xi
Perjuangan Dewan Pimpinan Daerah Banten)
SKRIPSIDiajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Ilmu Humas Program Studi Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh:
AMALLIA UTAMI PUTRI NIM. 6662102121
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
xv
Laki-laki dan perempuan adalah dua sayapnya
seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka
terbanglah burung itu samapai ke puncak yang
setinggi-tingginya, jika patah satu dari pada dua
sayap itu, maka tak dapat terbang dari burung itu
sama sekali (Sarinah, Bung Karno)
Skripsi Ini ku persembahkan untuk bapak Rusman
Efendi, ibu Rice Hartati Ningsih, dan adik-adikku
yang tanpa putus memberikan doa dan cinta kasih,
selalu mendukung dan membuat penulis mampu
menghadapi apapun untuk bisa menggapai cita-cita.
xvi
Banten). Pembimbing I: Mia Dwianna, S.Sos, M.Ikom., dan Pembimbing II: Andin Nesia S.IK, M.Ikom
Keterwakilan perempuan di parlemen sebesar 30% mendorong seluruh partai politik berlomba-lomba untuk memenuhi kuota tersebut, namun yang menjadi pertanyaan apakah kader perempuan yang dikirim untuk bersaing di parlemen adalah yang terbaik dan memang memiliki kemampuan yang baik dalam melaksanakan aktivitas komunikasi politik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran perempuan sebagai anggota partai politik dalam aktivitas komunikasi politik di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Banten. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Nurture. Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Anggapan bahwa perbedaan psikologis antara perempuan dan laki-laki sebagian besar disebabkan oleh kostruksi sosial melalui sosialisasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi. Informan kunci dalam penelitian ini adalah tiga orang anggota perempuan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan peran antara anggota laki-laki dan perempuan. Akan tetapi yang membedakan pembagian kerja adalah pembatasan diri dalam hal ruang
gerak yang dilakukan oleh perempuan itu sendiri, sehingga membuat stereotype
anggota laki-laki terhadap anggota perempuan di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Kata Kunci: Komunikasi Politik, Peran Perempuan, Aktivitas Komunikasi Politik, Teori Nurture.
xvii
Supervisor I: MiaDwianna, S. Sos, M.Ikom., AndSupervisorII: andinNesiaS.IK, M.Ikom
Representation of women in parliament by 30 % to encourage all political parties vying to meet the quota , but the question whether women cadres sent to compete in parliament is the best and it has a good ability to carry out activities of political communication . The purpose of this study was to determine the role of women as members of political parties in the activities of political communication in Indonesia Demokrasi Perjuangan Parties (PDI-P) Regional Leadership Council
(DPD) Banten. The theory used in this study is the Nurture theory . According to
nurture theory , the existence of differences between women and men is essentially the result of socio-cultural construction resulting in different roles and tasks . The assumption that the psychological differences between women and men is largely due to social constructs through socialization . This study used a qualitative descriptive method , by collecting data through interviews and observations . Key informants in this study were three female members
ofIndonesia Demokrasi Perjuangan Parties (PDI-P). The results of this study
indicate that there is no difference between the role of the male member and female . But what distinguishes the division of labor is self-limiting in terms of the space that is done by the women themselves , thus making stereotypical male members against female members inIndonesia Demokrasi Perjuangan Parties (PDI-P).
Keywords: Political Communication, Role of Women, Communication Activity Politics, Theory of Nurture.
xviii
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rakhmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan
penyusunan skripsi ini, yang berjudul “PERAN PEREMPUAN SEBAGAI
ANGGOTA PARTAI POLITIK DALAM AKTIVITAS KOMUNIKASI POLITIK (STUDI DESKRIPTIF PADA PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN DEWAN PIMPINAN DAERAH BANTEN)”. Shalawat serta salam senantiasa kita sampaikan kepada junjungan Nabi besar kita
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi
salah satu syarat menempuh ujian sarjana program S1 (Strata Satu) pada program
studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Hubungan Masyarakat di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.PD selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa atas kontribusinya sebagai pemimpin di kampus
penulis.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Neka Fitriyah, S.Sos., M.Si. selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
xix
5. Ibu Andin Nesia S.IK, M.Ikom. Selaku dosen pembimbing dua skripsi
yang telah membantu memberikan arahan serta masukan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak M.Jaiz M.Ikom selaku ketua penguji sidang, terima kasih waktu
dan kebaikan hatinya telah memberi saya nilai yang baik.
7. Bapak Prof. Dr. Ahmad Sihabudin M.Si selaku penguji sidang yang
telah meluangkan waktunya untuk menguji saya.
8. Bapak/Ibu Dosen jurusan Ilmu Komunikasi yang telah banyak
memberikan ilmu kepada penulis. Tak lupa juga untuk para staf dan
karyawan jurusan Ilmu Komunikasi.
9. Kedua orang tua, Rusman Efendi dan Rice Hartati Ningsih, yang tanpa
putus memberikan doa dan cinta kasih, terimakasih yang tak terkira
untuk motivasi dan nasihat yang telah Papa dan Mama berikan hingga
pendidikan ini selesai.
10.Adik-adik tersayang, Adelia Nurhaliza dan Abrar Rabiul Azka.
Terimakasih atas segala keceriaan dan dukungannya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
11.Para informan kunci ibu Dra. Hj. Amah Suhamah, M.Si, ibu
Suparmi,ST, ibu Sri Hartati, SH, dan informan pendukung bapak Drs.
Sabdo Waluyo yang telah menyempatkan waktunya dan memberikan
banyak informasi kepada penulis, sehingga penelitian ini dapat berjalan
dengan lancar.
12.Terimakasih kepada bapak Gandung Ismanto,S.Sos, MM, dan bapak
Iksan Ahmad, S.Ip, M.Si atas waktu, informasi, dan kesediaannya
menjadi informan ahli dalam penelitian ini.
13.Trami Vidya Veliyanti, S.Ikom, Ichsan Faruly, S.Ikom, Andrianis
Januar, S.Ikom, dan A Nasir (Ocing) terimakasih atas segala dukungan
xx
atas segala sindiran, doa dan dukungannya yang membuat penulis
termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Kalian sahabat terbaik.
15.Mami Nadia, Agung, Rangga, Sausan (Uchan), Alif, Fandi, Teguh, bang
Yanto, bang Nida, Ichon dan teman menunggu dosen lainnya,
terimakasih atas bantuan dan dukungannya
16.Teh Annisarizki M.Ikom, Aulia Shofan Hidayat,Aulia Ibadurrahman,
S.Ikom, Henry Pramudya, S.Ikom, Rian Surya, Naufal, Oka Maulana,
Wahyu Annas, Galuh, dan teman-teman KOVIKITA, Terimakasih
sudah banyak membantu dan menemani dengan canda tawa kalian
selama pengerjaan skripsi ini.
17.Teman-teman Ilmu Komunikasi 2010 kelas F NR Yosa, Eki, Risya,
Puput, Mbak Putri, Maya, Vita, Sarah, Widi, Windi, Bunda Sinta, Tata,
Ai, Caca, Grego, Agi, dan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
namanya, terimakasih atas segala kenangan yang penuh dengan warna.
