• Tidak ada hasil yang ditemukan

RAPID RURAL APPRAISAL (RRA)

Dalam dokumen STUDI AGRARIA menurut GUNA W AN WIRADI (Halaman 58-65)

BEBERAPA ISU METODOLOGIS DALAM PENELITIAN

B. RAPID RURAL APPRAISAL (RRA)

Sebenarnya, menjelaskan apa RRA itu tidaklah mudah. Mengapa? Pertama, pada hakikatnya RRA merupakan proses belajar, proses memahami keadaan masyarakat pedesaan, yang dilakukan secara intensif, cepat, berulang-ulang, dan dila- kukan berkelompok kecil (tim) antar-disiplin. Salah satu disip- lin ilmu yang terlibat adalah ilmu-ilmu sosial. Artinya, dalam tim antar-disiplin ilmu itu, paling sedikit harus ada satu anggo- ta dari disiplin ilmu sosial (Gibbs dalam Grandstaff & Grandstaff, 1987: 194).

Kedua, RRA timbul atas dasar berkembangnya suatu “pa- radigma” (tentang pembangunan), yang bukan saja berbeda tapi juga dapat dikatakan “berjungkir balik” dari paradigma yang, secara sadar atau tidak,telah dianut selama ini. Tanpa memahami hal ini, kita bisa salah paham, atau bahkan sesat. Ketiga, RRA umurnya masih amat muda. Ibarat bayi, masih dapat digolongkan “balita” yang kondisinya, baik “fisik” mau- pun “mental”-nya, masih rawan. la masih memerlukan “masu- kan” (makanan bergizi tinggi, asuhan, dan bimbingan). Artinya, kehadirannya memang sudah nyata, tetapi karena masih dalam taraf perkembangan, RRA sebagai suatu metode, pendekatan, atau apapun namanya, masih memerlukan kritik dan saran bagi pemantapannya. Konsekuensinya: kritik dan saran itu dapat melahirkan perubahan. Namun, sifat “berubah-ubah” itu sendiri sebenarnya secara inherent sudah merupakan ciri RRA. Karena itu, RRA juga disebut sebagai bersifat “adaptif” dan “fleksibel”.

Tiga hal itulah yang melatarbelakangi mengapa RRA tidak begitu mudah untuk dijelaskan dalam uraian yang singkat.

Timbulnya RRA

Sejak dilaksanakannya program-program pembangunan di berbagai negara pasca Perang Dunia II, khususnya di negara- negara yang sedang berkembang, banyak penelitian terapan telah dilakukan oleh para peneliti profesional. Ternyata, makin lama makin dirasakan adanya ketidaksesuaian antara hasil- hasil penelitian dengan tujuan, kegunaan serta ketepatan wak- tu pemanfaatannya. Dua hal dianggap sebagai sebab utamanya. Pertama, paradigma mengenai development kurang memadai. Kedua, dalam praktik terdapat dua ekstrim gaya penelitian, yaitu di satu pihak ada gaya konsultan, yang oleh Chambers disebut sebagai gaya “turis pembangunan”, dan di lain pihak ada gaya penelitian yang mencerminkan pemikiran yang ter- penjara oleh warisan akademik (Chambers, 1983). Menyadari hal itu, sebagian peneliti lalu berusaha mencobakan pende- katan-pendekatan baru. Ternyata jumlah mereka itu tidak sedi- kit (terutama dari NGOs), walaupun “pendekatan baru” itu sen- diri masih berbeda-beda di antara mereka.

Jadi, RRA itu timbul sebagai akibat dari usaha mencari metode yang sesuai untuk memahami kenyataan masyarakat pedesaan, khususnya jika yang dikehendaki adalah informasi yang akan dipakai oleh para penentu kebijakan, dalam waktu singkat. Dengan kata lain, suatu studi yang berkiblat pada pe- nunjang perumusan kebijakan (policy oriented).

Sebenarnya, walaupun masih samar-samar, dan secara konsepsional belum dirumuskan secara formal, “RRA” me- mang sudah dipraktikkan sejak lama. Namun barulah pada bulan Oktober 1978, ketika dilangsungkan suatu lokakarya di Institute of Development Studies (IDS), University of Sussex,

Inggris, RRA mulai secara formal dirumuskan konsepsinya (RRA-1). Tetapi pada tahap ini sifatnya masih eksploratif, yaitu menampung berbagai macam pengalaman dari berbagai pakar yang telah mencobakan “pendekatan baru”-nya masing-ma- sing. Pada akhir tahun berikutnya, Desember 1979, di tempat yang sama berlangsung lagi pertemuan kedua (RRA-2). Sejak itu mulai bermunculan berbagai publikasi tentang RRA, walaupun masing-masing penulisnya menggunakan istilah yang berbeda-beda. Ada yang menyebut “Informal Agricul- tural Survey” (Rhoades, 1982); ada “Sondeo” (Hildebrand, 1981); “Rapid Reconnaissance” (Honadle, 1979); “Exploratory Survey” (Collinson, 1981); “Reconnaissance Survey” (Shaner, et.al., 1982); “Rapid Rural Appraisal” (Chambers, 1983); dan lain-lain.

Kemudian, pada September 1985 diselenggarakan lagi pertemuan internasional mengenai RRA, bertempat di Khon Kaen University, Thailand. Dari Indonesia hadir sebelas orang, yaitu delapan orang Indonesia dan tiga ilmuwan asing (dua dari Ford Foundation dan satu dari Universitas Andalas). Sejak konferensi di Khon Kaen inilah konseptualisasi RRA semakin berbentuk dan mantap. Walaupun demikian, sebagai sesuatu yang relatif baru, RRA tetap masih dalam taraf “sedang ber- kembang”.

