• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proximate Cause

Dalam dokumen Modul Asuransi (Halaman 31-34)

DAN KONTRAK PERJANJIAN ASURANSI

A. PRINSIP-PRINSIP ASURANSI

4. Proximate Cause

Beberapa cara pembayaran ganti rugi yang berlaku: • Pembayaran dengan uang tunai, atau

• Perbaikan, atau • Penggantian, atau • Pemulihan kembali.

Cara Pelaksanaan Prinsip Indemnity

Pelaksanaan pemberian ganti rugi berdasarkan prinsip indemnity ini pada dasarnya dapat dilakukan melalui 4 (empat) cara sebagai berikut:

a. Pembayaran tunai, yaitu

Penggantian kerugian atas suatu klaim dengan penyerahan kepada tertanggung atau pihak ketiga dalam hat asuransi tanggung gugat (liabiity insurance). Cara penyelesaian klaim ganti rugi semacam ini sebenarnya yang paling praktis.

b. Penggantian atau replacement, yaitu

Ganti rugi atas klaim yang dilakukan dengan mengganti barang tertanggung dalam bentuk barang yang sama. Misalnya, kendaraan bermotor yang masih baru diasuransikan kemudian mengalami tabrakan yang menyebabkan kendaraan tersebut nisak total atau hilang. Untuk kondisi seperti ini dapat dilakukan penggantian.

c. Perbaikan atau repair adalah

Pelaksanaan prinsip ganti rugi dengan cara melakukan perbaikan atas kerugian yang dialami tertanggung. PertanggLmgan kendaraan bermotor misalnya, dapat dilakukan dengan cara memperbaiki semua kerusakan/kerugian yang dialami oleh tertanggung.

d. Pembangunan kembali (reinstatement).

Penyelesaian ganti rugi menurut cara ini lebih banyak ditemukan dalam asuransi harta atau property insurance, misalnya gedung atau bangunan, dan dilakukan dengan cara membangun atau memperbaiki kembali bangunan yang rusak. Pelaksanaan prinsip indemnity dengan cara reinstatement dilakukan oleh penanggung berdasarkan kontrak atau persyaratan dalam polis.

4. Proximate Cause

Proximate cause adalah suatu sebab aktif, efisien, yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai tanpa intervensi suatu kekuatan lain, yang diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen. Asuransi harus memahami betul hubungan antara risiko yang merupakan bagian yang dijamin oleh polis dengan prinsip proximate cause ini. Dalam suatu kejadian misalnya, sering kita lihat secara jelas yang menjadi pokok kejadian dan akhir dari kejadian tersebut.

Namun, yang menjadi masalah adalah bagaimana bila terdapat suatu rentetan peristiwa atau kejadian, dan dalam kejadian tersebut terdapat intervensi kekuatan baru yang ikut secara langsung dan merupakan penyebab kejadian yang merugikan. Untuk dapat menentukan proximate cause terhadap suatu rentetan peristiwa adalah dengan cara memperhatikan peristiwa pertama, kemudian secara logika memperhatikan kejadian apa yang mungkin terjadi pada peristiwa berikutnya. Contoh prinsip proximate cause dapat dijelaskan dengan mengambil skenario peristiwa sebagai berikut:

A. 1) badai menerpa dan menghantam tembok

2) tembok roboh dan menyebabkan rusaknya instalasi listrik

3) rusaknya instalasi listrik menimbulkan korsleting dan terjadi percikan api 4) percikan api menimbulkan kebakaran

5) pemadam kebakaran melakukan penyemprotan air

6) air yang disemprotkan menimbulkan kerusakan barang yang tidak terbakar. Rentetan peristiwa ini penyebabnya adalah badai.

Jadi, kalau dalam polis asuransi kebakaran, badai dikecualikan dan kerugian tidak diganti.

B. 1) gempa bumi mengguncangkan kompor minyak 2) minyak kompor tumpah dan terbakar

3) kebakaran terjadi

4) karena pengaruh panas, bangunan sekitarnya ikut terbakar 5) letupan atau percikan api merembet ke bangunan berikutnya 6) proses 4 dan 5 berulang beberapa kali

7) akhirnya bangunan yang berada dalam radius 500 meter ikut terbakar.

