• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan proses R1 : enzim murni, kultur Z mobilis dan P stipitis Sakarifikasi merupakan pemecahan polisakarida menjadi gula-gula

KULTUR CAMPURAN

3 Rancangan proses R1 : enzim murni, kultur Z mobilis dan P stipitis Sakarifikasi merupakan pemecahan polisakarida menjadi gula-gula

sederhana seperti glukosa, fruktosa dan galaktosa yang menyusunnya dengan bantuan asam atau enzim. Untuk polisakarida selulosa menghasilkan gula sederhana dalam bentuk glukosa (C6), sedangkan hemiselulosa akan menghasilkan glukosa (C6) dan sebagain besar xilosa (C5). Kedua jenis gula dapat dikonversi menjadi etanol dan jika dilakukan dalam satu unit operasi maka disebut kofermentasi. Efektifitas sakarifikasi tergantung kompleksitas polosakarida, enzim, dan beberapa faktor lingkungan seperti suhu, pH, dan keberadaan senyawa inhibitor.

Pada 12 jam awal proses SKFS terjadi penurunan gula total dari 42,29 g/l menjadi 15,01 g/l (Gambar 13) yang disebabkan oleh pemecahan oligosakarida

pada substrat menjadi monomer oleh enzim -glukosidase. Hasil sakarifikasi dideteksi dengan uji gula reduksi yaitu gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi karena ada gugus keton dan aldehid (-CHO). Laju penurunan gula total berkurang menjadi 0,124 g/l/jam pada selang waktu 12 sampai dengan 96 jam SKFS, kemungkinan penyebabnya adalah enzim selulase tidak memecah selulosa menjadi selobiosa. Namun demikian, di dalam substrat masih terdapat oligosakarida karena derajat polimerisasi (DP) masih di atas satu kecuali pada jam ke-72 yang bernilai satu. Di sisi lain, enzim selulase dan xilanase secara terus menerus memecah selulosa maupun hemiselulosa terbukti dengan kandungan gula reduksi yang kecil dan terus berkurang karena dikonversi menjadi etanol dan biomassa sel.

Gambar 13 Perubahan kadar gula total dan gula pereduksi selama SKFS Pertumbuhan mikroba merupakan bentuk aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya (Wang et al., 2006). Bobot total mikroba dihitung berdasarkan bobot kering fraksi cairan hasil fermentasi. Gambar 14 menunjukkan bahwa mikroba dapat tumbuh pada media fermentasi dari biomassa limbah tanaman jagung. Selama sakarifikasi, selulosa dihidrolisis menjadi glukosa dan

hemiselulosa menjadi xilosa, sedangkan -glukosidase dapat menghidrolisis selobiosa dan oligosakrida menjadi glukosa yang dapat dimetabolisme mikroba di dalam sel.

Gambar 14 menunjukkan pertumbuhan mikroba kultur tunggal dan campuran selama proses SKFS. Selama 24 jam pertama, mikroba berada pada fase log yang ditandai dengan laju pertumbuhan yang cepat. Hal ini sesuai dengan penurunan kandungan gula pada periode jam ke-0 sampai dengan jam ke-48. Pertumbuhan Z. mobilis dan P. stipitis mencapai fase stasioner pada periode jam ke-48 sampai dengan jam ke-96.

Laju pertumbuhan Z. mobilis lebih kecil dibanding P. stipitis dan kultur campuran karena konversi gula di dalam sel Z. mobilis melalui jalur Entner Doudoroff (ED) yang hanya menghasilkan 1 mol ATP. Sementara P. stipitis mengkonversi gula mealui jalur EMP menghasilkan 2 mol ATP per mol glukosa sehingga energi untuk pertumbuhannya lebih besar (Dien et al. 2003). Selain itu,

R² = 0,9964 R² = 0,927 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 0 20 40 60 80 100 K o ns . g ula pere du k si (g /l) K o ns . g ula t o ta l (g /l) Waktu SKFS (jam)

kultur campuran ternyata mampu tumbuh lebih banyak dibandingkan kultur tunggalnya, berarti kedua mikroba dapat hidup bersama dalam media fermentasi.

Gambar 14 Pertumbuhan biomassa sel mikroba selama sakarifikasi dan ko- fermentasi simultan

Gambar 15 menunjukkan bahwa selama fase pertumbuhan kultur campuran Z. mobilis dan P. stipitis diikuti dengan penurunan kadar gula di dalam media. Laju pertumbuhan mikroba mencapai 0,015 g/l/jam, sedangkan laju penurunan kadar gula sebesar 0,086 g/l/jam. Dengan demikian sebagian substrat dikonversi oleh mikroba untuk tujuan pertumbuhannya.

