• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan Keterkaitan Kinerja dan Kompetensi Berdasarkan Konsep Human Resource Scorecard dengan Keberhasilan Konsep Human Resource Scorecard dengan Keberhasilan

3.2 Metode Penelitian

3.2.3 Rancangan Keterkaitan Kinerja dan Kompetensi Berdasarkan Konsep Human Resource Scorecard dengan Keberhasilan Konsep Human Resource Scorecard dengan Keberhasilan

Implementasi HACCP

Perancangan dilakukan menggunakan model tujuh langkah penerapan peran strategis SDM yang mengacu pada Becker et al. (2001). Model tujuh langkah penerapan peran strategis SDM adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan strategi secara jelas.

Strategi adalah proses untuk menentukan arah yang harus dituju perusahaan agar misinya tercapai dan sebagai daya dorong yang akan membantu perusahaan dalam menentukan produk, jasa, dan pasarnya di masa depan. Jenis data yang digunakan pada langkah ini adalah data sekunder berupa visi, misi, dan strategi perusahaan yang dapat dilihat pada Lampiran 18.

2. Membangun sebuah kasus bisnis untuk SDM sebagai aset strategis.

Pada langkah ini dibuat suatu kasus bisnis yang menerangkan bahwa sumber daya manusia merupakan aset strategis. Pembuatan kasus bisnis ini dilakukan dengan menghubungkan tahapan proses produksi tuna loin yang menjadi CCP (berdasarkan identifikasi CCP) dengan sumber daya manusia yang menanganinya. Untuk lebih jelasnya contoh model gambaran kasus bisnis hubungan implementasi HACCP dengan SDM dapat dilihat pada Gambar 3.

3. Membuat peta strategis.

Peta strategis yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi No. 15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi (Lampiran 20) yang dimodifikasi, secara visual diuraikan oleh Tjahjono dalam Kompas (21 Desember 2009), dapat dilihat pada Gambar 4.

Tahapan proses

Keterangan garis : = sebab akibat = penanggung jawab

Gambar 3. Model gambaran kasus bisnis hubungan implementasi HACCP dengan sumber daya manusia (SDM) (diolah oleh penulis, 2010)

Kompetensi baik

Kinerja tinggi

Keberhasilan implementasi

Keterangan garis : = sebab akibat = proses

Gambar 4. Gambaran peta strategis (Modifikasi Tjahjono, 2009) 4. Mengidentifikasi HR deliverable di dalam peta strategi.

HR deliverable merupakan masalah yang menghubungkan antara sumber daya manusia dan rencana-rencana implementasi strategi organisasi. Langkah pengidentifikasian HR deliverable mengacu pada Moeheriono (2009) dengan menetapkan apa yang dapat mendukung kinerja perusahaan yang terdapat dalam peta strategi. Untuk menetapkan HR deliverable harus dirumuskan terlebih dahulu apa yang dapat mendukung kinerja perusahaan. Selanjutnya ditentukan pada bagian mana sumber daya manusia dapat berkontribusi dalam mendukung kinerja perusahaan. Contoh pada peta strategis di atas (Gambar 4), penentu keberhasilan implementasi HACCP (kinerja perusahaan) adalah kinerja individu, sehingga dapat ditentukan bahwa sumber daya manusia dapat berkontribusi dalam memenuhi standar kinerja (HR deliverable).

Keberhasilan implementasi HACCP Kinerja individu Penilaian kinerja Standar kinerja Pendidikan dan pelatihan Rekrutmen dan penempatan Standar kompetensi Analisis dan evaluasi jabatan

5. Menyelaraskan “arsitektur” SDM dan HR Deliverable.

Langkah penyelarasan “arsitektur” SDM dan HR deliverable mengacu pada Moeheriono (2009) dengan merancang sistem sumber daya manusia yang dapat mendukung HR deliverable. Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi HR enabler (yang memungkinkan kinerja berlangsung) dari HR deliverable yang telah ditentukan. Langkah ini dilakukan untuk menentukan apa yang diperlukan SDM untuk menyediakan HR deliverable yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya dalam kasus ini yang memungkinkan standar kinerja dicapai adalah standar kompetensi. Karena diantara keduanya (standar kinerja dan standar kompetensi) memiliki hubungan kausal (sebab akibat) yaitu jika standar kompetensi karyawan pada suatu perusahaan baik, maka standar kinerja yang akan dicapai akan tinggi. Sehingga standar kompetensi merupakan HR enabler bagi standar kinerja (HR deliverable).