Terimakasih telah mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
18.Teman-teman seperjuangan di HIMAKOM 2012-2013, dan IMIKI
Untirta. Terimakasih banyak atas pengalaman berharga yang telah kalian
berikan kepada penulis selama berorganisasi di kampus.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan baik dari segi
kemampuan penyajian maupun pengetahuan yang dimiliki oleh penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mohon maaf atas segala
kekurangan dan kesalahan yang ada, maka kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan penulis untuk memperbaiki kesalahan dan melengkapi
kekurangan. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Serang, Januari 2015 Penulis
xxi
2.1.1 Pengertian Komunikasi Politik... 11
2.1.2 Fungsi Komunikasi Politik ... 14
2.2 Gender dan Komunikasi ... 15
2.3 Peran... 16
2.4 Perempuan... 19
2.5 Peran Perempuan ... 20
2.5.1 Perempuan dan Partisipasi Politik ... 21
2.6 Partai Politik ... 23
2.6.1 Fungsi Partai Politik ... 24
2.6.2 Partai Politik dan Perlibatan Perempuan ... 24
xxii
2.12 Penelitian terdahulu ... 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 54
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 54
3.2 Lokasi Penelitian ... 57
3.3 InformanPenelitian ... 57
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 60
3.6.3 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ... 64
3.7 Validitas Data ... 66
3.8 Jadwal Penelitian ... 68
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 69
4.1Deskripsi Objek Penelitian ... 69
4.1.1 Sejarah Partai Demokrasi Indonesia Menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ... 69
4.2 Deskripsi Informan Penelitian ... 71
4.2.1 Informan-informan Kunci (Key Informants) ... 71
4.2.2 Informan Pendukung ... 76
4.2.3 Informan Ahli ... 76
4.3 Pembahasan ... 77
4.3.1 Hak dan Kewajiban Anggota Perempuan di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dalam Aktivitas Komunikasi Politik ... 77
4.3.2 Anggota Perempuan di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dalam Aktivitas Komunikasi Politik ... 97 4.3.3 Anggota Perempuan di Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Bersosialisasi dan Berinternalisasi
xxiii
Perempuan di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam Memenuhi Pengetahuan
Komunikasi Politik... 131
BAB V PENUTUP ... 142
5.1 Kesimpulan ... 142
5.2 Saran ... 144
DAFTAR PUSTAKA ... 146
LAMPIRAN ... 149 BIODATA PENULIS
DAFTARTABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 50
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 67 Tabel 4.1 Kategorisasi Hak dan Kewajiban Anggota Perempuan
di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam
Aktivitas Komunikasi Politik ... 92
Tabel 4.2 Kategorisasi Anggota Perempuan di Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan Dalam Aktivitas
Komunikasi Politik ... 105 Tabel 4.3 Kategorisasi Anggota Perempuan di Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan Bersosialisasi
dan Berinternalisasi dalam Aktivitas Komunikasi Politik ... 114
Tabel 4.4 Kategorisasi Hambatan Anggota Perempuan di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dalam Aktivitas
Komunikasi Politik ... 123 Tabel 4.5 Kategorisasi Sistem Perekrutan dan Pengkaderan
Anggota Perempuan di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam Memenuhi Pengetahuan
Komunikasi Politik ... 135
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Dokumentasi ... 149
Lampiran 2 Daftar Riwayat Hidup Informan Kunci ke 1 ... 151
Lampiran 3 Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan ... 152
Lampiran 4 Transkrip Wawancara Informan Kunci ke 1 ... 153
Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup Informan Kunci ke 2 ... 160
Lampiran 6 Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan ... 161
Lampiran 7 Transkrip Wawancara Informan Kunci ke 2 ... 162
Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup Informan Kunci ke 3 ... 169
Lampiran 9 Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan ... 170
Lampiran 10 Transkrip Wawancara Informan Kunci ke 3 ... 171
Lampiran 11 Daftar Riwayat Hidup Informan Pendukung ... 180
Lampiran 12 Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan ... 181
Lampiran 13 Transkrip Wawancara Informan Pendukung ... 182
Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup Informan Ahli ke 1 ... 187
Lampiran 15 Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan ... 188
Lampiran 16 Transkrip Wawancara Informan Ahli ke 1... 189
Lampiran 17 Daftar Riwayat Hidup Informan Ahli ke 2 ... 195
Lampiran 18 Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan ... 196
Lampiran 19 Transkrip Wawancara Informan Ahli ke 2... 197
Lampiran 20 Catatan Lapangan ... 199
Lampiran 21 Catatan Lapangan ... 200
Lampiran 22 Catatan Lapangan ... 201
Lampiran 23 Catatan Lapangan ... 202
Lampiran 24 Catatan Lapangan ... 203
Lampiran 25 Catatan Lapangan ... 204
Lampiran 26 Struktur Organisasi DPD PDI-P Prov. Banten ... 205
Lampiran 27 Grafik Perolehan Suara Partai Politik ... 206
Lampiran 28 Jumlah Anggota Aktif DPC Se- Provinsi Banten... 207
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Peran gender dalam masyarakat ternyata juga dapat menyebabkan
subordinasi terhadap perempuan terutama dalam pekerjaan. Anggapan bahwa
perempuan itu irrasional atau emosional menjadikan perempuan tidak bisa tampil
sebagai pemimpin, dan ini berakibat pada munculnya sikap yang menempatkan
perempuan pada posisi yang kurang penting.58 Padahal perjuangan perempuan
sudah dimulai sejak adanya emansipasi wanita yang digagas oleh R.A Kartini dan
masih banyak pejuang-pejuang wanita lainnya yang mempertahankan agar wanita
atau perempuan dapat disamakan harkat dan derajatnya dengan laki-laki.
Selama ini, ada kesan bahwa dunia politik adalah dunia laki-laki. Kesan
ini muncul akibat adanya image yang mungkin tidak sepenuhnya tepat tentang
kehidupan politik; bahwa politik itu kotor, keras, penuh intrik dan semacamnya.
Akibatnya, dibelahan dunia manapun jumlah wanita yang terjun di dunia politik
relatif kecil, termasuk di negara-negara yang tingkat demokrasi dan persamaan
hak asasinya lebih tinggi.59
Namun, dengan adanya undang-undang No. 12/2004 pemerintah
menegaskan perlunya menjamin alokasi minimum 30% kepada perempuan untuk
duduk di lembaga legislatif.
58
Khusnul Khotimah. 2009. Diskriminasi Gender Terhadap Perempuan Dalam Sektor Pekerjaan. Purwokerto.: Pusat Studi Gender STAIN Purwokerto. Hal 6
59
Pasal 65 ayat 1 menegaskan bahwa setiap partai politik dapat mengajukan
calon anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap
daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan terus dianut
dalam undang-undang pemilu.
Komisioner Hadar Nafis Gumay mengatakan bahwa calon legislatif
perempuan dalam pemilu 2014 untuk kursi DPR meningkat dibandingkan pemilu
tahun 2009. "Sekarang itu ada 37 persen total calon untuk DPR RI, total calonnya
itu ada 6607 didalam 6607 itu ada 2467 caleg perempuan dan itu jumlahnya 37
persen," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di Gedung KPU, Kamis
(27/2). Dia mengatakan pemilu tahun 2009 caleg perempuan jumlahnya hanya
mencapai presentase 30 persen. Hadar juga menyebut calon DPD perempuan juga
meningkat dari 11 persen menjadi 12,47 persen dalam pemilu kali ini60
Kenaikan presentase ini menjadi perhatian besar, mengenai kemampuan
berpolitik perempuan, kebanyakan laki-laki menganggap perempuan sebagai
pihak lemah yang biasanya dianggap hanya pemanis dalam dunia partai politik.
