2.1 Konsep Kualitas Pelayanan
Dalam situasi persaingan global saat ini yang semakin kompetitif, persoalan kualitas produk menjadi isu sentral bagi setiap perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menyediakan produk berkualitas akan menjadi senjata untuk memenangkan persaingan, karena dengan memberikan produk yang berkualitas, kepuasan konsumen akan tercapai. Oleh karena itu perusahaan harus menentukan definisi yang tepat dan pemahaman yang akurat tentang kualitas yang tepat.
Menurut Kotler (2007), kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa definisi kualitas bersumber dari dua sisi, produsen dan konsumen. Produsen menentukan persyaratan atau spesifikasi kualiatas, sedangkan konsumen menetukan kebutuhan dan keinginan. Pendefinisian akan akurat jika produsen mampu menerjemahkan kebutuhan dan keinginan atas produk kedalam spesifikasi produk yang dihasilkan.
Menurut Zeithaml dan Bitner,1996, yang dikutip oleh Merida Manurung (2007), bahwa definisi pelayanan adalah semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan berupa produk dalam bentuk fisik, biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah bagi konsumen dalam bentuk kenyamanan, hiburan, kesenangan dan kepuasan. Untuk
mencapai kepuasan konsumen, perusahaan diharuskan meningkatkan kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan untuk memenuhi keinginan konsumen. Faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu, pelayanan yang diharapkan (expected service) dan pelayanan yang diterima/dirasakan (perceived service). Kualitas pelayanan tersebut dipersepsikan sebagai berikut:
1. Apabila pelayanan yang diterima/dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan memuaskan konsumen.
2. Apabila pelayanan yang diterima/dirasakan melampaui dari yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan kualitas yang ideal.
3. Apabila pelayanan yang diterima/dirasakan lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industry jasa, Pasuraman , Zeithaml, dan Berry (1985), dalam Tjiptono & Chandra (2005:132), berhasil mengidentifikasi sepuluh dimensi pokok kualitas jasa :
1. Bukti fisik (Tangibles) atau tampilan secara fisik dari fasilitas , peralatan, personil , dan bahan komunikasi.
2. Keandalan (Reliability) meliputi dua aspek utama yaitu konsitensi kinerja (performance) dan sifat dapat dipercaya (dependability) .hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan jasanya secara benar sejak awal atau kemampuan untuk menampilkan pelayanan yang dijanjikan dengan akurat. 3. Daya Tanggap (Responsiveness) yaitu kesediaan dan kesiapan para karyawan
4. Kompentensi (Competence) yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai kebutuhan pelanggan. 5. Kesopanan (Courtesy) meliputi sikap santun, respek, atensi dan keramahan
para karyawan.
6. Kredibilitas (Credibility) yaitu dapat dipercaya dan jujur dalam menyediakan layanan .
7. Keamanan (Security) atau bebas dari ancaman bahaya, resiko, dan keraguan. 8. Akses (Access) atau kemudahan untuk dikontak dan diakses.
9. Komunikasi (Communication) artinya menyampaikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
10. Memahami Pelanggan (Understanding the Customer) atau usaha lebih mengenali pelanggan dan memahami kebutuhan mereka.
2.1.1 Konsep Kepuasan Konsumen
Tjiptono & Chandra (2005:195), Kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin. Satis artinya enough atau cukup, dan facere berarti to do atau melakukan. jadi produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konumen pada tingkat cukup. Kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan .Kualitas memberikan dorongan khusus bagi pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Ikatan emosional semacam ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan. Pada gilirannya, perusahaan dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan, dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan.
Kepuasan pelanggan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhannya. Hal ini berarti penilaian bahwa suatu bentuk keistimewaan dari suatu barang dan jasa, memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan kebutuhan melebihi harapan pelanggan.
Gisese & Cote (2000), dalam Tjiptono & Chandra (2005:195), mengidentifikasikan tiga komponen utama dalam kepuasan pelanggan yaitu : 1. Kepuasan pelanggan merupakan respon (emosional atau kognitif);
2. Respons tersebut menyangkut focus tertentu (ekspetasi, produk, pengalaman konsumsi, dst);
3. Respons terjadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan produk/jasa, berdasarkan pengalaman akumulatif, dan lain-lain)
Secara singkat, kepuasan pelanggan terdiri atas tiga komponen: respons menyangkut fokus tertentu yang ditentukan pada waktu tertentu.
