• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPPRES NOMOR 7/G/2012 TENTANG PEMBERIAN GRASI TERPIDANA MATI NARKOBA ANALISIS KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM

B. Keputusan Presiden Nomor 7/G/2012 tentang Pemberian Grasi Narkoba Kajian Hukum Islam

3. Putusan Pengadilan Negeri Tangerang

Membaca putusan Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 22 Agustus 2000 No. 253/Pid/B/2000/PN.Tng, yang amar lengkap nya berbunyi sebagai berikut :14

1. Menyatakan Terdakwa Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana secara bersama-sama tanpa hak dan melawan hukum menjadi perantara jual beli narkotika golongan I ;

2. Menghukum Terdakwa tersebut dengan pidana MATI ; 3. Menyatakan barang bukti berupa :

- 1 buah koper warna coklat merk MCM - 1 buah tas tangan warna coklat merk MCM

- 3000 gram narkotika jenis Kokaina (sisa Penyisihan)

- 1 buah passport Malaysia Nomor A.9679233 atas nama Rapi Mohammed Majid

14

59

- 1 buah kartu pengarah pendaftaran Malaysia Nomor 691114-08.5124 atas nama Rapi Mohammed Majid

- 1 kartu surat ijin mengemudi Nomor 720213270081 atas nama Rapi Mohammed Majid

- 1 buah tiket Cathay Pasific Airways tanggal 1 Januari 2000 atas nama Rapi Mohammed Majid

- 1 lembar boarding Pass Nomor 059 Cathay Pasifik Airways tanggal 12 Januari 2000 atas nama Rapi Mohammed Majid

- 1 lembar kertas bertuliskan tangan “New Home Hotel 51 Cumber Well

Cruch Street SE-5 London 34, Prince Road SE-25 London

- 1 lembar kartu Bill bertuliskan tangan “20088566 London Tower Eridge

Travel Inn Capital 159, Tower Bridge Road London SEI-3LP phone

020-79403700”

- 1 lembar kartu imigrasi Nomor BL.610567 atas nama Rapi Mohammed Majid, berikut potongan boarding pass Cathay Pasifik Airways Flight CX776 atas nama Rapi Mohammed Majid ;

- 1 pasport Malaysia, 1 buah KTP atas nama Deni Setia Maharwan dan 1 lembar pemberitahuan Pabean atas nama Rapi Mohammed Majid ;

Dirampas untuk dimusnahkan ;

4. Membebankan biaya perkara kepada Negara 5. Menetapkan Terdakwa berada dalam tahanan ;

Setelah menjalalani proses persidangan, majelis hakim Pengadilan Negri (PN) Tangerang, pada 22 Agustus 2000, ketua majelis hakim Asep Iriawan S.H. menjatuhkan

Mahkamah Agung (MA) pada tanggal 18 April 2001.15 Kemudian Deni mengajukan upaya hukum permohonan banding dan kasasi ke Mahkamah Agung pada yang mana permohonan kasasi tersebut ditolak dengan No. 74K/Pid/2001.

Deni mengajukan upaya hukum peninjauankembali (PK) dengan Nomor perkara 13 PK/Pid/2002. PK tersebut diputus pada tahun 2003 oleh majelis hakim yang diketuai oleh Toton Suprapto S.H, Iskandar Kamil S.H dan Parman Suparman S.H dengan putusan menolak permohonan peninjauankembali (PK) Deni.16 Deni kemudian mengajukan grasi melalui Lembaga Pemasyarakatan (LP) pada 26 April 2011. Atas permintaan grasi tersebut, MA mengeluarkan pertimbangan hukum pada 19 Oktober 2011 yang isinya tidak terdapat cukup alasan untuk mengabulkan grasi kepada Presiden.

Namun pada tanggal 25 Januari 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi melaui Keppres Nomor 7/G/2012 merubah hukuman mati deni menjadi hukuman seumur hidup.17 Salah satu yang menjadi alasan Pemberian grasi oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada terpidana narkotika deni itu adalah alasan kemanusiaan.18 berdasarkan dari laporan bahwa yang bersangkutan mengakui kesalahannya dan berlaku baik selama ditahanan.

