• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian Grasi Terhadap Terpidana Mati Narkoba Keputusan Presiden Nomor 7/G/2012 (Kajian Hukum PIdana Islam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian Grasi Terhadap Terpidana Mati Narkoba Keputusan Presiden Nomor 7/G/2012 (Kajian Hukum PIdana Islam)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN GRASI TERHADAP TERPIDANA MATI

NARKOBA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 7/G/2012

(KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

WILDA AZIZAH

NIM : 108045100009

KONSENTRASI HUKUM PIDANA ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(2)
(3)
(4)
(5)

v

ABSTRAK

WILDA AZIZAH, NIM: 108045100009, PEMBERIAN GRASI TERHADAP TERPIDANA MATI NARKOBA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 7/G/2012 (KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM). Program Studi Jinayah Siyasah, Konsentrasi Kepidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015

Skripsi ini menganalisis pemberian grasi terhadap terpidana mati narkoba oleh Presiden dalam hukum Islam yakni untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum Islam terhadap alasan Presiden memberikan grasi dan untuk mengetahui dasar hukum atau pertimbangan pemberian grasi kepada terpidana mati narkoba (Deni Setia Maharwan).

Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif yuridis yaitu mendekati permasalahan dengan norma atau kaidah hukum yang berlaku menurut hukum dengan menggunakan teknik studi pustaka (library research) berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, internet dan sumber lainnya yang berkaitan secara langsung dengan objek yang diteliti.

Dari hasil tinjauan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Pemberian grasi khususnya kepada terpidana tindak pidana extra ordinary crime seperti tindak pidana narkoba tidak diberikan, sebab narkoba dapat merusak akal dan merusak bangsa. Pemberian grasi terhadap terpidana mati narkoba (Deni) tidak sejalan. Pandangan hukum Islam lebih mementingkan kemaslahatan umat dibanding kepentingan individu terhukum. Pemberian grasi terhadap terpidana narkoba itu sama sekali tidak memberikan efek jera dan memberikan kesempatan untuk tumbuhnya kejahatan.

Kata kunci: Grasi, Narkotika/Narkoba, Hukum Islam

(6)

vi

ميحرلا نمحرلا ها مسب

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq serta

nikmatnya, sehingga Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW beserta

sanak keluarga dan para sahabatnya, sebagai pelindung orang-orang tertindas dan pejuang

keadilan bagi seluruh manusia serta yang mengamalkan sunnahnya dan menjadi pengikut setia

hingga akhir zaman.

Hanya dengan karunia Allah SWT Tuhan yang Maha Adil, penulis dapat menyelesaikan

karya ilmiah dalam bentuk Skripsi ini yang merupakan tugas akhir sebagai salah satu kewajiban

akademik yang harus ditempuh untuk meraih gelar Sarjana Syariah (S.Sy) di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Banyak kendala serta rintangan yang penulis hadapi dalam

melakukan penelitian ini. Namun berkat kesungguhan hati dan kerja keras serta dorongan dan

bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga hal-hal

tersebut dapat penulis atasi dengan sebaik-baiknya. Untuk itu dengan segala kerendahan hati

penulis berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

(7)

vii

2. Dra. Hj. Maskufa, MA. Ketua Program Studi Jinayah Siyasah yang telah memberikan

bimbingan, petunjuk, dan nasehat yang berguna bagi penulis selama perkuliahan

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata 1.

3. Hj. Rosdiana M.A Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah yang telah banyak

membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam keperluan berkas-berkas

persyaratan untuk menggapai studi strata 1.

4. Iding Rosyidin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan

dalam proses pembuatan proposal skripsi ini sehingga skripsi dapat diseminarkan dengan

baik.

5. Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak

bimbingan, petunjuk dan nasehat yang berguna bagi penulis selama proses penulisan

skripsi.

6. Segenap Dosen Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan Ikhlas menyalurkan ilmu dan pengetahuannya secara

ikhlas dalam kegiatan belajar mengajar yang penulis jalani, serta pimpinan dan pengurus

perpustakaan yang telah memberikan fasilitas dan meminjamkan buku-buku yang

diperlukan oleh penulis.

7. Kepada seluruh keluargaku tercinta, terutama kedua orang tuaku Ayahanda Abdul Kadir

Hasibuan dan Ibunda Zuraidah Harahap yang selalu mendoakan dan memberikan

dukungan baik moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi strata

1 dengan penuh semangat.

8. Teman-teman Program Studi Pidana Islam Angkatan 2008 terima kasih telah menemani

(8)

viii

9. Teman-teman KKN Hati 2011, terima kasih atas persahabatan, pengalaman dan

dukungannya.

Tiada cita dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan Allah SWT.

Penulis hanya dapat berdoa semoga mereka yang telah disebutkan nama-namanya maupun yang

belum sempat disebutkan nama-namnya mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT,

dan segala bantuan yang diberikan dicatat sebagai ibadah di sisi-Nya. sehingga penulis dapat

memberikan kontribusinya dalam ilmu pengetahuan. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat

bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta menjadi amal baik disisi Allah SWT.

Akhirnya semoga setiap bantuan, doa, motivasi yang telah diberikan kepada penulis

mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Jakarta, 4 Juni 2015

(9)

viii

HALAMAN JUDUL………... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI………. iii

LEMBAR PERNYATAAN………... iv

ABSTRAK……….. v

KATA PENGANTAR………... vi

DAFTAR ISI……….. viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah……….. 6

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian…... 7

D. Metodologi Penelitian……… 8

E. Tinjauan Pustaka / Review Study………. 10

F. Sistematika Penulisan……… 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GRASI A. Pengertian dan Dasar Hukum Grasi………... 12

B. Prosedur Pemberian Grasi………. 16

C. Pemberian Grasi Bagi Terpidana Narkoba………... 21

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA NARKOBA A. Pengertian dan Dasar Hukum Narkoba………... 25

B. Jenis-jenis dan Bahaya Narkoba………. 33

(10)

ix

BAB IV KAJIAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP KEPUTUSAN PPRESIDEN NOMOR 7/G/2012 TENTANG PEMBERIAN GRASI BAGI TERPIDANA MATI NARKOBA

A. Grasi Dalam Hukum Islam………... 49 B. Keputusan Presiden Nomor 7/G/2012 tentang Pemberian Grasi

Narkoba Menurut Kajian Hukum Pidana Islam……… 54

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……… 69

B. Saran-Saran………... 71

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman telah membawa negara Indonesia kepada

semakin meningkatnya penyalahgunaan dan peredaran narkoba.

Penyalahgunaan dan peredaran narkoba telah menimbulkan banyak korban

dan banyak masalah sosial lainnya di dunia. Narkoba telah menyebar tidak

hanya di kota-kota, tetapi juga di daerah-daerah terpencil. Para pengguna

narkoba bukan lagi terbatas pada usia dewasa, bahkan anak usia dini pun telah

menjadi korbannya.

Narkoba merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.1 Bahkan

dapat menyebabkan kematian, sehingga merusak generasi suatu bangsa.

Dalam pandangan Islam, narkoba tidak dikenal pada masa Rasulullah

saw. Istilah narkoba dalam Islam tidak disebutkan secara langsung dalam

Al-Qur‟an dan Sunnah. Walaupun demikian ia termasuk dalam kategori khamr,

bahkan narkoba lebih berbahaya dibanding khamr, tetapi dalam teori ilmu

1

(12)

Ushul Fiqh, bila suatu hukum belum ditentukan status hukumnya bisa

diselesaikan melalui metode qiyas (analogi hukum).2 Khamr menurut bahasa

Al-Qur‟an adalah minuman yang terbuat dari biji-bijian atau buah-buahan yang melalui proses begitu rupa sehingga dapat mencapai kadar yang

memabukkan.3 Narkoba dan khamr, meskipun bentuknya berbeda namun cara

kerja khamr dan narkoba sama saja. Keduanya memabukkan, merusak fungsi

akal manusia.

