• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Responden I

A.2. Rangkuman Hasil Wawancara

Informan 1 bernama April (bukan nama sebenarnya) seorang perempuan berdarah Batak bertubuh kurus, berkulit putih, berambut ikal hitam seketiak, tinggi badan sekitar 160 cm. April adalah anak sulung dari tiga bersaudara, memiliki dua orang adik perempuan. Adik pertamanya tinggal di Medan bersamanya sedangkan adiknya yang bungsu masih melanjutkan sekolah menengah pertamanya di sebuah desa di dataran tinggi Karo bersama kedua orang tuanya. April tinggal di Medan bersama kerabat jauhnya. April menyelesaikan pendidikan strata satunya di April 2013.

Namun, April sudah mulai menggeluti pekerjaannya sebagai guru privat sejak 2 (dua) tahun lalu. Tuntutan sebagai guru privat juga mempengaruhi kehidupan April. April menjadi lebih menjaga penampilannya dan berusaha berpakaian formal setiap saat untuk memberikan kesan elegan. Selain mengajar privat, April juga aktif dalam beberapa kegiatan secara rutin, yaitu mengajar Sekolah Minggu di gereja dan menjabat sebagai Pembina suatu organisasi debat Bahasa Inggris di universitasnya. April aktif menjadi seorang pengurus dan pengajar di Sekolah Minggu di gerejanya. Melalui tanggung jawab yang dihadapinya, April menjadi lebih mandiri dalam memutuskan segala hal dalam kehidupannya. April menjadi terbiasa untuk mengurus segala hal seorang diri seperti mengurus perkuliahan, kegiatan-kegiatan di organisasi dan gereja. April akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak meminta pertolongan pada orangtuanya jika ia merasa masih bisa mencari penyelesaian

masalahnya. Di dalam memenuhi kebutuhannya pun, April juga sudah terbiasa untuk berbelanja secara mandiri.

April biasanya melakukan pembelian produk-produk kebutuhannya sendiri. produk-produk yang sering dibeli dan digunakan untuk kepentingan sendiri April adalah pakaian, aksesoris, buku, alat-alat tulis, dan alat-alat kosmetik. Tujuan pembelian produk-produk ini juga berbeda-beda. April melakukan pembelian produk aksesoris dan pakaian untuk memenuhi kebutuhan penampilannya. Pembelian produk buku, alat-alat tulis dilakukan juga untuk memenuhi kebutuhan perkuliahan sehari-harinya. April juga tertarik melakukan pembelian produk untuk tujuan investasi. Kejadian ini dialami April di Desember 2012 ketika membeli produk perhiasan emas Di dalam pengalaman pembelian yang sudah dilalui April ada beberapa pertimbangan yang dilakukan sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli produk. Faktor utama yang menjadi pertimbangan April setiap kali melakukan pembelian adalah harga produk yang akan dibeli. April seringkali berusaha untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan kemampuan finansialnya.

Oleh karena itu, April membuat budget plan ketika akan pergi berbelanja. Budget plan ini dibuat untuk mengontrol pembelian yang akan dilakukan. Akan tetapi, kenyataannya seringkali berbeda. April seringkali melakukan pembelian yang overbudget. Kejadian tersebut seringkali terjadi ketika April merasa sangat tertarik dengan fitur-fitur produk yang sesuai dengan selera pribadinya. Faktor lain yang

dipertimbangkan setelah harga produk ialah kualitas produk yang akan dibeli dan fungsi produk.

Pengambilan keputusan pembelian produk yang dilakukan April biasanya dilakukan melalui pengecekan harga ke toko-toko lain sebelum melakukan pembelian. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi harga produk yang lebih murah dengan pilihan yang sama. Kondisi perasaan saat melakukan pembelian mempengaruhi bagaimana April membuat keputusan pembelian.

Proses pengambilan keputusan yang dilakukan secara terburu-buru dalam waktu yang singkat membuat pembelian produk tidak mempertimbangkan faktor harga, sehingga yang menjadi dominan adalah selera pribadi. April menjadi lebih mementingkan perasaan daripada faktor harga produk. Pengaruh orang lain seperti teman berbelanja, penjual produk, atau orang-orang yang berkomentar terhadap pembelian produk tidak menjadi bahan pertimbangan April dalam memutuskan membeli produk.

