• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Rencana Sistem Pengusahaan dan Kelayakan Finansial

5.2.1 Sistem Pengusahaan

Rancangan model bisnis menterjemahkan strategi ke dalam sebuah cetak biru model bisnis, kemudian model bisnis tersebut harus dibiayai melalui pendanaan eksternal atau internal, dan terakhir model bisnis harus diimplementasikan dalam sebuah perusahaan bisnis aktual (Osterwalder 2004). Berdasarkan model bisnis BTNGP mandiri yang telah dirancang, maka dirumuskan suatu sistem pengusahaan yang diharapkan dapat mengelola potensi kondisi lingkungan TNGP yang manfaatnya terbagi secara adil kepada pengelola taman nasional, masyarakat lokal melalui pemerintah daerah, dan perusahaan pengelola.

Distribusi manfaat secara adil diantaranya dapat dipecahkan melalui inovasi kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Inovasi tersebut dapat dijalankan melalui melalui pengusahaan yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan swasta (Public-People-Private Enterprise/P3E), yaitu sistem pengusahaan sumberdaya alam yang dikelola oleh pengelola profesional yang dimiliki bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan swasta melalui pembiayaan dana perbankan dan dana penyertaan pemerintah yang pembagian keuntungan dari pengusahaannya dengan sistem bagi hasil.

69

Penentuan P3E sebagai sistem pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP berdasarkan pada karakteristik dan pola pengelolaan sumberdaya hutan. Menurut Tadjudin (2000) sumberdaya hutan merupakan properti bersama (common property) atau ada bagian yang diakui sebagai properti bersama. Kartodiharjo (2006) menyatakan bahwa status kawasan taman nasional merupakan state property atau milik negara. Putro et al. (2012) menjelaskan bahwa sumber daya di dalam sebuah taman nasional merupakan agregat sumber daya alam yang memiliki ciri sebagai Common Pool Resources (CPR) atau sumber daya milik umum yang dikelola pemerintah. Sementara Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara tersirat menyatakan bahwa hutan dan kawasan hutan merupakan sumberdaya publik. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Sistem P3E merupakan salah satu bentuk pola pengelolaan sumberdaya hutan secara kolektif antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Menurut Putro et al. (2012) taman nasional sebagai CPR dapat dikelola secara kolektif dengan berbagai bentuk tata kelembagaan yang bervariasi dan secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) pengelolaan oleh pemerintah, 2) oleh partikelir (swasta) atau 3) kepemilikan komunal. Turner (1994) menyatakan bahwa rejim pengelolaan secara komunal terhadap CPR akan berhasil mengelola sumberdaya secara berkelanjutan. Sementara Tadjudin (2000) menegaskan bahwa pengelolaan koleksif suatu properti masyarakat memberikan manfaat yang signifikan dalam hal pengawasan kelestarian sumberdaya hutan. Kemenhut (2011a) menyatakan bahwa pengelolaan TN di Indonesia selama ini kurang efektif, antara lain karena sepenuhnya dikelola oleh pemerintah. Oleh karena itu, pengusahaan kondisi lingkungan melalui kemitraan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan peran pemanfaatan dalam pengelolaan taman nasional yang selayaknya menjadi pilihan.

Bentuk badan usaha dalam sistem pengusahaan P3E, yaitu perusahaan bersama (PT) yang sahamnya dimiliki bersama oleh pemerintah pusat melalui pengelola taman nasional dan pemerintah daerah (public), masyarakat (people),

dan pengelola usaha (private) melalui suatu perjanjian kerjasama. Perjanjian kerjasama P3E meliputi shareholders sebagai berikut: 1) pemerintah adalah pemerintah kabupaten setempat yang diwakili oleh bupati; 2) pemerintah pusat yang diwakili oleh Kepala Balai Taman Nasional; dan 3) pengelola usaha, adalah perusahaan swasta yang melaksanakan kegiatan usaha, yang ditetapkan melalui proses pemilihan sesuai perjanjian kerjasama.