Melihat dampak negatif yang yang diakibatkan oleh narkoba, perlu

adanya pengaturan keras bagi pengguna dan pengedar narkoba. Oleh

karenanya hukuman keras perlu diberlakukan demi memberikan efek jera

tehadap pemakai dan pengedar narkoba.

Masih ingat dalam memori kita pemberian grasi yang diberikan oleh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada terpidana narkotika, Deni Setia

Maharwan pada tahun 2012. Deni batal mendapatkan hukuman dari hukuman

mati diganti menjadi hukuman seumur hidup melalui keputusan Presiden

(Keppres) Nomor 7/G/20124. Deni Setia Maharwan dan sepupunya terbukti

menjadi anggota sindikat narkoba dengan menyelundupkan 3,5 kilogram

2

Mardani, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 73

3

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 84

4

(13)

3

heroin ditambah 3 kilogram kokain saat mencoba meninggalkan wilayah

Indonesia pada tahun 2000.5

Grasi merupakan hak prerogatif Presiden dalam Pasal 14 ayat (2)

UUD 1945: Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi dengan

mempertimbangkan pertimbangan Mahkamah Agung. Sedangkan grasi

menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi yaitu

pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan

pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.

Pemberian grasi ini dapat merubah, merubah, meringankan,

mengurangi atau menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan

pengadilan, tetapi tidak berarti menghilangkan kesalahan dan juga bukan

merupakan rehabilitasi terhadap terpidana.

Hukum pidana Islam juga mengenal grasi kepada terpidana. dikenal

dengan istilah Syafa’at atau al-afwu (pengampunan). Pemberian

pengampunan ini bisa dilihat pada peristiwa “Fath al-Makkah dimana Rasulullah membatalkan putusan hukuman mati terhadap orang kafir yang

masuk catatan hitam yang harus dibunuh, akan tetapi mereka mau bertaubat

salah satunya Abdullah bin Sa‟ad bin Abi Sarah, maka Rasulullah

memberikan maaf meskipun ada sebagian yang tetap dihukum bunuh karena

5

(14)

terus membangkang terhadap Islam.6 Dan pada masa pemerintahan Muawiyah

bin Sufyan yang memberikan pengampunan kepada narapidana dengan

membebaskan seorang yang bersalah dalam kasus pencurian dan dihukumi

potong tangan.7

Pengampunan dalam Islam memang ada akan tetapi tidak semua

tindak pidana bisa mendapatkan pengampunan karena tergantung pada

pertimbangan kemashlahatan umat dan hanya hukuman-hukuman ringan yang

tidak membahayakan kepentingan umum yang boleh diampuni oleh kepala

Negara (Presiden).

Pemberian grasi/pengampunan kepada Deni dianggap melukai rasa

keadilan masyarakat karena ia adalah terpidana narkoba. Narkoba merupakan

tindak pidana extra ordinary crime yang bahayanya dapat merusak diri sendiri

dan merusak generasi bangsa, sehingga pemberian grasi kepada terpidana

narkoba dipandang sebagai sebuah langkah mundur dalam upaya

pemberantasan tindak pidana narkoba dan melemahkan perjuangan

pemberantasan narkotika di Indonesia.

Menurut pengamat Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI),

Budi Darmono, Pemberian grasi menjadikan sebuah pesan keliru yang

6

Munawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), Jus 2. h.81

7

(15)

5

membuat mereka jauh lebih berani dan menyepelekan hukum Indonesia.

Mereka beranggapan bahwa hukum yang ada di Indonesia bisa dijualbelikan.8

Berdasarkan dari pemaparan yang penulis sampaikan di atas, penulis

tertarik untuk mengkaji lebih dalam penulisan skripsi dengan judul

Pemberian Grasi Terhadap Terpidana Mati Narkoba Keputusan Presiden Nomor 7/G/2012 (Kajian Hukum Pidana Islam)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Di dalam penulisan skripsi ini hanya membahas tentang pemberian

grasi oleh Presiden dalam memberikan grasi kepada terpidana mati narkotika

Deni Setia Maharwan pada tahun 2012 berdasarkan tinjauan hukum baik

hukum Islam maupun hukum positif..

Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka dalam skripsi ini

penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pemberian grasi kepada Deni Setia

Maharwan Keppres No.7/G/2012?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap alasan pemberian

grasi oleh Presiden terhadap terpidana mati narkoba Deni Setia

Maharwan (Keppres No.7/G/2012)?

8

(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme tentang pemberian grasi

Keppres No.7/G//2012 terhadap Deni Setia Maharwan

b. Untuk mengetahui pandangan hukum pidana Islam terhadap alasan

pemberian grasi oleh Presiden kepada Deni Setia Maharwan

(Keppres No. 7/G/2012).

2. Manfaat penelitian

Penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untu berbagai hal

diantaranya:

a. Secara teoritis, sebagai sumbangan pengetahuan di bidang hukum

Islam dan hukum Pidana mengenai pemberian grasi tindak pidana

narkoba.

b. Secara praktis, diharapkan dapat menambah pemahaman kepada

semua pihak mengenai masalah grasi oleh Presiden kepada terpidana

narkotika, Deni Setia Maharwan pada tahun 2012.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Pada penulisan skripsi ini, penulis sepenuhnya menggunakan studi

review yaitu dengan melihat penelitian-penelitian yang pernah dibahas oleh

(17)

7

dengna judul penulis serta karya ilmiah lainnya. Guna dijadikan acuan dan

rujukan, penulis telah menemukan hasil penelitian yang ditulis oleh

mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang berjudul:

Karya ilmiah mahasiswa (skripsi) yang ditulis pada tahun 2003 oleh

Zubaedah, di fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang berjudul “Grasi dan Amnesti Dalam Kaitannya Dengan Penghapusan Hukuman Tindak Pidana (Komparasi Hukum Islam dan Hukum Pidana

Indonesia). Skripsi ini hanya membahas tentang perbandingan hukum Islam

dan hukum pidana Indonesia dalam menghapus hukuman dalam tindak

pidana.

Karya ilmiah mahasiswa (skripsi) yang ditulis pada tahun 2004 oleh

Eneng Anasiyah Aminah, Eneng, di fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Pemberian Grasi Menurut Hukum Islam dan Hukum Pidana di Indonesia (Studi Komparatif). Skripsi ini hanya

membahas tentang pemberian grasi yang dilihat dari hukum pidana di

Indonesia dan Hukum Islam lalu membandingkan keduanya.

Skripsi yang ditulis pada tahu 2014 oleh Fuji Abdul Rohman, di

fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Kewenangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Dalam Memberikan Grasi

Kepada Terpidana Narkotika (Analisis Kasus Pemberian Grasi kepada

(18)

membahas mengenai grasi secara normatif berdasarkan peraturan

perundang-undangan tentang grasi dengan mengkaitkannya dengan kasus hukum.

Dari pemaparan di atas dapat terlihat bahwa berbagai penelitian yang

telah dilakukan tentang grasi hanya terbatas pada pengertian saja. Penulis

menilai bahwa belum ada penelitian yang mengkaji tentang pemberian grasi

terhadap terpidana mati narkoba Keppres Nomor 7/G/2012 kajian hukum

pidana Islam.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

metode penelitian hukum normatif9, yaitu penelitian yang memuat deskripsi

tentang masalah yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis.