15

http//:www.viva.co.id/news/read/359438-jk-kenapa-vonis-mati-narkoba-dibatalkan. Diakses pada tanggal 21 September 2014

16

http://nasional.tempo.co/read/news/2012/10/12/063435321/ma-bantah-beri-keringanan-kepada-terpidana-narkoba. di akses pada 25 September 2014

17

http//:nasional.kompas.com/read/2012/10/13/1803020/.htmlgrasi.narkoba.lukai.rasa.keadilan.rakyat. diakses pada tanggal 21 September 2014

18

61 4. Analisa Keppres No.7/G/2012 Dalam Kajian Hukum Islam

Dalam hukum pidana Islam yang berwenang memberikan atau mengabulkan permohonan grasi adalah penguasa atau kepala Negara (Presiden), dalam hal pemberian pengampunan pada jarimah takzir. Hukuman takzir dapat dijatuhkan apabila hal itu dikehendaki oleh masyarakat umum dan mempertimbangkan kemashlahatan. Adanya pengurangan dan pengampunan hukuman dalam Islam karena unsur kemashlahatan. sesuai kaidah fiqh:

هحلصملا عم رودي ريزعتلا

19

sedangkan pertimbangan dalam pemberian pengurangan ataupun pengampunan hukuman dapat didasarkan pada Firman Allah surah an-Nisa ayat 85.

Putusan hakim Pengadilan Negri Tangerang menjatuhkana vonis berupa hukuman mati kepada Deni Setia Maharwan merupakan hal yang tepat, karena vonis ini sejalan dengan komitmen pemerintah dan hukum Islam dalam memberantas penyalahguna dan peredaran narkoba yang semakin berkembang di Indonesia. Penegak hukum harus memberikan sanksi yang tegas kepada para pengedar narkoba, seperti hukuman mati untuk Deni, karena kejahatan yang dilakukannya telah menimbulkan kerusakan bagi masyarakat serta negara. Firman Allah dalam QS. As-Syura (42) ayat 40 yang artinya:

Hukuman atas kejahatan yang ditimpakan kepada penjahat harus setimpal dengan kejahatan yang dilakukan

Hal itu dilakukan dengan upaya untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan yang lebih besar lagi, daripada memberikan pengurangan hukuman kepada terpidana yang ditujukan demi kemashlahatan terpidana maupun keluarga. Walaupun vonis mati

19

untuk memberikan atau membatalkannya adalah Presiden.

Dalam Keppres Nomor 7/G/2012 pemberian grasi yang diberikan Presiden terhadap narapidana narkoba telah memenuhi prosedur hukum sesuai dalam konstitusi (UUD 1945) pasal 14 ayat 1 memiliki kewenangan grasi dan rehabilitasi dengan mempertimbangkan pendapat Mahkamah Agung.

Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin mengatakan keputusan Presiden Nomor 7/G/2012 dalam memberikan grasi terhadap Deni Setia Maharwan memiliki dasar konstitusional dan melihat unsur kemanusiaan.20 Dalam pertimbangannya, menurut Amir, Presiden menilai kurir narkoba seperti dua terpidana ini layak mendapat grasi atas dasar pertimbangan kemanusiaan. Karena mereka adalah kurir yang berada di level ekonomi rendah," tambahnya. Pertimbangan lain menurut Amir adalah kondisi keluarga para terpidana yang tuna netra serta anak yang masih dibawah umur.21 Walaupun vonis mati telah dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Tangerang, namun yang mempunyai wewenang untuk memutuskan memberikan atau membatalkannya adalah Presiden.

Hanya saja tindakan Presiden dalam menggunakan hak konstitusionalnya dalam bentuk Pemberian grasi itu semestinya harus didasarkan oleh alasan-alasan pertimbangan yang rasional dan lebih dari itu juga tidak melukai rasa keadilan masyarakat. Meskipun Presiden oleh konstitusi diberikan kekuasaan secara bebas memberikan grasi, namun dalam suatu negara hukum pada dasarnya tidak terdapat kebebasan dalam arti yang

20 http://www.voaindonesia.com/content/grasi-untuk-terpidana-narkotika-atas-alasan-kemanusiaan/1527260.html diakses pada tanggal 21 September 2014

21

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2012/10/121015_drugamnesty.shtml. diakses pada tanggal 27 Juni 2015

63

seluas-luasnya atau kebebasan tanpa batas, sebab dalam suatu negara hukum pelaksanaan kekuasaan itu tunduk pada batasan-batasan yuridis.22

Keputusan presiden No.7/G/2012 mendapat banyak penolakan dan dinilai sebagai keputusan yang keliru dan Deni tidak layak mendapatkan grasi dari Presiden. Grasi tersebut dinilai bertentangan dengan semangat pemberantasan narkotika di Indonesia, dimana kejahatan narkotika tergolong dalam kejahatan extra ordinary crime setara dengan kejahatan luar biasa lainnya, yaitu kejahatan terorisme dan korupsi.