Harga produk tetap menjadi yang utama yang dipertimbangkan oleh April. Pertimbangan tidak hanya dilakukan sebelum pembelian tetapi juga sesudah pembelian. April mempertimbangkan kembali harga produk setelah pembelian apakah sesuai atau tidak antara harga dengan kualitas yang didapatkan. Pengalaman April selama ini menunjukkan bahwa ketidaksesuaian harga produk setelah

pembelian membuat dirinya merasa tidak nyaman dan sering kali berujung kepada rasa bersalah dan merasa kecewa.

Kekecewaan terhadap harga produk yang tidak sesuai tersebut karena April merasa produk yang dibelinya terlalu mahal dan memunculkan pikiran bersalah karena membandingkannya dengan produk lain yang mungkin bisa didapatkan lebih banyak kuantitasnya. Pengalaman ketidaksesuaian harga setelah pembelian yang dialami April telah muncul sebelum penggunaan produk. Hal ini terjadi melalui proses pertimbangan kembali yang dilakukan April setelah pembelian tepatnya setelah proses pembayaran produk.

Pengalaman-pengalaman pembelian produk yang dialami April seringkali kurang memuaskan dirinya. April sering kali merasa harga produk yang telah dibelinya tidak sesuai dengan kualitas yang ia harapkan. Perasaan yang intens terus-menerus membuat April menjadi enggan untuk menggunakan produk yang telah dibeli. Hal ini terjadi pada pembelian produk parfum yang dilakukan April.

Awalnya, April melakukan pembelian parfum karena ditawari oleh temannya. April tertarik untuk membeli produk parfum tersebut karena berdasarkan informasi sebelumnya yang pernah April dapatkan bahwa parfum dengan merek tersebut juga sering digunakan teman-teman satu kantornya. April pun tertarik dan melakukan pembayaran tunai pada saat itu juga. Proses pembelian produk ini dilakukan dengan system pesan sehingga sampel nyata parfum belum diterima April

saat itu. April tidak mempertimbangkan faktor harga secara mendalam karena ketertarikan terhadap produk parfum tersebut. April mulai mempertimbangkan keputusan yang telah ia lakukan setelah proses pembayaran terjadi.

Akhirnya, dua hari kemudian produk tersebut sudah sampai di tangan April. Melihat kuantitas parfum yang dirasa tidak sebanding dengan harga yang telah dibayarkannya, April akhirnya sama sekali tidak menggunakan produk tersebut sama sekali. Adanya perasaan kesal setiap kali April melihat produk tersebut sehingga untuk kebaikan April memberikan produk tersebut ke adiknya secara cuma-cuma. Efek selanjutnya dari pengalaman tersebut, April tidak mau melakukan pembelian produk parfum sama sekali.

A.2.ii. Dimensi Emotional

Pembelian produk yang sering dialami April seringkali tidak sesuai dengan harapannya. April merasa produk yang telah dibelinya harganya terlalu mahal sehingga membuat dirinya tidak nyaman. April mengalami perasaan bingung ketika melihat produk yang sudah dibelinya. Kejadian ini terjadi pada beberapa pembelian produk seperti pakaian, alat-alat kantor, dan parfum.

“Udah, memang dipake cantik sih bajunya, tapi harganya tadi bikin nyesal gitu. kok aku tadi beli segini mahal kek gitu lo, kalo tadi aku belik yang lain bisa dapat tiga, atau empat gitu, sementara ini aku cuman dapat satu, jadi nyesal juga karena harganya juga ya…“ (S.1/W.1,i1/b.142-150/h.4)

“Ada, beberapa kayak alat kantor, kayak agenda, alat-alat tulis yang buat ga nyaman, karena pembandingnya tadi harga, kalo harganya seperti ini harusnya kan, misalnya gini kan contohnya, kemaren saya beli agenda, seharusnya kan kalo harganya segini agendanya bisa lebih bagus lagi gitu kan” (S.1/W.2,n1/b.1432-1442/32)

Ketidaksesuaian setelah pembelian juga dirasakan April ketika melakukan pembelian produk pakaian. Jenis produk pakaian yang dibeli adalah gaun. Munculnya perasaan kesal setelah pembelian karena April merasa gaun yang dibeli harganya terlalu mahal.