Akan tetapi banyak pula perempuan yang sudah menunjukan eksistensi dan
kinerjanya di dunia politik, sehingga menjadi sorotan masyarakat yang sedikit
banyaknya mendongkrak popularitas dan citra partai yang menaungi politikus
perempuan tersebut.
Hal itu membuat seluruh partai politik berlomba-lomba mencari kandidat
terbaik untuk dijadikan calon legislatif partai politik mencari kandidat perempuan
60
http://politik.teraspos.com/read/2014/02/27/81312/persentase-caleg-perempuan-meningkat
yang berpengaruh di daerah tertentu atau bahkan meminang artis untuk menarik
perhatian publik, suara, citra sekaligus untuk memenuhi keterwakilan 30%.
Kuota 30% untuk perempuan masih menyisakan perdebatan tentang
keadilan yang perlu diberikan, seperti lipstick yang menghiasi perhelatan
pemilihan umum berbasis distrik proporsional. Wacana ini, berasumsikan bahwa
laki-laki dan perempuan yang menyuarakan kepentingan rakyat akan
bersama-sama memperbaiki aspirasi seluruh penduduk Indonesia yang 56% perempuan.61
Dalam pemerintahan reformatif, ketika iklim politik semakin terbuka dan
munculnya banyak partai politik yang mencerminkan keinginan bagi partisipasi
masyarakat secara luas, sesungguhnya merupakan peluang emas bagi perempuan.
Partai politik sesungguhnya adalah wadah paling strategis untuk partisipasi politik
perempuan dalam negara demokratis.62Namun, sangat banyak partai politik yang
menyalahgunakan hal tersebut dikarenakan minimnya pengkaderan terhadap
perempuan. Alhasil banyak partai politik yang asal merekrut perempuan hanya
untuk memenuhi kuota tersebut.
Dalam beberapa kesempatan artis perempuan dijadikan subjek yang
dipakai untuk menarik massa agar memilih partai yang menaungi artis tersebut.
Beberapa diantaranya artis tersebut memang artis yang berkompeten yang
memang sudah biasa menjadi aktivis perempuan ataupun lainnya. Mereka sudah
biasa membela hak-hak rakyat yang terenggut ataupun ketidakadilan yang
menhapiri setiap individu yang lemah.
61
Najilah Naqiah. 2005. Otonomi Perempuan. Malang. Bayumedia Publishing. Hal 60
62
Disatu sisi banyak juga artis perempuan yang diragukan kemampuannya
dalam berpolitik, latar belakang pendidikan yang sama sekali bukan dari politik,
membuat banyak orang meragukan kemampuan artis perempuan untuk duduk di
kursi pemerintahan serta dalam menjalankan tugasnya.
Selain artis beberapa tokoh perempuan yang aktif di berbagai bidang dan
organisasi tertentu juga dapat dijadikan subjek pencitraan partai. Hal ini dirasa
lebih baik dikarenakan anggota yang berlatar belakang seperti ini memiliki
kapasitas yang memadai untuk dijadikan anggota legislatif, dan dianggap mampu
dan tau cara mensosialisasikan kegiatan politik yang baik, berkampanye yang
baik, melakukan pencitraan dan lain sebagainya.
Perempuan yang memiliki dasar dan wawasan politik yang kuat, akan
sangat membantu partai politik baik dari segi kinerja dan kegiatan-kegiatan politik
lainnya. Dengan kata lain, perempuan yang memiliki kemampuan dalam
melakukan kegiatan politik, akan mempermudah dirinya mendapat simpatik dan
membentuk citra dirinya yang secara otomatis akan berimbas kepada citra partai
yang dinaunginya,
Setiap lembaga dalam hal ini partai politik akan melakukan kegiatan
politik guna membangun kepercayaan masyarakat dalam konteks ini masyarakat
sebagai pemilih yang akan memilih partai politik tersebut. Nasib sebuah partai
politik sangat ditentukan oleh pemilih, sehingga setiap anggota dari partai politik
tersebut baik secara tanggung jawab sebagai anggota partai maupun untuk
kepentingan pribadi akan melakukan kegiatan-kegiatan politik yang akan
Berdasarkan hasil rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan perolehan
suara pemilihan umum (pemilu) anggota DPR, DPD, DPRD provinsi pemilu 2014
di tingkat provinsi Banten yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 April 2014 di
pendopo gubernur Banten dengan tingkat partisipasi pemilih sekitar 71%, hasil
dari rekapitulasi tersebut adalah partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
sebagai partai pemenang pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD provinsi
Banten dengan perolehan sebesar 815,517 suara. Disusul oleh partai Golongan
Karya (Golkar) dengan 650,492 suara, dan dipossisi ke tiga adalah partai Gerindra
sebesar 641,510 suara.63
Sesuai dengan amanat Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan KPU Nomor 29 Tahun 2013
tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum, Perolehan Kursi, Calon Terpilih dan
Penggantian Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD
Provinsi dan DPRD Kab./Kota yaitu Pasal 40 ayat (4), KPU Provinsi Banten
mengumumkan nama-nama calon terpilih Anggota DPRD Provinsi Banten hasil
Pemilu Tahun 2014 yaitu sebagai berikut: Jumlah perolehan kursi, Partai
NasDem memperoleh 5 kursi, PKB memperoleh 7 kursi, PKS memperoleh 8
kursi, PDI Perjuangan memperoleh 15 kursi, Partai Golkar memperoleh 15 kursi,
Partai Gerindra memperoleh 10 kursi, Partai Demokrat memperoleh 8 kursi, PAN
memperoleh 3 kursi, PPP memperoleh 8 kursi, Partai Hanura memperoleh 6 kursi,
PBB memperoleh 0 kursi, dan PKPI memperoleh 0 kursi. Dari 85 Calon terpilih
63
Anggota DPRD Provinsi Banten Hasil Pemilu 2014 diketahui laki-laki sebanyak
69 orang (81.18%), dan perempuan sebanyak 16 orang (18.82%).64
Dari 16 orang perempuan PDI-P adalah partai yang paling banyak
menyumbangkan caleg perempuan yaitu sebanyak 4 orang. Mereka adalah Hj. Rt.
Ella Nurlaella, SH.,M.Kn, Sri Hartati, SH, Jenny Vina Ruthmauli, Diana
Drimawati Jayabaya, SH. Memang partai Golkarpun menyumbangkan 4 nama
perempuan, akan tetapi partai Golkar bukanlah partai pemenang pemilu di tahun
2014 ini.
PDI-P sendiri memiliki ketua umum perempuan yaitu ibu Megawati
Soekarno Putri yang juga pernah menjabat sebagai presiden perempuan pertama
Republik Indonesia. Megawati mewarisi kemampuan politik dari ayahnya yaitu
presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno.
Melihat beberapa perempuan dari PDI-P yang terjun didunia politik
melalui lembaga legislatif, dan juga ada beberapa lembaga yang didalamnya
terdapat anggota perempuan yang berasal dari PDI-P, dengan latar belakang
tersebut peneliti ingin mengetahui Peran Perempuan Sebagai Anggota Partai
Dalam Aktivitas Komunikasi Politik” (Studi Deskriptif Anggota Partai
Perempuan Pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan PimpinanDaerah
Banten).
1.2Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan oleh peneliti, maka telah
ditetapkan fokus dalam penelitian sebagai berikut:
64
“Bagaimana Peran Perempuan Sebagai Anggota Partai Dalam Aktivitas
Komunikasi Politik” (Studi Deskriptif Anggota Partai Perempuan Pada Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan PimpinanDaerah Banten).