Pemberian grasi tersebut bertentangan dengan UU No. 35 Tahun 2009 yang dalam konsideran dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pembrantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika Tahun 1988 konvensi ini mengmengategorikan kejahatan narkotika sebagai tindak pidana serius, sehingga pemerintah perlu memastikan pengenaan sanksi maksimum. Dimana sanksi tersebut dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan.

Menurut pengamat Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI), Budi Darmono, Pemberian grasi menjadikan sebuah pesan keliru yang membuat mereka jauh lebih berani dan menyepelekan hukum Indonesia. Mereka beranggapan bahwa hukum yang ada di Indonesia bisa dijualbelikan.23

Ketua Umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) di Jakarta KH. Said Aqil Siraj menilai pemberian grasi untuk pengedar narkoba Deni Setia Maharwan dkk. tidak

22

Bachtiar Baital, ”Pertanggungjawaban Penggunaan Hak Prerogatif Presiden dibidang Yudikatif dalam Menjamin Kemerdekaan dan Kekuasaan Kehakiman”, jurnal cita hukum, h. 38-39 ( karya ilmiah, Fuji Abdul Rahman) , h. 55

23

Isnaini, Adanya Grasi Pengedar Mulai Sepelekan Hukum di Indonesia dalam http://news.Okezone.com/read/. Diakses pada tanggal 2 Juli 2015

penegakan hukum terhadap terpidana kasus peredaran narkoba. Bahkan dikhawatirkan pula penindakan kepada pelaku narkoba tidak memberikan efek jera.24

Menurut pendapat para ulama-ulama NU bagi pengedar narkoba boleh dijatuhi hukuman mati alasannya kejahatan narkoba merupakan kejahatan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) seperti tindak pidana korupsi dan terorisme menimbulkan kerusakan yang besar25. Dalil Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 33 :

                                                          

Artinya : Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.

Lukman Hakim (Menteri Agama ) menggambarkan, akibat ulah para pengedar narkoba sehingga menyebabkan orang meninggal sekitar 50 orang setiap hari di

24

PBNU : Grasi Gembong Narkoba Tidak Tepat, http://www.jurnas.com/news/73621/PBNU. akses tanggal 27 Februari 2015

25

http://www.republika.co.id/berita/Koran/dialog-jumat/14/11/21/nfdhw914-hukum-bagi-bandar narkoba.

65

Indonesia, bahkan saat ini ada 4,2 juta warga Indonesia yang menjadi pengguna narkoba, dan 1,2 juta di antaranya sudah tidak bisa disembuhkan. Karena itu, dengan memberikan hukuman mati bagi pelaku kejahatanarkoba maka ikut menyelamatkan dan melindungi HAM orang lain.

Pemberian hukuman mati ini, kata Jusuf Kalla, tak melanggar Hak Asasi Manusia. Menurutnya, yang dimaksud HAM dalam Undang-Undang Dasar adalah setiap warga negara berhak mendapat pendirikan, hidup layak dan lainnya. Tapi, kata Jusuf Kalla, soal HAM tak selalu bicara mengenai hak tapi juga kewajiban.26

Dalam konteks hukum di Indonesia, hukuman mati diberlakukan pada dua kejahatan, yakni kejahatan narkoba dan korupsi, karena kejahatan narkoba memiliki daya rusak terhadap generasi dan bangsa yang sangat tinggi, demikian halnya dengan korupsi. Karena memiliki daya rusak terhadap generasi dan bangsa yang sangat tinggi, sehingga dua kejahatan itu memungkinkan untuk dihukum mati dan itu dibolehkan," kata Lukman.27

Maka terhadap narapidana mati narkoba tidak diberikan grasi bertujuan untuk memberikan efek jera. Pemberian hukuman mati selayaknya menimbulkan dampak yang mengakibatkan seseorang yang berkeinginan melakukan tindak pidana narkoba mengurungkan niatnya setelah mengetahui beratnya sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana tersebut.