“Iya, yang gaun itu kemaren, gak cocok sih, jadi memang gak cocok samaku dan harganya pun mahal, yang paling menyebalkan itu adalah yang harganya terlalu mahal, kalo misalnya gak cocok sama kita tapi harganya murah kan gak apa apa, tapi ini harganya mahal gitu jadi aku pun berpikir aku kok konsumtif banget ya gitu” (S.1/W.1,k1/b.175-185/h.4)

Munculnya keraguan setelah pembelian produk gaun tersebut membuat April menjadi enggan untuk melihat produk gaun yang sudah ia beli.

“Ada sih, nengok barangnya, sebenarnya cantik kalo dipake, cuman karena harganya tadi nengok barangnya tadi jadi malas gitu sampe kemaren aku dua minggu gak mau pake, males” (S.1/W.1,j1/b.156-162/h.4)

April juga mengalami keraguan setelah melakukan pembelian produk parfum. Pembelian parfum ini bertujuan untuk memenuhi keinginan berpenampilan seperti teman sekantornya.

“Kemaren, ini sih, prestigenya itu lo, apalagi kek parfum itu kan, wanginya memang wangi banget gitu lo, tapi dan orang-orang banyak pake gitu,bukan, maksudnya orang-orang itu kek teman-teman kantor gitu, memang pendapatan mereka memang juga sudah sesuai sebenarnya gitu jadi ya pengen coba sih gitu “ (S.1/W.1,q1,q2/b.284-293/h.6-7)

“Mau coba, tapi yang paling utama itu adalah karena memang karena pengen sendiri gitu… “ (S.1/W.1,r1/b.297-300/h.7)

“O, ada mungkin kemaren karena wanginya parfum itu ya, wanginya kan luar biasa, dan mungkin prestigenya ya, jadi mungkin orang kan biasanya kan gimana ya, kalo misalnya kita udah punya, ya bisa dikatakan pendapatan, gapapa dong sekali-sekali beli yang mungkin kita rasa agak mahal, dan parfum itu adalah salah satu yang mengindikasi menurut saya ya, yang mengindikasikan orang itu ya punya sesuatu yang mengekpresikan dirinya juga, karena kan kita kan akan dilihat sama orang, apalagi saya kan banyak bertemu dengan orang –orang gitu ”(S.1/W.2,d1/b.658-675/h.15)

Sebelumnya, April hanya ditunjukkan gambar produk tanpa ada sampel nyatanya. Akan tetapi, April meyakinkan dirinya bahwa produk tersebut bagus untuk dibeli walaupun ia belum mengetahui infonya secara jelas, hanya berdasarkan pendapat dari temannya. Ketertarikan April yang begitu dalam kepada produk parfum tersebut membuat April langsung melakukan pembayaran pada hari itu.

Produk parfum ini dibeli dengan system orderan seharga lima ratus ribu. Produk parfum ini juga tidak mendapatkan potongan harga.

“Itu kemaren tanpa potongan, karena kan belinya sistem order, sebenarnya kalaupun ada potongannya sama orang yang mengorderlah jadi kebetulan ga ada memang” (S.1/W.2,i2/b.715-720/h.16)

“Kebetulan kemaren itu dipesan ya, sistem orderan” (S.1/W.2,e1/b.676 -679/h.15)

“Sistem pembayarannya itu ini sih, jadi setelah kita order, ditransfer dari teman itu, sebenarnya bayarnya bisa cash bisa melalui transferan gitu, kebetulan temanku itu yang minta, jadi langsung kasi aja gitu” (S.1/W.1, i3/b.723-728/h.16)

“Kemaren cuman liat gambarnya sih, jadi kayaknya ini bagus nih, ternyata, ya memang bagus sih cuman akhirnya kek gitu tadi.” (S.1/W. 2,e1/b.682-685/h.15)

“Iya dari cerita teman sih, mereka yang cerita, o ini ada parfum merek ini nih, wangi lo, ini katalognya, ya kayaknya gak apa apa deh, mungkin itulah yang bertindak dulu baru berpikir”(S.1/W.2,g1/b.690-695/h.16)

“Ya, kemaren langsung bikin orderan, jadi mungkin karena ini juga ya, oh harganya masi dapat nih, pertama kali ya, jadi langsung lah ya kan tanpa berpikir panjang langsung diorder aja sih, setelah belilah ya, kok mahal banget sih gitu mikirnya”(S.1/W.2,g1/b.703-710/h.16)

Berdasarkan pemberitahuan dari penjual produk parfum tersebut, maka April akan menerima produk parfum tersebut dalam waktu dua hari. Selama dua hari menunggu produk parfum tersebut, April sudah merasa ragu atas pembelian yang sudah dilakukannya. Perasaan ragu tersebut sudah muncul sejak pengorderan produk parfum.