Sumber pendanaan bagi P3E akan diperoleh sebagian besar dari kredit perbankan sebesar 65 % dari total investasi, sedangkan sisanya bersumber dari dana pemerintah sebagai dana penyertaan. Sumber pendanaan perbankan tersebut berdasarkan pada pola pembiayaan kredit investasi dan kredit modal kerja pada Bank Mandiri dengan ketentuan maksimum pembiayaan bank sebesar 65% dari total investasi dan Self Financing (SF) sebesar 35% dari total investasi.

5.2.2 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk memberikan gambaran dan simulasi pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E. Selain itu, analisis ini juga digunakan sebagai bahan untuk melakukan evaluasi terhadap rencana investasi dalam pengusahaan tersebut. Menurut Rangkuti (2000) terdapat tiga tahapan kegiatan evaluasi rencana investasi, yaitu: 1) estimasi arus kas (cash flow); 2) estimasi rencana pendapatan; dan 3) penilaian rencana investasi berdasarkan ukuran-ukuran yang jelas, seperti Net Present Value (NPV) dan Interal Rate of Return (IRR).

Tahapan pelaksanaan analisis kelayakan finansial pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E menggunakan asumsi siklus pengusahaan selama sepuluh tahun diuraikan sebagai berikut:

(1) Proyeksi Penjualan

Proyeksi penjualan disusun berdasarkan data penjualan paket wisata Nasalis Tour & Travel tahun 2011, laporan keuangan pengelola CPRS, laporan pelaksanaan pembentukan forum air TNGP, dan studi kelayakan proyek REDD di Kayong Utara. Selain itu, digunakan juga asumsi terhadap kenaikan volume dan harga jual untuk produk atau jasa wisata alam, penelitian, air, dan karbon. Proyeksi penjualan pengusahaan kondisi

71

lingkungan TNGP melalui sistem P3E dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Proyeksi penjualan pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP

melalui sistem P3E

Volume penjualan paket wisata alam di setiap lokasi diproyeksikan meningkat sebesar 2%/tahun. Sementara itu harga penjualan paket wisata alam meningkat sebesar 42%/tahun untuk paket Lubuk baji dan Batu barat, 17%/tahun untuk paket Gunung Panti, serta 1%/tahun untuk paket Peramas dan Pampang. Asumsi tersebut dibuat berdasarkan data dan informasi mengenai penjualan paket wisata alam yang dikelola oleh Koperasi Nasalis. Selain itu, asumsi juga didasarkan atas adanya rencana kenaikan PNBP untuk pungutan masuk kawasan taman nasional, IUPJWA, dan IUPSWA yang diprediksi akan meningkatkan biaya operasional dalam pelayanan paket wisata alam.

Asumsi yang digunakan dalam proyeksi penjualan paket pelayanan penelitian didasarkan pada data dan informasi mengenai penjualan paket pelayanan penelitian dari pengelola SPCP. Selain itu, asumsi juga didasarkan atas adanya informasi tentang adanya rencana kenaikan PNBP untuk pungutan masuk kawasan taman nasional, IUPJWA, dan IUPSWA. Proyeksi penjualan paket pelayanan penelitian di SPCP menggunakan asumsi volume pada tahun kesatu sampai tahun kelima sama dengan data dasar, sedangkan pada tahun keenam sampai tahun kesepuluh naik 50%. Sementara itu, harga jual paket pelayanan penelitian meningkat sebesar 18%/tahun untuk penelitian jangka panjang dan 84%/tahun untuk penelitian jangka pendek.

