• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah ragam bahasa (atau ragam saja) dapat digunakan untuk memacu ke manifestasi ragam tersebut, sama seperti cara kita menganggap „musik‟

sebagai fenomena umum dan kemudian membeda-bedakan „ragam musik‟

yang berbeda, yang membuat satu ragam bahasa berbeda dengan lainnya adalah butir bahasa yang tercakup di dalamnya, jdi kita dapat mendefinisikan suatu ragam bahasa sebagai satu kumpulan butir bahasa dengan distribusi sosial yang serupa.31

Kita akan melihat bahwa hal ini konsisten dengan definisi yang menganggap bahwa semua bahasa pada penutur atau masyarakat multilingual sebagai ragam tunggal karena semua pokok-pokok kebahasaan yang bersangkutan mempunyai distribusi sosial yang serupa, yaitu bahwa

30 Ibid, hlm. 129-130.

31 Rochayah dan Misbach Djamil, Sosiolinguistik, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,1995) hlm. 31.

pokok tersebut digunakan oleh penutur atau masyarakat yang sama.32 Ini berarti bahwa suatu ragam dapat lebih luas daripada „bahasa‟ awam, termasuk sejumlah bahasa yang berbeda. Sebaliknya menurut definisi tersebut suatu ragam dapat hanya berisi sejumlah pokok saja atau bahkan dalam kasus ektrim dapat berisi hanya satu pokok jika didefinisikan menurut penutur atau masyarakat yang dikaitkan dengannya. Misalnya, kita dapat mendefinisikan suatu ragam yang berisi pokok-pokok yang hanya digunakan oleh keluarga atau desa tertentu. Jadi, suatu ragam dapat jauh lebih kecil dari

„bahasa‟ atau bahkan lebih kecil daripada „dialek‟.

Dendy Sugono dalam buku “ Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani” menjelaskan negara kita meliputi wilayah yang luas, bangsa kita terdiri atas berbagai suku, dan masyarakat kita bercorak majemuk. Oleh karena itu, bahasa Indonesia mempunyai beberapa ragam. Berdasarkan golongan dan jenis pemakaiannya.33 Anton Moeliono memilah ragam bahasa Indonesia berturut-turut berdasarkan golongan terdiri atas ragam daerah, ragam pendidikan, dan ragam sikap. Kemudian berdasarkan jenis pemakaiaanya terdiri atas ragam pokok persoalan, ragam sarana, dan ragam gangguan percampuran.34

Ragam Bahasa

32 Ibid, hlm. 34.

33 Dendy Sugono, Bahasa Indonesia menuju Masyarakat Madani,(Jakarta: Progres, 2003)hlm.

151.

34 Anton M. Moeliono, Kembara Bahasa Kumpulan Karangan Tersebar, (Jakarta:PT.

Gramedia,1989)hlm. 141.

1. Golonga n

penutur

Ragam Daerah : Logat

Ragam Pendidikan : Formal dan Tak formal

• pokok persoalan : ilmu, seni, agama, dsb.

. Sarana : lisan, tulis, audiorekaman,audio-videorekaman.

• gangguan percampuran.

Seperti yang dijelaskan di atas dalam bukunya “ Kembara Bahasa” Anton Moeliono memaparkan bahwa ragam bahasa dapat ditinjau menurut golongan penutur bahasa dan menurut pemakaian jenis bahasa. Ragam dari sudut pandangan penutur dapat diperinci menurut patokan yaitu daerah, taraf pendidikan formal, dan sikap penutur. Ragam bahasa menurut jenis pemakaiannya digolongkan sebagai berikut ragam dari sudut pandang bidang atau pokok persoalan, ragam menurut sarana, dan ragam yang mengalami gangguan percampuran.

Bahasa daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek. Bahasa yang menyebar luas selalu mengenal logat.logat di setiap wilayah berbeda-beda itulah yang menyebabkan ragam bahasa terjadi di Indonesia.

Ragam bahasa menurut tingkat pendidikan formal, yang menyilangi ragam dialek, menunjukan perbedaan yang jelas antara kaum yang bersekolah dan yang tidak.