“Itu enggak lama ya, karena langsung dibayar, itu dua hari setelah itu langsung ada”(S.1/W.2,i1/b.736-738/h.16)

“Ada sih,yang pertama kemaren itu akhirnya mikir, kok mahal sangat untuk barang seperti ini, dan agak kecewa itu pertimbangan yang pertama, dan yang ke dua adalah gini, gimana nanti kalo barangnya gak ada sementara uangnya udah dikirim cash gitu, ketiga baru berpikir sih gimana kalo nanti barang yang dibeli itu ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, seperti itu”(S.1/W.2,k1/b.747-758/h.17)

“Iya, setelah pengorderan itulah sudah mulai ada pikiran seperti itu”(S.1/W.2,k1/b.762-764/h.17)

Perasaan ragu sejak awal pengorderan tadi pun semakin bertambah kuat ketika produk parfum sudah sampai ke tangan April. Produk parfum yang ia terima ternyata tidak sesuai dengan harapannya. Keraguan setelah pembelian berubah menjadi kekecewaan.

“Ya, kecewa sih pertama karena tapi ada juga, iiiih gitu, gak mau make juga, dari pada tetap berpikir, dan merasa gak enak makenya juga, seperti keknya

kalo make juga sering keinget-inget mending kasi ke orang. Kek yang kubilang minggu lalu itu… ”(S.1/W.2,m1/b.767-774/h.17)

“Iya, pernah yang kemaren kubilang itu lo, yang beli parfum itu kemaren lo,jadi iya aku udah sempat beli kan, belum kupake aku pertimbangkan lagi kenapa ya aku tadi membuang sebanyak ini untuk membeli barang seperti ini, padahal dari awal sebelumnya pun udah kupertimbangkan itu, tapi akhirnya setelah aku beli, aku beli tapi gak kupake ada lagi keraguan, ada lagi kebimbangan, akhirnya kekecewaan, loh kenapa aku beli barang seperti ini, gitu” (S.1/W.4,d1/b.1289-1302)

Kekecewaan April terhadap produk parfum tersebut membuat ia tidak berniat menggunakan produk tersebut. Adanya perasaan tidak nyaman di hati April ketika harus menggunakan produk yang mengecewakannya. Akhirnya, April memberikan produk parfum tersebut kepada orang lain dengan cuma-cuma.

“Rasa tidak nyaman pastilah karena akhirnya aduh sayang nih, kek gitu ada perasaan sayang, sayang itu kan sayang maksudnya rugi untuk memakainya, rugi untuk meng ini kannya, jadi kan itu merugikan satu apa ya, kerugian juga gitu, jadi efeknya seperti itu” (S.1/W.3,g1/b.1078-1085/h.24)

“udah, sangking ga nyamannya aku, ga mau aku makeknya, kenapa, karena setiap ku pake nanti kuingat ah uangku lima ratus ribu, hilang uangku lima ratus ribu, jadi ada semacam trauma gitu, jadi bagusan ga usah pake gitu kurasa, yang kedua untuk baju yang ga sesuai sama harganya tadi, ya gak ku pake, kupake cuman sekali setahun, itu udah ngeri kali itu, paling dua kali setahun, sayang jadinya kurasa, ekpresi dari tidak nyamanku tadi ya tidak menggunakan gitu, karena menyesal tadi harganya tidak cocok dengan barang yang kudapatkan jadi ga kupake, kalo kupake pun nanti cuma sekali setahun, itu pasti akan ini, ini tadi baju yang kubeli dua ratus ribu itu gak cocok harganya ini, gitu” (S.1/W.4,aa1/b.1628-164 /h. 37)

Perasaan ketidaknyamanan setelah pembelian yang April rasakan berpusat pada harga produk yang tidak sesuai menurutnya. Pengaruh temannya tidak menjadi

alasan munculnya ketidaknyamanan tersebut. Akhirnya, April sama sekali tidak mau menggunakan produk tersebut.