Kotler & Amstrong( 2008), Kepuasan pelanggan bergantung pada perkiraan kinerja produk dalam memberikan nilai, relatif terhadap harapan pembeli. Jika kinerja produk jauh lebih rendah dari harapan pelanggan, pembeli tidak terpuaskan. Jika kinerja sesuai dengan harapan, pembeli terpuaskan. Jika kinerja melebihi yang diharapkan , pembeli lebih senang. Kuncinya adalah
menyesuaikan harapan pelanggan dengan kinerja perusahaan. Perusahaan yang pintar bermaksud untuk memuaskan pelanggan dengan hanya memberikan apa yang dapat mereka berikan kemudian memberikan lebih banyak dari yang mereka janjikan.
Handi Irawan (2009, sebagaimana dikutip dalam http://dfadila.multiply.com), mengemukakan bahwa ada 10 prinsip kepuasan pelanggan yaitu:
1. Mulailah dengan percaya akan pentingnya kepuasan pelanggan
2. Pilihlah pelanggan dengan benar untuk membangun kepuasan pelanggan 3. Memahami harapan pelanggan adalah kunci
4. Carilah faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan anda
5. Faktor emosional dalah faktor penting yang mempengaruhi kepuasan pelanggan
6. Pelanggan yang komplain adalah pelanggan anda yang loyal 7. Garansi adalah lompatan yang besar dalam kepuasan pelanggan 8. Dengarlah suara pelanggan anda
9. Peran karyawan sangat penting dalam memuaskan pelanggan 10. Kepemimpinan adalah teladan dalam kepuasan pelanggan
2.1.2 Konsep Kualitas pada Industri J asa
Dengan perkembangan bidang usaha, maka organisasi atau perusahaan bukan hanya bergerak di bidang industri manufaktur, tetapi juga pada industri jasa. Pengukuran kualitas pada industri jasa sulit sekali dilakukan karena karakteristik jasa pada umumnya tidak nampak. Banyak sekali perbedaan antara
industri manufaktur dengan industri jasa yang menurut Gasperzs (1997), karakteristik unik dari suatu industri jasa/pelayanan yang sekaligus membedakannya dari barang antara lain:
a. Pelayanan merupakan output tak berbentuk (intangible output). b. Pelayanan merupakan output variabel, tidak standar.
c. Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat dikonsumsi dalam produksi.
d. Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan melalui proses pelayanan.
e. Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan.
f. Keterampilan personil “diserahkan” atau “diberikan” secara langsung kepada pelanggan.
g. Pelayanan tidak dapat diproduksi secara masal.
h. Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu yang memberikan pelayanan.
i. Perusahaan jasa pada umumnya bersifat padat karya. k. Pengukuran efektifitas pelayanan bersifat subyektif. j. Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan.
l. Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian proses. m. (Option) penetapan harga lebih rumit.
2.1.3 Konsep Kualitas pada Industri pendidikan
Menurut Syafaruddin (2002), kualitas pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi tuntutan masyarakat. Sering kali hasil pendidikan mengecewakan
semua pihak Kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan perusahaan baik industri, perbankan, telekomunikasi maupun pasar renaga kerja lainnya. Hal tersebut, menuntut adanya perubahan paradigma pendidikan kepada kualitas (quality oriented) merupakan satu strategi untuk mencapai pembinaan keunggulan pendidikan.
Kualitas pendidikan adalah salah satu faktor kunci dalam kompetisi antarnegara di era globalisasi ini. Kualitas produk dan pelayanan yang dihasilkan berbagai lembaga pendidikan ditentukan oleh kompetensi manajerial, kepemipinan, visi, dan integritas kepribadaian para manajer, guru-guru, dan pegawai dalam mengelola pendidikan. Demikian pula kontribusi para insinyur dan ekonom dari dunia industri dituntut partisipasinya bagi dunia pendidikan.
Para manajer di dunia bisnis, industri, pabrikasi, dan perbankan, baik dalam pemikiran maupun tindakan mereka dalam membuat keputusan tentang kualitas ketenagaan perlu ada relevansinya dengan dunia pendidikan. Karena itu, tuntutan perbaikan kualitas pendidikan perlu direspons dan dijadikan isu utama penyusunan strategi pendidikan nasional untuk memenuhi permintaan (demand) SDM unggul sebagai subjek pembangunan hari ini dan mendatang.
Otonomi pendidikan merupakan suatu bentuk reformasi yang perlu dijalankan dengan baik. Dengan reformasi, perbaikan kualitas pendidikan menuntut tingginya kinerja lembaga pendidikan dengan mengacu pada perbaikan kualitas yang berkelanjutan, kreativitas, dan produktifitas pegawai (tenaga pengajar). Kualitas bukan saja pada unsur masukan (input), tetapi juga unsur proses, terutama pada unsur keluaran (output) atau lulusan, agar dapat memuaskan
harapan masyarakat pelanggan pendidikan. Dengan konsep sistem, maka input, proses dan output memiliki hubungan yang saling mempengaruhi untuk mencapai kepuasan pelanggan atau sesuai dengan harapan masyarakat.
