• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Rancangan Model Bisnis BTNGP Mandiri

Rancangan model bisnis BTNGP mandiri merupakan gambaran sederhana bagaimana logika bisnis suatu organisasi pengelola taman nasional dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk memberikan manfaat dalam bentuk produk dan jasa yang ditawarkan sehingga memperoleh pendapatan untuk membiayai paling tidak 80 persen pengelolaan. Model bisnis tersebut divisualisasikan dalam bentuk Model Bisnis Kanvas (MBK) menurut Osterwalder dan Pigneur (2010).

5.1.1 Model Bisnis BTNGP

Model bisnis BTNGP dirancang dengan menggunakan teknik ideation. Pembangkitan dan sintesis ide dilakukan dalam suatu wawancara mendalam dengan Kepala Balai TNGP serta FGD yang membahas, mengggabungkan, dan mempersempit ide tersebut ke sejumlah kecil pilihan. Titik awal yang menjadi dasar dalam teknik tersebut ialah kekuatan sumberdaya yang dimiliki dan infrastruktur organisasi yang ada saat ini. Model bisnis BTNGP divisualisasikan dalam bentuk MBK yang menghubungkan susunan sembilan kotak komponennya seperti terlihat pada Gambar 14.

Berdasarkan gambar di atas, kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan potensi TNGP yang dilakukan saat ini berupa pengembangan wisata alam, pelayanan penelitian, dan pemanfaatan air. Model bisnis BTNGP diuraikan sebagai berikut:

(1) Kelompok Pelanggan

Pelanggan BTNGP merupakan individu, kelompok orang, atau organisasi yang menjadi penerima manfaat atau memanfaatkan potensi TNGP. Setiap kelompok pelanggan dijelaskan sebagai berikut:

Kelompok Pelanggan 1: Pemerintah mewakili kepentingan masyarakat. Perlindungan sistem penyangga kehidupan meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan terhadap gejala keunikan dan keindahan alam, dan jasa lingkungan lainnya.

Kelompok Pelanggan 2: Tour Operator. Koperasi Nasalis merupakan tour operator satu-satunya yang memiliki Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa Wisata Alam (IUPJWA) di TNGP. Koperasi tersebut berkerja sama dengan BTNGP mengelola kegiatan wisata alam dalam penjualan dan pelayanan paket wisata. Kelompok Pelanggan 3: Konsorsium Pengelola SPCP. Konsorsium tersebut merupakan suatu bentuk kerjasama penggelolaan stasiun penelitian dalam menfasilitasi kegiatan penelitian dan pendidikan yang akan dilakukan di dalam kawasan TNGP, baik oleh peneliti dalam negeri maupun luar negeri. Akan tetapi, dalam perkembangannya konsorsium tidak berjalan semestinya, sehingga untuk sementara pengelolaan SPCP dilakukan oleh KPN Nasalis. Segmen Pelanggan 4: Pemanfaat Air. Air dari kawasan TNGP dimanfaatkan untuk kepentingan komersil dan non-komersil.

Komersil. Terdapat 13 perusahaan air minum di Kabupaten Kayong Utara dan Ketapang yang memanfaatkan air dari TNGP untuk pengusahaan AMDK dan depot air isi ulang.

Non Komersil. Terdapat 12 pemanfaat air di Kabupaten Kayong Utara dan Ketapang untuk kepentingan non komersil, seperti air rumah tangga, PDAM, pertanian, perikanan dan kebutuhan lainnya.

49

(2) Proposisi Nilai

Proposisi nilai merupakan sekumpulan manfaat atau nilai yang dijanjikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. BTNGP memiliki empat proposisi nilai, yaitu: sistem penyangga kehidupan, wisata alam hidupan liar, penelitian biodiversitas, dan pemanfaatan air bersih. Proposisi tersebut didasarkan atas pertimbangan sumberdaya kunci yang dimiliki dan kelompok pelanggan yang ditetapkan. Hubungan antara komponen sumberdaya kunci, proposisi nilai, dan kelompok pelanggan diilustrasikan pada Gambar 15.

