• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Sosialisasi

2.7.4 Proses Sosialisasi

Menurut George Herbert Mead, tahapan proses sosialisasi yang

dilalui seseorang adalah sebagai berikut95:

94

http://www.bukupr.com/2013/04/sosialisasi.html diakses pada hari Sabtu 27 September 2014 pukul 15: 55 WIB

95

http://www.bukupr.com/2013/04/sosialisasi.html diakses pada hari Sabtu 27 September 2014 pukul 15: 55 WIB

a. Tahappersiapan (preparatory stage)

Tahap ini dialami saat seorang anak mempersiapkan diri untuk

mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman

tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.

Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Arti kata tersebut juga belum dipahami benar oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat arti kata makan dengan kenyataan yang dialaminya.

b. Tahap meniru (play stage)

Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak

menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa.

Kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain mulai terbentuk, anak juga sadar bahwa dunia sosial manusia berisi banyak orang. Sebagian dari orang tersebut adalah orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yaitu dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (significant other).

c. Tahap memainkan (game stage)

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan diganti oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain pun

kemampuan bermainsecara bersama-sama. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarga.

d. Tahap penerimaan norma kolektif (generalized stage)

Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

2. Charles H. Cooley

Charles H. Cooley lebih menekankan pada peran interaksi dalam teorinya. Menurutnya, self concept (konsep diri) terbentuk dari interaksi seseorang dengan orang lain, yang disebut looking-glass self.

Tahap-tahap terbentuknya looking-glass self yaitu96:

a. Kita membayangkan bagaimana kita di hadapan orang lain

96

http://www.bukupr.com/2013/04/sosialisasi.html diakses pada hari Sabtu 27 September 2014 pukul 15: 55 WIB

b. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita

c. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian itu

Tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, di mana seseorang akan berusaha memainkan peranan yang sesuai dengan penilaian orang terhadap dirinya, walaupun penilaian itu belum tentu benar.

2.7.5 Agen Sosialisasi

Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melakukan sosialisasi yang membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat persepsi tentang tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.

Agen sosialisasi antara lain97:

1. Keluarga 2. Teman sepermainan 3. Sekolah 4. Lingkungan pekerjaan 5. Masyarakat umum 6. Media massa

Berdasarkan definisi diatas peneliti menyimpulkan bahwa sosialisasi adalah suatu proses menyesuaikan diri dengan norma-norma dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang ada. Dalam hal ini, proses

97

http://www.bukupr.com/2013/04/sosialisasi.html diakses pada hari Sabtu 27 September 2014 pukul 15: 55 WIB

sosialisasi tersebut dilakukan oleh anggota perempuan di partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan sesama politikus.

2.8 Aktivitas Komunikasi Politik

Komunikasi politik merupakan komunikasi persuasi yang selalu dilakukan oleh politikus maupun partai politik untuk mencapai tujuan politiknya. Dalam hal ini, kegiatan komunikasi politik kegiatan persuasi dan hampir tidak ada kegiatan komunikasi politik yang tidak berusaha untuk mempersuasi orang atau khalayak maupun pemilih yang bertujuan mengubah atau mempertahankan persepsi, perasaan, pikiran, maupun pengharapan agar mereka bersikap dan berperilaku sesuai dengan keinginan komunikator politik. Dalam hal ini Dan Nimmo menyebutkan persuasi merupakan suatu pembicaraan politik yang bertujuan mengubah persepsi, pikiran, perasaan, dan pengharapannya.

Karena itu, manuver-manuver politik yang sering keluar dari sejumlah elite dan aktor politik pada umumnya, pada gilirannya dapat berimplikasi pada pembentukan perilaku individu dan kelompok yang terlibat dalam proses tersebut. Pesan-pesannya akan menjadi rujukan penting dalam mengambil

tindakan-tindakan formal ataupun informal khususnya berkenaan dengan aktivitas politik.98

Beberapa bentuk komunikasi politik sebagai aktivitas komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan dilakukan dalam dunia politik adalah retorika politik, propaganda politik, public relation politik, lobi-lobi politik, periklanan politik, dan sebagainya.

