• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI TURUN TANAH ANAK DI LANSEK KADOK,

PROSESI PELAKSANAAN UPACARA ADAT BOTATAH 3.1. Sejarah Botatah

3.3. Prosesi Pelaksanaan Botatah

Upacara botatah (turun tanah) tidak hanya melibatkan kerabat ibu dan ayah sang anak, tetapi juga para tetangga dan handai taulan. Untuk itu, sebagai persiapan, semua yang akan terlibat itu

(diberitahu bahwa pada hari tertentu), diminta kehadirannya untuk menyaksikan dan sekaligus mendoakan si anak yang akan diturun-tanahkan. Selain itu, pihak penyelenggara juga mempersiapkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam upacara tersebut. Besar-kecilnya atau mewah-sederhananya upacara bergantung pada kemampuan pihak penyelenggara. Biasanya anak pertama, baik laki-laki maupun perempuan, diperlakukan secara khusus dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga, sehingga pelaksanaannya seringkali disertai dengan doa bersalama dirumah orang tua si anak. Jadi, lebih besar atau lebih meriah ketimbang anak kedua atau ketiga yang cenderung lebih sederhana, kadang kala hanya melaksanakan proses turun tanah anak saja.

Kerabat ibu atau ayah dari si anak akan mengundang para kerabat dekat, tetangga, ninik mamak yang ada di nagari tersebut. Undangan untuk kegiatan tersebut dilakukan ibu atau ayah si anak tersebut, yakni dengan mendatangani kerabat dekat, tetangga dan ninik mamak tersebut. Mengundang ninik mamak selain untuk mengikutsertakannya dalam proses botatah juga meminta izin atas penyelenggaraan botatah tersebut. Langkah selanjutnya ibu atau ayah si anak yang akan di tatahkan tersebut mendatangani dukun

tatah untuk meminta dia mengobati si anak dan menjalankan semua

prosesi botatah tersebut. Dukun botatah merupakan orang keturunan raja di nagari tersebut. Keahlian dukun botatah diturunkan dari ibu ke anak dalam suatu keluarga. Ini hanya keluarga tertentu saja yakni keluaga raja saja yang bisa menjadi dukun botatah.

Botatah ini biasanya dilakukan bagi anak-anak laki-laki atau perempuan yang berusia dalam lingkungan setahun dan baru pandai berjalan dengan tertatih-tatih. Lazimnya dilakukan pada pagi hari. Sebelum acara botatah dimulai terlebih dahulu anak yang ditatah diberi inai (sejenis tanaman yang bisa membuat warna pada bagian tubuh). Inai tersebut dibalutkan pada bagian kaki dan tangan si anak. Gunanya untuk menjaga tangan dan kaki si anak dari kuman pada waktu menginjak tanah nantinya. Kemudian pihak keluarga mempersiapkan bahan-bahan untuk botatah, yakni sirih, nasi kunyit, minyak manis, sodah, beras yang dimasak (upiah), bunga tujuh

warna, dan emas. Emas ini merupakan milik dukun (tukang botatah) tersebut. Setelah bahan-bahan tersebut dipersiapkan langkah selanjutnya adalah mempersiapkan tikar tempat menatatahkan anak tersebut. Tikar dibentangkan dan diatas tikar ditebar bunga tujuh warna dan padi yang dimasak (upiah).

Langkah selanjutnya, anak yang ditatah diajak berjalan diatas tikar dengan tebaran bunga tujuh warna dan upiah tersebut. Sang dukun mengajari si anak untuk berjalan dengan mengangkat kedua belah tangan si anak. Sang dukun mengajari si anak berjalan sebanyak 3 (tiga) kali. Terakhir sang dukun membaca mantra kepada si anak dan mengosokkan emas ke bagian kepala, pusat dan kaki si anak. Sepanjang proses kegiatan tersebut anak yang akan ditatah disirami dengan beras warna kuning. Beras tersebut disirami kekepala anak sebanyak 3 (tiga) kali. Ini menandakan adanya pelimpahan rezki bagi anak tersebut nantinya. Menjalankan anak diatas bunga sebanyak tiga kali merupakan rangkaian pelaksanaan botatah selanjutnya. Anak diajarkan cara berjalan dengan baik.