Gambar 15 Hubungan antara sumberdaya kunci, proposisi nilai, dan kelompok pelanggan.

Proposisi Nilai 1 : Sistem Penyangga Kehidupan. TNGP merupakan kawasan berfungsi sebagai penyangga kehidupan yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan pemanfaatan sumber daya alam hayati. Perlindungan sistem penyangga kehidupan meliputi usaha-usaha dan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tebing, tepian sungai, danau, dan jurang, pemeliharaan fungsi hidrologi hutan, perlindungan pantai, pengelolaan daerah aliran sungai, perlindungan terhadap gejala keunikan dan keindahan alam, dan jasa lingkungan lainnya.

Proposisi Nilai 2 : Pengalaman Observasi Hidupan Liar. Proposisi nilai utama wisata alam di TNGP ialah pengalaman mengamati keindahan alam hutan hujan tropis dengan hidupan liarnya, yaitu: orangutan dan bekantan. Proposisi tersebut ditawarkan dalam bentuk atraksi dan lokasi yang berbeda.

Lubuk Baji. Lubuk Baji merupakan areal yang memiliki ekosistem asli hutan pegunungan. Atraksi yang dapat dilakukan observasi berbagai jenis fauna, seperti Orangutan, Kelasi, dan Klampiau. Selain itu wisata budaya di Kampung Bali.

Batu Barat. Atraksi utama berupa pengamatan satwa liar dengan menggunakan sampan menyusuri sungai. Daya tarik utama bagi wisatawan pada site ini adalah primata, yaitu: Orangutan, Bekantan, Lutung Kelabu, dan Monyet Ekor Panjang.

Riam Berasap. Kondisi vegetasi di Riam Berasap masih alami yang didominasi oleh Famili Dipterocarpaceae. Air terjun merupakan daya tarik utama pada site ini Tinggi air terjun mencapai 10 m dengan lebar 5 m, jatuhan air terjun membentuk kolam dengan luasan mencapai 300 m2. Treking di sepanjang Badan sungai yang berbatu menambah keindahan panorama sungai dengan airnya yang jernih.

Proposisi Nilai 3 : Riset Biodiversitas. Kegiatan penelitian di TNGP umumnya dilakukan di SPCP yang memiliki 7 (tujuh) tipe ekosistem dalam satu area. Area tersebut merupakan hutan primer di tengah kawasan yang menjadi habitat primata, antara lain orangutan, kelasi, dan klampiau. Penyediaan obyek penelitian tersebut menjadi penawaran utama dalam kegiatan penelitian yang memberikan kesempatan kepada peneliti untuk membandingkan berbagai parameter pada setiap obyek yang diteliti.

Proposisi Nilai 4 : Air Bersih. TNGP menyediakan air bersih dan murni (pure water) dari areal pegunungan. Air tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat di Kabupaten Kayong Utara dan Ketapang untuk keperluan konsumsi rumah tangga, AMDK, PDAM, pertanian, perikanan, dan transportasi.

(3) Saluran

Saluran merupakan media yang digunakan oleh BTNGP untuk mengkomunikasikan dan menyampaikan proposisi nilai ke empat target pelanggan yang telah ditetapkan. Hubungan antara komponen proposisi nilai, saluran, hubungan pelanggan, dan kelompok pelanggan diilustrasikan pada Gambar 16. Setiap saluran dijelaskan sebagai berikut:

51

Gambar 16 Hubungan antara komponen proposisi nilai, saluran, hubungan pelanggan, dan kelompok pelanggan.

Saluran 1: Website. www.gunungpalung.net merupakan website BTNGP yang dibuat dan dikembangkan oleh peneliti. Website tersebut berperan penting dalam menyebarkan informasi dan promosi potensi TNGP, antara lain kepada masyarakat umum, penerima manfaat, dan tour operator.

Saluran 2: Buletin. Buletin Nasalis merupakan media informasi resmi BTNGP yang terbit setiap semester. Buletin tersebut berperan dalam menyebarkan informasi dan promosi potensi TNGP, baik kepada masyarakat umum, pemerintah daerah, dan mitra kerja.

