Ra + Rg + Rcp ………(2.9) Perbedaan tekanan osmotik, Δπ yang melintasi membran dapat menyebabkan gaya dorong (driving force) menjadi besar, sehingga memberikan transfortasi membran menjadi ΔP - ζΔπ (Zeman dan Sydney, 1996). ζ adalah

24

koefisien refleksi (parameter perpindahan), menunjukkan tingkat selektivitas membran. Bila ζ = 1 zat terlarut benar-benar dipertahankan dan ketika ζ = 0 itu benar-benar permeabel. Hambatan dari zat terlarut yang terakumulasi pada permukaan membran ini disebut sebagai hydraulik resistansi, Rs. Pada keadaan

koefisien refleksi (parameter perpindahan), menunjukkan tingkat selektivitas membran. Bila ζ = 1 zat terlarut benar-benar dipertahankan dan ketika ζ = 0 itu benar-benar permeabel. Hambatan dari zat terlarut yang terakumulasi pada permukaan membran ini disebut sebagai hydraulik resistansi, Rs. Pada keadaan