“Efeknya, efek tidak nyaman itu karena harga ya bukan karena teman, atau factor lain itu diluarnya, harga, harga itu kalo disaya itu menjadi nomor satu tapi diikuti juga dengan kualitas sih, tapi yang membuat tidak nyaman sekali itu adalah harga biasanya itu, kalo udah beli barang yang terlalu mahal seperti parfum kemaren jadi ga mau pake sama sekali memang, bagus kasi orang lain yang pake jadi waktu pake barang itu kita gak, kita gak ingat kalo kita udah ngabiskan uang lima ratus ribu (tertawa) msialnya sebagai contoh untuk itu” (S.1/W.3,g1/b.1092-1109/h.24)

“Iya, segini Cuma lima ratus ribu? gitu langsung kupikir dalam hati” (S.1/W.4,ac2/b. 1665-1666 /h.37)

Perasaan tidak nyaman karena harga produk yang tidak sesuai setelah pembelian juga terjadi pada April saat melakukan pembelian make up pallet. Ketidaknyamanan tersebut berawal sejak pembelian sebelum pemakaian.

“Ya itu kemaren beli ini ya, beli ini apa namanya, make up pallet, itu kan isinya di dalam eye shadow, blush on, sama ya eye shadow sama blush on, itu gimana ya, harga nya juga kurasa ga sesuai dengan kualitasnya” (S.1/W.3,j1/b.1143-1149/h.25)

“Kemaren itu tiga ratus Sembilan puluh Sembilan ribu, jadi make up pallet yang memang, ya dia memang lengkap cuman ukurannya kecil gitu, jadi sebenarnya menurut saya akhirnya, setelah dibeli juga (tertawa) harganya tidak sesuai dengan pokoknya kualitas yang didapatlah” (S.1/W.3,j2/b.1151 -1159/h.25)

“Bukan, setelah dibeli itu, karena biasanya kan seperti yang kemaren kan belinya pake teman sih, order dari teman, itu sih” (S.1/W.3,k1/b.1161 -1164/h.25)

Faktor harga menjadi hal yang krusial untuk dipertimbangkan kembali setelah pembelian bagi April. Di dalam pertimbangan setelah pembelian tersebut nyatanya April sering kali merasa ragu terhadap harga produk yang sudah ia beli. Hal inilah yang membuat ketidaknyamanan setelah pembelian produk. Ketidaknyamanan tersebut berakhir menjadi ketidakinginan untuk menggunakan produk. April menyatakan bahwa dalam pengalaman-pengalaman sebelumnya yang ia alami lebih sering merasakan ketidaknyamanan setelah pembelian karena ketidaksesuaian dengan faktor harganya.

“Sepertinya gini aja ya, harga itu biasanya menjadi tolak ukur bagi saya membeli gitu tapi lebih sering memang over budget dan akhirnya ya terjadi penyesalan sih sebenarnya dan tidak nyaman menggunakan barang-barang itu,” (S.1/W.3, l1/b.1168-1174/h.26)

“Kalo dibilang itu gini lo, penting pun harga itu tapi tetap aja menjadikan keraguan ketika kita udah beli barang ga sesuai dengan harganya yang kita beli tadi” (S.1/W.4,u1/b.1529-1533/h.34)

“Tapi ragu juga aku lo kadang-kadang, eh banyak pun cemanalah buat ya” (S.1/W.4,u2/b.1539-1542/h/34)

“Lebih sering sih merasa tidak nyaman ya, tapi jarang sih merasa nyaman dengan kesalahan yang sudah dilakukan karena harga itu tadi” (S.1/W.4,k1/b.1405-1409/h.31)

“Gimana ya, tidak nyaman itu jadi kek ada perasaan kesal, kesalnya jadi apa, jadi ga mau pake sama sekali gitu jadi ah aku udah beli banyak ini, mahal barangnya makenya juga jadi males gitu Itu sih” (S.1/W.3,m1/b.1177 -1183/h.26)

Ketidaknyamanan setelah pembelian karena harga produk yang tidak sesuai membuat April menjadi lebih sering bercerita kepada orang lain untuk mengurangi rasa bersalah tersebut.