26

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/359438-jk--kenapa-vonis-mati-narkoba-dibatalkan-27

http://www.gatranews.com/ Menag: Hukuman Mati di Indonesia Tak Langgar HAM. Diakses pada tanggal 5 Juli 2015

membenarkan hukuman mati bagi para pelaku tindak kriminal, pengonsumsi arak, para penebar kerusakan dan segala bentuk kejahatan yang mengancam stabilitas Negara.28

Dilihat dari hukum pidana Islam, maka keputusan Presiden memberikan grasi kepada Deni merupakan tindakan yang kurang tepat, karena tidak sesuai dengan tujuan dan prinsip pemidanaan dalam Islam, yaitu:

a. Pembalasan

Pembalasan merupakan pertanggung jawaban seseorang atas tindak pidana yang telah dilakukannya. Kejahatan yang dilakukan oleh Deni Setia Maharwan termasuk kejahatan yang sifatnya extra ordinary crime (kejahatan luar biasa), maka dalam penanganannya juga harus secara tegas sesuai dengan perbuatannya. Banyaknya anggota masyarakat yang menjadi korban dari perbuatannya. Banyak masyarakat yang menjadi korban dari kejahatannya, menuntut para pelaku kejahatan harus di hukum mati untuk menghindari adanya korban yang lebih besar lagi.

b. Pencegahan

Pencegahan dalam hal ini dimaksudkan agar pelaku tindak kejahatan tidak mengulangi kejahatannya serta masyarakat umum tidak terpengaruh untuk ikut melakukannya. Namun melihat realita yang ada, kejahatan dalam bidang narkoba semakin berkembang dari tahun ke tahun. Tidak adanya sanksi yang maksimal menyebebkan para pengedar semakin bertambah dan tidak merasa takut untuk terus melakukannya.

28

67

Penjara maupun LAPAS yang selama ini menjadi tempat tinggal para pelaku kejahatan dinilai belum efektif, karena belum bisa membuat jera bagi para pelaku kejahatan. Disisi lain, penjara juga merupakan tempat untuk mendidik para pelaku agar ia berubah menjadi orang yang baik dan menyesal atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Namun pada realita yang ada, penjara belum bisa merubah sebagian para pelaku menjadi pribadi yang baik. Dengan tertangkapnya para residivis narkoba menunjukkan bahwa penjara masih belum efektif untuk mengurangi angka kejahatan. Setelah mendapat grasi, Ola yang ditahan di Nusa Kambangan, ternyata masih mengendalikan bisnis narkoba bersama narapidana lain di penjara yang sama.29

Dampak dari perbuatan yang telah dilakukan Deni menimbulkan kerusakan yang besar bagi masyarakat. Apabila penegakan hukum mengenai kasus Deni tidak diberlakukan secara tegas dan adil maka kejahatan semacam ini akan terus berkembang tanpa menemukan titik solusi yang tepat. Upaya pemberantasan tindak pidana narkoba tidak akan berhasil selama sanksi tidak tegas dalam menjerat pelaku tindak pidana narkoba. Pemberian grasi oleh Presiden kepada tindak pidana narkoba justru akan mengembang-biakkan tindak pidana narkoba dan merusak citra hukum di Indonesia.

Menurut penulis, perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Deni termasuk kedalam jarimah yang berkaitan dengan hak Allah. berkenaan dengan kemaslahatan, jika ditinjau dari segi maslahat daruriyat, perbuatan yang diakibatkan oleh Deni menimbulkan dampak terhadap masalahah daruriyat al-khamsah: Melindungi agama,

29

http://www.suarasurabaya.net/print_news/Kelana%20Kota/2014/130271-Grasi-dan-Vonis-Narkoba-Kontroversial-di-Negeri-Ini. diakses pada tanggal 30 Juni 2015

kemanusiaan yang dijadikan sebagai alasan Presiden memberikan grasi kepada Deni Setia Maharwan, maka alasan tersebut dapat dikesampingkan dengan kepentingan masyarakat yang menuntut dan menginginkan para pelaku kejahatan dihukum secara maksimal agar mereka jera dan tidak mengulanginya.