Pemberlakuan otonomi daerah di bawah payung Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, menuntut para manajer atau pengelola lembaga pendidikan, khususnya rektor dan kepala sekolah, untuk mengadopsi manajemen kualitas terpadu bagi peningkatan kualitas lulusan institusi yang dipimpinnya. Aplikasi paradigma manajemen pendidikan terbuka luas dengan adanya otonomi sekolah atau otonomi perguruan tinggi. Sudah saatnya dunia pendidikan Indonesia memperhatikan peningkatan kualitas sebagai bagian dari perubahan manajemen pendidikan, (Syafaruddin ,2002).
2.2 Metode Quality Function Deployment
Quality Function Deployment (QFD) adalah metodologi dalam proses perancangan dan pengembangan produk atau layanan yang mampu mengintegrasikan ‘suara-suara konsumen’ ke dalam proses perancangannya. QFD sebenarnya adalah merupakan suatu jalan bagi perusahaan untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan serta keinginan konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkannya. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi Quality Function Deployment menurut para pakar :
1) Tugas menerjemahkan permintaan-permintaan pelanggan sasaran menajadi prototype yang berfungsi dibantu beberapa metode yang dikenal sebagai penyebaran fungsi mutu Quality Function Deployment (QFD). Metodologi ini
mengambil daftar atribut pelanggan Customer Atribut (CA) yang diinginkan, yang dihasilkan riset pasar, dan mengubahnya menjadi daftar atribut rekayasa Enginering Attrribute (EA) yang dapat digunakan oleh para insinyur .(Kotler,
2005, yang dikutip oleh Hepi Risenasari, 2009)
2) QFD sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu ke dalam kebutuhan teknis yang relevan, dimana masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak (Gazpers, 1998, yang dikutip oleh Hepi Risenasari, 2009)
3) QFD menerjemahkan apa yang dinginkan pelanggan serta bagaimana cara organisasi menghasilkannya. Hal tersebut memungkinkan organisasi memprioritaskan kebutuhan pelanggan, mencari inovasi untuk menanggapi kebutuhan pelanggan, merubah proses agar lebih efektif. QFD adalah penerapan penting untuk proses perbaikan sehingga organisasi memungkinkan untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan (Goestch and David, 2000, yang dikutip oleh Hepi Risenasari, 2009)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan QFD merupakan suatu pendekatan disiplin namun fleksibel terhadap pengembangan produk. Titik awal (Starting Point) dari QFD adalah pelanggan serta keinginan dan kebutuhan dari pelanggan itu. Hal ini dalam QFD disebut sebagai suara dari pelanggan.
2.2.1 Manfaat Quality Function Deployment (QFD)
Penggunaan metodologi QFD dalam proses perancangan dan pengembangan produk merupakan suatu nilai tambah bagi perusahaan. Sebab
perusahaan akan mempunyai keunggulan kompetitif dengan menciptakan suatu produk atau jasa yang mampu memuaskan konsumen.
Manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan QFD dalam proses perancangan produk adalah (Dale, 1994):
1. Meningkatkan keandalan produk/ jasa 2. Meningkatkan kualitas produk/jasa 3. Meningkatkan kepuasan konsumen 4. Memperpendek time to market 5. Mereduksi biaya perancangan 6. Meningkatkan komunikasi 7. Meningkatkan produktivitas
8. Meningkatkan keuntungan perusahaan
2.2.2 Membangun Matriks Pengembangan Fungsi Kualitas (QFD)
Proses dalam QFD dilaksanakan dengan menyusun satu atau lebih matriks yang disebut rumah kualitas. Matriks yang disebut rumah kualitas dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada dasarnya rumah mutu adalah rangkaian lembar-lembar matriks yang jumlahnya dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan (Tampubolon, 2001).
Penjelasan: 1. Lembar A
Pada lembar ini dicantumkan kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan, sesuai dengan urutan prioritas (signifikansi).
Gambar 2.1 House of Quality (Rumah Kualitas) Sumber: Tampubolon (2001)
2. Lembar B
Berbagai informasi penting tentang perencanaan dicantumkan pada lembar ini, bila dirasa perlu.
3. Lembar C
Pada lembar ini dicantumkan rencana mutu yang telah disusun, merupakan terjemahan dari kebutuhan-kebutuhan pelanggan (Lembar A).