98

Asep Saeful Muhtadi. 2008. Komunikasi Politik Indonesia:Dinamika Islam Politik Pasca-Orde Baru. Bandung.PT.Remaja Rosdakarya.Hal 21

1. Retorika

Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric berasal dari kata latin rehtorica yang berarti ilmu bicara. Aristoteles menyebutkan retorika sebagai seni persuasi yaitu uraian yang singkat, jelas dan menyakinkan dengan menggunakan keindahan bahasa dalam penyampaiannya. Retorika merupakan seni sekaligus teknik yang sering diaplikasikan dalam dunia politik. Pada awal kemunculannya retorika bersifat dua arah atau dialogis karena biasa digunakan

untuk perdebatan – perdebatan di dalam ruangan.Secara umum kajian retorika

didefinisikan sebagai simbol kehidupan manusia. Menurut Littlejohn dalam Ariffin (2011:126) Retorika kemudian diperluas dengan mencakup segala cara manusia menggunakan simbol untuk mempengaruhi lingkungannya.

Dalam pengertian yang lebih luas retorika diartikan sebagai seni mempergunakan bahasa secara efektif. Aristoteles menegaskan bahwa retorika dipergunakan untuk membenarkan (corrective), memerintah (instructive), mendorong (suggestive), dan mempertahankan (defensive) sesuatu yang didasarkan pada kebaikan masyarakat secara luas.

Retorika merupakan komunikasi dua arah, satu kepada satu. Dalam pengertian bahwa seseorang berbicara kepada beberapa orang atau seseorang berbicara kepada seorang lainnya, yang masing-masing berusaha dengan sadar untuk mempengaruhi pandangan satu sama lainnya, melalui tindakan timbal

balik satu sama lain.99 Retorika juga dimaksudkan sebagai upaya komunikasi

dalam membangun citra, melalui retorika bertujuan menyatukan perasaan,

99

Dan Nimo. 2004. Komunikasi Politik: Komunikator, pesan, dan media.Bandung. PT.Remaja Rosdakarya.Hal 140

harapan, sikap dan akhirnya diharapkan untuk dapat bekerja sama sesuai dengan tujuan komunikator dan hal tersebut dilakukan dengan cara berpidato (negosiasi).

Untuk dapat melakukan retorika yang persuasif dan mencapai tujuan retorika dimaksud, harus didasarkan dan diperhatikan faktor ethos, pathos dan logos. Ethos merupakan faktor kredibilitas seorang komunikator, ini menunjukkan bahwa retorika akan berhasil apabila disampaikan oleh komunikator yang dipercaya oleh masyarakat (komunikan), pathos adalah kemampuan dalam memilih dan menggunakan bahasa atau kata-kata yang baik, manarik dan simpatik untuk mempengaruhi emosi khalayak pendengar, dan logos adalah seorang komunikator adalah seorang yang mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam tentang apa yang disampaikannya dalam berpidato maupun berbicara di depan publik.

Dengan demikian retorika politik dapat dipahami sebagai sebuah seni menggunakan bahasa untuk mempengaruhi orang lain dengan tujuan -tujuan politik. Retorika politik juga sering disebut sebagai suatu proses negosiasi.

Selanjutnya, menurut Aristoteles ada tiga macam retorika politik yaitu100:

a. Deleberative rhetoric, yaitu sebuah komunikasi yang dirancang untuk

menggoyang orang yang ada kaitannya dengan public policy dengan cara menggambarkan keuntungan dan kerugian relatif dan jalan alternatif yang ditempuh. Fokusnya diletakkan kepada apa yang akan terjadi dikemudian hari akan suatu kebijakan yang akan diambil.

100

Dan Nimo. 2004. Komunikasi Politik: Komunikator, pesan, dan media.Bandung. PT.Remaja Rosdakarya. Hal 142

b. Forensic rhetoric, yaitu komunikasi yang memiliki sifat ke fungsi judicial.

