• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.4 Radikal Bebas

2.4.1 Definisi radikal bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron). Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas yang tinggi, karena kecenderungannya menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas diproduksi secara endogen dan diperoleh pula secara eksogen. Secara endogen, radikal bebas diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma dan inti sel. Secara eksogen, radikal bebas berasal dari asap rokok, polutan, radiasi ultraviolet, obat-obatan dan pestisida (Suryohudoyo, 2000).

2.4.2 Tahapan pembentukan radikal bebas

Reaksi radikal bebas dapat dibagi menjadi tiga tahap (Setiati, 2003), yaitu:

1. Tahap inisiasi, yaitu tahapan yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.

Cu

RH + O2 R+ + HOO+

2. Tahap propagasi, yaitu tahap dimana radikal bebas cenderung bertambah banyak dengan membuat reaksi rantai dengan molekul lain.

R+ + O2 ROO+

3. Tahap terminasi, yaitu apabila terjadi reaksi antara radikal bebas dengan radikal bebas lain atau antara radikal bebas dengan suatu senyawa pembasmi radikal (scavenger).

R+ + R+ R : R

Reduksi oksigen memerlukan pengalihan 4 elektron (electron transfer).

Pengalihan ini tidak dapat sekaligus, tetapi dalam 4 tahapan yang setiap tahapannya hanya melibatkan pengalihan 1 elektron kendala yang mengharuskan oksigen hanya dapat menerima satu elektron setiap tahap menyebabkan terjadinya dua hal, yaitu kurang reaktifnya oksigen dan terbentuknya senyawa-senyawa oksigen reaktif seperti O2- (ion peroksida), H2O2 (hidrogen peroksida), OOH- (radikal peroksil), dan OH- (radikal hidroksil).

2.4.3 Sifat radikal bebas

Radikal bebas memiliki dua sifat, yaitu :

1. Reaktivitasnya tinggi, karena kecenderungannya menarik elektron.

2. Dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal

Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan terletak pada kecenderungannya untuk menarik elektron. Jadi sama halnya dengan oksidan, radikal bebas adalah penerima elektron. Itulah sebabnya dalam kepustakaan kedokteran, radikal bebas digolongkan dalam oksidan. Namun perlu diingat bahwa radikal bebas adalah oksidan tetapi tidak setiap oksidan adalah radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya

dibanding dengan oksidan yang bukan radikal. Hal ini disebabkan oleh kedua sifat radikal bebas di atas, yaitu reaktivitas yang tinggi dan kecenderungan membentuk radikal baru, yang pada gilirannya nanti apabila menjumpai molekul lain akan membentuk radikal baru lagi, sehingga terjadilah reaksi rantai (chain reaction).

2.4.4 ROS (Reactive Oxygen Species)

Kulit merupakan organ tubuh yang terbesar, menyediakan suatu pertahanan diantara tubuh dengan lingkungan, dan secara terus menerus terpapar oleh serangan berbagai polutan lingkungan baik yang fisik maupun kimiawi (Athar, 2002). Sebagai tambahan, sejumlah besar dari kontaminan dalam diet dan obat-obatan dapat memberikan gejala toksisitasnya pada kulit (Sander et al., 2004). Bahan-bahan toksik yang berasal dari lingkungan atau hasil metabolitnya yang melekat dengan oksidan dan/atau secara langsung maupun tidak langsung mendorong produksi dari berbagai oksidan reaktif yang juga dikenal sebagai reactive oxygen species (ROS). ROS merupakan suatu senyawa yang hidupnya singkat yang terus terbentuk pada level yang rendah selama proses metabolisme aerobik yang normal. Yang termasuk ROS adalah singlet oxygen, anion superoksida, H2O2, radikal hidroksil, dan lain sebagainya (Bickers dan Athar, 2006).

O2 dibentuk dengan memindahkan dari energi fisik atau kimia pada molekul oksigen (O2), yang pada suhu ambien berlaku sebagai triplet dan paramagnetik. O2 tidak memiliki elektron bebas dan ini merupakan oksidan yang sangat kuat. Langkah-langkah yang berurutan dalam pengurangan elektron pada O2 menyebabkan terbentuknya O2-, H2O2 dan OH-.

Reaksi radikal bebas berbeda dengan yang bukan radikal bebas, dalam hal senyawa radikal bebas yang baru terbentuk menghasilkan sedikitnya satu produk dari hasil reaksinya. Radikal bebas merangsang suatu reaksi yang biasanya beruntun.