6. Merancang sistem pengukuran strategis.

Penerapan tahap ini merujuk pada konsep dasar tentang kompetensi yang mengacu pada The Concept of Competence oleh Mc Clelland (1993) dengan tahapan sebagai berikut:

(a). Mengidentifikasi posisi apa yang perlu dibuat model kompetensinya dengan melihat kasus bisnis yang telah dibuat. Contoh berdasarkan Gambar 4, posisi yang perlu dibuat model adalah quality control (QC).

(b). Melakukan analisis jabatan (job analysis) dengan menjabarkan tanggung jawab posisi yang telah dipilih pada langkah (a) (QC) dengan mengambil data sekunder berupa prosedur Good Manufacturing Practices (GMP) (Lampiran 3).

(c). Mengidentifikasi kompetensi yang dibutuhkan pada posisi yang telah dipilih pada langkah (a) berdasarkan tanggung jawab yang telah dijabarkan. Langkah ini dilakukan dengan melakukan survey pada lini produksi yang bersangkutan untuk melihat kompetensi yang dibutuhkan pada posisi tersebut.

(d). Membuat daftar tentang jenis kompetensi yang diperlukan pada posisi tertentu. Langkah ini dilakukan dengan membuat tabel standar kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 4.

(e).Menentukan skala tingkat penguasaan kompetensi yang ingin dibuat, misalkan skala 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3 (sedang), 4 (baik), 5 (sangat baik) atau menggunakan skala B (basic), I (intermediet), A (advance) dan E (expert). (f). Membuat penjelasan dari suatu jenis kompetensi ke dalam skala yang dibuat.

Misalnya kompetensi komunikasi tertulis. Untuk kompetensi ini, skala basic-nya adalah mampu menulis memo dan surat saja; skala intermediet-basic-nya adalah mampu menulis laporan dengan analisis minimal; skala advance-nya adalah menulis laporan disertai analisis lebih mendalam dalam bentuk grafik dan gambar; dan skala expert-nya adalah menuliskan laporan yang berisikan pendapat, analisis dengan dukungan dan fakta dengan konsep dan variabel yang rumit dan lengkap.

Tabel 4. Standar kompetensi

Posisi Kompetensi yang diperlukan

Selanjutnya, untuk penentuan standar kinerja mengacu pada Anderson (1992) yaitu dengan membuat standar penilaian kinerja yang berisikan sasaran atau target dan indikator keberhasilan atau key performance indicator bagi setiap pemegang jabatan. Langkah ini dilakukan dengan membuat tabel standar kinerja, dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Standar kinerja

Tahapan proses Sasaran Indikator kinerja kunci

7. Mengelola implementasi melalui pengukuran.

Setelah HR scorecard dikembangkan dengan ukuran-ukuran strategis, hasilnya menjadi alat ukur yang sangat berguna untuk menjaga skor pengaruh SDM terhadap kinerja organisasi. Langkah ini dilakukan berdasarkan Becker et al. (2001) yaitu dengan menilai sasaran-sasaran berdasarkan key performance indicator yang telah ditentukan.

Pengukuran kompetensi dilakukan dengan dua cara. Pertama, untuk menilai QC penerimaan bahan baku, QC laboratorium, dan pendinginan dengan es curai

dilakukan observasi lapang dengan menilai langsung kemampuan QC. Kedua, untuk menilai QC penyimpanan beku dilakukan dengan melihat data suhu cold storage selama bulan Oktober sampai pertengahan November 2009 (Lampiran 19).