1.3Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas maka pertanyaan penelitiannya adalah :
1. Bagaimana hak dan kewajiban anggota perempuan di partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan dalam aktivitas komunikasi politik?
2. Bagaimana anggota perempuan di partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
bersosialisasi dan berinternalisasi dalam aktivitas komunikasi politik?
3. Bagaimana hambatan anggota perempuan di partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan dalam aktivitas komunikasi politik?
4. Bagaimana sistem perekrutan dan pengkaderan anggota partai perempuan
di partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam memenuhi pengetahuan
komunikasi politik
1.4Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan hak dan kewajiban anggota perempuan di partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan dalam aktivitas komunikasi politik.
2. Menjelaskan anggota perempuan di partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan bersosialisasi dan berinternalisasi dalam aktivitas komunikasi
3. Mengungkap hambatan anggota perempuan di partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan dalam aktivitas komunikasi politik.
4. Menjelaskan sistem perekrutan dan pengkaderan calon legislatif
perempuan di partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam aktivitas
komunikasi politik.
1.5Manfaat Peneletian 1.5.1. Manfaat Akademis
Secara spesifik, penelitian ini bermaksud mengungkap pengalaman
informan, dalam hal ini anggota partai perempuan partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan dalam aktivitas komunikasi politik. Penelitian ini diharapkan
bermanfaat untuk memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan atau wawasan
baru dalam ruang lingkup komunikasi genderdan mengetahui relevansi teori
dengan fakta yang sebenarnya, juga diharapkan dapat memberi rangsangan
untuk penelitian-penelitian selanjutnya agar dapat mengembangkan dan
melengkapi serta memberi kritik yang membangun bagi penelitian ini. Dengan
demikian, hasil penelitian dalam kajian ini semakin kaya dan semakin
sempurna.
1.5.2. Manfaat Praktis
Dalam tataran praktis, penelitian ini diharapkan mampu diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi para praktisi dalam bidang komunikasi untuk
perempuan yang terjun di partai politik, menambahkan sebuah nuansa baru
bagi siapa saja yang membacanya. Dan khususnya bagi Partai Demokrasi
Perjuangan Indonesia (PDI-P) Banten. Selain itu, penelitian ini juga
diharapkan menjadi bahan evaluasi atau masukan bagi PDI-P Banten dalam
upaya pengkaderan dan pemenuhan pengetahuan politik anggota partai
perempuan.
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Politik
Dalam pengertian umum komunikasi adala hubungan dan interaksi yang
terjadi antara dua orang atau lebih. Interaksi itu terjadi karena seseorang
menyampaikan pesan dalam bentuk lambang-lambang tertentu, diterima oleh
pihak lain yang menjadi sasaran, sehingga tercapai kesepahaman makna dari
sebuah proses komunikasi tersebut.
Menurut Michael Rush dan Phillip Althoff mendefinisikan komunikasi
politik sebagai suatu proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari
satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial
dengan sistem-sistem politik.65
Istilah komunikasi politik masih relatif baru dalam ilmu politik. Istilah
tersebut mulai banyak disebut-sebut semenjak terbitnya tulisan Gabriel Almond
(1960:3) dalam bukunya yang berjudul The Politics of the Development Areas,
dia membahas komunkasi politik secara lebih rinci. Menurut Almond (1960:12),
didefinisikan politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem
politik sehingga terbuka kemungkinan bagi para ilmuwan politik untuk
membandingkan berbagai sistem politik dengan latar budaya berbeda. Arti
penting dari sumbangan pemikiranAlmond terletak pada pandangannya bahwa
semua sistem politik yang pernah ada di dunia ini, yang ada sekarang, dan yang
65
akan nanti punya persamaaan-persamaan yang mendasar, yaitu adanya kesamaan
fungsi yang dijalankan oleh semua sistem politik.66
Komunikasi politik merupakan salah satu dari tujuh fungsi yang
dijalankan oleh setiap sistem politik. Seperti dikemukakan oleh Almond, semua
fungsi (tujuh fungsi) yang dilakukan sistem politik yaitu (1) Sosialisasi Politik, (2)
Perekrutan, (3) Artikulasi interest (artikulasi kepentingan), (4) Agregasi interest
(Agregasi kepentingan), (5) Pembuatan aturan, (6) Aplikasi aturan, dan (7)
Aturan putusan hakim, harus dilakukan melalui komunikasi.67
Seperti yang sudah dijabarkan pada paragaraf sebelumnya menunjukan
bahwa ada kaitan antara fungsi politik dengan komunikasi politik. Fungsi
komunikasi politik bukanlah fungsi yang berdiri sendiri. Komunikasi politik
merupakan proses penyampaian pesan yang terjadi pada saat fungsi lainnya
dijalankan. Dapat disimpulkan bahwa fungsi komunikasi politik berkaitan erat di
dalam setiap fungsi sistem politik.
2.1.1 Pengertian Komunikasi Politik
Drs. Soemarno, AP. SH. Dalam bukunya Dimensi-Dimensi
Komunikasi Politik mengutip beberapa pengertian komunikasi politik dari
beberapa pakar antara lain dari: Astrid S. Susanto, Phd merumuskan
definisi komunikasi dalam bukunya “Komunikasi Sosial di Indonesia”
sebagai berikut: “Komunikasi politik adalah komunikasi yang di arahkan
kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah
66
Ardial. 2010. Komunikasi Politik. Jakarta: PT. Indeks Permata Puri Media.
67
yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua
warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan oleh lembaga politik.”
Dr. Rusadi Kartaprawira, SH. Dalam Buku “Sistem Politik
Indonesia”, melihat komunikasi politik pada kegunaanya yaitu: “Untuk
menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik intra
golongan, institusi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik
pemerintah.”
Drs. Soemarno, AP. SH. Menyatakan bahwa jika dilihat dari tujuan
politik an sich (semata-mata) maka: “Hakekat komunikasi politik adalah
upaya kelompok manusia yang mempunyai orientasi pemikiran politik
atau ideologi tertentu di dalam rangka menguasai atau memperoleh
kekuasaan, dan dengan kekuasaan mana tujuan pemikiran politik dan
ideology tersebut dapat diwujudkan.”
Astrid lebih lanjut mngungkapkan lebih lanjut bahwa “komunikasi
politik merupakan suatu kegiatan pra politik, melalui kegiatan mana akan
terjadilah realisasi penghubungan atau pengkaitan masyarakat dengan
lingkup Negara.”
Berbeda dari pendapat para pakar tersebut, bahwa komunikasi
politik memiliki lingkup pembahasan yang cukup luas. Tidak hanya
membahas tentang bagaimana politik dikomunikasikan kepada khalayak
luar untuk tujuan memperoleh kekuasaan secara internal, namun
membahas bagaimana suatu sistem berlangsung untuk dipertahankan atau
Sebagaimana yang terdapat dalam komunikasi pada umumnya,
komunikasi politikpun terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut
yaitu komunikator, pesan, komunikan, media dan pengaruh.
Komponen-komponen tersebut dibidang komunikasi politik terdapat di dalam dua
situasi politik atau struktur politik, yaitu pada suprastruktur politik dan
infrastruktur politik.