Contohnya , berlaku sebagai donor elektron O2- dapat membawa pada pembentukan OH- melalui reaksi Fenton yang dipicu oleh O2-, dan dengan interaksi dengan NO, dapat menghasilkan peroksinitrit (ONOO-) yang sangat reaktif. Penerima elektron seperti molekul oksigen siap bereaksi dengan radikal bebas sampai diri mereka sendiri menjadi radikal bebas. Sumber tambahan dari radikal oksigen pada kulit sama halnya pada organ yang lain menyusup masuk kedalam leukosit yang memiliki sistem yang berlimpah untuk menghasilkan senyawa-senyawa radikal bebas tersebut, diantaranya O2- dan hipoklorit, yang merupakan sumber ROS insitu.

Tujuan dasar dari pelepasan banyak ROS tersebut selama proses inflamasi adalah untuk membunuh atau menghancurkan mikroorganisme yang menyerang dan/atau untuk mendegradasi struktur jaringan yang rusak. Bukanlah target dari ROS sehingga dapat menginduksi stres oksidatif pada sel normal yang berdampingan menuju pada proses patologis (Bickers dan Athar, 2006).

ROS, baik yang dihasilkan oleh metabolisme seluler maupun yang berasal dari lingkungan luar, dapat mengubah struktur asam amino yang cukup untuk menghasilkan hilangnya fungsi. Oksidasi juga dapat memecah rantai polipeptida secara langsung dan menyebabkan ikatan saling silang dari peptida dan protein (Stadtman, 2001). Protein karbonil, yang menjadi tanda akan oksidasi protein yang diperantarai ROS, dibentuk baik oleh pembelahan oksidatif protein atau dengan oksidasi secara langsung akan residu

lisin, arginin, prolin dan treonin (Stadtman, 2001). Pada akhirnya ROS juga dapat menyebabkan modifikasi asam amino yang spesifik, 'sidik jari', yang menghasilkan perubahan pada struktur dan fungsi enzimatis protein.

Paparan pada kulit yang menyebabkan terjadinya ionisasi dan radiasi UV dan/atau xenobiotik/obat-obatan menghasilkan ROS dalam jumlah yang banyak dengan cepat membanjiri antioksidan jaringan dan jalur-jalur pendegradasi oksidan lainnya.

Pelepasan ROS yang tidak terkontrol ikut berperan pada patogenesis terjadinya sejumlah gangguan kulit pada manusia termasuk di antaranya adalah neoplasma kutaneus (Briganti dan Picardo, 2003; Black, 2004b).

Agen-agen yang menyebabkan stres oksidatif pada kulit termasuk polutan yang berada pada udara lingkungan yang dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor atau pabrik-pabrik, radiasi UV, kontaminan/zat tambahan/pengawet pada makanan, produk-produk kosmetik, obat-obatan, asap rokok, dan lain sebagainya (Athar, 2002).

Selanjutnya, jalur yang diperantarai heme mungkin memiliki efek pro-oksidan, dimana heme oksigenase, enzim yang mendegradasi heme, dapat berfungsi baik sebagai antioksidan maupun pro-oksidan (Ryter dan Tyrell, 2000). Beberapa dari agen-agen ini secara intrinsik menghasilkan ROS ataupun metabolit-metabolitnya seperti reaksi redoks mengaktifkan quinone dan beberapa di antaranya berperan pada patogenesa dari berbagai gangguan/reaksi alergi/neoplasma kulit (Briganti dan Picardo, 2003; Black 2004; Sander et al., 2004).

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa paparan pada kulit akan berbagai agen-agen kimiawi ataupun fisik merangsang terjadinya stres

oksidatif yang membawa pada induksi peroksidasi lipid kutaneus seiring dengan modulasi pada tingkat antioksidan dan enzim-enzim yang memetabolisme obat-obatan (Bickers dan Athar, 2006). Pada penelitian selanjutnya, menunjukkan bahwa ROS menginduksi sejumlah faktor-faktor transkripsi seperti activator protein 1 (AP-1) dan NF-κB (Dhar et al., 2002). Telah diketahui bahwa O2- dapat memulai proses penyampaian sinyal pada c-jun N-terminal kinase (JNK), yang menyebabkan induksi pada kolagenase interstitial sama halnya dengan sintesis sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan IL-6 pada fibroblas yang diberikan radiasi UVA (Bickers dan Athar, 2006).

Diantara senyawa-senyawa oksigen reaktif, radikal hidroksil merupakan senyawa yang paling berbahaya karena reaktivitasnya sangat tinggi. Radikal hidroksil dapat merusak tiga jenis senyawa yang penting untuk mempertahankan integritas sel, yaitu:

1. Asam lemak, khusus asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun membran sel.

2. DNA, yang merupakan perangkap genetik sel.

3. Protein, yang memegang berbagai peran penting seperti enzim, reseptor, antibodi, dan pembentuk matriks serta sitoskeleton.

Dokumen terkait