Uraian

data dasar 2011 Tahun Ke-

Volume/Tahun Harga Satuan (Rp) 1 2 3 4 5 10

Wisata Alam

- Lubuk Baji 40 Paket 2 430 000 48 56 64 72 80 192

- Batu Barat 10 Paket 3 680 000 12 14 16 18 20 48

- Gunung Panti 4 Paket 12 500 000 5 6 6 7 8 19

- Peramas 24 Paket 1 500 000 29 34 38 43 48 115

- Pampang 60 Paket 500 000 72 84 96 108 120 288

Jumlah A 166 193 221 248 276 662

Pelayanan Penelitian

- Jangka Panjang 24 Bulan Paket/Tahun 20 000 000 24 24 24 24 24 48

- Jangka Pendek 14 Minggu Paket/Tahun 3 175 000 14 14 14 14 14 28

Jumlah B 38 38 38 38 38 76 Pemanfaatan Air - Air Bersih 109 394 m3 1 000 54 697 82 045 109 394 112 129 114 864 164 091 - Air Kemasan 24 480 m3 100 000 12 240 18 630 24 480 25 092 25 704 36 720 Jumlah C 66 937 100 405 133 874 137 221 140 568 200 811 Karbon 15 000 ton/tahun 22 500/45 000/90 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000 15 000

Volume penjualan air minum kemasan dan air bersih pada tahun pertama diproyeksikan hanya 50% dari data dasar volume kebutuhan air tahun 2011. Pada tahun kedua dan ketiga masing-masing volume penjualannya sebesar 75%/tahun dan 100% dari data dasar, kemudian pada tahun keempat dan kelima meningkat sebesar 2,5% dari data dasar. Selanjutnya pada tahun keenam sampai tahun kesepuluh volumenya meningkat sebesar 1% dari data dasar tahun 2011. Harga air minum kemasan dan air bersih menggunakan asumsi harga dalam Kemenhut (2011a), yaitu masing-masing sebesar Rp 100 000/m3 dan Rp 1 000/m3 dan diproyeksikan meningkat sebesar 1%/tahun.

Proyeksi penjualan dalam perdagangan karbon menggunakan asumsi potensi penyerapan dan penyimpanan emisi karbon di TNGP sebesar 15 000 ton CO2/tahun. Potensi tersebut diproyeksikan dapat dijual pada tahun

ketiga, hal ini untuk memberikan kesempatan kepada pengelola untuk mempersiapkan mekanisme perdagangan karbon. Skenario harga karbon diasumsikan sebesar Rp 22 500/ton pada tahun ketiga sampai dengan tahun kelima, Rp 45 000/ton pada tahun keenam sampai dengan tahun kedelapan, dan Rp 90 000 pada tahun kesembilan dan kesepuluh. Asumsi tersebut menggunakan data hasil studi kelayakan proyek karbon di TNGP yang dilakukan pada tahun 2011 (Cunmin et al. 2011).

(2) Proyeksi Penerimaan

Penerimaan diperoleh dari proyeksi penjualan empat jenis produk dan jasa yang ditawarkan, yaitu: wisata alam, pelayanan penelitian, air, dan karbon. Total penerimaan dari pengusahaan kondisi lingkungan diproyeksikan sebesar Rp 19,4 milyar. Penerimaan pada tahun kesatu sampai tahun kelima dan kesepuluh pengusahaan tersebut disajikan pada Tabel 17.

73

Tabel 17 Proyeksi penerimaan dari pengusahaan kondisi lingkungan melalui sistem P3E

(3) Proyeksi Biaya

Pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E memerlukan biaya pra-investasi dan investasi sebesar Rp 1,69 milyar, biaya tersebut meliputi biaya pembuatan bangunan, pembelian mesin, peralatan, sarana transportasi, dan inventaris kantor. Sementara biaya untuk modal kerja meliputi biaya tetap, biaya variabel, dan biaya penyusutan aktiva tetap yang diperlukan pada tahun pertama sebesar Rp 1,40 milyar.

Asumsi yang digunakan dalam proyeksi biaya tersebut, yaitu: biaya penyusutan aktiva tetap4 dan biaya perawatan aktiva berkisar antara 10- 20%/tahun dari nilai masing-masing jenis aktiva, biaya pemasaran sebesar 5% dari penjualan, komisi penjualan sebesar 10% dari penjualan. Komponen biaya investasi dan modal kerja yang diperlukan dalam pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E disajikan pada Tabel 18, sementara rincian lengkap proyeksi biaya tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5.