Tujuannya adalah untuk menunjukkan suatu kekeliruan atau kebenaran, tanggung jawab, hukuman atau ganjaran yang telah dibuat dimasa lalu. c. Demonstrative rhetoric, yaitu komunikasi yang menggambarkan tentang

kebaikan atau keburukan orang lain, organisasi, ide, dan sebagainya. 2. Propaganda Politik

Propaganda merupakan usaha yang dilancarkan berkesinambungan dengan tujuan menggalang dukungan bagi suatu pendapat, kredo (paham),

atau kepercayaan tertentu.101

Propaganda merupakansuatu kegiatan komunikasi yang erat kaitannya dengan persuasi. Sehingga Scott M. Cutlip dan H. Center menyebut persuasi sebagai upaya menyampaikan informasi lewat cara tertentu yang membuat orang menghapus gambaran lama dalam benaknya atau memori pikirannya dan menggantikannya dengan gambaran baru sehingga berubalah perilakunya. Hal tersebut menunjukkan bahwa persuasi merupakan kegiatan mengkonstruksi pesan dan membangun citra diri dalam pikiran orang lain dengan tujuan mempengaruhi orang tersebut. Mempengaruhi orang lain berarti sebuah upaya mengubah sikap orang

tersebut terhadap diri kita atau terhadap suatu objek102.

Jacques Ellul, seorang sosiolog dan filosof Prancis, merangkum cirri-ciri dalam mendefinisikan propaganda sebagai komunikasi yang

101

Jefkins Frank disempurnakan oleh Yadin Daniel.2004. Edisi ke-5 Public Relations.Jakarta. PT. Gelora Aksara Pratama.Hal.16

102

Dedy Djamaluddin Malik dan Yosal Iriantara. 1994. Komunikasi Persuasif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hal 32

digunakan oleh suatu kelompok atau terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui

manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu organisasi.103

Propaganda merupakan salah satu alat untuk membangun opini di tengah-tengah masyarakat. Jenis-jenis propaganda juga bermacam-macam, sesuai dengan tujuan propaganda tersebut. Yang pertama ada propaganda politik dan propaganda sosial, propaganda politik melibatkan usaha-usaha pemerintah, partai, atau golongan yang berpengaruh untuk mencapai tujuan strategis atau taktis,. Ia beroprasi melalui imbauan-imbauan khas berjangka pendek. Propaganda sosiologi kuran kentara, lebih berjangka panjang. Melalui proses ini orang disuntik dengan suatu cara hidup;suatu

ideologi. 104

Ellul juga membedakan propaganda vertikal dan propaganda horizontal. Yang pertama adalah satu-kepada-banyak dan terutama mengandalkan media massa bagi penyebaran imbauannya. Propaganda horizontal bekerja lebih di antara keanggotaan kelompok ketimbang dari pemimpin kelompok, lebih banyak melalui komunikasi interpersonal dan komunikasi organisasi ketimbang melalu komunikasi massa. Secara

tradisional partai-partai politik mengandalkan propaganda horizontal.105

3. Public Realitions

103

Dan Nimo. 2004. Komunikasi Politik: Komunikator, pesan, dan media.Bandung. PT.Remaja Rosdakarya. Hal 124

104

Ibid. Hal 126

105

Kata public relations (PR) atau biasa yang disebut dengan humas,

merupakan kegiatan yang diterapkan disemua jenis organisasi, baik pemerintah, swasta, lembaga politik, LSM, dan sebagainya. Hal itu dimaksudkan sebagai suatu kegiatan menciptakan hubungan yang baik dan berkesinambungan dengan publik (masyarakat) untuk suatu tujuan tertentu.

