• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusnya Ikatan Perkawinan

Konsep hak dan iltizam dalam akad perkawinan akan terus berjalan selama

akad tersebut masih dipegang oleh kedua belah pihak. Yang menjadi masalah adalah

apabila dari salah satu pihak menyalahi perjajian (wanprestasi) dan dapat

menimbulkan perselisihan dan sengketa sampai pada hal yang merusak dan membatalakan akad yang ada. Dalam perikatan Islam, pembatalan atau berakhirnya suatu akad ini dapat terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah:

a. Fasakh yakni pembatalan yang dikarenakan adanya hal-hal yang tidak dibenarkan

oleh syara’. Dalam masalah akad pernikahan, misalnya batalnya (fasakh)

pernikahan sedarah.

b. Dengan sebab adanya khiyar (khiyar cacat, rukyat, syarat atau majlis). Dalam

masalah akad pernikahan misalnya berakhirnya akad nikah karena suami/istri mempunyai cacat yang ditutup-tutupi dan baru diketahui setelah akad berlangsung.

      

38

Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, h. 34. Lihat juga Gemala Dewi, dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, h. 76. 

c. Iqalah, yakni pembatalan dari salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain untuk membatalkan karena menyesal. Misalnya berakhirnya akad nikah karena

khulu’, yakni gugatan dari pihak istri yang disetujui oleh pihak suami.

d. Karena habis waktunya, misalnya berakhirnya akad nikah mut’ah sesuai dengan

waktu yang disepakati.

e. Karena kematian, yakni berakhirnya hubungan suami-istri ketika salah satu

dianataranya telah meninggal.

f. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh

pihak-pihak yang bersangkutan. 39

Pada alasan yang terakhir ini, penulis mengalami kesulitan dalam memahami keambiguan tentang apa yang dimaksud dengan pihak suami-istri yang bersangkutan. Apakah yang dimaksud pihak disini hanya mengenai suami saja, istri saja atau suami-istri bersama-sama. Jika yang dimaksud disini adalah pihak suami yang tidak melakukan kewajibannya, maka disinilah para ulama mengatakan bahwa berakhirnya

sebuah pernikahan karena khulu’ adalah hak wanita untuk dapat mengajukan gugatan

pengakhiran akad nikah karena suami yang tidak melaksanakan kewajibannya. Sebaliknya, jika yang dimaksud disini adalah pihak istri yang tidak melakukan kewajibannya, maka disinilah para ulama mengatakan bahwa berakhirnya sebuah pernikahan karena talak yang dilakukan oleh suami adalah hak baginya atas pelanggaran yang dilakukan oleh istri.

      

39

Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, h. 114-117. Lihat juga Gemala Dewi, dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, h. 92. 

Perkataan " "قﻼ ا dan "ﺔ ﺮﻔ ا" dalam istilah fiqih mempunyai arti yang umum dan arti yang khusus. Arti yang umum ialah segala macam bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim dan perceraian yang jatuh dengan sendirinya, seperti perceraian yang disebabkan meninggalnya salah seorang suami atau istri. Sedangkan dalam arti khusus adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami saja.40

Perkataan talak oleh ahli fiqih klasik41 lebih banyak diartikan dengan arti yang umum daripada arti yang khusus. Hal ini dapat dilihat pada kitab-kitab fiqih klasik yang yang menyebut bab perceraian dengan kitab al-thalaq. Sedangkan para ahli fiqih kontemporer lebih banyak mengartikan talak lebih khusus dari arti yang umum. Perkataan furqah sendiri lebih diartikan dengan arti yang umum dari yang khusus.42

Untuk selanjutnya adalah arti talak. Secara harfiyah (etimologi) kata talak

adalah bentukan kata (musytaq) dari kata قﻼ ﻹا yang berarti كﺮﺘ او لﺎﺳرﻹا yakni melepaskan dan meninggalkan. Ketika seorang berkata “ ﺔ ﺎﻧ” maka ini berarti

unta itu lepas dari pemeliharaan dan bebas semaunya”.43 Jika dihubungkan dengan masalah perkawinan, maka talak dalam arti ini adalah putusnya

      

40

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang. 1974), h. 143. 

41

Yang dimaksud ulama fiqih klasik adalah ulama fiqih sebelum abad ke-19 M. 

42

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h. 144. 

43

Taqiyyudin al-Hushni, Kifayah al-Akhyar, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. 2001), hal 517. 

Dalam mengartikan talak secara terminologis kelihatannya ulama mengemukakan rumusan yang berbeda namun esensinya sama. al-Mahalli dalam kitab Syarh Minhaj al-Thalibin merumuskan:

ﻮ و قﻼﻃﻆ حﺎﻜﻨ ا ﺪﻴ

Melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafadz thalaq dan sejenisnya.45

Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh al-Sunnah mendefinisikan talak dengan sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengakhiri hubungan perkawinan itu sendiri.46 Definisi yang agak panjang dapat dilihat di dalam kitab Kifayah al-Akhyar yang menjelaskan talak sebagai sebuah nama untuk melepaskan ikatan nikah dan talak adalah lafadz jahiliyyah yang setelah Islam datang menetapkan lafadz itu sebagai kata untuk melepaskan nikah. Dalil-dalil tentang talak itu berdasarkan al-Qur’an, hadis, ijma’ ahli agama dan ahli sunnah.47

Abu Zahrah dalam kitabnya al-Ahwal al-Syakhsiyah memberikan definisi yang lebih lengkap, beliau merumuskan talak adalah:

      

44

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, h. 198. 