Saluran 3: Sosialisasi. Merupakan saluran yang digunakan BTNGP untuk menyebarkan informasi regulasi pemanfaatan dan mempromosikan potensi di TNGP kepada konsorsium SPCP dan pemegang IUPJWA.

Saluran 4: Koordinasi. Merupakan saluran yang digunakan BTNGP untuk menyampaikan informasi dan laporan pelaksanaan kegiatan pengelolaan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang dilakukan dalam bentuk rapat kerja dan rapat kordinasi teknis.

(4) Hubungan Pelanggan

Hubungan dengan kelompok pelanggan dikembangkan melalui pembuatan empat jenis hubungan pelanggan, yaitu:

Hubungan Pelanggan 1: Bantuan Personal Khusus. BTNGP menugaskan staf secara khusus untuk membantu tour operator yang memiliki IUPJWA dan konsorsium SPCP dalam memfasilitasi kelancaran pelayanan wisatawan, peneliti, pengembangan paket wisata dan penelitian.

Hubungan Pelanggan 2: Co-creation. BTNGP merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Kehutanan yang bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Oleh karena itu, BTNGP wajib melakukan kordinasi dan komunikasi secara struktural dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan untuk mempertahankan TNGP yang berfungsi sistem penyangga kehidupan.

Hubungan Pelanggan 3: Komunitas. BTNGP memfasilitasi pembentukan Forum Tirta Palung Lestari (Fortipari). Forum tersebut merupakan sarana BTNGP untuk memahami pemanfaat air, menghubungkan antar anggota, dan bertukar informasi dalam memecahkan masalah pemanfaatan air di TNGP. (5) Aliran Pendapatan

Aliran Pendapatan BTNGP terdiri atas pendapatan tahunan berupa DIPA APBN serta pendapatan yang berasal dari kegiatan pemanfaatan wisata alam dan penelitian. Hubungan antara komponen aliran pendapatan, kelompok pelanggan, dan proposisi nilai diilustrasikan pada Gambar 17. Setiap aliran pendapatan dijelaskan sebagai berikut:

53

Aliran Pendapatan 1: Pendapatan Tahunan: Pada tahun 2011 BTNGP memperoleh anggaran dalam bentuk DIPA sebesar Rp 7.603.318.000,-. Dana tersebut diasumsikan sebagai pendapatan tahunan yang diperoleh dari APBN sebagai anggaran yang disediakan untuk pengelolaan TNGP.

Aliran Pendapatan 2: PNBP. Pada tahun 2011 BTNGP memperoleh penerimaan dari pungutan masuk taman nasional dalam bentuk PNBP sebesar Rp 14.799.500,-. Penerimaan yang diperoleh tersebut tidak dapat digunakan secara langsung sebagai dana pengelolaan oleh BTNGP, tetapi harus disetorkan terlebih dahulu ke rekening bendahara umum negara. Menurut PPM Manajemen (2012) aliran pendapatan yang tercipta dari pembayaran atas barang atau jasa tidak berwujud yang dimanfaatkan oleh pelanggan dikategorikan sebagai biaya pemakaian.

Wisata alam. PNBP dari pungutan kegiatan wisata alam, yaitu: tiket masuk pengunjung (27% dari total PNBP wisata alam), kegiatan rekreasi alam bebas (30% dari total PNBP wisata alam), dan pengambilan/snapshoot berupa video dan foto (43% dari total PNBP wisata alam).

Penelitian. PNBP dari pungutan kegiatan penelitian, yaitu berupa tiket masuk peneliti dan pengambilan/snapshoot berupa video dan foto.

(6) Sumberdaya Kunci

Untuk mempertahankan proposisi nilai tersebut diatas, maka BTNGP harus mempertahankan sumberdaya kunci yang dimiliki. Hubungan antara komponen sumberdaya kunci, kemitraan kunci, kegiatan kunci, dan proposisi nilai diilustrasikan pada Gambar 18. Berdasarkan hasil FGD sumberdaya kunci yang teridentifikasi sebagai berikut:

Sumberdaya Kunci 1: Kawasan dengan Tujuh Tipe Ekosistem. Kawasan TNGP terbentang dari pantai sampai pegunungan. Keberadaan kawasan tersebut berperan penting terhadap sistem penyangga kehidupan di daerah sekitarnya dan menjadi daya tarik kegiatan wisata alam. Selain itu, di SPCP terdapat tujuh tipe ekosistem dalam satu area berdekatan yang menjadi daya tarik kegiatan penelitian biodiversitas.