Public relations adalah suatu bentuk komunikasi yang berlaku untuk semua jenis organisasi, baik itu yang bersifat komersial mupun non-komersial, di sector public (pemerintah) maupun privat (pihak swasta). Terdapat begitu banyak definisi PR. Namun pada intinya, PR senantiasa berkenaan dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui pengetahuan, dan melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan muncul perubahan

yang berdampak.106

Public relation dalam dunia kampanye politik biasanya disebut

konsultan kampanye yang bertugas membangun image (citra) politik terhadap partai politik maupun kandidat, sedangkan dilain pihak membangun kesan negatif kepada para pesaingnya. PR didunia politik juga memainkan peranan spin doctor sebagai stage manager yang mampu mengatur jalannya kampanye, seperti; memberi naskah pidato, membuat agenda dan daftar pernyataan (statement) politik yang akan disampaikan kandidat ketika berkampanye. Ia juga merancang isi pesan dan memilih media yang tepat dalam mempromosikan kandidat, dengan tujuan untuk

106

Jefkins Frank disempurnakan oleh Yadin Daniel.2004. Edisi ke-5 Public Relations.Jakarta. PT. Gelora Aksara Pratama.Hal.2

menggarahlan opini publik dan pencitraan kandidat. Di Indonesia spin doctor biasa disebut dengan istilah manager kampanye.

Permasalahan-permasalahan negeri ini yang sempat mencuat menjadi agenda setting-nya media massa, ternyata bisa dipotret dari perspektif etika, public relations, dan politik. Etika bagi para pejabat menyangkut penampilan (profil) dalam rangka menciptakan citra dan reputasi (lihat Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto. 2006 171). Sedangkan public relations berfungsi sebagai "jembatan komunikasi" antara suatu organisasi dan lembaga lain serta berbagai elemennya. Tujuannya supaya terjadi saling pengertian antara kedua belah pihak, dan akhirnya terciptanya citra positif serta dukungan publik terhadap keberadaan organisasi (lihat Elvinaro Ardianto. 2009 27). Sementara politik itu sendiri berkaitan dengan masalah kekuasaan, termasuk mempertahankan kekuasaan.

a. Public Relations & Personal Branding Tokoh Partai Politik

Nilai belanja iklan para calon-calon kepala daerah yang dibelanjakan diberbagai media, cetak dan elektronik mencapai ratusan juta rupiah. Bahkan, terdengar isu, salah seorang calon kepala daerah di wilayah pemilihan Jawa Tengah konon mengeluarkan 1 Milyar rupiah sebagai upaya personal branding lewat iklan. Jumlah itu belum ada apa-apanya dibandingkan iklan para ketua partai besar yang ditengarai sedang mempersiapkan diri menuju kursi RI-1. Sebut saja Wiranto, Prabowo dan

Sutrisno Bachir. Nama yang disebut belakangan ini konon kabarnya menggelontorkan belanja iklan hingga 30 milyar rupiah.

b. Public Relations : Awareness, Attitude and Action

Kesadaran, bersikap dan bertindak. Sebuah mantra di dunia PR yang didengung-dengungkan sejak dulu. Strategi PR hadir sebagai alat bantu untuk mendekatkan sebuah rencana menuju ke sebuah keberhasilan. Jika iklan dihadirkan untuk menunjukkan sebuah produk atau seorang tokoh yang memuji-muji dirinya sendiri lewat jargon-jargon bombastis khas iklan, maka PR melakukan hal yang berbeda.

4. Lobi-lobi Politik

Kata “Melobi” terdapat dalam kamus bahasa Indonesia dengan

pengertian : melakukan pendekatan secara tidak resmi, menilik asal kata lobi

yang berarti teras atau ruang depan yang terdapat di hotel-hotel, tempat dimana para tamu duduk-duduk dan bertemu dengan santai kemungkinan kata lobi melatar belakangi perkembangan istilah “melobi” yang terjadi karena kebiasaan para anggota parlemen di Inggris yang biasa berkumpul di lobi ruang sidang dan memanfaatkan pertemuan di ruang tersebut untuk melakukan berbagai pendekatan, diantara persidangan. Sedangkan pelobian adalah bentuk partisipasi politik yang mencakup usaha individu atau kelompok untuk menghubungi para pejabat pemerintah atau pimpinan politik dengan tujuan mempengaruhi keputusan atau masalah yang dapat

menguntungkan sejumlah orang.107

107

Di era globalisasi seperti sekarang ini, konsep lobi merupakan suatu keharusan untuk memecahkan berbagai persoalan yang ada, baik dalam skala lokal maupun internasional. Penggunaan lobi (lobbying) dalam sistem politik telah menjadi fenomena umum sejak lahirnya politik itu sendiri.