“Lebih sering sih jadinya karena tidak nyaman itu, jadi bercerita ke orang lain, jadi kadang-kadang kalo udah kecewa dengan barangnya itu jadi malas pake” (S.1/W.4,l1/b.1414-1418/h.32)

“Iya, sebelumnya aku sering cerita-cerita gitu, tadi aku beli barang lo, harganya segini, belum aku pake, ah barangnya ini gak cocoklah sama harganya kurasa keknya”(S.1/W.4,m1/b.1421-1426/h.32)

April biasanya bercerita tentang pengalamannya tersebut ke pada teman-temannya. Ia menceritakan ketidaknyamanan yang ia rasakan karena harga produk yang dibelinya tidak sesuai harapan. Respon teman-temannya seringkali menganggap bahwa dirinya terlalu pelit mengeluarkan uang untuk produk yang dibelinya sehingga ia terus-menerus merasa produk yang dibeli tidak sesuai.

“Pernah sih, pernah, pernah, karena sering juga cerita sama teman, iya kau memang, teman-teman memang bilang kau memang beli dulu tanpa

pertimbangan, dan setelah beli kau complain, jadi itu juga sih, pasti setelah beli, setelah beli lalu komplain, dan komplainnya karena harga gitu… ”(S.1/W.4,p1/b.1452-1460/h.32)

“Ada sih beberapa teman kampus, kan si melisa, kadang sama petra, omi dan beberapa teman lainnya, kayak kawan SMA, sevi, stella dan eka” (S.1/W.4,q1/b.1463-1467/h.33)

“Iya, memang karena pelit kau kan sama harganya, makanya siap kau beli kau nyesal juga kan gitu, tapi sebenarnya aku bilang lagi itu karena harga tadi lo, kembali lagi, again and again itu karena harganya” (S.1/W.4,r1/b.1471 -1476/h.33)

April menanggapi respon teman-temannya sebagai bentuk pendapat terhadap dirinya. Akan tetapi, April menganggap itu sebagai hal lalu saja dengan berusaha meyakinkan dirinya bahwa pada saat tertentu mungkin ia akan membutuhkan produk tersebut. Hal ini dilakukan April untuk mengurangi ketidaknyamanan setelah pembelian produk tersebut.

“Pernah sih, walaupun agak-agak gak terlalu sering, ya gitu aja sih mencoba untuk apa ya, ngambil sisi positif dari situ, misalnya mungkin nanti dikemudian hari aku butuh” (S.1/W.1,u2/b.361-366/h.8)

“Biasanya bilangnya gini sih, iya sih kadang aku memang ragu juga kenapa akhirnya beli tapi mungkin aku butuh, ntah nanti pada suatu saat ntah ada yang perlu kek gitu, gitu aja sih yang biasanya menguatkan aku dari keraguan, kekecewaan, dan ketidaknyamanan itu tadi gitu” (S.1/W.4,s1/b.1482 -1490/h.33)

A.2.iii. Dimensi Wisdom of Purchase

April melakukan beberapa pertimbangan sebelum akhirnya mengambil keputusan. April biasanya menekankan pembeliannya dengan melihat harga sebagai faktor penentu awalnya.

“Iya, karena ujung-ujungnya kita berangkat dari, kalo aku secara pribadi ya ketika beli apa-apa pun itu yang jadi tolak ukuranku ya biasanya harganya gitu “ (S.1/W.1,w1/b.393-397/h.9)

“Kalo bisa buat presentasinya, delapan puluh persenlah faktor harga itu ya, ya mungkin setiap orang akan concern ke harga dulu, mengikuti kita membuat keputusan itu adalah kualitas barang itu sendiri kan gitu, ada barang yang mahal tapi kualitasnya kurang bagus ada barang yang murah juga kualitasnya bagus, dan biasanya orang akan berpikir bahwa dengan harga yang mahal kualitasnya akan bagus,” (S.1/W.1,p1/b.812-824/h.18)

Harga menjadi pertimbangan penting sebelum melakukan pembelian karena harus disesuaikan dengan kemampuan finansial April.

“Ya, karena harganya itu sangat tergantung dengan kemampuanku membeli gitu lo, jadi gak mungkin aku membeli barang yang harganya satu juta sementara uang masukku lah misalnya cuman tujuh ratus pasti considernya adalah harga duluan gitu” (S.1/W.1,x1/b.400-408/h.9)

“Ya biasanya mempertimbangkan ke harganya sih, seperti ini memang iya sih kebutuhan itu penting tapi harus liat budgetnya juga kan itu penting , gak mungkin dong, seperti contoh mungkin kita butuh blackberry karena semua teman kita rata-rata pake itu dan akses lebih mudah dengan pake BB, tapi kita kan juga harus berpikir kan, kalo kita beli BB yang , let’s say three million

Dokumen terkait