4

Harta kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat diukur dengan jelas dan bersifat permanen, contoh tanah, bangunan, dan alat pengangkutan (Rangkuti 2000)

Uraian Tahun ke-

1 2 3 4 5 10 A. Wisata Alam - Lubuk Baji 176 304 000 219 296 000 266 176 000 316 944 000 371 600 000 603 850 000 - Batu Barat 66 576 000 82 824 000 100 544 000 119 736 000 140 400 000 211 900 000 - Gunung Panti 75 600 000 95 200 000 116 800 000 140 400 000 166 000 000 256 750 000 - Peramas 47 520 000 60 480 000 74 880 000 90 720 000 108 000 000 253 500 000 - Pampang 39 600 000 50 400 000 62 400 000 75 600 000 90 000 000 341 250 000 Jumlah A 405 600 000 508 200 000 620 800 000 743 400 000 876 000 000 1 667 250 000 B. Pelayanan Penelitian - Jangka Panjang 576 000 000 624 000 000 672 000 000 720 000 000 768 000 000 2 016 000 000 - Jangka Pendek 72 501 000 83 664 000 95 589 000 108 276 000 121 725 000 200 400 000 Jumlah B 648 501 000 707 664 000 767 589 000 828 276 000 889 725 000 2 216 400 000 C. Pemanfaatan Air - Air Bersih 55 243 962 83 686 398 112 675 803 116 613 987 120 606 867 180 500 073 - Air Kemasan 1 236 240 000 1 872 720 000 2 521 440 000 2 609 568 000 2 698 920 000 4 039 200 000 Jumlah C 1 291 483 962 1 956 406 398 2 634 115 803 2 726 181 987 2 819 526 867 4 219 700 073 D. Karbon - Karbon 0 0 337 500 000 337 500 000 337 500 000 1 350 000 000 Total Per Tahun 2 345 584 962 3 172 270 398 4 360 004 803 4 635 357 987 4 922 751 867 9 453 350 073 Total Proyek 19 435 970 016

Tabel 18 Proyeksi biaya pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E

Total biaya yang diperlukan untuk pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E pada tahun pertama sebesar Rp 3,1 milyar yang terdiri atas biaya investasi dan modal kerja. Sumber dana dapat diperoleh dari pinjaman bank berupa Kredit Investasi (KI5)) dan Kredit Modal Kerja (KMK6)). Pola pembiayaan untuk biaya investasi dan modal kerja tersebut menggunakan asumsi KI dan KMK pada Bank Mandiri dengan ketentuan maksimum pembiayaan bank 65% dan Self Financing (SF) 35%. SF dialokasikan berasal dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sebagai modal penyertaan. Selain itu, kredit tersebut juga menggunakan asumsi tingkat suku bunga sebesar 13,5%/tahun7) dan jangka waktu kredit sepuluh tahun. Struktur dan sumber permodalan rencana pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19 Struktur dan sumber permodalan

5)

Kredit jangka menengah/panjang yang diberikan kepada (calon) debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi,modernisasi, perluasan ataupun pendirian proyek baru

6)

Fasilitas kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 tahun namun dapat

diperpanjang

7)

Tingkat Suku Bunga KI dan KMK pada Bank Mandiri

Sumber Dana Modal Tetap Modal Kerja (Rp) Jumlah (Rp)