69 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Grasi merupakan salah satu upaya hukum yang dapat diajukan oleh terpidana kepada Presiden untuk meminta pengampunan atau pengurangan hukuman kepada Presiden. Tidak semua terpidana dapat mengajukan grasi, melainkan harus memenuhi syarat yang diatur dalam Unang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi. Sebelum memberikan keputusan, Presiden harus memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung terlebih dahulu (Pasal 14 UUD 1945). Alasan pemberian grasi kepada terpidana adalah karena faktor kemanusiaan dan faktor keadilan. Faktor kemanusiaan dimaksudkan kepada terpidana yang mengalami sakit parah atau kepada mereka yang telah membuktikan dirinya berubah menjadi baik. Faktor keadilan dimaksudkan kepada mereka yang mencari keadilan atas putusan yang dirasa kurang adil dipidanakan padanya. Pengajuan grasi dapat diajukan oleh terpidana yang dijatuhi pidana mati, penjara seumur hidup dan penjara paling rendah 2 tahun. Pemberian grasi khususnya kepada terpidana tindak pidana extra ordinary seperti tindak pidana narkoba, korupsi dan terorisme. Misalnya: kasus pemberian grasi kepada Deni Setia Maharwan (terpidana kasus narkotika) dari segi yuridis adalah sah karena diberikan dengan alasan kemanusiaan yaitu terpidana berkelakuan baik dan sudah mengakui kesalahannya.

2. Sistem pemidanaan Islam juga mengenal adanya pengampunan hukuman, dikenal dengan istilah as-syafa’at yang bemakna grasi/ampunan. Terdapat dalam Al-Qur’an

batasan-batasan. Batasan-batasan tersebut sesuai dengan tindak pidana yang diancam dengan hukuman-hukuman tertentu sesuai aturan pemidanaan Islam. Pemidanaan Islam meliputi pidana hudud, qisas diyat dan takzir. Pengampunan dapat diberikan pada selain pidana hudud. Pengguna narkoba termasuk dalam jarimah hudud, akan tetapi sanksi hukum bagi pengedar dan produsen narkoba adalah ta’zir, karena tidak terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Pengampunan oleh Kepala Negara dalam Islam diberikan dengan alasan berdasar pada pertimbangan kemaslahatan umat dan dikehendaki oleh masyarakat umum bukan atas dasar kemaslahatan terpidana maupun keluarga. Pemberian grasi oleh Presiden (No.7/G/2012) tidak sesuai dengan hukum Islam. Hukum Islam lebih mementingkan kemaslahatan umat dibanding kepentingan individu terhukum. Pengampunan atau grasi bagi pengedar atau produsen narkoba tidak diperbolehkan, karena faktor kemaslahatan umat. Penerapan sanksi yang maksimum seperti halnya hukuman mati diterapkan, maka hal ini merupakan salah satu cara yang memungkinkan para pelaku kejahatan narkoba menjadi jera dan merupakan salah satu solusi untuk mengurangi angka kejahatan narkoba yang semakin berkembang. sebab bahaya narkoba dapat merusak akal seseorang dan merupakan perbuatan yang merugikan masyarakat. Ketentuan pidana terhadap penyalahgunaan narkotika, merupakan ancaman pidana bagi pelaku tindak pidana narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, Pasal 111 sampai dengan Pasal 148, yang digolongkan bagi penanam, pengguna, pengedar dan produsen, dengan ancaman pidana maksimum pidana mati atau pidana penjara seumur hidup serta pidana denda.

71 B. Saran:

Atas beberapa hal yang penulis tulis dalam skripsi ini, maka penulis mencoba menyampaikan beberapa saran yang berkaitan dengan masalah pengampunan masa pidana (grasi), sebagaiberikut:

1. Pemerintah hendaknya memberi sanksi tegas terhadap pelaku tindak pidana narkoba demi menegakkan hukum dan memberikan efek jera yang lebih kepada pelaku tindak pidana narkoba.

2. Perlu adanya kebijakan untuk mempertimbangkan secara arif dan bijaksana terhadap pemberian grasi kepada terpidana pelaku narkotika

3. Dalam menentukan kriteria berkelakuan baik harus dilihat secara menyeluruh. Upaya tersebut dapat berupa pemantauan terhadap narapidana yang mendapatkan hak grasi tersebut berada ditengah-tengah masyarakat akan merubah segala perbuatannya kejalan yang benar.

4. Diharapkan Presiden dapat memeberikan pengabulan grasi dengan dasar alasan pertimbangan yuridis secaara jelas, tegas dan dapat dipertanggungjawabkan serta memperhatikan terpenuhinya rasa keadilan masyarakat atas keputusannya tersebut.

72

Al-Qur’an Al-Karim

Ahsin Sakho, Muhammad. Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jilid III. Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, 2007.

Arif Hakim, M. Bahaya Narkoba Alkohol : Cara Islam Mencegah, Mengatasi dan Melawan. Bandung : Nuansa 2004.

Ali, Zainuddin. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. Ash-Shan’ani, Muhammad. Subulussalam. Beirut, Libanon: Daaral_Fikr. Al-Shan’ani. Subul As-Salam Syarh Bulug Al-Maram Min Adillati Al-Ahkam.