Bagaimanapun kebijakan publik diformulasikan akan selalu ada

kecenderungan dari mereka yang sangat terpengaruh untuk mempengaruhi hasil.

Dalam dunia politik lobi dapat diartikan sebagai suatu upaya persuasi dan pendekatan yang dilakukan oleh satu pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk memperoleh dukungan dari pihak lain yang dianggap memiliki pengaruh atau wewenang dalam upaya pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Sebagaimana praktek lobi-lobi dalam dunia politik di Indonesia telah ditunjukkan ketika para kandidat berusaha melobi partai politik untuk mendukung dan memberikan kendaraan politik untuk pencalonan kepala daerah, baik gubernur, bupati maupun walikota. Dalam hal itu, keberhasilan melobi partai politik untuk mendukung pada momentum pilkada langsung merupakan keberhasilan awal mencapai tujuan politik.

5. Periklanan Politik

Periklanan politik, menurut H.B. Widagdo (1999) merupakan usaha untuk menyampaikan pesan-pesan politik kepada khalayak dengan mengetengah-kan berbagai pertimbangan dan alasan kuat perlunya masyarakat mendukung keberadaan partai politik maupun kandidat yang akan dipilih dalam kegitan pemilihan umum. Pesan-pesan tersebut disampaikan dan disebarluaskan

melalui media massa baik cetak maupun elektronik, seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, media iklan, internet, dan sebagainya.

Iklan sendiri dapat dimaknai sebagai salah satu bentuk komunikasi yang terdiri atas informasi dan gagasan tentang suatu produk yang ditujukan kepada khalayak secara serempak agar memperoleh sambutan baik. Iklan berusaha

untuk memberikan informasi, membujuk dan meyakinkan.108

Seperti halnya dengan iklan komersial, tujuan iklan politik tak lain adalah mempersuasi dan memotivasi pemilih untuk memilih kandidat tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut iklan politik tampil impresif dengan senantiasa mengedepankan informasi tentang siapa kandidat (menonjolkan nama dan wajah kandidat), apa yang telah kandidat lakukan (pengalaman dan track record kandidat, bagaimana posisinya terhadap isu-isu tertentu (issues posisition) dan kandidat mewakili siapa (group ties). Isi (content) Iklan politik senantiasa berisi pesan-pesan singkat tentang isu-isu yang diangkat (policy position), kualitas kepemimpinan (character), kinerja (track record-nya) dan pengalamannya. Iklan politik, sebagaimana dengan iklan produk komersial yang tak hanya memainkan kata-kata (word), tetapi juga, gambar, suara dan musik.

Untuk mencapai sasaran obyektifnya iklan politik, harus menjawab lima pertanyaan dasar yang diajukan oleh Beaudry dan Schaerier (1986). Pertama, apa pesan tunggal yang paling penting untuk disampaikan kepada para

108

pemilih. Kedua, siapa para pemilih yang dapat dipersuasi untuk memilih anda. Ketiga, metode apa yang paling efektif digunakan agar pesan anda sampai kepada pendukung potensial. Keempat, kapan saat terbaik untuk menyampaikan pesan anda kepada audiens yang dibidik. Kelima, sumberdaya apa yang tersedia untuk menyampaikan pesan kepada audiens yang

diinginkan.109

Iklan dibuat sebagai alat memengaruhi dukungan publik. Namun, karena realitas keterisolasian iklan dengan preferensi pemilih, tujuan ini tidak efektif untuk memperluas dukungan suara. Kecuali, memperteguh pendapat pemilih yang telah mengikatkan emosinya. Jadi, iklan bukan pada posisi untuk memengaruhi, melainkan menguatkan pendirian-pendirian pemilih yang

memiliki ikatan tradisional tertentu dengan capres.110

Kenneth Goldstein, ahli ilmu politik Universitas Wiscounsin mengatakan, iklan politik bisa mempengaruhi, terutama dalam pemilihan antara dua calon presiden yang memiliki kualitas dan kemampuan hampir sama. Di negara maju, partai politik yang bersaing dalam pemilu memiliki massa fanatik

sendiri yang disebut true believers sehingga suara swing voters yang kecil

akan sangat menentukan kemenangan.111

Dengan demikian jelas bahwa iklan politik memang seharusnya tidak dijadikan sebagai alat utama dalam kampanye kandidat, namun hanya sebagai