Penelitian ini bersifat kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan

cara mengkaji buku-buku, literature dan bahanpustaka yang ada relevansinya

degan judul skripsi ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

9

(19)

9

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

teknik studi pustaka (library research)10, baik berupa buku, peraturan

perundang-undangan, majalah surata kabar, mengakses internet dan sumber

lainnya yang berkaitan secara langsung dengan objek yang diteliti. Data-data

yang telah terkumpul diperiksa kembali mengenai kelengkapan jawaban yang

diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi yang biasa disebut

editing.

3. Sumber Data

Adapun dalam penulisan ini, penulis menggunakan dua jenis

sumber data, data primer dan data sekunder, yaitu:

a. Data primer, yaitu data yang didapat dari bahan-bahan yang diperlukan

dalam hal ini adalah Al-Qur‟an, Al-Hadits, kaidah-kaidah fiqih, pendapat Ulama terdahulu dan kontemporer, Undang-Undang Dasar

1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi jo.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1997 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997

tentang Psikotropika dan buku yang berkaitan tentang grasi serta

masalah-masalah kejahatan Narkotika dan yang ada relevansinya

dengan skripsi ini.

10

(20)

b. Data Sekunder, merupakan bahan-bahan yang memberikan penjelasan

dalam mengkaji data primer , yaitu data-data yang diperoleh dari

buku-buku yang masih memiliki keterkaitan dengan pokok masalah yang

akan diteliti.

4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisi data yang digunakan adalah

analisis kualitatif11 untuk menemukan jawaban yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan teknik ini penulis berusaha

untuk mengklasifikasikan data-data yang telah diperoleh, disusun dan

dideskripsikan. 5. Teknik Penulisan

Adapun mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu

kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum dan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2012”

E. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam penulisan skripsi ini,

penulis menyusun dengan sistematika sebagai berikut:

11

(21)

11

BAB I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan latar belakang

masalah penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II menguraikan tinjauan umum tentang grasi yang meliputi

pengertian dan dasar hukum grasi, syarat dan pemberian grasi, prosedur

pemberian grasi dan pemberian grasi bagi terpidana narkoba.

BAB III tinjauan umum tentang tindak pidana narkoba dalam hukum

Islam dan positif yang meliputi pengertian narkoba dan dasar hukum tindak

pidana narkoba, jenis-jenis dan bahaya narkoba, serta sanksi narkoba.

BAB IV berisi tentang grasi (pengampunan) dalam hukum Islam dan

analisis keputusan Presiden (Keppres) No.7/G/2012 mengenai grasi yang telah

diberikan dalam perspektif hukum pidana Islam.

BAB V merupakan bab penutup, yang berisi tentang kesimpulan yang

diperoleh dari hasil penelitian ini, serta mengemukakan beberapa saran yang

(22)

12 A. Pengertian dan Dasar Hukum Grasi

Grasi berasal dari kata Belanda “gratie” yang berarti pengampunan, pembebasan atau pengurangan hukuman yang diberikan kepada seorang

terhukum oleh kepala Negara (Presiden).1 Secara etimologis, grasi berarti

anugerah, dan dalam terminologi hukum, grasi diartikan sebagai bentuk

pengampunan kepada para terhukum yang diberikan oleh kepala Negara.2

Sedangkan grasi menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2002 tentang Grasi yaitu pengampunan berupa perubahan, peringanan,

pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang

diberikan oleh Presiden. Pemberian grasi berfungsi untuk memberikan agar

tidak terjadi penyimpangan dalam memberikan keputusan oleh pengadilan.

Pengaturan mengenai grasi sebelumnya diatur dalam Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi. Undang-Undang ini lahir

1

R. Subekti dan Tjitrsoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradya Paramita, 2000), Cet. Ke- 13. Hal. 45

2

(23)

13

pada tanggal 1 Juli 1950.3 Undang-undang ini di dalam pasal-pasalnya tidak

banyak membahas ketentuan formil, namun lebih banyak mengatur ketentuan

yang sifatnya materil. Tidak terdapat ketentuan umum yang menjelaskan

pendefisian atas hal-hal yang diatur di dalamnya. Undang-undang ini dibentuk

pada masa Republik Indonesia Serikat sehingga tidak sesuai lagi dengan

sistem ketatanegaraan Indonesia yang berlaku pada saat itu dan subtansinya

sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Maka kemudian Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 diganti dengan

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang tentang Grasi di dalamnya

diatur mengenai ketentuan umum, ruang lingkup permohonan dan pemberian

grasi, tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan grasi.

Grasi dalam Undang-Undang Dasar 1945 diatur dalam pasal 14 ayat

(1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden diberikan hak untuk

memberikan grasi dan rehabilitasi berdasarkan pertimbangan Mahkamah

Agung. Hak tersebut merupakan hak istimewa (prerogatif) bagi kepala Negara

karena hal tersebut seharusnya ditangani oleh kehakiman (yudikatif).

Selanjutnya dijelaskan bahwa pemberian grasi dapat merubah, meringankan,

mengurangi atau menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan

3

(24)

pengadilan, tidak berarti menghilangkan kesalahan dan juga bukan merupakan

rehabilitasi terhadap terpidana.4

Ketentuan grasi juga terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) yaitu dalam Pasal 33 a. menyatakan bahwa : “Jika dimasukkan permohonan ampun oleh orang yang mendapat hukuman

kurungan, yang ada dalam tahanan sementara, atau oleh orang lain dengan

persetujuan si terhukum maka tempo dihari memasukkan permohonan dan

hari keputusan Presiden tentang permohonan tersebut, tidak terhitung sebagai

tempo hukuman, kecuali jika dengan memperhatikan keadaan tentang hal itu,

Presiden menetapkan dalam keputusannya, bahwa tempo tadi sama sekali atau

sebagiannya dihitung sebagai tempo hukuman”.

Selain diatur didalam KUHP, Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP)

pun mengatur mengenai grasi ini yaitu diatur dalam Pasal 196 ayat (3)

bebunyi : “Segera setelah putusan, hakim ketua sidang wajib memberitahu

terdakwa tentang haknya, yaitu : menerima dan menolak putusan,

mempelajari putusan, meminta grasi, mengajukan banding dan lain-lain” Dalam Undang-Undang No.5 Tahun 2010 perubahan Undang-Undang

No.22 Tahun 2002 tentang Grasi, kesempatan mendapatkan pengampunan

dari Presiden atau Grasi dibatasi, batasannya adalah lama hukuman dan

4

(25)

15

hukuman mati. Undang-Undang grasi menyebutkan bahwa putusan pidana

yang dapat dimohonkan grasi adalah5:

- pidana mati,

- penjara seumur hidup dan

- penjara paling rendah 2 tahun.

Sebagaimana kita ketahui bahwa upaya hukum grasi sebagai salah satu

dari upaya hukum atas putusan hakim dalam perkara pidana, mempunyai sifat

yang berbeda dibandingkan dengan upaya hukum „banding‟ maupun „kasasi‟.