Pengukuran kinerja (key performance indicator) dilakukan dengan metode statistika pengendalian proses (Statistical Process Control/SPC). Jenis data yang digunakan adalah data hasil rekaman (record keeping) tahapan CCP di Perusahaan bulan Oktober sampai pertengahan November 2009. Proses pengolahan data dilakukan menggunakan software Microsoft Office Excell 2007.

Proses analisis data dilakukan melalui tahapan berikut:

a. Penentuan nilai rata-rata (X-bar) dan nilai standar deviasi (S) proses serta nilai batas spesifik atas dan atau nilai batas spesifik bawah, dengan persamaan sebagai berikut:

 Rata-rata proses (X-bar) =

data banyaknya data n keseluruha jumlah

 Standar deviasi proses (S) =

( )

(

1

)

2 − −

n X x

 Nilai batas spesifik atas (upper specific limit - USL), merupakan nilai batas maksimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli.

 Nilai batas spesifik bawah (lower specific limit - LSL), merupakan nilai batas minimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli.

b. Penentuan nilai DPMO (Defect per Million Opportunities) dan nilai Sigma.  Nilai DPMO merupakan ukuran kegagalan yang menunjukkan peluang

kegagalan per sejuta kali kesempatan produksi. Nilai ini diperoleh dengan menggunakan persamaan:

DPMO USL = P [ z ≥ (USL – Xbar) / s ] x 1000000 DPMO LSL = P [ z ≤ (LSL – Xbar) / s ] x 1000000

Nilai peluang kegagalan untuk distribusi normal baku (z), diperoleh dari Tabel distribusi normal kumulatif. Sementara nilai Sigma diperoleh dari Tabel konversi nilai DPMO ke nilai Sigma berdasarkan konsep Motorola (Gaspersz 2002).

c. Penentuan nilai standar deviasi maksimal (Smaks) dan uji hipotesis variasi proses terhadap nilai standar maksimum.

 Standar deviasi maksimum (Smaks) merupakan nilai batas toleransi maksimum terhadap nilai standar deviasi proses. Nilai standar deviasi maksimum diperoleh dengan menggunakan persamaan:

Smaks =

(

USL LSL

)

sigma× ×

2 1

Bila proses tersebut hanya memiliki satu batas spesifik, batas spesifik atas (upper specific limit – USL) atau batas spesifik bawah (lower specific limit – LSL) saja, maka persamaan yang digunakan :

 Hanya memiliki batas spesifik atas (USL):

Smaks =

(

USL Xbar

)

sigma ×

1

 Hanya memiliki batas spesifik bawah (LSL): Smaks = x

(

LSL Xbar

)

sigma

1

d. Penentuan nilai batas kontrol atas (upper control limit – UCL) dan atau batas kontrol bawah (lower control limit – LCL).

 Nilai batas kontrol atas (upper control limit – UCL) merupakan sebuah persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas atas dari suatu proses yang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut.

UCL = X-bar + (1,5 x Smaks) dengan:

X-bar : nilai rata-rata proses ; Smaks : standar deviasi maksimum proses  Nilai batas kontrol bawah (lower control limit – LCL) merupakan sebuah

persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas bawah dari suatu proses yang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut.

LCL = X-bar - (1,5 x Smaks) dengan:

e. Penentuan nilai kapabilitas proses

Kapabilitas proses (Cpm) merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Perhitungan kapabilitas proses hanya dilakukan untuk proses yang stabil.

Cpm =

( )

( )

2 2 6 Xbar T S LSL USL + − −

Namun, jika proses hanya memiliki satu batas spesifik (SL), maka digunakan persamaan sebagai berikut:

Cpm =

( )

2 3 S Xbar SL − dengan:

SL : nilai batas spesifik X-bar : nilai rata-rata proses S : nilai standar deviasi proses Jika:

Cpm ≥ 2,0 : Keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan mampu, artinya proses mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

1 ≤ Cpm < 1,99 : Keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan tidak mampu, artinya proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Cpm < 1,0 : Keadaan proses industri berada dalam keadaan tidak mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Dokumen terkait