Beberapa komponen yang termasuk dalam suprastruktur politik
terbagi menjadi tiga kelompok yaitu yang berada dalam lembaga
eksekutif, legislatif, yudikatif. Dilain pihak komponen-komponen yang
berada di masyarakat atau infrastruktur politik terbagi dalam
asosiasi-asosiasi, antara lain:
a) Partai Politik (Political Party)
b) Kelompok Kepentingan (Interest Group)
c) Para Tokoh Politik (Political Figures)
d) Media Komunikasi Politik (Media of political Communication)
Dengan demikian, dalam sistem politik komunikasi berfungsi sebagai
penghubung antara situasi kehidupan politik yamg ada pada suprastruktur
politik dan infrastruktur politik.
2.1.2 Fungsi Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan jalan mengalirnya informasi
melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam sistem
politik. Fungsi dari komunikasi politik adalah struktur politik yang
dalam masyarakat dan menyalurkannya sebagai bahan dalam penentuan
kebijakan. Dengan demikian fungsi membeawakan arus informasi balik
dari masyarakat ke pemerintah dan dari pemerintah ke masyarakat.68
Sedangkan menurut Soemarno fungsi komunikasi polirik dapat
dibedakan menjadi dua bagian. Pertama, fungsi komunikasi politik yang
berada pada struktur pemerintahan (suprastruktur politik) atau disebut juga
denga istilah the governmental political sphere, berisikan informasi yang
menyangkut kepada seluruh kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Isi komunikasi ditujukan kepada upaya untuk mewujudkan loyalitas dan
integritas nasional untuk mencapai tujuan Negara yang lebih luas. Kedua,
fungsi yang berada pada struktur masyarakat (infrastruktur politik) yang
disebut pula dengan istilah the socio political sphere, yaitu sebagai
agregasi kepentingan dan artikulasi kepentingan, dimana kedua fungsi
tersebut sebagai proses komunikasi yang berlangsung di antara kelompok
asosiasi dan proses penyampaian atau penyaluran isi komunikasi terhadap
pemerintah dan hasil agregasi dan artikulasi tersebut.69
Dengan kata lain penulis menyimpulkan fungsi komunikasi adalah
jembatan antara sosialisasi kebijakan pemerintah kepada masyarakat dan
keluhan atau aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui komunikasi
politik kepada pemerintah.
68Mas‟oed Mochtar & Colin Mac Andrew. 1993. Perbandingan Sistem Politik
. Yogyakarta: UGM Press.
69
2.2 Gender dan Komunikasi
Penelitian Griffin (2003) berdasarkan pada refleksi personal menemukan 3
pola mengenai perbedaan perempuan dan laki-laki yang terdiri dari sebagai
berikut70:
1. Ada lebih banyak persamaan antara laki-laki dan perempuan daripada
perbedaan
2. Ada variabilitas, yang besar berkenaan dengan gaya komunikasi antara
laki-laki dan perempuan feminis vs maskulinitas
3. Seks adalah fakta sedangkan gender merupakan gagasan
Gender adalah sistem makna, sudut pandang melalui posisi di mana
kebanyakan laki-laki dan perempuan dipisahkan secara lingkungan, material,
simbolis.
Berikut adalah beberapa perbedaan pola komunikasi yang terjadi dalam
perbedaan gender :
a. Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki daripada laki-laki
memahami makna perempuan;
b. Perempuan cenderung lebih ekspresif dibanding laki-laki;
c. Perempuan cenderung lebih menggunakan perasaan daripada laki-laki
yang lebih to the point;
d. Perempuan cenderung basa-basi dalam pengolaan kata-kata daripada
laki-laki yang lebih menggunakan logika;
e. Perempuan lebih halus dan lembut dalam berkata-kata daripada laki-laki;
70
f. Perempuan cenderung lebih terbuka dibanding laki-laki yang lebih tertutup
g. Perempuan cenderung implisit dibanding laki-laki yang eksplisit;
h. Perempuan lebih peka/sensitif daripada laki-laki dalam menggunakan
perasaan;
i. Perempuan lebih sering menggunakan komunikasi non verbal.
2.3 Peran
Dalam penelitian ini, peran yang dimaksud yaitu peran merupakan tugas
utama yang diharapkan oleh masyarakat berupa aktivitas anggota partai poltik
perempuan dalam komunikasi politik. Peran dalam ilmu sosial terkait mengenai
peran aktif yang berdampak positif bagi keyakinan masyarakat terhadap anggota
perempuan partai politik.
Soekanto menyatakan bahwa Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan
(status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran.71 Menurut Poerwadarminta
peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu peristiwa.72
Pengertian tentang peranan yang dikemukakan oleh Komarudin tentang
peran (role) dapat didefenisikan sebagai berikut73 :
1. Bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan seseorang dalam
manajemen.
2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu usaha.
71
Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers. Hal 268
72
W. J. S Poerwadarminta. 1995. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. PT. Balai Pustaka Hal 751
73
3. Bagian atau fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.
4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang
adanya padanya.
5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.
Peran menurut Robbins singkatnya adalah seperangkat pola perilaku yang
diharapkan dikaitkan pada seseorang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam
suatu unit sosial.74
Menurut Soerjono Soekanto, unsur-unsur peranan atau role adalah75:
1). Aspek dinamis dari kedudukan
2). Perangkat hak-hak dan kewajiban
3). Perilaku sosial dari pemegang kedudukan
4). Bagian dari aktivitas yang dimainkan seseorang.
Persepsi peran diperoleh dari semua rangsangan yang ada disekitar kita
(teman,buku, televisi, Koran, radio, dan lain sebagainya) yang merupakan
pandangan seorang individu mengenai bagaimana ia seharusnyabertindak dalam
suatu situasi tertentu, dan harapan peran adalah bagaimana orang lain meyakini
bagaimana seseorang tersebut seharusnya bertindak dalam suatu situasi tertentu.
Jika situasi yang muncul berupa perbedaan dimana seorang individu dihadapkan
pada pengharapan peran yang berlainan maka disebut sebagai konflik peran.
Sebenarnya terdapat sesuatu kesepakatan tak tertulis yang menentukan apa yang
diharapkan dan menekankan pentingnya mengkomunikasikan dengan tepatdan
akurat mengenai pengharapan peran, yaitu berupa kontrak psikologis, yang
74
Stephen P Robbins. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jakarta. Prenhallindo. Hal 249
75
mendefinisikan pengharapan perilakuyang mengiringi semua peran. Jika
pengharapan peran yang tersirat dalam kontrak psikologis tidak terpenuhi, maka
terjadi reaksi (reperkusi) negative pada kinerja dan kepuasan orang-orangyang
terkait dalam peran tersebut dalam hal ini masyarakat sebagai pemilih.
Menurut Biddle dan Thomas yang dimaksud dengan peran adalah
serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari
pemegang kedudukan tertentu. Pada teori Biddle dan Thomas ini terbagi
peristilahan dalam teori peran kedalam empat golongan yaitu76:
1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial
2. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut
3. Kedudukan orang-orang dalam perilaku
4. Kaitan antara orang dan perilaku
Menurut Levinson peranan mencakup tiga hal yaitu77:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini
merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat.
76
Sarlito Wirawan Sarjono.2006. Teori-Teori Psikologi Sosial. Edisi Revisi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Hal 215
77
Dari teori-teori di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa peranan
adalah suatu bagian dari tugas utama yang dilaksanakan oleh seseorang sesuai
dengan kedudukan dan fungsinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebagai wujud pemenuhan hak dan kewajiban berupa tindakan yang diharapkan
oleh masyarakat sesuai dengan kedudukannya.