Karena didalam upaya hukum „banding‟ dan „kasasi‟, pihak pemohon pada

dasarnya tidak mengakui dirinya bersalah dan meminta kepada pengadilan

yang lebih tinggi (Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung) untuk

memeriksa dan mengadili sendiri atas perkara yang dimohonkan „banding‟ dan „kasasi‟ tersebut.6

Sedangkan dalam upaya hukum grasi, pemohon, pada prinsipnya telah

mengakui dirinya bersalah dan menerima putusan hukuman yang telah

dijatuhkan oleh hakim, dan atas kesalahannya tersebut pemohon mengajukan

pemohonan ampun kepada Presiden dan meminta agar hukuman yang telah

dijatuhkan atas dirinya dapat dikurangi atau dihapuskan.7

5

Pasal 2 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi

6

Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia, h. 90

7

(26)

Grasi deberikan bila memang kepentingan Negara nyata mendorong

untuk tidak dijalankannya hukuman keputusan pengadilan, bukan pada

pertimbangan yang keluar dari keibaan hati atau rasa sayang terhadap orang.8

Tujuan dari adanya grasi adalah untuk memperbaiki putusan hakim

agar lebih sesuai dengan rasa keadilan sebagai dasar segala hukum9, untuk

menjamin kemaslahatan dan rasa keadilan serta ketentraman individu di

masyarakat, untuk membina keselarasan sosial antara pihak yang

bersangkutan dengan peristiwa kejahatan, untuk mencari peluang atau

memberi pelajaran kepada penjahat untuk kembali kejalan yang benar dan

untuk menghindari kemudharatan akibat terlalu beratnya hukuman yang

dijatuhkan.10

B. Prosedur Pemberian Grasi

1. Hak dan Wewenang Pemberian Grasi

Presiden mempunyai hak dan wewenang untuk memberikan grasi dari

hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan pidana. Hal ini dilakukan oleh

Presiden setelah meminta nasehat atau mendapat pertimbangan dari

8

R. Tresna, Peradilan di Indonesia dari Abad ke Abad, (Jakarta: Pradya Paramita, 1978). H. 146-147

9

Wirjono Prodjodikiro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, h. 105

10

(27)

17

Mahkamah Agung, bahkan jika hukuman mati dijatuhkan kepada narapidana,

maka hukuman tersebut tidak dapat dijalankan sebelum Presiden diberi

kesempatan untuk memberikan grasi.11

Dalam konsiderans huruf b, dan huruf c Undang-undang 5 Tahun 2010

tentang Grasi menyebutkan bahwa grasi dapat diberikan oleh Presiden untuk

mendapatkan pengampunan dan/atau untuk menegakkan keadilan hakiki dan

penegakan hak asasi manusia terhadap putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap, bahwa grasi yang diberikan kepada

terpidana harus mencerminkan keadilan, perlindungan hak asasi manusia dan

kepastian hukum berdasarkan pancasila dan UUD.

2. Syarat Grasi

Sebelum permohonan grasi diajukan dan akhirnya dikabulkan atau

ditolak oleh Presiden, permohonan grasi tersebut sebelum diajukan kepada

Presiden harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Diajukan atas suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap, terpidana dapat mengajukan permohonan grasi kepada Presiden.

(Pasal 2 ayat 1)

b. Pihak yang dapat mengajukan grasi adalah terpidana atau keluarganya

atau melalui kuasa hukumnya. Untuk terpidana mati, keluarga dapat

11

(28)

mengajukan permohonan grasi sekalipun tanpa persetujuan terpidana.

(Pasal 6 ayat 3)

c. Putusan pemidanaan yang dapat dimohonkan grasi adalah pidana mati,

penjara, seumur hidup dan penjara paling rendah 2 (dua) tahun. (Pasal

2 ayat 2).

d. Grasi hanya dapat diajukan 1 (satu) kali. (Pasal 2 ayat 3)

Pemberian grasi dapat diberikan diberikan dengan alasan bahwa

keputusan hukum yang sudah benar menurut hukum positif yang berlaku, tapi

dirasakan terlalu berat dan tidak sesuai dengan keadaan masyarakat pada

waktu putusan hakim dijalankan, yang mana keadaan ini mungkin dapat

merubah pada saat putusan hakim dijatuhkan.12 Ada beberapa alasan sebagai

pertimbangan pemberian grasi bagi si terhukum, yaitu:13

a. Permohonan grasi berdasarkan alasan kepentingan keluarga, bahwa si

terhukum merupakan tulang punggung di dalam keluarganya.

b. Permohonan grasi berdasarkan alasan bahwa si terhukum pernah

sangat berjasa bagi masyarakat.

c. Permohonan grasi berdasarkan alasan bahwa si terhukum menderita

penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

12

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Tata Negara di Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1980), h. 104

13

(29)

19

d. Permohonan grasi berdasarkan alasan bahwa si terhukum berkelakuan

baik selama di penjara dan memperlihatkan keinsyafan atas

kesalahannya.

3. Tata Cara Grasi

Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang permohonan

grasi diatur tentang prosedur dan mekanisme pengajuan grasi. Beberapa

proses permohonan grasi , sebagai berikut:

1. Hak untuk mengajukan grasi diberitahukan oleh hakim atau ketua

sidang yang memutus perkara pada tingkat pertama kepada terpidana,

apabila pada waktu putusan pengadilan dijatuhkan terpidana tidak

hadir, hak terpidana untuk mengajukan grasi diberitahukan secara

tertulis oleh panitera dari pengadilan yang memutus perkara pada

tingkat petama.

2. Permohonan grasi diajukan kepada Presiden oleh terpidana, kuasa

hukumnya, atau keluarga terpidana. permohonan grasi tersebut dapat

diajukan sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum

tetap.14

3. Permohonan grasi melalui Kepala Lembaga Pemasyarakatan diajukan

kepada Presiden secara tertulis oleh terpidana, kuasa hukumnya atau

keluarganya. Selanjutnya salinan permohonan grasi tersebut kemudian

14

(30)

disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat

pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung, paling lambat 7

(tujuh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan grasi dan

salinannnya.

4. Pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan dan

berkas perkara terpidana kepada Mahkamah Agung mengirimkan

pertimbangan tertulis kepada Presiden dalam jangka waktu paling

lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterinya salinan

permohonan dan berkas perkara.

5. Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah

memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Keputusan presiden

dapat berupa pemberian atau penolakan grasi, dengan jangka waktu

paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya pertimbangan

Mahkamah Agung.

6. Keputusan Presiden tersebut disampaikan kepada terpidana dalam

jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak

ditetapkannya Keputusan Presiden. Lalu salinan keputusan

disampaikan kepada Mahkamah Agung, pengadilan yang memutus

perkara pada tingkat pertama, kejaksaan negri menuntut perkara

terpidana, danlembaga pemasyarakatan tempat terpidana menjalani

(31)

21

C. Pemberian Grasi Bagi Narapidana Narkoba

Bagi setiap narapidana berhak mendapatkan grasi. pemberian grasi

bagi narapidana narkoba mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2010 Tentang grasi. Grasi dapat diajukan pada putusan pidana mati, penjara

seumur hidup dan penjara paling lama 2 (dua) tahun. Maka berdasarkan

peraturan tersebut, bahwa narapidana narkoba bisa mengajukan grasi karena

masuk dalam kategori putusan pidana yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 2010 tentang Grasi. berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 bahwa sanksi tindak pidana narkoba paling berat adalah pidana mati dan

paling ringan adalah 4 tahun.