45

Al-Mahalli, Kanzu al-Raghibin, (Kairo: Maktabah al-Taufiqiyah, T.Th), V. 3, h. 496. 

46

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), V. II, h. 206.  47

ﻆ لﺎ ا ﻰﻓوأ ،لﺎ اﻰﻓحﺎﻜﻨ اﺪﻴ ﻓر

ﺎهﺎﻨ ﻰﻓوأ قﻼ اةدﺎ ﻦ

Melepaskan ikatan nikah dari sisi kehalalan hubungan dan atau dari sisi hubungan harta dengan menggunakan lafadz thalaq atau dengan lafadz lain yang semakna dengan lafadz thalaq tersebut.48

Ahmad al-Ghandur dalam bukunya al-Thalaq Fi al-Syari’ati al-Islamiyati Wa al-Qanun mengatakan bahwa perceraian yang diinginkan salah satu dari suami atau istri dalam istilah hukum yang berlaku di Mesir dan Sudan adalah disebut “thalaq”. Sedangkan jika masalah perceraian itu diselesaikan oleh Pengadilan, maka hal tersebut disebut “al-tathliq”.49

Dari beberapa rumusan yang dikemukakan oleh ulama yang mewakili definisi yang diberikan kitab-kitab fiqih terdapat tiga kata kunci yang menunjukkan hakikat dari perceraian yang bernama talak, yaitu;

Pertama, kata “melepaskan” atau membuka atau menggagalkan berarti bahwa talak itu melepaskan sesuatu yang selama ini telah terikat, yakni ikatan perkawinan.

Kedua, kata “ikatan perkawinan” yang mengandung arti bahwa talak itu mengakhiri hubungan perkawinan yang terjadi selama ini. Bila ikatan perkawinan itu membolehkan hubungan antara suami-istri, maka dengan telah dibukakannya ikatan tersebut status suami dan istri kembali pada keadaan semula yaitu haram.

Ketiga, kata “dengan lafadz thalaqah dan kalimat lain yang mengandung makna sejenis” mengandung arti bahwa putusnya perkawinan itu melalui suatu

      

48

Abu Zahrah, al-Ahwal al-Syakhsiyah, (Kairo: Dar al-fikr al-‘Arabi, 2005), h. 279. 

49

ucapan (shighat) dan ucapan yang digunakan itu adalah dengan kata thalaq. Tidaklah disebut putus perkawinan bila tidak dengan cara pengucapan tersebut, seperti putus karena kematian.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, masalah talak tidak tercantum di dalamnya. Namun, dalam pasal 38 disebutkan bahwa:

Perkawinan dapat putus karena (a) kematian, (b) perceraian dan (c) atas putusan pengadilan.

KHI juga tampaknya mengikuti alur yang digunakan oleh UUP, walaupun pasal-pasal yang digunakan lebih banyak yang menunjukkan aturan-aturan yang lebih rinci. KHI memuat masalah putusnya perkawinan pada Bab XVI. Pasal 113 menyatakan bahwa:

Perkawinan dapat putus karena; (a) kematian, (b) perceraian dan (c) atas putusan pengadilan.

Dalam perkawinan dapat putus karena perceraian dijelaskan dalam pasal 114 yang membagi perceraian kepada dua bagian yaitu perceraian karena talak dan perceraian karena gugatan.50

Berbeda dengan UUP yang tidak mengenal istilah talak, KHI Pasal 117 menjelaskan yang dimaksud dengan talak adalah:

Ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131.

      

50

Dari semua uraian tersebut di atas tentang arti dari kata talak, baik secara bahasa maupun istilah, maka dapat disimpulkan bahwa talak adalah bentuk ucapan yang mengandung arti untuk mengakhiri hubungan perkawinan dengan melafazkan “thalaq” atau kalimat lain yang sejenis.

Demikianlah sengketa yang kadang terjadi dalam akad pernikahan sehingga sampai pada keputusan berakhirnya suatu akad pernikahan. Namun, dalam keputusan berakhirnya hubungan akad pernikahan tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sebagai ilustrasi, berikut dapat dilihat skema mengenai bagaimana sengketa dalam akad dapat timbul dan jalan penyelesaiannya apabila perdamaian tidak dapat diperoleh, dan ke lembaga mana sengketa tersebut dapat diselesaikan sebagaimana berikut:

Gambar Bagaimana Bisa Timbul Sengketa51

      

Terlaksana

Beda Pendapat dalam memahami isi

Tidak terlaksana

Tidak sempurna Dengan sempurna

Akan timbul sengketa

Bagaiman menyelesaikannya? Perjanjian

51

Harus dilihat apa yang disepakati oleh kedua belah pihak menegenai cara

penyelesaian sengketa Melalui

Pengadilan

Melalui Arbitrase

BAB III

Dokumen terkait