Perbedaan kedua ragam itu nampak, anatara lain dalam bidang tata bunyi. Bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/, misalnya tidak selalu dapat dalam ujaran orang yang tidak atau hampir tidak sekolah. Bentuk film dan kompleks yang dikenal dalam ragam orang yang berpendidikan, bervariasi dengan pilem dan komplek dalam ragam orang yang tidak mujur dalam menikmati pengajaran di sekolah.35

Pelafalan bunyi dalam beberapa kata dapat juga mempengaruhi adanya ragam bahasa, sesuai dengan konteks tingkat pendidikan baik itu secara formal dalam dunia pendidikan maupun bukan dalam dunia pendidikan. Pembentukan suatu kalimat juga terlihat untuk ragam bahasa orang yang berpendidikan formal atau tidak.

Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia yang masing-masing pada asasnya tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini, yang dapat disebut gaya atau langgam, pemilihannya bergantung pada sikap penutur terhadap orang yang diajaknya berbicara atau terhadap pembacanya. Sikapnya itu dipengaruhi oleh antara lain, umur dan kedudukan orang yang disapanya, pokok persoalan yang hendak disampaikannya, dan tujuan informasinya.36 Perbedaan berbagai gaya atau langgamnya itu tercermin dalam kosa kata dan tata bahasa. Perhatikanlah misalnya, gaya bahasa kita jika kita memberikan laporan kepada atasan, menulis surat cinta, memberi instruksi kepada bawahan, atau mengobrol dengan sahabat karib.

Setiap penutur bahasa hidup dan bergerak dalam sejumlah lingkungan masyarakat yang adat-istiadatnya atau tata cara pergaulannya dapat berbeda. Orang yang ingin turut ikut serta dalam bidang tertentu atau yang ingin membicarakan pokok persoalan yang berkaitan dengan lingkungannya itu harus memilih salah satu ragam yang dikuasainya dan yang cocok dengan bidang atau pokok itu.

Pokok-pokok persoalan yang dibicarakan misalnya berkaitan dengan ilmu-ilmu tertentu seprti, bahasa, sastra, olahraga, politik, agama, akidah, budaya, adat-istiadat, teknologi, petanian,atau perdagangan. Ragam bahasa yang disampaikan terkait dengan

35 Ibid, hlm. 144.

36 Ibid, hlm.145.

persoalan yang ingin dibahas, ragam apa yang cocok digunakan, dan ragam bahasa yang dikuasai sesuai dengan bidang persolan.

Ragam bahasa menurut jenis sarananya lazim dibagi atas ragam lisan atau ujaran dan ragam tulisan. Tiap-tiap golongan masyarakat bahasa memiliki ragam lisan, tetapi tidak semua lapisan mengenal aturan memakai ragam tulisan. Ada dua jenis perbedaan pokok yang menandai kedua ragam itu. Pertama, jika kita menggunakan sarana tulisan, kita berpraanggapan bahwa orang yang kita ajak berbahasa tidak ada dihadapan kita.

Akibatnya, bahasa kita perlu lebih terang dan jelas karena uraian kita tidak dapat disertai oleh gerak isyarat, pandangan, atau anggukan, tanda penegasan di pihak kita atau tanda pemahaman di pihak pembaca kita. Itulah sebabnya, kalimat dalam ragam tulisan lebih eksplisit sifatnya. Kalimat dalam ragam tulisan penutur yang cermat tidak jarang dikaji, dinilai, dan disunting sebelum terwujud dalam bentuk akhirnya. Kedua, ragam tulisan tidak dapat menggambarkan dengan sempurna tinggi-rendahnya nada atau panjang-pendeknya suara yang berperan dalam ragam lisan dan yang sering memberikan nuansa arti sehingga penulis acap kali perlu merumuskan kembali kalimatnya jika ia ingin menyampaikan jangkauan makna yang sama lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama telitinya.

Mosaik ragam bahasa di atas mencerminkan khazanah bahasa kita yang jalin- menjalin. Jalinan itu akan menjadi terang dengan contoh berikut. Orang dari Ujung Pandang (logat), lulusan universitas (pendidikan formal) menulis karangan (sarana) tentang adat orang Toraja (bidang) untuk majalah (bidang) sekolah siswa SMA (sikap).

Lagi, pemuda Jakarta (logat) mengobrol (sarana) dengan santai (sikap) tentang pertandingan sepak bola (bidang) dengan teman karibnya (sikap).

Dokumen terkait