2.4 Perempuan
Memahami pengertian perempuan tentunya tidak bisa lepas dari persoalan
gender dan sex. Perempuan dalam konteks gender didefinisikan sebagai sifat yang
melekat pada seseorang untuk menjadi feminim. Sedangkan perempuan dalam
pengertian sex merupakan salah satu jenis kelamin yang ditandai oleh alat
reproduksi berupa rahim, sel telur dan payudara sehingga perempuan dapat hamil,
melahirkan dan menyusui. Pemahaman masyarakat terhadap perempuan
mengalami stereotype dalam persoalan peran sosialnya. Namun demikian,
Nasaruddin Umar memberikan batasan dalam melihat persoalan ini, yakni gender
lebih menekankan pada aspek maskulinitas atau feminimitas, sedangkan sex lebih
menekankan pada perkembangan dan komposisi kimia dalam tubuh.78
Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa perempuan terdpat
dalam 2 konteks yaitu gender dan sex. Pemahaman masyarakat terhadap
perempuan mengalami stereotype dalam persoalan peran sosialnya, namun harus
dibedakan dalam cara melihat persoalan ini lebih menekankan pada gender.
78
2.5 Peran Perempuan
Peran perempuan dalam pembangunan Indonesia dibawa pada nilai-nilai
modernisasi yang berorientasi pada produktivitas, efisian dan rasional seperti di
negara-negara industri.79
Dalam pembangunan saat ini, perempuan memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam segala hal, namun demikian keberadaan perempuan masih
menyimpan dilema. Di satu sisi perempuan dituntut bersikap elegan dan memiliki
penguasaan diri yang sangat tinggi saat berhadapan dengan publik, sedangkan di
sisi lain dalam ruang domestik perempuan dituntut menjadi ibu rumah tangga
yang penuh cinta kasih, pengabdian dan setia, bahkan harus rela hanya menjadi
orang kedua setelah suami yang merupakan kepala rumah tangga (Pembayun,
2009:91).80
Perdebatan tentang gender baik pada kalangan intelektual, cendikiawan,
rohaniawan, maupun pada kalangan masyarakat awam sekalipun, sampai detik ini
masih menjadi topik pembicaraan yang tak pernah ada akhirnya. Kata gender
dalam bahasa Indonesia dipinjam dari kamus bahasa inggris tidak secara jelas
dibedakan pengertian antara kata sex dan kata gender. Konsep gender harus
dibedakan dengan konsep sex dimana gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan
Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana
seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata
nilai dan struktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada. Dengan
79
Prosiding. 2012. Seminar dan Konferensi Nasional Ilmu Komunikasi: Kontribusi Ilmu
Komunikasi Dalam Pembangunan. Serang . Program Studi Ilmu Komunkasi FISIP Untirta hal 109
80
Prosiding. 2012. Seminar dan Konferensi Nasional Ilmu Komunikasi: Kontribusi Ilmu
demikian gender dapat dikatakan perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara
perempuan dan laki-laki yang dibentuk/dikonstruksi oleh sosial budaya dan dapat
berubah sesuai perkembangan zaman. Konsep lain mengatakan bahwa gender
merupakan sikap yang diletakan pada kaum laki-laki maupun yang dikonstruksi
secara sosial.81
Dari pengertian di atas peneliti menyimpulkan bahwa peran perempuan
memiliki peran ganda, yaitu peran pada profesinya dan pada hakikatnya sebagai
perempuan. Proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan
berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai dan struktur, ketentuan sosial dan
budaya di tempat mereka berada.
2.5.1 Perempuan dan Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan
negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi
politik. Dalam pengertian umum, partisipasi adalah kegiatan seseorang
atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan
politik. Kegiatan ini dapat berupa pemberian suara dalam pemilu, menjadi
anggota suatu partai dan lain sebagainya. Herbert McClosky mengatakan
bahwa: Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses
pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses
pembentukan kebijakan umum.82
81
Mansour Fakih.2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial (cetakan ke-13). Yogyakarta. Insist Press. Hal 8
82
Salah satu implementasi nyata bagi perempuan Indonesia dalam
bidang politik adalah pemilu 1955 dimana perempuan yang memenuhi
persyaratan untuk dipilih dan memilih telah ikut serta dalam kegiatan
politik yang sangat berarti itu. Sejak saat itu partisipasi perempuan dalam
berbagai lembaga pemerintahan dari yang rendah sampai yang tinggi serta
berkecimpungnya mereka dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan
politik tidak lagi merupakan hal yang aneh (Isbodroini, 1993).
Keserasian dan keadilan jender dapat dicapai dengan berbagai
ikhtiar pemberdayaan politik perempuan. Pertama, melakukan
ikhtiar-ikhtiar penguatan institusi (institutional building). Kehadiran “Wanita
Persatuan”, misalnya, sebagai salah satu instrumen partai tidak hanya
menjadi institusi “pemanis”, tetapi gerakan perempuan harus menunjukan
dirinya sebagai institusi yang secara substansial dapat memberikan bobot
demokrasi bagi ikhtiar-ikhtiar komunikasidan agregasi politik perempuan.
Kedua, yang dapat dilakukan oleh gerakan perempuan adalah melakukan
penguatan kapasitas dan kapabilitas politisi perempuan (capacity building)
sehingga kader perempuan partai dapat secara aktif dan kompetitif ikut
dalam proses rekrutmen kader, baik dalam struktur kepengurusan partai
maupun pada lembaga legislatif. Proses itu dapat dicapai dengan
penguatan kapasitas politisi perempuan di lingkungan organisasi atau
partai politik. Penguatan kualitas kader partai dan politisi perempuan
disebuah partai politik dapat diarahkan pada kematangan visi perjuangan
mendengar dan mengikuti, serta memiliki kekuatan dan kemauan untuk
menghadapi tantangan, disamping kemampuannya untuk memelihara
kredibilitas.83
Berdasarkan teori diatas peneliti menyimpulkan bahwa perempuan
di dunia politik kini bukanlah hal yang aneh, karena sudah banyak yang
terjun dan meduduki posisi dari yang terendah dan tertinggi, akan tetapi
jumlahnya masih sangat sedikit. Untuk itu perempuan harus melakukan
ikhtiar-ikhtiar penguatan institusi (institutional building) dan penguatan
kapasitas dan kapabilitas politisi perempuan (capacity building).
2.6 Partai Politik
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional-untuk
melaksanakan programnya.84
Di Indonesia kita terutama mengenal sistem multi-partai, sekalipun gejala
partai-tunggal dan dwi-partai tidak asing dalam sejarah kita. Sistem yang
kemudian berlaku berdasarkan sistem tiga orsospol dapat dikategorikan sebagai
sistem multi-partai dengan dominasi satu partai. Tahun 1998 mulai masa
reformasi, Indonesia kembali ke sistem multi-partai (tanpa dominasi satu partai).85
83
Khofifah Indar Parawansa.2006. Mengukir Paradigma Menembus Tradisi: Pemikiran Tentang Keserasian Jender. Jakarta. Pustaka LP3ES Indonesia. Hal. 23
84
Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Jakarta.PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 403
85
Dengan kata lain dapat disimpulkan partai politik adalah wadah untuk
mencapai tujuan dalam konteks kekuasaan politik yang tidak didominasi oleh satu
nama partai saja.