4. Lembar D
Lembar ini berisi indikator kekuatan hubungan (KH) antara setiap unsur rencana mutu atau program kegiatan (C) dengan setiap kebutuhan (A). Indikator dimaksud dilambangkan dan dinilai sebagai berikut:
= Tinggi = 9
= Sedang = 3
E. Kekuatan Hubungan Antara Unsur-unsur Program
C. Program Kegiatan (Rencana Mutu) atau Unsur-unsur Program
D. Kekuatan Hubungan Antara Unsur-unsur Program dan Kebutuhan-kebutuhan (Hubungan C-A)
F. Berbagi Informasi Tentang Perencanaan dan Pelaksanaan
B. Berbagai Informasi Tentang Perencanaan A.Kebutuhan Pelanggan
= Rendah = 1
Jika tidak ada hubungan, tidak ditandai. Yang menentukan KH adalah yang ahli dalam bidang bersangkutan dan yang membuat rencana mutu. Dalam hal barang, KH dapat dihitung secara matematis. Tapi dalam hal jasa, perhitungan hanya bersifat kualitatif karena merupakan perilaku manusia. Nilai angka yang diberikan hanya berupa indikator.
5. Lembar E
Pada lembar ini dicantumkan indikator kekuatan hubungan antara unsur-unsur rencana mutu (program kegiatan). Kekuatan hubungan itu menyangkut derajat saling mendukung antara satu unsur dan unsur lainnya. Sebagaimana KH, kekuatan hubungan unsur juga ditentukan oleh yang ahli dalam bidang bersangkutan. Kekuatan hubungan unsur (KHU) ini berkaitan dengan TKT = Rendah = 1 = sedang = 2
yang akan dijelaskan berikut. Indikator KHU diberi tanda dan nilai sebagai berikut:
= tinggi = 3
Jika tak ada hubungan, tidak ditandai. 6. Lembar F
Lembar ini berisi berbagai informasi tentang perencanaan, khususnya tentang program kegiatan (rencana mutu), juga tentang pelaksanaan, terutama evaluasi.
2.2.3 Matr ix Per encanaan (Planning Matrix)
Planning matrix terdiri dari tujuh tipe data yang harus diisi, yaitu Importance to customer, Customer Satisfaction Performance, Competitive Satisfaction, Goal, Improvment Ratio, Sales Point, Raw weight dan Normalized Raw Weigth.
1. Importance to customer, merupakan kolom yang ,encatat seberapa penting tiap kebutuhan (yang terdaftar pada bagian A) bagi pelanggan. Ada tiga tipe data kepentingan yang biasa digunakan, yaitu tingkat kepentingan absolute (Absolute importance), tingkat kepentingan relative (Relative importance) dan tingkat kepentingan ordinal (Ordinal importance)
2. Customer Satisfaction Performance
Diisi berdasarkan tingkat persepsi dan harapan pelanggan, kemudian dihitung GAPnya. Nilai-nilai Customer Satisfaction Performance dihitung dengan rumus : sponden h TotalJumla sponden Jumlah atKepuasan SkalaTingk Re ) Re )( {(
∑
= 3. GoalMerupakan tujuan yang harus dicapai oleh perusahaan atau pihak terkait setelah memperhatikan pelanggan dan teknis yang dimiliki oleh perusahaan atau pihak terkait.
4. Improvment
Suatu ukuran yang menyatakan besarnya usaha yang dibutuhkan untuk mencapai Customer Satisfaction Performance yang ditargetkan. Dihitung
dengan rumus :
Improvment Ratio = Goal
Current Satisfaction Performance 5. Sales Point
Berisi informasi seberapa mampu kebutuhan-kebutuhan yang telah disebutkan dalam memberikan nilai jual pada produk ayau jasa yang direncanakan. Nilai yang paling umum digunkan pada sales point adalah :
1 = tanpa titik penjualan 1,2 = titik penjualan tengah 1,5 = titik penjualan kuat 6. Raw Weigth
Nilai dari Raw Weigth untuk tiap-tiap kebutuhan cusromer adalah : = Importance to customer X Importance Ratio X Sales Point
Nilai ini menunjukkan tingkat kepentingan dari masing-masing kebutuhan dari development team.
7. Normalized Raw Weigth
Sebelum menghitung Normalized Raw Weigth, dihitung Raw Total. Raw Weigth Total =
∑
RawWeigth8. Nilai dari Normalized Raw Weigth = Raw Weigth
2.2.4 Tahapan Dalam Quality Function Deployment (QFD)
QFD yang ditunjukkan disini sebagai sebuah seri matrik yang berhubungan dengan kebutuhan konsumen terhadap kebutuhan yang terus-menerus yang ditunjukkan disini adalah tipe-tipe perkembangan
(l) keinginan konsumen menuju ke kebutuhan teknik dari suatu jasa. (2) kebutuhan teknik dari suatu jasa menuju ke kebutuhan proses. (3) kebutuhan proses menuju ke prosedur kualitas.