Gambar 18 Hubungan antara sumberdaya kunci, kemitraan kunci, kegiatan kunci, dan proposisi nilai.

Sumberdaya Kunci 2: Tumbuhan dan Satwa Liar Endemik. Setiap ekosistem di TNGP menjadi habitat bagi tumbuhan dan satwa liar yang diantaranya merupakan endemik Kalimantan, seperti bekantan, orangutan, ulin, dan anggrek hitam. Tumbuhan dan satwa liar endemik tersebut menjadi daya tarik utama dalam kegiatan wisata alam dan penelitian biodiversitas. Sumberdaya Kunci 3: Kualitas dan Kuantitas Air. TNGP merupakan area tangkapan air yang menjadi sumber air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang. Area tersebut juga mendukung fungsi hidrologi di daerah sekitarnya yang menyediakan kebutuhan air untuk keperluan konsumsi rumah tangga, perusahaan AMDK, PDAM, pertanian, perikanan, dan transportasi.

55

Sumberdaya Kunci 4: Regulasi. Kebijakan kehutanan di bidang kehutanan serta perlindungan hutan dan konservasi alam, berupa undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan dibawahnya berperan penting dalam mendukung terlaksananya kegiatan pengelolaan TNGP yang salah satunya berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan.

Sumberdaya Kunci 5: Sumberdaya Manusia. Pegawai memiliki peran penting dalam kelancaran pengelolaan TNGP, antara lain Polhut bertanggung jawab dalam perlindungan dan pengamanan hutan, PEH dalam pengelolaan keanekaragaman hayati serta pemanfaatan kondisi lingkungan dan TSL, penyuluh kehutanan dalam pembinaan daerah penyangga, pejabat non struktural dan struktural bertanggung jawab dalam penyelenggaraan operasional kantor. Kondisi pegawai BTNGP yang secara kuantitas dan kualitas masih belum memadai apabila dibandingkan dengan volume kerja maupun luas kawasan, akan tetapi pegawai tersebut tetap berusaha melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan penuh dedikasi.

(7) Kegiatan Kunci

Kegiatan kunci merupakan komponen yang menggambarkan mengenai kegiatan-kegiatan penting yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu model bisnis. Berdasarkan alokasi anggaran, kebijakan, program, dan isu strategis dalam (BTNGP 2011a), terdapat lima kelompok kegiatan penting yang dilakukan dalam rangka pengelolaan TNGP, sebagai sebagai berikut: Kegiatan Kunci 1: Operasionalisasi Kantor. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung terselenggaranya kegiatan di kantor balai, SPTN, dan RPTN. Kondisi tersebut diharapkan dapat menciptakan efektifitas pengelolaan yang berdampak terhadap kelestarian TNGP sebagai sistem penyangga kehidupan. Kegiatan Kunci 2: Perlindungan Hutan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengendalikan gangguan keamanan hutan, sehingga berdampak terhadap kelestarian TNGP yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Kegiatan Kunci 3: Pembinaan Daerah Penyangga. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi untuk

menunjang terciptanya kelestarian TSL dan ekosistemnya, sehingga mendukung terselenggaranya kegiatan pemanfaatan wisata alam, penelitian biodiversitas, dan air.

Kegiatan Kunci 4: Pengelolaan Keanekaragaman Hayati. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi potensi keanekaragaman hayati, seperti ukuran populasi, sebaran, dan spesies terancam punah. Data dan informasi tersebut penting sebagai data sasar dalam pemanfaatan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, dan wisata alam.