Proximate cause dari kebakaran tersebut adalah gempa bumi Polis asuransi kebakaran mengecualikan risiko gempa bumi, maka asuransinya tidak dibayar. Prinsip indemnity atau ganti rugi menimbulkan suatu konsekuensi wajar atas suatu klaim. Akibat wajar tersebut merupakan prinsip dalam proses ganti rugi yang terdiri atas subrogasi (subrogation) dan kontribusi (contribution).

Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama kami akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri berikut ini:

• Seseorang mengendarai kendaraan diajalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik.

• Korban luka parah dan dibawa kerumah sakit. • Tidak lama kemudian korban meninggal dunia.

Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi ataukah tidak?

5. Subrogasi

Subrogasi atau subrogation pada prinsipnya merupakan hak penanggung, yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, untuk menuntut pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa kerugian. Dengan adanya prinsip subrogasi ini, tertanggung tidak dimungkinkan memperoleh ganti rugi yang lebih besar daripada kerugian yang benar-benar dideritanya. Misalnya, dalam asuransi kendaraan bermotor, apabila mobilnya rusak karena ditabrak oleh pengendara lain, maka proses pembayaran ganti rugi dapat dilakukan dengan penanggung mengganti kerugian/kerusakan pihak tertanggung. Dalam hal ini, tertanggung tidak berhak lagi meminta ganti rugi dari penabrak. Hak melakukan tuntutan ganti rugi kepada penabrak oleh penanggung disebut hak subrogasi.

Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung".

Dengan kata lain, apabila Anda mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga maka kami, setelah memberikan ganti rugi kepada Anda, akanmenggantikan kedudukan Anda dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.

6. Kontribusi

Prinsip kontribusi merupakan salah satu akibat wajar dari prinsip indemnity. Prinsip kontribusi pada dasarnya adalah suatu prinsip di mana penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut serta membayar ganti rugi kepada seorang tertanggung meskipun jumlah tanggungan masing-masing penanggung belum tentu sama besar. Hal tersebut dapat saja terjadi apabila tertanggung, dalam waktu yang bersamaan mempertanggungkan suatu benda atas suatu risiko yang sama kepada beberapa penanggung. Dalam kondisi tersebut, apabila terjadi klaim maka masing-masing penanggung harus membayar ganti rugi secara proporsional dengan jumlah yang ditanggungnya.

Dari pengertian tersebut, maka sebab timbulnya kontribusi adalah: a. adanya dua atau lebih polis indemnity:

b. polis menutup kepentingan yang sama (common interest); c. polis menutup risiko yang sama (common peril);

d. polis menutup kepentingan asuransi yang sama;

Anda dapat saja mengasuransikan harta benda yanga sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila kami telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak Anda, maka kami berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik Anda) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya.

Contoh:

Anda mengasuransikan satu unit bangunan rumah tinggal seharga 100 juta rupiah kepada tiga perusahaan asuransi:

PT Asuransi A = Rp 100.000.000,00 PT Asuransi B = Rp 50.000.000,00 PT Asuransi C = RP 50.000.000,00 Total = Rp 200.000.000,00

Bila bangunan tersebut terbakar habis (mengalami kerugian total) maka maksimum ganti rugi yang Anda peroleh dari :

PT Asuransi A = (100.000.000 / 200.000.000) x 100.000.000 = Rp. 50.000.000,00 PT Asuransi B = (50.000.000 / 200.000.000) x 100.000.000 = Rp. 25.000.000,00 PT Asuransi C = (50.000.000 / 200.000.000) x 100.000.000 = Rp. 25.000.000,00 Total = Rp 100.000.000,00

Berarti jumlah ganti rugi yang Anda terima dari ke-3 perusahaan asuransi tersebut bukanlah Rp. 200.000.000,00 melainkan Rp. 100.000.000,00 sesuai dengan harga rumah sebenarnya.

Dalam dokumen Modul Asuransi (Halaman 31-34)

Dokumen terkait