109

Adnan Nursal. 2004. Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 230

110

Afdal Makkuraga Putra. Emosionalitas dan Negativity dalam Iklan Politik Pilkada, Jurnal Media Watch, 31 Agustus 2007

111

alat penunjang. Kita tahu bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih akan ditentukan paling tidak oleh kondisi awal pemilih media masa (iklan dan berita) serta partai politik atau kontestan. Bisa jadi faktor keluarga dimana individu hidup didalamnya akan lebih kuat sehingga sangat menentukan pilihan-pilihan politik. Atau kualitas pendidikan dalam masyarakat sangat tinggi, sehingga mereka tidak begitu saja percaya dengan pemberitaan atau iklan.

2.9 Hambatan Komunikasi

Pada hakikatnya komunikasi sebagai suatu sistem, maka gangguan komunikasi dapat terjadi pada semua elemen atau unsure-unsur yang mendukungnya, termasuk factor lingkungan dimana komunikasi terjadi.

Menurut Shannon dan Weaver (1949) dala McQuail dan Windahl (1985) gangguan komunikasi terjadi, jika terdapat intervensi yang mengganggu salah satu elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak dapat berjalan efektif. Sedangkan hambatan komunikasi terjadi karena gangguan yang membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sesuai harapan komunikator dan komunikan. Hambatan komunikasi dapat dibedakan kedalam dua (2) hal, yaitu hambatan objektif dan subjektif. Hambatan objektif adalah gangguan atau halangan terhadap jalannya komunikasi, yang tidak sengaja dibuat oleh pihak lain, tapi mungkin juga disebabkan oleh keadaan yang tidak menguntungkan dalam Effendy (2000),

diuraikan sebagai berikut112:

1) Hambatan Teknis 112

Ahmad Sihabudin dan Rahmi Winangsih. 2012. Komunikasi Antarmanusia.Serang. Pustaka Getok Tular. Hal 28

Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat yang digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi yang ditransmisi

melalui saluran mengalami kerusakan (channel noise), misalnya gangguan

pada stasiun radio atau tv, gangguan jaringan telepon, rusaknya pesawat radio sehingga terjadi suara bising dan semacamnya.

2) Hambatan Semantik

Hambatan semantic adalah gangguan komunikasi disebabkan karena kesalahan bahasa yang digunakan (Blake, 1979). Gangguan semantik sering terjadi karena:

a. Kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai jargon bahasa

asing, sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu;

b. Bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan penerima

pesan;

c. Struktur bahasa yang digunakan tidak sebagaimana mestinya,

sehingga membingungkan penerima;

d. Latar belakang budaya menyebabkan salah persepsi terhadap

symbol-simbol bahasa digunakan.

3) Hambatan Psikologis

Hambatan psikologis terjadi seringkali disebabkan karena persoalan-persoalan individu. Misalnya rasa curiga penerima kepada sumber, situasi berduka atau gangguan jiwa lainnya, sehingga dalam menerima dan member informasi tidak sempurna.

4) Hambatan Fisik

Hambatan fisik disbabkan karena kondisi geografis, misalnya jarak yang jauh, sehingga sulit dicapai, tidak ada sarana kantor pos, telepon, transportasi, dan semacamnya. Dalam komunikasi antar manusia, hambatan fisik dapat juga diartikan sebagai gangguan organik, yakni tidak berfungsinya salah satu pancaindera penerima pesan.

5) Hambatan Status

Hambatan Status terjadi disebabkan jarak sosial antara peserta komunikasi, misalnya perbedaan status antara senior dan yunior atau atasan dan bawahan. Perbedaan status seperti ini biasanya menuntut

Dokumen terkait