Bandung: Maktabah Dahlan, tth.

Arief Mansyur, Dikdik M. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.

Audah, Abdul Qadir. Emsiklopedi Hukum Pidana Islam. Bogor: Kharisma Ilmu, 2008.

Asshiddiqie, Jimly. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia: Studi tentang Bentuk-Bentuk Pidana Dalam Tradisi Hukum Fiqh dan Relevansinya Bagi Usaha Pembaharuan KUHP Nasional. Bandung: Angkasa, 1996.

Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh Al-Islamy. Damaskus: Dar Al-Fikr, tth.

Badri, Malik B. Islam dan Alkoholisme (Pengobatan bagi Muslim Pencandu Alkohol). Jakarta: pustaka Firdaus, 1994.

73

Bakri, Asafri Jaya. Konsep Maqashid Syari’ah Menurut al-Syatibi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Bangun, Zakaria. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Medan: Penerbit Bina Medis Perintis, 2007.

Bersama, Pegawasan Serta Peran Aktif Orang Tuadan Aparat Dalam Penaggulangan dan Penyalahgunaan Narkoba,

Badan Narkotika Nasional (BNN), Pedoman Pencegah Penyalahgunaan Narkoba Bagi Remaja. Jakarta: BNN RI, 2003.

Chalil, Munawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT.Ichtiar Baru van Hoeve, 1996.

Departemen Agama RI, Bahaya Penyalahgunaan Narkotika Dipandang Dari Sudut Agama Islam. 1987.

Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.

Djazuli, Ahmad. Fiqh Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. o

D, Soedjono. Segi Hukum Tentang Narkotika Di Indonesia. Bandung: Karya Nusantara, 1976.

---. Pathologi Sosial, Bandung: Alumni, 1994

Elsya Tri Ahaddini, Pembatalan Grasi Kontroversial dalam http://www.inilahkoran.com/ read/ detail/1928121/. Akses tanggal 12 November, 2014.

Erwin, Rudy T dan J.T. Prasetyo. Himpunan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Hukum Pidana. Jakarta: Aksara Baru, 1980.

Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syari’ah dan

Hukum Syarif Hidayatullah, 2012.

G Sevilla, Consuelo. Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia. Jakarta: UI-PRESS, 2006.

Hadi Setia Tunggal, Perundang-undangan Narkotika dan Psikotropika Terbaru. Harvarindo, 2013.

Hadi, Sutrisno. Metodelogi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1990.

Hajar al-Asqalani, Ibnu, Terjemahan Hadits Bulghul Maram. Bandung : Gema Risalah Press, 1991.

Hanafi, Ahmad. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1976. ---. Bidayatul Mujtahid: Wasiat, Warisan, Jinayah dan Peradilan.

Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

Hamzah, Andi. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. ---, Terminologi Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2009. ---, KUHP & KUHAP. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Hari, Kobar, Hukum dan Ketahanan Nasional, Jakarta: Sinar Harapan, 1922. Hawari, Dadang. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA NArkotika,

75

I Doi, Abdurrahman. Tindak Pidana Dalam Syariat Islam. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992.

---. Hudud dan Kewarisan. Jakarta: Grafindo Persada, 1996. Idris, Abdul Fatah. Fikih Islam Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin. Kamus Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta Sinar Grafika Orbit, 2005.

Kadarmanta, A. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa. Jakarta: PT. Forum Media Utama, 2010.

Khudori Bik, Muhammad, Ushul Al-Fiqh. Beirut: Dar al-Fikr, 1988.

Kompas, Kontroversi Hukuman Mati, Perbedaan Pendapat Hakim Konstitusi. Jakarta: 2009.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT. Gramedia Pustaja Utama, 2008.

Khallaf, Abdul Wahab. Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh). Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2000.

Kurdi Fadal, Moh. Kaidah-Kaidah Fikih. Jakarta: CV Artha Rivera, 2008. Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Tafsir Al-Qur’an Tematik. Jakarta:

Kamil Pustaka, 2014.

Mardani, H. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Persepektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. ---. Hadis Ahkam. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2012.

Mirza Harera, Muhammad. Pemberian Grasi Terhadap Dua Terpidana Narkoba Sesuai UU, http//:merdeka.com/peristiwa/pemberian-grasi-pada-terpidana-narkoba-sesuai-uu.html. Diakses pada tanggal 12

Dokumen terkait