Kegiatan Kunci 5: Pemanfaatan Kondisi Lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi potensi kondisi lingkungan, seperti ODTWA, sumber mata air, dan debit air, sehingga akan berdampak terhadap optimalnya kegiatan pemanfaatan wisata alam dan air.

(8) Kemitraan Kunci

BTNGP memiliki enam mitra kunci yang masing-masing berkontribusi sesuai dengan bidangnya terkait dalam pengelolaan taman nasional, antara lain: pembinaan daerah penyangga, pendidikan lingkungan, pengelolaan penelitian, dan wisata alam.

Mitra Kunci 1: Koperasi Nasalis. Koperasi ini melalui Nasalis Tour & Travel

merupakan satu-satunya pemegang IUPJWA yang mengembangkan dan mengelola kegiatan jasa layanan wisata alam di TNGP.

Mitra Kunci 2: Forum Pemanfaat Air TNGP. Forum ini merupakan perhimpunan pemanfaat air komersil dan non-komersil yang diharapkan berkontribusi dalam upaya memelihara daerah tangkapan air di TNGP. Mitra Kunci 3: Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI). Yayasan yang mendukung BTNGP dalam kegiatan pembinaan daerah penyangga berupa pelayanan kesehatan, pendampingan masyarakat, dan rehabilitasi kawasan. Mitra Kunci 4: Yayasan Palung. Yayasan yang mendukung BTNGP dalam pendidikan lingkungan, pembinaan daerah penyangga, dan terlibat dalam konsorsium pengelolaan SPCP.

Mitra Kunci 5: Pemerintah Daerah (Pemda). TNGP berada di wilayah administrasi Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara. Pemda Kabupaten Ketapang terlibat dalam konsorsium SPCP dan mendukung Pembinaan

57

Daerah Penyangga. Sementara, Pemda Kabupaten Kayong Utara berkontribusi dalam membangun infrastruktur wisata dan mendukung PDP. Mitra Kunci 6: Konsorsium Pengelolaan SPCP. Konsorsium ini merupakan suatu kerjasama penggelolaan stasiun penelitian untuk memfasilitasi kegiatan penelitian dan pendidikan yang dilakukan di TNGP.

(9) Struktur Biaya

Terdapat enam jenis struktur biaya yang digunakan oleh BTNGP dalam menjalankan model bisnisnya, struktur biaya tersebut dikelompokan berdasarkan jenis anggaran kegiatan dalam pengelolaan TNGP diluar kebutuhan gaji dan tunjangan pegawai. Pengelompokan dan proporsi struktur biaya tersebut berdasarkan Realisasi Anggaran Daftar Isian Pelaksanaak Anggaran (DIPA) BTNGP tahun 2011. Proporsi dan rincian struktur biaya tersebut yaitu sebagai berikut:

Struktur Biaya 1: Penyelenggaraan Operasional Kantor (42%).

Operasional dan pemeliharaan perkatoran 65%

Pembangunan fisik 26%

Peralatan elektronik dan perkantoran 8%

Efektivitas pengelolaan kawasan konservasi berbasis resort 2% Struktur Biaya 2: Perlindungan Hutan (25%).

Pengamanan kawasan konservasi 83%

Pencegahan, pemadaman, dan penanganan kebakaran hutan 17% Struktur Biaya 3: Pembinaan Daerah Penyangga (14%).

Penanganan konflik pada kawasan taman nasional 23%

Model desa konservasi 62%

Kader konservasi dan kelompok pecinta alam 14% Struktur Biaya 4: Pengelolaan Keanekaragaman Hayati (8%).

Restorasi ekosistem kawasan konservasi 57% Pelatihan pengembangan dan pengelolaan taman nasional 43% Struktur Biaya 5: Perencanaan, Monitoring, dan Evaluasi (6%).

Monitoring dan evaluasi 51%

Dokumen perencanaan/penataan kawasan/data dan informasi 49% Struktur Biaya 6: Pemanfaatan Kondisi Lingkungan dan TSL (5%).

Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan 2% Fasilitasi penunjang budidaya, plasma nutfah & HHBK 98%

Berdasarkan uraian setiap komponen model bisnis diatas, MBK BTNGP menggambarkan bagaimana potret organisasi BTNGP saat ini dalam menciptakan manfaat berupa produk dan jasa serta memperoleh anggaran dan pendapatan dari penerima manfaatnya yang dijadikan sebagai target pelanggan. Menurut PPM Manajemen (2012) MBK dapat menjelaskan bagaimana organisasi memperoleh uang dan bagaimana organisasi tersebut menciptakan manfaat (value) dan pada gilirannya memperoleh manfaat dan dana yang diperlukan agar dapat berkesinambungan menjalankan operasi organisasi. Alur penciptaan dan perolehan manfaat pada MBK BTNGP secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Alur penciptaan dan perolehan manfaat pada MBK BTNGP. Berdasarkan Gambar 19 di atas, aliran manfaat pada MBK BTNGP terdapat dua kelompok manfaat, yaitu: manfaat bagi pelanggan dan manfaat yang diperoleh BTNGP. Bagi pelanggan, manfaat terwujud dalam bentuk proposisi nilai yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi atau pemenuhan kebutuhan pelanggan, seperti keinginan observasi hidupan liar, penelitian, dan kebutuhan air. Sedangkan bagi BTNGP, manfaat yang diperoleh dalam bentuk aliran pendapatan. Menurut PPM Manajemen (2012) proposisi nilai merupakan alasan mengapa pelanggan memilih produk atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dan bukan produk atau jasa perusahaan yang lain.

59

5.1.2 Analisis SWOT Model Bisnis BTNGP

Analisis SWOT bertujuan menilai dan mengevaluasi setiap komponen model bisnis BTNGP terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi. Hasil analisis SWOT komponen model bisnis BTNGP diuraikan sebagai berikut:

(1) Kekuatan dan Kelemahan

Hasil analisis untuk elemen kekuatan komponen model bisnis BTNGP diperoleh nilai bobot skor akumulatif sebesar 50,21 %, sedangkan nilai bobot akhir untuk elemen kelemahan sebesar 49,79 %. Hasil tersebut menunjukan bahwa kekuatan komponen model bisnis BTNGP akan mampu mengatasi kelemahannya, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam penyempurnaan model bisnis tersebut. Hasil analisis kekuatan dan kelemahan model bisnis BTNGP lebih lengkap disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Nilai bobot kekuatan dan kelemahan komponen Model Bisnis BTNGP

No Komponen Nilai Bobot (%) Kekuatan Kelemahan 1 Kelompok Pelanggan 6,40 2,48 2 Proposisi Nilai 10,74 2,89 3 Saluran 5,99 8,06 4 Hubungan Pelanggan 6,82 2,89 5 Aliran Pendapatan 3,51 16,12 6 Sumberdaya Kunci 7,64 2,69 7 Kegiatan Kunci 3,10 5,99 8 Kemitraan Kunci 2,89 2,69 9 Struktur Biaya 3,10 5,99 Jumlah 50,21 49,79

Penilaian terhadap kekuatan dan kelemahan model bisnis BTNGP menunjukan bahwa komponen model bisnis yang menjadi kekuatan utama ialah proposisi nilai dan sumberdaya kunci, sementara aliran pendapatan dan saluran menjadi komponen yang memiliki kelemahan utama. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan utama komponen model bisnis tersebut, yaitu: proposisi nilai yang sejalan dengan kebutuhan pelanggan, terdapat sinergi yang kuat antara produk dan jasa yang ditawarkan, dan sumberdaya kunci yang sulit untuk ditiru oleh pesaing.

Sedangkan faktor-faktor yang menjadi kelemahan utama komponen model bisnis tersebut, yaitu: mekanisme harga tidak berdasarkan kesediaan membayar, memiliki marjin keuntungan yang kecil, serta struktur biaya dan model bisnis kurang sesuai. Gambaran mengenai hasil analisis kekuatan dan kelemahan model bisnis BTNGP dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Kekuatan dan kelemahan MBK BTNGP.