Gambar 15 Pertumbuhan mikroba dan penurunan substrat

R² = 0,9605 R² = 0,9839 R² = 0,9898 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 0 20 40 60 80 100 B io m a ss a sel (g /l)

Waktu fermentasi (jam)

Bakteri Z. mobilis dapat hidup pada pH 6,8 ( Obire 2005) dan P. stipitis dapat tumbuh pada pH 6,5 (Jeppson et al. 1995). Sementara itu, menurut Coral et. al. (2002) pH untuk aktivitas selulase antara 4,5 sampai dengan 7,5, tetapi optimum pada pH 4,5 (Fatma et al. 2010). Nakamura et. al. (1993) menyebutkan bahwa xilanase menunjukkan aktivitas yang baik pada kisaran pH antara 4 sampai dengan 11. Dengan demikian, nilai pH pada SKFS yaitu 5,40-6,20 berada pada kondisi terbaik bagi pertumbuhan Z. mobilis maupun P. stipitis dan juga kondisi optimum enzim untuk proses sakarifikasi.

Selama proses SKFS,nilai pH turun dari 6,20 menjadi 5,40 yang mengindikasikan terjadi akumulasi asam akibat konversi gula sebelum sampai menjadi etanol. Pembentukan asam selama fermentasi karena konversi gula melalui jalur Entner Doudoroff dan Embeden Meyerhof. Sebelum menjadi etanol, gula dikonversi menjadi produk antara yaitu asam piruvat dan asam suksinat yang merupakan hasil samping dari etanol.

Selain sel mikroba dan asam organik, produk fermentasi adalah etanol yaitu hasil metabolit sekunder dari proses metabolisme pertumbuhan mikroba. Berdasarkan Gambar 16, maka konsentrasi etanol yang dihasilkan mencapai kondisi terbaik untuk kultur campuran Z. mobilis dan P. stipitis pada saat jam ke- 72. Setelah fermentasi berlangsung 72 jam, konsentrasi etanol menurun yang kemungkinan disebabkan oleh konversi etanol menjadi produk lain.

Selama 24 jam pertama, etanol yang terbentuk 1,34 g/l, sedangkan penurunan gula reduksi sebesar 3,05 g/l. Sebagian besar gula yaitu 2,92 g/l atau 95,85% dikonversi menjadi etanol. Konsentrasi etanol tertinggi yang dihasilkan pada sakarifikasi dan fermentasi simultan menggunakan kultur campuran Z. mobilis dan P. stipitis sebesar 9,94 g/l. Jika diasumsikan 90% gula dikonversi menjadi etanol maka gula yang dibutuhkan sebanyak 21,66 g/l. Padahal konsentrasi gula pada jam ke-48 hanya 5,55 g/l dan yang tersisa pada jam ke-72 sebanyak 5,46 g/l sehingga selama 48 jam terbentuk gula 21,65 g/l.

SKFS dengan kultur campuran memiliki laju produksi etanol 0,138 l/jam lebih tinggi dibandingkan kultur tunggal yaitu 0,128 l/jam untuk fermentasi selama 72 jam. Namun pada fermentasi sebelum 72 jam, Gambar 16 mengindikasikan bahwa kultur tunggal memiliki laju produksi etanol yang lebih

tinggi. Faktor penyebabnya kemungkinan adalah konversi gula menjadi biomassa sel pada kultur campuran atau produk lain terbukti dengan penurunan total gula sebesar 27,28 g/l pada 12 jam pertama dan hanya 4,41% yang menjadi etanol.

Gambar 16 Konsentrasi etanol selama sakarifikasi dan fermentasi simultan Efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau produk samping dinyatakan sebagai rendemen produk per substrat (Y p/s), rendemen biomassa per substrat (Y x/s) dan rendemen produk per biomassa (Y p/x). Parameter efsiensi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

(11)

Xt = massa sel saat t Xo = massa sel awal St = massa substrat pada saat t So= massa substrat awal Pt = massa produk pada saat t Po = massa produk awal Hasil etanol per substrat (Y p/s) adalah rendemen produk yang terbentuk per substrat yang dikonsumsi oleh mikroba. Untuk Z. mobilis dan P. stipitis memiliki kemampuan mengkonversi gula menjadi etanol sebesar 0,141. Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap satu gram gula akan menghasilkan 0,141 gram etanol. Kultur campuran tersebut menggunakan gula untuk pertumbuhan sel yang ditandai dengan nilai Y x/s sebesar 0,023, sedangkan produk metabolit sekunder yaitu etanol yang dihasilkan 11,43 gram etanol. Efisiensi pemanfaatan

substrat (ds/s) mencapai 88,22 % artinya sebagian besar substrat dikonversi menjadi produk fermentasi.

4 Rancangan proses R2 : enzim murni, kultur P. cerevisiae dan P. stipitis