Kredit Bank (65%) 1 099 910 358 914 286 394 2 014 196 752

Modal Penyertaan Pemerintah (35%) 592 259 423 492 308 059 1 084 567 482

Jumlah 1 692 169 781 1 406 594 453 3 098 764 234

No Uraian Tahun ke-

1 2 3 4 5 10 A Investasi 1 Pra-Investasi 592 000 000 2 Bangunan 728 969 781 3 18 900 000 4 Sarana Transportasi 280 300 000 5 Inventaris Kantor 55 700 000 6 Alat-Alat Bantu 16 300 000 Biaya Investasi 1 692 169 781 0 0 0 0 0 B Modal Kerja 1 Biaya Tetap 918 617 098 999 382 610 1 088 224 673 1 185 950 943 1 293 449 839 2 523 564 641 2 Biaya Variabel 348 985 377 4225 84 224 868 362 695 601 993 732 654 947 929 1 382 232 685 3 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 Biaya Modal Kerja 1 406 594 453 1 560 958 812 2 095 579 347 1 926 936 653 2 087 389 747 4 044 789 304 Total Biaya (A + B) 3 098 764 234 1 560 958 812 2 095 579 347 1 926 936 653 2 087 389 747 4 044 789 304 Mesin dan

Peralatan

Biaya Penyusutan Aktiva

75

(4) Proyeksi Laba-Rugi

Proyeksi Laba-rugi pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E dibuat untuk jangka waktu sepuluh tahun sesuai dengan masa pengembalian kredit dan umur ekonomis dari peralatan dan perlengkapan yang digunakan. Proyeksi laba rugi tersebut didasarkan pada besarnya penerimaan dari volume penjualan dan harga jual produk/jasa kondisi lingkungan di TNGP serta selisihnya terhadap biaya produksi setiap tahun. Selain itu, proyeksi laba rugi juga menggunakan asumsi sebagai berikut: 1) pajak badan sebesar 25%/tahun dari pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha dan mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU Pajak Penghasilan; 2) angsuran pokok KI dan KMK setiap tahun sebesar Rp 201,419,675; dan 3) bunga KI dan KMK setiap tahun besarnya disesuaikan dengan penghitungan dengan metode efektif.

Laba pengusahaan kondisi lingkungan TNGP bernilai positif sejak tahun pertama dan diproyeksikan akan menghasilkan laba bersih setelah dikurangi pajak dan pembayaran pokok pinjaman sebesar Rp 24,7 milyar selama satu siklus usaha. Proyeksi laba rugi pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sistem P3E disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Proyeksi laba rugi dari pengusahaan kondisi lingkungan TNGP

Item Tahun ke-

1 2 3 4 5 10 Penerimaan 2 345 584 962 3 172 270 398 4 360 004 803 4 635 357 987 4 922 751 867 9 453 350 073 Total Penerimaan 2 345 584 962 3 172 270 398 4 360 004 803 4 635 357 987 4 922 751 867 9 453 350 073 Pengeluaran a. Biaya Tetap 918 617 098 999 382 610 1 088 224 673 1 185 950 943 1 293 449 839 2 5235 64 641 b. Biaya Variabel 348 985 377 422 584 224 868 362 695 601 993 732 654 947 929 1 382232 685 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 138 991 978 Total Pengeluaran 1 406 594 453 1 560 958 812 2 095 579 347 1 926 936 653 2 087 389 747 4 044 789 304 938 890 509 1 611 311 585 2 264 425 457 2 708 421 334 2 835 362 121 5 408 560 769 27 191 656 244 724 905 217 533 249 190 341 593 163 149 937 27 191 656 201 419 675 201 419 675 201 419 675 201 419 675 201 419 675 201 419 675 710 379 178 1 165 167 005 1 845 472 532 2 316 660 066 2 470 792 508 5 179 949 438 88 797 397 145 645 876 230 684 067 289 582 508 308 849 064 647 493 680 Laba (Rugi) Bersih 621 587 780 1 019 521 129 1 614 788 466 2 027 077 558 2 161 943 445 4 532 455 758 Pengusahaan Kondisi

Lingkungan

c. Biaya Penyusutan Aktiva

Laba (Rugi) sebelum bunga

a. Bunga KI dan KMK

b. Angsuran Pokok KI dan KMK

Laba (rugi) sebelum Pajak

Biaya pajak (PPH Badan 25% x 50%)