Pihak yang berwenang memberikan grasi adalah Presiden dengan

memperthatikan pertimbangan Mahkamah Agung15. Presiden berhak dalam

mengabulkan atau menolak permohonan grasi yang diajukan setelah

mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.16

Sejumlah narapidana narkoba mendapatkan pengampunan masa

hukuman (grasi). Kepala Biro Humas Direktorat Jendral Pemasyarakatan

(Ditjenpas) Kementrian Hukum dan HAM Akbar Hadi mengatakan, sampai

awal tahun ini sudah ada 39 narapidana yang mengajukan grasi kepada

15

Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

16

(32)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi hanya 10 orang yang

dikabulkan.17

Pemberian grasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada

empat terpidana narkoba yang mendapatkan grasi diantaranya: , Deni Setia

Maharwan alias Rafi Mohammad Majid mendapatkan grasi Keppres Nomor

7/G/2012 pada Januari 2012, Meirika Franola alias Ola mendapatkan grasi

Keppres Nomor 35/G/2011 pada September 2011, Schapelle Leigh Corby

Keppres Nomor 22/G/2012 dan Peter Achim Franz Grobmann mendapatkan

grasi Keppres Nomor 23/G/2012 pada Mei 2012.18

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memberikan grasi kepada

Deni Setia Maharwan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan perundangan

tentang grasi. Deni sebagai tersangka tindak pidana narkoba membawa

narkotika jenis heroin seberat 3 kilogram dari London, Inggris, melalui

Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Hukuman Deni yaitu hukuman mati

menjadi hukuman seumur hidup. Pemberian grasi tersebut berdasarkan Deni

Setia Maharwan telah menyesali perbuatannya.

Juru bicara Kepresidenan Julian Aldi Pasha membenarkan adanya

Pemberian grasi oleh Presiden terhadap terpidana mati kasus narkotika, Deni

17

http://www.rmol.co/read/2012/05/27/65155/10-Permohonan-Grasi-Napi-Dikabulkan-Presiden-SBY-. diakses pada tanggal 27 Desember 2014

18

(33)

23

Setia Maharwan alias Rafi. “Benar bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi itu. Tentunya dalam Pemberian grasi yang

menjadi kewenangannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berpedoman

pada pasal 14 UUD 1945. Sesuai prosedur pemberiannya berdasarkan

masukan dari MA, Kejaksaan, Menko Polhukam dan Kemenkum HAM,” kata Julian Aldrin Pasha, Jumat (12/10).19 Pemberian grasi terhadap Deni dengan

pertimbangan sisi kemanusiaan.20

Merika Franola alias Ola alias Taniapada 22 Agustus 2000 lalu karena

terbukti membawa 3,5 Kg heroin dari London, Inggris, melalui Bandara

Internasional Soekarno-Hatta,mendapat hukuman mati oleh Pengadilan

Negeri Tangerang. Kemudian Presiden SBY mengeluarkan pengampunan

atau grasi kepada Ola pada 26 September 2011 lalu, melalui Keppres No 35

Tahun 2011 dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.

Namun ternyata, di balik jeruji besi Lapas Wanita Tangerang, Ola

diketahui masih mengendalikan penyelundupan narkotika ke Indonesia. Grasi

atau pengampunan hukuman dari mantan Presiden SBY dari pidana mati

menjadi pidana seumur hidup, rupanya tidak digunakan Ola untuk

19

http://forumkeadilan.com/politik/sby-dan-grasi-narkoba/. Diakses pada tanggal 5 Juni 2015

20

(34)

memperbaiki diri, dirinya kembali ikut terlibat dalam peredaran narkotika di

dalam penjara.21

Schapelle Leigh Corby, bermula 8 Oktober 2004. Saat iut, personel

Imigrasi di Bandar Udara Ngurah Rai, Denpasar, Bali menemukan mariyuana

atau ganja seberat 4,1 kilogram dalam tas selancarnya. Corby ditangkap dan

diproses hukum. Corby dinyatakan bersalah atas tuduhan yang diajukan

terhadapnya dan divonis hukuman penjara selama 20 tahun pada vonis 27 Mei

2005. Ia juga didenda sebesar Rp 100 juta. Dengan diberikan grasi lima tahun

kepada Corby lewat Keppres No. 22/G Tahun 2012 tanggal 15 Mei 2012,

hukuman Corby berkurang dari 20 tahun penjara menjadi 15 tahun penjara.

Corby menjadi terpidana di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali sejak

tanggal 9 Oktober 2004.22 Pemberian grasi terhadap Corby dengan alasan

kemanusiaan karena kondisi yang bersangkutan sering sakit-sakitan di dalam

lapas.23

21

http://www.merdeka.com/peristiwa/diberi-grasi-sby-namun-kendalikan-narkoba-ola-dijerat-hukuman-mati.html. diakses pada 5Juni 2015

22

http://www.tribunnews.com/nasional/2014/02/08/kontroversi-schapelle-leigh-corby?page=3 . diakses pada tanggal 12 Juni 2015

23

(35)

25 BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA NARKOBA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Narkoba

Istilah narkoba dalam konteks hukum Islam, tidak disebutkan secara langsung

dalam Al-Qur‟an maupun dalam Sunnah. Dalam Al-Qur‟an hanya menyebutkan khamr. Khamr biasanya diartikan sebagai minuman keras (minuman memabukkan) atau arak.1

Al-Khamru berasal dari kata ارمخ رمخي رمخ .yang berarti menutupi. Secara terminologi, khamr berarti tertutup, tersembunyi, rahasia, mabuk dan berubah dari

aslinya. Sehingga jika orang yang meminum khamr akan tertutup akal dan kesadarannya.

Muhammad Ali Ash-Shabuni mendefinisikan khamr sebagai benda atau zat yang

memabukkan, terbuat dari anggur dan selain anggur.2 Dalam sebuah hadits lain yang

diriwayatkan oleh Imam Bukhori dinyatakan bahwa Umar pernah berpidato di atas

mimbar Rasulullah Saw dan berkata:

Pramono U. Tanthowi, Narkoba Problem dan Pemecahannya Dalam Perspektif Islam, h. 17 2

Muslim, Shahih Muslim, (Kairo: Dar Al-Hadis, 1994), Juz. Ke-1, h. 189 3

(36)

Artinya: “Sesungguhnya telah turun (ayat) pengharaman khamr, sedang ia adalah dari

lima (macam) dari: anggur, kurma, madu, gandum dan sya’ir. Dan khamr itu

adalah yang menutup akal”. (HR. Bukhori)

Hadits di atas menyatakan bahwa khamr adalah segala yang menutupi

akalmenegaskan bahwa, khamr tidak terbatas pada apa yang terbuaat dari lima bahan

baku di atas. Penyebutan kelima bahan tersebut, karena kelimanya pada saat itu paling

sering dijadikan bahan baku khamr.4

Dalam yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abdullah bin Umar dinyatakan

bahwa:5

رح رمخ كو رمخ ر سم ك Artinya: “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram”.

(HR. Muslim).

Proses pengharaman khamr di dalam Al-Qur’an tidak dilakukan secara langsung, tetapi dilakukan secara bertahap. Beberapa ayat Al-Qur’an berkaitan dengan pelarangan khamr sebagai berikut :

Pramono U. Tanthowi, Narkoba Problem dan Pemecahannya Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: PBB UIN, 2003), h.19

5

(37)

27

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: pada

keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Akan

tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.”

dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.”

Ketiga, pada ayat berikut ini khamr baru diharamkan secara tegas. QS. Al-Maidah

ayat 90:

(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah

perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah

perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Sementara itu, beberapa hadits yang berkaitan dengan pengharaman khamr, hadits

(38)

ارح ف ر سا ارش ك Artinya: “Semua jenis minuman memabukkan adalah haram”. (HR. Bukhori)

Dari tegasnya larangan khamr dalam ayat dan hadits tersebut akibat mabuk yang

ditimbulkannya, maka Ulama sepakat mengatakan bahwa mengkonsumsi khamr tersebut

dijelaskan sendiri oleh Allah dalam ayat tersebut di atas yaitu: tindakan yang buruk dan

keji serta termasuk salah satu perbuatan-perbuatan yang dilakukan syaitan. Dan

menyatakan secara jelas bahwa segala yang memabukkan, tanpa dipersoalkan jenis dan

bahannya asal dapat memabukkan, disebut sebagai khamr.6 Termasuk dalam kategori ini

narkotika, psikotropika, minuman beralkohol dan yang sejenisnya disebut narkoba.7

Secara etimologis, narkoba diterjemahkan kedalam bahasa Arab dengan kata yang

اردخملا berasal dari kata ريدخ ردخي ردخ (khaddara, yukhaddiru, takhdir) yang berarti

Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fikih Islam Lengkap, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Cet. Ke- 3, h. 317.