2.6.1 Fungsi Partai Politik
Dibagian terdahulu telah disinggung bahwa pandangan yang
berbeda secara mendasar mengenai partai politik di Negara yang
demokratis dan di Negara otoriter. Perbedaan pandangan tersebut
berimplikasi pada pelaksanaan tugas atau fungsi partai di masing-masing
Negara. Di Negara demokrasi partai relatif dapat menjalankan fungsinya
sesuai harkatnya pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi
warga Negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kehidupan
bernegara dan memperjuangkan kepentingannya di hadapan penguasa.
Sebaliknya di Negara otoriter , partai tidak dapat menunjukan harkatnya,
tetapi lebih banyak menjalankan kehendak penguasa.86
2.6.2 Partai Politik dan Perlibatan Perempuan
Di bidang politik, peranan politik wanita juga menunjukan
fenomena menarik. Wanita tidak hanya memerankan politik secara
tradisional (domestik) sebagaimana pernah ditulis oleh Almond dan Verba
sebagai agen sosialisasi politik bagi anak-anaknya, tetapi mulai aktif
memperjuangkan kepentingan umum atau kepentingan kelompoknya
melalui lembaga sosial atau lembaga politik. Bahkan, tidak jarang mereka
86
menyalurkan kepentingannya melalui saluran nonkonvensional, seperti
unjuk rasa dan demonstrasi.87
Sebagai saluran aspirasi dan partisipasi politik, parpol secara serius
dan berkelanjutan berperan dalam melakukan rekruitmen jabatan politik.
Melalui rekruitmen jabatan politik, perempuan memiliki kesempatan yang
sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam politik. Partai politik
bertanggung jawab dalam menempatkan perempuan pada posisi dan
tanggung jawab organisatoris yang signifikan, selain mempersiapkan dan
menempatkan perempuan sebagai caleg yang setara dengan caleg
laki-laki.88
Hal ini juga didukung oleh adanya Pasal 65 ayat 1 menegaskan
bahwa setiap partai politik dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan
dengan memperhatiakan keterwakilan perempuan terus dianut dalam
undang-undang pemilu. Alhasil pada survey yang diadakan, keterlibatan
perempuan dalam dunia politik ditinjau dari adanya kenaikan calon
legislative dari 2009 sebesar 1,47%.
2.7 Sosialisasi
Berdasarkan buku Sosiologi Suatu Pengantar yang ditulis oleh
Soerjono Soekanto, “sosialisasi adalah suatu proses, dimana anggota
87
Liza Hadiz (Editor). 2004. Perempuan Dalam Wacana Politik Orde Baru: Pilihan Artikel Prisma.Jakarta.Pustaka LP3ES Indonesia. Hal 399
88
masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat di mana dia menjadi anggota”.89
Menurut M.J. Herskovits, “sosialisasi adalah suatu proses dimana
seorang anak menyesuaikan diri dengan norma-norma dalam
keluarganya”.90
Richard T. Schaefer dalam buku Sociology a Brief Introduction
memaparkan, “Socialization, in which people learn the attitudes, values,
and behaviours appropriate for members of a particular culture.
Socialization occurs through human interactions that begin in infancy and
continue through retirement”.
(Sosialisasi adalah di mana orang mempelajari sikap, nilai, perilaku
yang tepat bagi anggota kebudayaan tertentu. Sosialisasi terjadi melalui
interaksi manusia yang dimulai pada masa bayi hingga usia lanjut).
Sedangkan sosialisasi menurut Sean Macbride yang dikutip
Cangara, “yakni menyediakan dan mengajarkan ilmu pengetahuan
bagaimana orang bersikap sesuai nilai-nilai yang ada, serta bertindak
sebagai anggota masyarakat secara efektif”.91
2.7.1 Jenis Sosialisasi
Berdasarkan jenisnya sosialisasi menurut Robert M. Lawang dibagi
menjadi dua, yaitu92 :
89
Soejono Soekanto, 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Hal 59
90
Ibid. Hal 60
91
Hafied Cangara. (2008). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 62
92
http://file.upi.edu/direktori/fpips/m_k_d_u/196604251992032
1. Sosialisasi primer, yaitu sosialisasi pertama yang dijalani individu
semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun. Secara
bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di
sekitar keluarganya. Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat
dengan anak menjadi sangat penting karena watak dan/atau
kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan
interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga
terdekatnya.
2. Sosialisasi sekunder, yaitu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi
primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu
dalam masyarakat. Salah satu bentuknya
adalah resosialisasi (pemberian identitas diri yang baru)
dan desosialisasi ('pencabutan' identitas diri yang lama).
2.7.2 Tipe Sosialisasi
Tipe sosialisasi dibedakan menjadi dua, yaitu93:
1. Formal
Sosialisasi formal terjadi melalui lembaga-lembaga yang
berwenang menurut ketentuan negara. Contohnya sekolah.
2. Informal
93
Sosialisasi informal terdapat dalam pergaulan yang bersifat
kekeluargaan. Contohnya teman, anggota klub, dan
kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat.
Walaupun proses sosialisasi dipisahkan menjadi dua yaitu formal
dan informal, namun hasilnya sangat sulit untuk dipisahkan karena
individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.
2.7.3 Pola Sosialisasi
Sosialisasi dapat dibagi menjadi dua pola, yaitu94 :
1. Sosialisasi represif (repressive socialization), yang menekankan
pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Komunikasinya
bersifat satu arah. Keluarga berperan sebagai significant other.
2. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization), yang
menekankan pada interaksi dan komunikasi lisan yang bersifat dua arah.
Hukuman dan imbalannya bersifat simbolik. Keluarga berperan sebagai
generalized other.
2.7.4 Proses Sosialisasi 1. George Herbert Mead
Menurut George Herbert Mead, tahapan proses sosialisasi yang
dilalui seseorang adalah sebagai berikut95:
94
http://www.bukupr.com/2013/04/sosialisasi.html diakses pada hari Sabtu 27 September 2014 pukul 15: 55 WIB
95
a. Tahappersiapan (preparatory stage)
Tahap ini dialami saat seorang anak mempersiapkan diri untuk
mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman
tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan
meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang
masih balita diucapkan "mam". Arti kata tersebut juga belum dipahami
benar oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat arti kata
makan dengan kenyataan yang dialaminya.
b. Tahap meniru (play stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak
menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa.
Kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain mulai
terbentuk, anak juga sadar bahwa dunia sosial manusia berisi banyak
orang. Sebagian dari orang tersebut adalah orang-orang yang dianggap
penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yaitu dari mana anak
menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut
orang-orang yang amat berarti (significant other).
c. Tahap memainkan (game stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan diganti
oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh
kesadaran. Kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain pun
kemampuan bermainsecara bersama-sama. Pada tahap ini
lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin
kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di
luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya
secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak
mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar
keluarga.
d. Tahap penerimaan norma kolektif (generalized stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat
menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata
lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia
dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja
sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap.
Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi
warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
2. Charles H. Cooley
Charles H. Cooley lebih menekankan pada peran interaksi dalam
teorinya. Menurutnya, self concept (konsep diri) terbentuk dari
interaksi seseorang dengan orang lain, yang disebut looking-glass self.
Tahap-tahap terbentuknya looking-glass self yaitu96:
a. Kita membayangkan bagaimana kita di hadapan orang lain
96
b. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita
c. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian itu
Tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, di mana
seseorang akan berusaha memainkan peranan yang sesuai dengan
penilaian orang terhadap dirinya, walaupun penilaian itu belum tentu
benar.