(5) Manfaat

Laba bersih yang diperoleh dalam pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui penerapan sistem usaha P3E akan dibagi kepada setiap pihak yang menjadi shareholders sesuai dengan kontribusi dan proporsi yang disepakati. Para pihak tersebut, yaitu: BTNGP, Pemerintah Kabupaten Kayong Utara, dan perusahaan pengelola. Proporsi pembagian manfaat menggadopsi distribusi Nilai Jual Jasa Lingkungan (NJ2L) penyerapan dan penyimpanan karbon pada hutan lindung sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.36/Menhut-II/2009 tentang tata cara perizinan usaha pemanfaatan penyerapan dan/atau penyimpanan karbon pada hutan produksi dan hutan lindung. Ilustrasi pembagian manfaat finansial dari laba bersih yang diperoleh selama satu siklus usaha untuk lima shareholders tersebut disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Proyeksi pembagian laba pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E kepada shareholders

Sistem pengusahaan seperti diuraikan di atas dapat menjamin keberlanjutan dana pengelolaan dan keberlangsungan pengusahaan kondisi lingkungan TNGP yang sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proyeksi bagi hasil yang diterima BTNGP pada tahun ke-10 diperkirakan dapat membiayai paling tidak 80% biaya operasional pengelolaan TNGP, yaitu rata-rata Rp 1,8 milyar/tahun. Selain itu, laba dari pengusahaan tersebut juga dapat memberikan kontribusi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Kayong Utara. Pada tahun 2011 PAD Kabupaten Kayong Utara sebesar Rp 11,4 Milyar, sehingga bagi hasil dari pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP yang diterima Pemerintah Kabupaten Kayong Utara setara dengan 16% PAD.

Proporsi

Laba Per Tahun

1 2 3 4 5 10 100% 621 581 780 1 019 521 129 1 614 788 466 2 027 077 558 2 161 943 445 4 532 455 758 40% 248 632 712 407 808 452 645 915 386 810 831 023 864 777 378 1 812 982 303 20% 124 316 356 203 904 226 322 957 693 405 415 512 432 388 689 906 491 152 BTNGP 40% 248 632 712 407 808 452 645 915 386 810 831 023 864 777 378 1 812 982 303 Share- holder Perusahaan Pengelola Pemda Kayong Utara

77

(6) Arus Kas (Cash Flow)

Kelayakan finansial pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem usaha P3E dianalisis dengan menggunakan metode arus kas. Metode tersebut digunakan untuk menilai rencana investasi berdasarkan kriteria Discounted Cash Flow (DCF), yaitu NPV dan IRR. Proyeksi arus kas diproyeksikan dalam satu siklus usaha dengan menggunakan asumsi bahwa depresiasi investasi dan amortisasi pra operasi besarnya sama setiap tahun yang dihitung menggunakan metode garis lurus dengan jangka waktu selama sepuluh tahun. Proyeksi arus kas pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melaui sistem P3E dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Proyeksi arus kas pengusahaan kondisi lingkungan TNGP melalui sisitem P3E

Proyeksi arus kas pada Tabel 22 menunjukan bahwa pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E memiliki nilai negatif pada tahun pertama. Hal ini disebabkan pada tahun pertama terdapat biaya pra operasi dan biaya investasi, selain itu laba bersih pengusahaan tersebut relatif kecil, karena perdagangan karbon diprediksi belum berjalan. Pada tahun kedua, arus kas bernilai positif dan mengalami kenaikan sampai akhir siklus usaha.