Memandikan anak dengan melulurkan minyak wangi keseluruh badannya merupakan rangkaian pelaksanaan terakhir. Anak dimandikan bersama dengan orang tua perempuan anak dan dukun (tukang tatah) tersebut. Setelah acara botatah tersebut dilaksanakan, anak baru bisa menginjak tanah setelah dua hari kemudian.

Anak yang akan ditatah disirami dengan beras warna kuning. Beras tersebut disirami kekepala anak sebanyak 3 (tiga) kali. Ini menandakan adanya pelimpahan rezki bagi anak tersebut nantinya.

Gambar 1 Tukang Botatah sedang memantrakan anak (Dokumentasi Undri)

Gambar 9.Alat Musik Gendang Calti atau Ketipung

Gambar 2 Anak sedang disirami air (Dokumentasi Undri)

Menjalankan anak diatas bunga sebanyak tiga kali merupakan rangkaian pelaksanaan botatah selanjutnya. Anak diajarkan cara berjalan dengan baik.

Gambar 3 Anak sedang Botatah (Dokumentasi Undri)

Gambar 9.Alat Musik Gendang Calti atau Ketipung

Gambar Anak yang Botatah sedang dimandikan (Dokumentasi Undri)

Memandikan anak dengan melulurkan minyak wangi keseluruh badannya merupakan rangkaian pelaksanaan terakhir. Anak dimandikan bersama dengan orang tua perempuan anak dan dukun (tukang tatah) tersebut. Setelah acara botatah tersebut dilaksanakan, anak baru bisa menginjak tanah setelah dua hari kemudian.

FUNGSI, NILAI DAN MAKNA ATRIBUT DALAM BOTATAH 4.1. Fungsi Upacara

Agar bayi dapat mengenal dan menerima kenyataan hidup dan tempat di mana ia dilahirkan. Pengertian ini berdasarkan kepada anggapan bahwa selama ini bayi dalam rahim ibu merupakan dunia yang gelap dan diperkenalkan kepada dunia luar (fana). Serta merupakan sebuah dasar bahwa dia tersebut adalah memang betul berasal dari nagari Lansek Kadok tersebut. Sepertinya yang telah dijelaskan pada bagian di atas bahwa uniknya tradisi tersebut sampai sekarang ini masih dilaksanakan oleh masyarakat di daerah tersebut bahkan telah melampaui sekat-sekat geografis. Artinya bagi ibu dan bapaknya berasal keturunan dari Kerajaan Yang Dipertuan Padang Nunang yang tidak berada di daerah tersebut misalnya di Jakarta, Malaysia dan daerah lainnya diharuskan untuk menatahkan anaknya yang berusia lebih dari satu tahun atau sudah pandai berjalan. Konsekuensi dari tidak dijalankannya tradisi tersebut bagi keturunan Raja Yang Dipertuan Padang Nunang yakni akan terjadi sakit perut pada anak, sakit-sakitan bahkan kelumpuhan. Sebuah tradisi yang berakar pada masa lalu namun tetap dijalankan oleh masyarakatnya sampai sekarang ini dan menjadi sebuah kekayaan budaya.

Tujuan penyelenggaman upacara menurut tradisi setempat adalah mencari keselamatan bagi keluarga yang terlibat dalam upacara ini, terutama sekali bagi bayi yang diupacarakan. Dalam pelaksanaan upacara ini didapati pantangan-pantangan yang harus dihindari berupa perbuatan-perbuatan terhadap bayi. Akibat yang ditimbulkan bila pantangan ini dilanggar adalah baik ibu maupun bayi

selalu mengalami keadaan tidak sehat (mengalami sakit-sakitan) yang sering dapat menimbulkan kematian bagi bayi.