2.7.5 Agen Sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melakukan sosialisasi
yang membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang
dunianya dan membuat persepsi tentang tindakan-tindakan yang pantas
dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh
agen-agen ini sangat besar.
Agen sosialisasi antara lain97:
1. Keluarga
2. Teman sepermainan
3. Sekolah
4. Lingkungan pekerjaan
5. Masyarakat umum
6. Media massa
Berdasarkan definisi diatas peneliti menyimpulkan bahwa
sosialisasi adalah suatu proses menyesuaikan diri dengan norma-norma
dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai yang ada. Dalam hal ini, proses
97
sosialisasi tersebut dilakukan oleh anggota perempuan di partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan dengan sesama politikus.
2.8 Aktivitas Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan komunikasi persuasi yang selalu dilakukan
oleh politikus maupun partai politik untuk mencapai tujuan politiknya. Dalam hal
ini, kegiatan komunikasi politik kegiatan persuasi dan hampir tidak ada kegiatan
komunikasi politik yang tidak berusaha untuk mempersuasi orang atau khalayak
maupun pemilih yang bertujuan mengubah atau mempertahankan persepsi,
perasaan, pikiran, maupun pengharapan agar mereka bersikap dan berperilaku
sesuai dengan keinginan komunikator politik. Dalam hal ini Dan Nimmo
menyebutkan persuasi merupakan suatu pembicaraan politik yang bertujuan
mengubah persepsi, pikiran, perasaan, dan pengharapannya.
Karena itu, manuver-manuver politik yang sering keluar dari sejumlah
elite dan aktor politik pada umumnya, pada gilirannya dapat berimplikasi pada
pembentukan perilaku individu dan kelompok yang terlibat dalam proses tersebut.
Pesan-pesannya akan menjadi rujukan penting dalam mengambil
tindakan-tindakan formal ataupun informal khususnya berkenaan dengan aktivitas politik.98
Beberapa bentuk komunikasi politik sebagai aktivitas komunikasi politik
yang sudah lama dikenal dan dilakukan dalam dunia politik adalah retorika
politik, propaganda politik, public relation politik, lobi-lobi politik, periklanan
politik, dan sebagainya.
98
1. Retorika
Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric berasal dari kata latin
rehtorica yang berarti ilmu bicara. Aristoteles menyebutkan retorika sebagai
seni persuasi yaitu uraian yang singkat, jelas dan menyakinkan dengan
menggunakan keindahan bahasa dalam penyampaiannya. Retorika merupakan
seni sekaligus teknik yang sering diaplikasikan dalam dunia politik. Pada awal
kemunculannya retorika bersifat dua arah atau dialogis karena biasa digunakan
untuk perdebatan – perdebatan di dalam ruangan.Secara umum kajian retorika
didefinisikan sebagai simbol kehidupan manusia. Menurut Littlejohn dalam
Ariffin (2011:126) Retorika kemudian diperluas dengan mencakup segala cara
manusia menggunakan simbol untuk mempengaruhi lingkungannya.
Dalam pengertian yang lebih luas retorika diartikan sebagai seni
mempergunakan bahasa secara efektif. Aristoteles menegaskan bahwa retorika
dipergunakan untuk membenarkan (corrective), memerintah (instructive),
mendorong (suggestive), dan mempertahankan (defensive) sesuatu yang
didasarkan pada kebaikan masyarakat secara luas.
Retorika merupakan komunikasi dua arah, satu kepada satu. Dalam
pengertian bahwa seseorang berbicara kepada beberapa orang atau seseorang
berbicara kepada seorang lainnya, yang masing-masing berusaha dengan sadar
untuk mempengaruhi pandangan satu sama lainnya, melalui tindakan timbal
balik satu sama lain.99 Retorika juga dimaksudkan sebagai upaya komunikasi
dalam membangun citra, melalui retorika bertujuan menyatukan perasaan,
99
harapan, sikap dan akhirnya diharapkan untuk dapat bekerja sama sesuai
dengan tujuan komunikator dan hal tersebut dilakukan dengan cara berpidato
(negosiasi).
Untuk dapat melakukan retorika yang persuasif dan mencapai tujuan
retorika dimaksud, harus didasarkan dan diperhatikan faktor ethos, pathos dan
logos. Ethos merupakan faktor kredibilitas seorang komunikator, ini
menunjukkan bahwa retorika akan berhasil apabila disampaikan oleh
komunikator yang dipercaya oleh masyarakat (komunikan), pathos adalah
kemampuan dalam memilih dan menggunakan bahasa atau kata-kata yang
baik, manarik dan simpatik untuk mempengaruhi emosi khalayak pendengar,
dan logos adalah seorang komunikator adalah seorang yang mempunyai
pengetahuan yang luas dan mendalam tentang apa yang disampaikannya
dalam berpidato maupun berbicara di depan publik.
Dengan demikian retorika politik dapat dipahami sebagai sebuah seni
menggunakan bahasa untuk mempengaruhi orang lain dengan tujuan -tujuan
politik. Retorika politik juga sering disebut sebagai suatu proses negosiasi.
Selanjutnya, menurut Aristoteles ada tiga macam retorika politik yaitu100:
a. Deleberative rhetoric, yaitu sebuah komunikasi yang dirancang untuk
menggoyang orang yang ada kaitannya dengan public policy dengan cara
menggambarkan keuntungan dan kerugian relatif dan jalan alternatif yang
ditempuh. Fokusnya diletakkan kepada apa yang akan terjadi dikemudian
hari akan suatu kebijakan yang akan diambil.
100
b. Forensic rhetoric, yaitu komunikasi yang memiliki sifat ke fungsi judicial.
Tujuannya adalah untuk menunjukkan suatu kekeliruan atau kebenaran,
tanggung jawab, hukuman atau ganjaran yang telah dibuat dimasa lalu.
c. Demonstrative rhetoric, yaitu komunikasi yang menggambarkan tentang
kebaikan atau keburukan orang lain, organisasi, ide, dan sebagainya.
2. Propaganda Politik
Propaganda merupakan usaha yang dilancarkan berkesinambungan
dengan tujuan menggalang dukungan bagi suatu pendapat, kredo (paham),
atau kepercayaan tertentu.101
Propaganda merupakansuatu kegiatan komunikasi yang erat
kaitannya dengan persuasi. Sehingga Scott M. Cutlip dan H. Center
menyebut persuasi sebagai upaya menyampaikan informasi lewat cara
tertentu yang membuat orang menghapus gambaran lama dalam benaknya
atau memori pikirannya dan menggantikannya dengan gambaran baru
sehingga berubalah perilakunya. Hal tersebut menunjukkan bahwa
persuasi merupakan kegiatan mengkonstruksi pesan dan membangun citra
diri dalam pikiran orang lain dengan tujuan mempengaruhi orang tersebut.
Mempengaruhi orang lain berarti sebuah upaya mengubah sikap orang
tersebut terhadap diri kita atau terhadap suatu objek102.
Jacques Ellul, seorang sosiolog dan filosof Prancis, merangkum
cirri-ciri dalam mendefinisikan propaganda sebagai komunikasi yang
101
Jefkins Frank disempurnakan oleh Yadin Daniel.2004. Edisi ke-5 Public Relations.Jakarta. PT. Gelora Aksara Pratama.Hal.16
102