(7) Net Present Value (NPV)

NPV dihitung dengan menggunakan tingkat diskonto sebesar 10,70%. Tingkat diskonto tersebut merupakan biaya modal rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital) dari tingkat bunga kredit investasi sebesar 13,50% dan tingkat bunga deposito sebesar 5,50%8) sebagai opportunity cost dari investasi pemerintah dan. Nilai Weighted average cost of capital dihasilkandari penjumlahan biaya modal atas kredit investasi (65% x 13,5% = 8,78%) dengan biaya modal atas investasi pemilik (35% x 5,50% = 1,93%). Hasil perhitungan menunjukan nilai NPV sebesar Rp 10 189 132 732. Nilai

8)

Tingkat suku bunga deposito pada Bank Kalbar

Uraian Tahun ke-

1 2 3 4 5 10

Laba Bersih 621 581 780 1 019 521 129 1 614 788 466 2 027 077 558 2 161 943 445 4 532 455 758 + Depresiasi Investasi 131 702 978 131 702 978 131 702 978 131 702 978 131 702 978 131 702 978 + Amortisasi Pra Operasi 65 000 000 65 000 000 65 000 000 65 000 000 65 000 000 65 000 000

- Biaya Pra Operasi 650 000 000 0 0 0 0 0

- Biaya Investasi 1 317 029 781 0 0 0 0 0

NPV positif tersebut menunjukkan bahwa rencana investasi pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E layak untuk dilaksanakan. Nilai tersebut juga berarti bahwa keuntungan yang dihasilkan dari rencana pengusahaan tersebut nilainya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. Hasil penghitungan NPV disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 NPV pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E

(8) Internal Rate of Return (IRR)

IRR yang dihasilkan dari rencana pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E sebesar 48,06%. Hasil ini menunjukkan bahwa pada tingkat suku bunga 10,7%, rencana pengusahaan tersebut layak untuk dilaksanakan. Perhitungan IRR melalui interpolasi disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 NPV pengusahaan kondisi lingkungan di TNGP melalui sistem P3E

Tahun Net Cash Flow

10.7% 47% 49% DF (13.5 %) NCF X DF 10 % DF (47 %) NCF X DF 15 % DF (49 %) NCF X DF 84 % 1 -1 148 745 023 0,90 -1 037 710 048 0,68 -781 459 199 0,67 -770 969 814 2 1 216 224 107 0,82 992 472 235 0,46 562 832 203 0,45 547 824 020 3 1 811 491 444 0,74 1 335 344 815 0,31 570 274 934 0,30 547 617 706 4 2 223 780 536 0,67 1 480 817 169 0,21 476 236 399 0,20 451 176 895 5 2 358 646 423 0,60 1 418 811 623 0,15 343 618 208 0,14 321 167 433 6 2 856 192 555 0,54 1 552 035 881 0,10 283 063 241 0,09 261 017 648 7 3 129 779 769 0,49 1 536 315 573 0,07 211 004 849 0,06 191 959 628 8 3 393 845 883 0,44 1 504 912 154 0,05 155 651 546 0,04 139 701 790 9 4 148 993 532 0,40 1 661 935 520 0,03 129 445 437 0,03 114 621 567 10 4 729 158 736 0,36 1 711 227 232 0,02 100 371 530 0,02 87 684 172 Total PV dr Inflow 12 156 162 154 2 051 039 147 1 891 801 046 Total Investasi 1 967 029 781 1,967,029,781 1,967,029,781 NPV 10 189 132 372 84 009 365 -75 228 736 Discounted factor (+) : 47% Selisih dF : 2% Selisih NPV (+) - NPV (-) : 159 238 101 IRR : 48,06%

Tahun Cash Flow I = 10,7%

DF (10,7%) 1 -1 148 745 023 0,90 -1 037 710 048 2 1 216 224 107 0,82 992 472 235 3 1 811 491 444 0,74 1 335 344 815 4 2 223 780 536 0,67 1 480 817 169 5 2 358 646 423 0,60 1 418 811 623 6 2 856 192 555 0,54 1 552 035 881 7 3 129 779 769 0,49 1 536 315 573 8 3 393 845 883 0,44 1 504 912 154 9 4 148 993 532 0,40 1 661 935 520 10 4 729 158 736 0,36 1 711 227 232

Total PV dari Inflow 12 156 162 154

Total Investasi 1 967 029 781

NPV 10 189 132 372

Cash Flow x DF 10.7 %

79

Dokumen terkait