(2) Peluang dan Ancaman

Hasil analisis untuk elemen peluang komponen model bisnis BTNGP diperoleh nilai bobot skor akumulatif sebesar 56,92 %, sedangkan nilai bobot skor untuk elemen kelemahan sebesar 43,08 %. Hasil tersebut menunjukan bahwa model bisnis BTNGP dapat disempurnakan dengan memanfaatkan peluang yang dimiliki sebaik mungkin. Nilai bobot hasil analisis peluang dan ancaman model bisnis BTNGP selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12. Penilaian terhadap peluang dan ancaman model bisnis BTNGP menghasilkan gambaran mengenai komponen model bisnis yang menjadi peluang utama, yaitu: kelompok pelanggan, kemitraan kunci, dan saluran. Sementara sumberdaya kunci dan kemitraan kunci menjadi komponen yang menghadapi ancaman utama.

61

Tabel 12 Nilai bobot peluang dan ancaman komponen model bisnis BTNGP

No Komponen Nilai Bobot (%)

Peluang Ancaman 1 Kelompok Pelanggan 8,62 5,08 2 Proposisi Nilai 7,54 4,00 3 Saluran 8,62 3,38 4 Hubungan Pelanggan 4,77 2,15 5 Aliran Pendapatan 7,54 5,69 6 Sumberdaya Kunci 4,15 6,46 7 Kegiatan Kunci 5,23 5,08 8 Kemitraan Kunci 8,62 6,00 9 Struktur Biaya 1,85 5,23 Jumlah 56,92 43,08

Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap peluang utama komponen model bisnis tersebut ialah sumber pendapatan dapat ditambah atau dibuat, kolaborasi dengan mitra yang dapat membantu fokus pada bisnis inti dapat ditingkatkan, dan adanya pasar sedang tumbuh yang dapat dimanfaatkan. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi ancaman utama pada komponen model bisnis BTNGP, yaitu: kualitas sumberdaya kunci dapat terancam kapan saja, biaya yang terancam tumbuh lebih cepat dari pendapatan, dan kualitas kegiatan terancam kapan saja. Hasil analisis peluang dan ancaman tersebut dapat dilihat pada Gambar 21.

Hasil analisis SWOT model bisnis BTNGP sejalan dengan hasil analisis kesenjangan pengelolaan taman nasional di Indonesia yang memiliki kekuatan berupa potensi sumberdaya alam, kelemahan berupa anggaran yang terbatas, terdapat peluang pasar karbon dan air, serta adanya ancaman meningkatnya kebutuhan lahan (Kemenhut 2011a). Sementara itu (Zamzani et al. 2009a) mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengelolaan TNGP, masing-masing antara lain: 1) tingginya potensi keanekaragaman SDAH dan ekosistemnya; 2) kurangnya sumber dana, sarana, dan prasarana yang memadai; 3) terdapat peningkatan intensitas penelitian, jumlah kunjungan wisata, dan perencanaan pemanfaatan ekowisata oleh pemerintah Kabupaten Kayong Utara; dan 4) meningkatnya kebutuhan lahan yang sangat tinggi yang disebabkan adanya pemekaran Kabupaten Kayong Utara.

Penilaian komponen model bisnis dengan analisis SWOT yang dilakukan secara terstruktur menghasilkan dua hasil, yaitu: 1) potret kondisi organisasi yang dicirikan oleh kekuatan dan kelemahan, dan 2) lintasan masa depan yang dicirikan oleh peluang dan ancaman (Osterwalder & Pigneur 2010). Kekuatan utama model bisnis BTNGP berupa sekumpulan manfaat dari sumberdaya kunci yang sejalan dengan kebutuhan pelanggan. Kekuatan ini diharapkan dapat mengatasi kelemahan utama berupa tidak terjaminnya keberlanjutan pendapatan yang disebabkan oleh kecilnya marjin keuntungan dan mekanisme harga tidak berdasarkan kesediaan membayar dan dapat berdampak pada kualitas sumberdaya kunci yang dapat terancam kapan saja.

BTNGP juga dapat memanfaatkan peluang utama dari komponen model bisnisnya berupa sumber pendapatan yang dapat ditambah atau diciptakan melalui

Dokumen terkait