7

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2, h. 292 8

Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984), h. 351

9 Luwis Ma’luf, al-Munjid fi Al-Lughoh wa Al-A’lam

, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1975), h. 170 (kutipan dari Mardani, Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008), h. 76

10

(39)

29

Artinya: “Narkotika adalah setiap zat yang apabila dikonsumsi akan merusak fisik dan

akal, bahkan terkadang membuat orang menjadi gila atau mabuk. Hal yang

demikian oleh undang-undang positif yang populer seperti: ganja, opium,

morphin, heroin kokain dan kat.”

Ensiklopedi Hukum Islam mengenal narkotika sebagai Hasyis jamak dari

Hasyiysah (rumput kering) yang diekstrak dari bunga tanaman Cannabis Indica//Sativa,

apabila dihisap, dikunyah atau diminum mengakibatkan mabuk.11

Untuk menentukan status hukum narkotika dalam syariat Islam, maka para ulama

(mujtahid) biasanya menyelesaikan dengan jalan ijtihad mereka, melalui metodelogi

hukum Islam dengan jalan pendekatan qiyas sebagai solusi istinbat hukum yang belum

jelas hukumnya dalam syariat Islam. Dalam teori Ushul Fiqih, bila sesuatu hukum belum

ditentukan status hukumnya, maka bisa diselesaikan melalui metode qiyas (analogi

hukum).12

Para Ulama Ushul Fikih menyatakan bahwa qiyas dapat dibagi dari beberapa segi

antara lain sebagai berikut : (a). qiyas al-aulawi, (b). qiyas al-musawi, (c). qiyas

al-adna.13penyalahgunaan Narkotika temasuk dalam qiyas al-aulawi yaitu qiyas yang

berlakunya hukum pada furu’ lebih kuat dari pada berlakunya hukum pada ashal karena

kekuatan illat (dasar) yang terdapat pada furu’. Berikut dipaparkan metode penyelesaian

ketentuan hukum narkotika dengan penjelasan qiyas.14

11

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1999) Cet. Ke-3, h. 535

12

Muhammad Khudori Bik, Ushul Al-Fiqh, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1988), h.334 13

Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh, (Jakarta: Sinar Grafika Orbit, 2005), h. 273

14

(40)

1. Al-Ashl, adalah khamr, karena sesuatu yang ada hukumnya dalam nash

(Al-Qu’an), sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 90.

2. Al-Far’u (cabang) adalah narkotika, karena tidak ada hukumnya dalam nash tetapi ada maksud menyamakan status hukumnya kepada nash yakni khamr. Narkoba

dalam hal ini sisebut al-musyabbah (yang diserupakan).

3. Hukum ashl adalah khamr adalah haram, sebagaimana yang tertuang dalam

firman Allah (QS. Al-Maidah: 90) dengan itu menjadi tolak ukur ketetapan hukum bagi

cabang (al-far’u).

Karena adanya illat memabukkan, narkoba disamakan dengan khamar mengenai

hukumnya maka haram meminumnya.15 Islam melarang minuman memabukkan, karena

dianggap sebagai induk keburukan, disamping merusak akal, jiwa, kesehatan dan harta.

Dari sejak semula, Islam telah berusaha menjelaskan kepada umat manusia, bahwa

manfaatnya tidak seimbang dengan bahaya yang ditimbulkannya, karena akal adalah

salah satu sendi kehidupan manusia yang harus dilindungi dan dipelihara. Untuk itu,

dalam rangka pemeliharaan terhadap akal segala apapun yang dapat menyebabkan rusak

atau berakibat buruk harus dilarang.16

Menurut pendapat Sayyid Sabiq mengatakan bahwa narkoba lebih berbahaya dari

khamr (minuman keras) sebagai berikut: “Sesungguhnya ganja itu haram, diberikan

sanksi had orang yang menyalahgunakannya, sebagaimana diberikan sanki had

peminum khamr. Dan ganja itu lebih keji dibandingkan dengan khamr (minuman keras)

15

Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh), (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2000), h.

16

(41)

31

ditinjau dari segi sifatnya yang dapat merusak otak dan pengaruh buruk lainnya. Dan ia

termasuk kategori khamr yang secara lafdzi dan maknawi telah diharamkan oleh Allah

dan Rasul-Nya.”17

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat berbahaya. Dalam hal ini,

pengertian narkoba adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat dan aparat penegak

hukum, untuk bahan/obat yang masuk kategori berbahaya atau dilarang untuk digunakan,

diproduksi, dipasok, diperjualbelikan, diedarkan dan sebagainya diluar ketentuan

hukum.18

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, narkoba adalah obat yang dapat

menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau

merangsang seperti opium dan ganja.19

Istilah lain yang diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia

adalah NAPZA yaitu singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, yakni

bahan, zat atau obat yang apabila masuk kedalam tubuh manusia, akan mempengaruhi

tubuh, terutama otak atau susunan syaraf pusat dan menyebabkan gangguan kesehatan

jasmani, mental-emosional dan fungsi sosialnya, karena terjadi kebiasaan, ketagihan dan

ketergantungan terhadap NAPZA.

Pengertian narkoba menurut DR. Soedjono, SH. adalah “bahan-bahan yang

terutama efek kerja pembiusan, atau dapat menurunkan kesadaran, juga dapat

17

Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1981), Jilid II, Cet. Ke-III, h. 328 18

Pramono U. Tanthowi, Narkoba Problem dan Pemecahannya Dalam Perspektif Islam, h. 4 19

(42)

menimbulkan gejala-gejala fisik dan mental lainnya apabila dipakai secara terus menerus

dan secara liar dengan akibat antara lain terjadinya ketergantungan pada bahan tersebut.20

Sedangkan Drs. H. M. Ridho Ma’ruf dalam bukunya mengatakan “Narkotika

adalah zat-zat (obat) yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan

dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi syaraf sentral”.21

Narkoba merupakan jenis obat yang substansinya dilarang dan diatur

penggunaannya oleh Undang-Undang Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pembaharuan Undang-Undang No. 9 Tahun

1976, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika danUndang-Undang

Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, dan sesuai dengan pernyataan dari

Departemen Kesehatan Republik Indonesia bahwa bahan-bahan yang telah diatur oleh

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dapat mempengaruhi

kesehatan jiwa atau mental perilaku pemakainya.

Peraturan-peraturan lain yang mengatur tentang narkoba berkenaan dengan

bahayanya ada beberapa peraturan yaitu :

- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

- PERMENKES Nomor 10 Tahun 2010 tentang Impor dan Ekspor

Narkotika dan Psikotropika dan Prekursor Farmasi

- Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 453/Menkes/Pen/XI/1983

tentang Bahan-bahan Berbahaya

20

Soedjono D, Pathologi Sosial, (Bandung: Alumni 1974), h. 78

(43)

33

- Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 86/Menkes/Pen/XII/1976

tentang Minuman Keras

- Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika

Nasional.

Dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 , tidak memberikan definisi

Narkotika, tetapi hanya menyebut bahan-bahan narkotika yang pada pokoknya: Dari

bahan-bahan : Paver, Ganja dan Kokain, Garam-garam dari turunan Morfina dan Kokain,

Bahan-bahan lain baik alamiah, sintesis maupun semi sintesis yang belum disebutkan

yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina dan kokaina yang ditetapkan oleh Mentri

Kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat

ketergantungan yang merugikan seperti morfina atau kokaina dan Campuran dari sediaan

atau preparat No.1,2 dan 3.

B. Jenis-Jenis dan Bahaya Narkoba 1. Jenis-Jenis Narkoba

Narkotika sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilang rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.22

Sebagaimana telah dijelaskan di atas Narkoba atau NAPZA adalah obat-obat atau

zat-zat yang berbahaya apabila disalahgunakan atau apabila penggunaannya tanpa medis.

22

(44)

Untuk mempermudah pemahaman dalam pembagian jenis-jenis narkoba, penulis

membaginya menjadi tiga jenis yaitu : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif/Obat-obat

berbaya. .

Penggolongan jenis-jenis narkotika didasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku yaitu: Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

dibagi menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1:

a. Narkotika

Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi (pengobatan), serta

serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan adalah:

- Ganja, yaitu berasal dari tanaman dengan nama Cannabis Satifa dan Cannabis

Indica, sejenis tanaman perdu yang biasanya digunakan sebagai obat relaksasi dan

untuk mengatasi Intoksisasi ringan. Bahan yang digunakan dapat berupa daun, biji

dan bunga tanaman tersebut. Beberapa istilah untuk ganja antara lain marijuana,

gele, cimeng, hash, oyenn, ikat, bang, labang, rumput atau grass.23

- Heroin, yaitu zat yang dihasilkan dari bahan beku morfin, asam cuka anhidrid dan

asetil klorid. Heroin biasanya berwana putih, kelabu atau coklat muda. Pada

umumnya heroin berupa serbuk, kristal dan batangan yang padat dan keras.

Serbuk heroin dihasilkan dari getah bunga tanaman candu melalui proses

ekstraksi. Secara farmakologis mirip dengna morfin yang berefek kecanduan

menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak

23

(45)

35

menentu. Daya kerja heroin lebih cepat dan mudah menimbulkan

ketergantungan.24

- Kokain, yaitu jenis narkotika berupa serbuk putih. Kokain merupakan alkaloid

yang didapatkan dari tumbuhan koka Erythroxylon coca, yang berasal dari

Amerika Selatan. Daunnya biasa dikunyah oleh penduduk setempat untuk

mendapatkan “efek stimulan” untuk meningkatkan kemampuan fisik seseorang

sehinga tubuh dapat bertahan lebih bugar.25

Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi (pengobatan) atau

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan dalah:26

- Morfin, merupakan alkolaid yang termasuk dalam opium candu yang berasal dari

tanaman papafer somniferum. Morfin burupa serbuk berwarna putih atau dalam

bentuk cairan dan rasanya pahit. Sebagian opium diolah menjadi morfin dan

kodein.27

- Petidin, Fentanil,Metadon.

24

M. arief Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol: Cara Islam Mencegah, Mengatasi dan Melawan. h. 39 25

Sunarno, Narkoba Bahaya dan Upaya Pencegahannya, (Semarang: PT.Bengawan Ilmu) h. 25 26

Siswanto Suryono, Kami Peduli Penanggulangan Bahaaya Narkoba, (Jakarta: LSM Kemitraan Peduli Penanggulangan Bahaya Narkoba, 2001), Cet.Ke 1, h. 4

27

(46)

Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi (pengobatan) dan atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan adalah:28 - Kodein, merupakan alkolaid yang terdapat dalam opium/candu atau sintesa dari

morfin. Kodein berupaserbuk berwarna putih atau dalam bentuk tablet, digunakan

dalam pengobatan untuk menekan batuk antitutif dan pengilang nyeri analgesic.

- Etil Morfin, - Dihidrokodlin dll.

Ada 4 jenis narkoba yang beredar di Negara Indonesia yaitu ganja, opium, putaw

dan kokain. Narkoba yang paling membahayakan banyak disalahgunakan adalah heroin,

ganja dan amphetamine.

b. Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika

yang bershasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif dan susunan saraf pusat dan

menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku, yang dibagi menurut

potensi yang menyebabkan ketergantungan.29: Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997

tentang Psikotropika dibagi menjadi empat golongan, yaitu :

1) Psikotropika golongan I: adalah psikotropika yang tidak digunakan dalam terapi

(pengobatan), berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan, adalah:

- MDMA (Ekstasi), merupakan turunan dari amphetamin, berbentuk serbuk

berwarna putih atau kekuningan bersifat halusinogen kuat.

28

Ibid, h. 7 29

(47)

37

- LSD (lisergic dietihamid), berasal dari jamur jenis ergot yang tumbuh pada

tumbuhan gandum hitam atau gandum putih. LSD mengakibatkan

ketergantungan fisik, psikis dan juga toleransi.

2) Psikotropika golongan II: adalah psikotropika yang dapat digunakan amat terbatas

dalam terapi (pengobatan), berpotensi kuat menyebabkan ketergantungan adalah:

Ampetamin, Metamfetamin dan Ritalin.

3) Psikotropika golongan III: adalah psikotropika yang dapat digunakan dalam terapi

(pengobatan), berpotensi sedang menyebabkan ketergantungan, adalah:

Pentobarbital, Flunitrazepam dan lain-lain.

4) Psikotropika golongan IV: adalah psikotropika yang dapat digunakan sangat luas

digunakan dalam terapi (pengobatan) atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

berpotensi ringan dalam ketergantungan, adalah: Diazepam, Klobazam, Klonazepam,

Barbital dan Nitrazepam, seperti pil BK, DUM dan MG.

c. Zat Adiktif

Adalah bahan zat yang tidak tergolong narkotika atau psikotropika, tetapi sepertti

halnya narkotika dan psikotropika, bahan zat adiktif ini menimbulkan ketergantungan

antara lain yaitu:

1) Alkohol, adalah hasil fermentasi/peragian karbohidrat dari butir padi-padian,

cassava, sari buah anggur dan nira. Terdapat pada jenis minuman keras. Alkohol

termasuk zat adiktif, artinya zat tersebut dapat menimbulkan adiksi (addiction) yaitu

(48)

yang meminumnya lama-kelamaan tanpa disadari akan menambah takaran/dosis

sampai pada dosis keracunan atau mabuk.30

2) Kafein, adalah alkohol yang terdapat di dalam biji buah tanaman kopi. Kafein juga

terdapat dalam minuman ringan.

3) Nikotin, alkohol yang terdapat pada tembakau.

4) Inhalensia, adalah zat yang mudah menguap yang disedot melaui hidung seperti:

hidrokarbon alivatis dan solvent, halogent hidrokarbon, nitrit alifatis, keton, ester dan

glycols.

2. Bahaya Narkoba bagi Kesehatan

Bahaya dan akibat penyalahgunaan narkotika dapat bersifat bahaya bagi si

pemakai dan dan dapat pula berupa bahaya sosial terhadap masyarakat atau lingungan.

Narkotika dan obat-obatan berbahaya, merupakan zat adiktif atau psikotropika yang

dapat memberi efek candu/ketagihan pada orang yang mengkonsumsinya serta

menimbulkan dampak buruk pada kesehatan tubuh dalam dosis yang banyak.

Dampak langsung bahaya penyalahgunaan narkoba bagi jasmani adalah adanya

gangguan pada jantung, otak, tulang, pembuluh darah, kulit system syaraf, paru-paru dan

gangguan pada sistem pencernaan (dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti

HIV/AIDS, hepatitis herpes, TBC, dll).