Proses dalam QFD dilaksanakan dengan menyusun satu atau lebih matrik yang disebut The House Of Quality. Matrik ini menjelaskan apa saja yang menjadi kebutuhan dan harapan pelanggan dan bagaimana memenuhinya. Matrik yang disebut House Of Quality secara umum.
2.2.5 Pengertian Service Quality
Definisi umum tentang service quality atau yang seringkali disingkat SERVQUAL dinyatakan oleh Zeithaml (1990), yaitu “a customer’s judgment of the overall excellence or superiority of a service”. Dengan demikian service quality dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima/peroleh. Harapan para pelanggan pada dasarnya sama dengan layanan seperti apakah seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. Harapan para pelanggan ini didasarkan pada informasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, dan komunikasi eksternal (iklan dan berbagai bentuk promosi perusahaan lainnya). Parasuraman, dkk (1990), menggunakan skala 1-7 (untuk memberikan respons terhadap suatu pernyataan atas
satu aspek kualitas jasa), yakni sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (7). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman dan kawan-kawan disimpulkan dari ke-5 dimensi tersebut terdapat kepentingan relatif yang berbeda-beda.
Menurut Kotler (2007) dimensi kualitas jasa dilihat dari sudut pandang pelanggan adalah sebagi berikut:
1. Tangibels, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. 2. Realibility, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopan santunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya pelanggan kepada perusahaan.
5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.
2.2.6 Model Kualitas Layanan (SERVQUAL)
Kualitas pelayanan (Service Quality) seperti yang dikatakan oleh (Crosby, 1979 dalam Nasution, 2004 dapat didefinisikan bahwa kualitas adalah
conformance to requirement, yakni sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan, bila suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan dengan meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi.
Sementara menurut Rangkuti (2004), bahwa kualitas jasa didefinisikan sebagai penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan konsumen. Definisi tersebut menekankan pada kelebihan dari tingkat kepentingan konsumen sebagai inti dari kualiatas jasa.
Ada banyak model yang dapat digunakan untuk menganalisis kualitas jasa. Salah satunya adalah gap model yang dikembangkan oleh Parasuraman, et al. Model ini selanjutnya dikenal dengan Servqual. Parasuraman, Berry, Zeithaml membentuk model kualitas jasa yang menyoroti syarat – syarat utama untuk kualitas jasa yang tinggi. Model ini seperti gambar dibawah ini, mengidentifikasi lima gap (kesenjangan) yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yang bermutu (Nasution, 2001 : 70)
Gambar 2.2 Model Kualitas Jasa (Nasution, 2001 : 71)
Dari gambar diatas dapat dikatakan bahwa penyebab potensial buruknya kualitas layanan suatu perusahaan dapat terjadi akibat kesenjangan-kesenjangan berikut :
1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajeman.
Pada kenyataannya pihak manajeman suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan konsumen.
2. Gap antara persepsi manajeman terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa.
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standard kinerja tertentu yang jelas.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Pada gap ini terjadi ketidaksesuaian antara spesifikasi kualitas layanan yang ditetapkan dengan performance dari layanan yang diberikan.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.
Pada gap ini perusahaan tidak dapat memenuhi janji yang diberikan atau apa yang dijanjikan tidak sesuai dengan pelaksanaannya.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
2.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi populasi atau studi sensus (Sabar, 2007).
Sedangkan menurut Sugiyono (2008). pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
Jadi populasi bukan hanya orang tapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.
Penelitian sampel baru boleh di laksanakan apabila keadaan subyek di dalam populasi benar-benar homogen. Kita melakukan penelitian sampel dari pada melakukan penelitian populasi karena penelitian sampel memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1. Karena menghemat dari segi waktu, tenaga dan biaya karena subyek penelitian sample relative lebih sedikit di banding dengan studi populasi
2. Di banding dengan penelitian populasi penelitian sampel lebih baik karena apabila penelitian populasi terlalu besar maka di khawatirkan ada yang terlewati dan lebih merepotkan
3. Pada penelitian populasi akan terjadi kelelahan dalam pencatatan dan analisisnya
4. Dalam penelitian populasi sering bersifat destruktif
5. Ada kalanya penelitian populasi tidak lebih baik di laksanakan karena terlalu luas populasinya.
Pengertian dari sampel adalah sebagian dari subyek dalam populasi yang diteliti, yang sudah tentu mampu secara representative dapat mewakili