• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. JAMINAN KREDIT

3.1.5. PROSES HAK TANGGUNGAN

Proses Hak Tanggungan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap kegiatan, yaitu ; 3.1.5.1.Tahap Pemberian Hak Tanggungan

Pasal 10 ayat 2 Undang – Undang Hak Tanggungan, pemberian Hak Tanggungan dengan pembuatan APHT oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT adalah, pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah

hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing – masing.

Tahap pemberian Hak Tanggungan diawali dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, janji untuk memberikan Hak Tanggungan tersebut dituangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisah Hak Tanggungan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

Dengan kata lain, sebelum Akta Pemberian Hak Tanggungan dibuat, dalam perjanjian utang piutang untuk dicantumkan janji pemberian Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, berhubung sifat Hak Tanggungan sebagai perjanjian Accesoir. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan secara tertulis yang dituangkan di APHT. Dan APHT ini merupakan akta PPAT yang berisikan pemberian Hak Tanggungan kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan utangnya

Ketentuan dalam Pasal 10 ayat 2 UUHT menyatakan bahwa, Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT sesuai dengan peraturan peundang – undangan yang berlaku, untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan baik itu subjek maupun objek atau utang yang dijamin, maka menurut Pasal 11 ayat 1 UUHT, di dalam APHT wajib dicantumkan hal – hal sebagai berikut ;39

1) Nama dan identitas pemegang Hak Tanggungan dan pemberi Hak Tanggungan.

39 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revis Dengan UUHT, Remaja Rosda Karya, bandung, 2008, hal 66-68.

2) Domisili pihak – pihak pemegang dan pemberi Hak Tanggungan.

3) Penunjukan secara jelas uatang atau utang – utang yang dijamin, yang meliputi juga nama dan identitas debitur yang bersangkutan.

4) Nilai tanggungan.

5) Uraian yang jelas mengenai Obyek Hak Tanggungan.

Penjelasan atas Pasal 11 ayat 1 UUHT, bahwa ketentuan mengenai isi APHT tersebut ialah bersifat wajib untuk sahnya akta Pemberian Hak Tanggungan, jika tidak dicantumkan secara lengkap hal – hal yang sifatnya wajib di APHT, mengakibatkan APHT-nya batal demi hukum. Konsekuensi hukum bagi tidak dicantumkan secara lengkap hal - hal yang disebutkan dalam APHT sebagaimana harusnya, seyogyanya dicanumkan sebagai salah satu ayat atau pasal dalam batang tubuh UUHT dan tidak sekedar dikemukakan dalam penjelasannya.40

“Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa uatang yang telah ada atau telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan dapat Sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa pemberian Hak Tanggungan hanya akan terjadi bilamana sebelumnya didahului adanya perjanjian pokok yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan, sesuai dengan sifat accessoir dari jaminan Hak Tanggungan, dan hal ini pun dinyatakan secara tegas dalam Pasal 3 ayat 1 UUHT ;

ditentukan berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang piutang yang bersangkutan.”

Dapat disimpulkan bahwa utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan tidaklah selalu dalam jumlah yang tertentu dan tetap, tetapi dapat pula jumlahnya baru ditentukan kemudian. Adapun utang yang dimaksud dapat berupa ; 41

1) Utang yang telah sudah ada, dengan jumlah tertentu.

2) Utang yang belum ada, tetapi telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu.

3) Jumlahnya tertentu secara tetap atau ditentukan kemudia pada saat permohonan eksekusi Hak Tanggungan diajukan.

4) Berdasarkan cara perhitungan yang telah ditentukan ;

• Perjanjian Utang – Piutang.

• Perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang - piutang yang bersangkutan , berupa perjanjian pinjam – meminjam maupun perjanjian lain.

Selain daripada itu dalam APHT, dapat dicantumkan juga janji – janji seperti yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat 2 UUHT. Janji – janji ini dimaksud merupakan upaya kreditur utuk sedapat mungkin menjaga agar objek jaminan

41 Rachamadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan,Op.Cit , hal. 412.

tetap mempunyai nilai yang tinggi, khususnya nanti pada waktu eksekusi. Janji – jani yang dapat dicantumkan di APHT, yaitu ;42

1) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan Obyek Hak Tanggungan atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa atau menerima uang sewa di muka, kecuali adanya pesetujuan dari pemegang Hak Tanggungan.

2) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan Obyek Hak Tanggungan, kecuali ada persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan.

3) Janji yang memberikan kewenangan kepadang pemegang Hak Tanggungan, untuk mengelola Obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek Hak Tanggungan.

4) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri Obyek Hak Tanggungan apabila debitur cedera janji.

5) Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa Obyek Hak Tanggungan tidak akan dibersiHak Tanggunganan dari Hak Tanggungan.

6) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas Obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.

7) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebgaian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum.

8) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagaian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika Obyek Hak Tanggungan diasuransikan.

9) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan Obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan.

10) Janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat .

Kemudian ketentuan dalam Pasal 12 UUHT, memuat janji yang dilarang dicantumkan dalam APHT, yaitu ‘Janji yang mermberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki Obyek Hak Tanggungan apabila debitur cedera janji, batal demi hukum.’

3.1.5.2.Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan

Setelah dilakukan pengikat jaminan Hak Tanggungan dan Pejabat Pembuat Akta Tanah telah memberikan keterangan bahwa calon debitur dinyatakan telah memenuhi persyaratan, baru kemudian bank merealisasi kredit kepada calon debitur. Pengikat jaminan Hak Tanggungan yang dilakukan dalam perjanjian kredit yang dimaksud di sini adalah melalui proses Hak Tanggungan sebagaimana telah ditentukan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan yaitu dengan melalui dua tahap berupa ;

1) Tahap pemberian Hak Tanggungan yang dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

2) Tahap pendaftaran Hak Tanggungan yang dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya setempat, yang merupakan saat lahir Hak Tanggungan.

Menurut Pasal 13 Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya tujuh (7) hari kerja setelah penandatanganan APHT, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.

Warkah yang dimaksud meliputi surat-surat bukti yang berkaitan dengan Obyek Hak Tanggungan dan identitas pihak pihak yang bersangkutan, termasuk di dalamnya sertifikat hak atas tanah dan atau surat-surat keterangan mengenai Obyek Hak Tanggungan. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib melaksanakan hal tersebut karena jabatannya dan sanksi atas pelanggaran hal tersebut akan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).43

Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuat buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi Obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

Hal ini berarti setifikat Hak Tanggungan merupakan bukti adanya Hak Tanggungan, oleh karena itu maka sertifikat Hak Tanggungan dapat membuktikan sesuatu yang pada saat pembuatannya sudah ada atau dengan kata lain menjadi patokan pokok adalah tanggal pendaftaran atau pencatatatnya dalam buku tanah Hak Tanggungan.44

Hapusnya Hak Tanggungan diatur dalam pasal 18 sampai dengan pasal 19 UUHT, yang dimaksud dengan hapusnya Hak Tanggungan ialah tidak berlakunya lagi Hak Tanggungan, Pasal 18 UUHT disebutkan mengenai hapusnya Hak Tanggungan yaitu ;

Dokumen terkait