Adapun akibat penyalahgunaan narkotika akan mempengaruhi sifat seseorang dan

menimbulkan bermacam-macam bahaya antara lain:

30

(49)

39

1. Terhadap diri sendiri

a. Mampu merubah kepribadiannya

b. Menimbulkan sifat masa bodo

c. Suka berhubungan seks

d. Tidak segan-segan menyiksa dirinya

e. Menjadi seorang pemalas

2. Terhadap keluarga

a. Suka mencuri barang yang ada di rumahnya sendiri

b. Mencemarkan nama baik keluarga

c. Melawan kepada orang tua

3. Terhadap masyarakat

a. Melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat

b. Melakukan tindak kriminal

c. Menggangu ketertiban umum

Bagi mereka yang sudah mengkonsumsi narkoba secara berlebihan akan berisiko

sebagai berikut:

1. Narkotika dapat menyebabkan kematian karena zat-zat yang terkandung di dalamnya

mengganggu sistem kekebalan tubuh sehingga dalam waktu yang relatif singkat bisa

merenggut jiwa si pemakai.

2. Pengguna narkotika dapat bertindak nekat/bunuh diri karena pemakai cenderung

memiliki sifat acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Ia menganggap tidak berguna

(50)

3. Setelah mengkonsumsi narkoba,si pemakai dapat hilang kontrol, karena zat-zat yang

terkandung di dalamnya langsung menyerang syaraf otak yang cenderung menjadikan

orang tidak sabar dan hilang kontrol.

4. Narkotika menimbulkan penyakit bagi pemakainya. Karena di dalam narkotika

mengandung zat yang mempunyai efek samping yang menimbulkan penyakit baru.

C. Sanksi Tindak Pidana Narkoba C.1. Menurut Hukum Positif

Peraturan hukum tentang penyalahgunaan narkoba yang ditentukan dalam

Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997

tentang Psikotropika dibentuk bukan saja untuk menggantikan Undang-Undang No. 22

Tahun 2002 dan Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika akan tetapi usaha

untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Pemerintah

telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan

Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika Tahun 1988 (Convention Againts Illict

Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Subtance 1971) dengan mengeluarkan

Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika dan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika. Namun

(51)

41

perkembangan kualitas kejahatan narkotika yang sudah menjadi ancaman serius bagi

kehidupan umat manusia.31

Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang No.

5 Tahun 1997 tentang Psikotropika adalah salah satu upaya bangsa Indonesia untuk

menekan kriminalitas yang diakibatkan oleh obat-obatan. Berdasarkan kedua peraturan

itu tindak pidana diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengan dimungkinkannya

terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana penjara dan denda.

Mengingat tindak pidana narkoba dan psikotopika termasuk dalam jenis tindak pidana

khusus.

Dari tujuan yang diinginkan dan diatur di dalam undang-undang yang berkenaan

dengan narkotika dan psikotropika peredaran gelap narkoba adalah salah satu yang harus

diberantas, sehingga hukuman maksimal yang diberikan undang-undang kepada pengedar

narkoba. Adapun hukuman maksimal yang diberikan dalam undang-undang narkotika

yang berlaku saat ini kepada pengedar narkotika adalah hukuman mati.

Berdasarkan Undang-undang Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika Bab XV ketentuan pidana, maka perbuatan-perbuatan yang dilarang yang

berhubungan dengan narkotika dapat menjerat pengguna maupun pengedar

barang-barang terlarang, mereka dapat dikenai pasal-pasal tentang narkotika adalah : a. Penyalahguna

Pasal 127 : 1. Setiap Penyalahguna :

31

(52)

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 15 tahun.

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 12 tahun.

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidna dengan pidana penjara

paling lama 10 tahun.

2. Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hakim wajib

memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 116

3. Dalam hal penyalahguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahguna narkotika,

penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi

sosial.

Yang dimaksud dengan lembaga rehabilitasi sosial adalah lembaga rehabilitasi

sosial yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.32

Rehabilitasi sosial merupakan suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik,

mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi

sosial dalam kehidupan masyarakat.33 Ketentuan mengenai rehabilitasi bagi

penyalahgunaan narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 diatur dari

pasal 54 sampai dengan 59.

b. Pengedar

32

Dikdik M. Arief Mansur, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), h. 102-103

33

(53)

43

Pasal 112 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman

beratnya melebihi 5 gram, dipidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun + denda Rp. 800 juta – Rp. 8 Miliar.

Pasal 117 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan II bukan tanaman

beratnya melebihi 5 gram, dipidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun + denda Rp. 600 juta – Rp. 5 Miliar.

Pasal 122 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,

menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan III bukan tanaman

beratnya melebihi 5 gram, dipidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun + denda Rp. 400 juta – Rp. 3 Miliar.

c. Produsen

Pasal 113 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,

mengekspor atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dalam bentuk

tanaman beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon atau

dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 gram, pelaku dipidana

dengan pidana mati, penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 5

(54)

Pasal 118 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,

mengekspor atau menyalurkan Narkotika Golongan II, beratnya melebihi 5

gram, dipidana dengan pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana

penjara minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun + denda Rp. 800 juta – Rp. 800 Miliar.

Pasal 123 : Setiap orang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,

mengekspor atau menyalurkan Narkotika Golongan III, beratnya melebihi 5

gram, dipidana dengan pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana

penjara minimal 5 tahun dan maksimal 10 tahun + denda Rp. 600 juta – Rp. 5 Miliar

Sama halnya dengan undang-undang narkotika, Undang-Undang Psikotropika No.

5 Tahun 1997 juga memberikan sanksi yang sangat berat bagi pelanggar

ketentuan-ketentuan yang telah diatur didalamnya. Dalam pasal 59 sampai dengan pasal 66 yang

mana seluruhnya merupakan kejahatan. Ancaman hukuman untuk penyalahgunaan

psikotpoka maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup dan pidana denda berkisar

antara Rp. 60 jua – Rp. 5 Miliar.

a. Sebagai Pengguna : dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 59 dan 62,

dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 15 tahun +

denda.

b. Sebagai Pengedar : dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 59 dan 60,

Referensi

Dokumen terkait

Kurikulum merupakan faktor utama dalam proses belajar dan merupakan kunci dalam pemilihan materi pembelajaran. Sampai saat ini menurut pengamatan penulis kurikulum khusus

Berdasarkan hal tersebut, saat ini dibutuhkan alternatif lain yang dapat diaplikasikan secara aman dalam mengendalikan penyakit antraknosa pada cabai diantaranya

Dalam melakukan analisis tidak hanya untuk keperluan pemeriksaan pola sebaran data, tetapi juga untuk pendugaan parameter dan Return Level.Dalam menganalisis Return

Kondisi ini diduga terjadi karena adanya perubahan pola arus menurut musim yang mempengaruhi karakter massa air lapisan permukaan pada masa tersebut (Wyrtki 1961). Kondisi

Peramalan Pada Masa Yang Akan Datang Dengan menggunakan distribusi weibull dan distribusi eksponensial serta data waktu tunggu yang digunakan sampai pada tanggal 11 April 2012 maka

Dalam penelitian ini siswa SLTP memilih bergabung di bimbingan belajar Quantum Inovatif Pekanbaru karena menyadari pengetahuan yang di dapat dari sekolah masih sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada umur 21, 42 dan 63 hari setelah tanam hst perlakuan jarak tanam dan jumlah biji perlubang sudah menunjukkan perbedaan,

pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang- undang ini”.. 31 Tahun 1999 mulai