Definisi RRA

RRA adalah kegiatan mempelajari keadaan pedesaan se- cara intensif, berulang, eksploratif, dan cepat, dilakukan oleh kelompok kecil peneliti antar-disipilin yang menggunakan sejumlah metode, alat, dan teknik yang dipilih secara khusus,

untuk meningkatkan pemahaman terhadap keadaan pedesaan, dengan tekanan utama pada penggalian pengetahuan pendu- duk setempat dan digabungkan dengan ilmu pengetahuan modern (S.W.Grandstaff, T.B. Grandstaff, and C.W. Lovelace, 1987).

Definisi lain menyatakan bahwa RRA adalah suatu cara mengorganisir orang dan waktu, untuk mengumpulkan dan menganalisa informasi, ketika kendala waktu menuntut adanya keputusan sebelum situasi setempat dapat dipahami secara lengkap. Ada juga yang mendefinisikan RRA sebagai setiap kegiatan sistematis yang dimaksudkan untuk menarik kesim- pulan, hipotesa, atau “penilaian”, yang mencakup kegiatan un- tuk memperoleh informasi baru, dalam jangka waktu yang ter- batas (James Beebe, dalam S.W. Grandstaff, et.al., 1987).

Banyak lagi definisi lain yang lebih spesifik, tetapi agaknya, dalam konferensi di Khon Kaen itu definisi yang pertama di atas merupakan konsensus yang diterima. Dengan demikian, dapat dilihat ciri RRA yang menekankan kepada empat aspek (tiga tambah satu), sebagaimana diuraikan di bawah ini. 1 . Aspek eksploratif

Ini mengandung arti fleksibel, terbuka (open-ended),

mampu menemukan apa yang tidak terduga danmeng-

arahkan kembali arah penelitian untuk menyelidikinya; pendeknya, sifatnya “adaptif” dan memberi peluang adanya perubahan yang terjadi justru dalam proses berlang- sungnya penelitian itu sendiri.

2. Aspek kecepatan

Cepat tidak berarti tergesa-gesa! Kecepatan di sini bukan semata-mata dalam arti singkatnya waktu, tetapi sifatnya

relatif terhadap apa yang ingin kita ketahui. 3. Aspek penggunaan interdisciplinary-tim

Kedua aspek yang disebut terdahulu menuntut digunakan- nya tim antar-disiplin, karena di satu pihak pandangan terhadap sesuatu itu berbeda-beda, dan di lain pihak, pen- duduk pedesaan itu hidupnya, pengalamannya dan ke- giatannya terikat dalam suatu jaringan lokal yang bersifat multi-kompleks (atau katakanlah “multi-disiplin” juga, tapi terintegrasi). Dengan demikian penduduk pedesaan mem- punyai banyak “pengetahuan”. Karena itu, “pengetahuan” mereka perlu untuk digali dan dimanfaatkan.

4. Aspek intensif/berulang

Mempelajari keadaan pedesaan secara cepat (rapid learn- ing) menuntut adanya interaksi yang intensif dan berulang antara si peneliti dan yang diteliti. Hal ini didasarkan atas seperangkat pandangan yang merupakan salah satu unsur yang membentuk paradigma RRA, yaitu asas “cybernet- ics”.

Asas Inti RRA

Asas inti RRA adalah apa yang disebut triangulation (di- Indonesiakan menjadi: trianggulasi) atau “serba segi tiga”. Penyegitigaan ini terutama berlaku terhadap tiga dimensi utama sebagai berikut:

1 . Komposisi tim peneliti, paling sedikit terdiri dari tiga or- ang anggota yang disiplin-ilmunya berbeda-beda. Tujuannya adalah agar masalah yang sama dapat dipahami dan didekati dari pandangan yang berlainan.

strata, kategori, ataupun kelas. Dasar apa yang dipakai untuk membuat klasifikasi, tergantung dari tujuan penelitiannya. 3. Metode, alat ataupun teknik pengumpulan data juga dila- kukan secara segitiga. Misalnya saja, sumber data ada tiga, yaitu data sekunder, wawancara, dan pengamatan/pengu- kuran langsung.

Pola trianggulasi dalam berbagai dimensi ini dapat digambarkan dalam bagan berikut.

Gambar 2.1 Trianggulasi: Asas Inti RRA

Dengan demikian, maka dalam wawancara juga perlu dilakukan trianggulasi dalam hal “siapa yang diwawancara”, yaitu responden, informan, dan group. Jenis group inipun ada tiga, yaitu kelompok khusus, kelompok acak, dan kelompok terstrata. Responden, sudah jelas harus mengikuti tiga strata seperti diterangkan dalam satuan observasi pada butir (2) di

METODE Pengamatan Wawancara Data Sekunder SATUAN OBSERVASI Strata 1 Strata 2 Strata 3 KOMPOSISI TIM PENELITI

Disiplin “A” Disiplin “B”

atas. Demikian pula informan juga harus dipilih secara seimbang. Misalnya, satu dari kalangan petani kaya, satu dari yang miskin, kemudian yang ketiga dipilih secara acak. Contoh lain, satu orang dari golongan petani, yang lain dari buruh tani, satu lagi dipilih sembarang. Namun perlu diingat bahwa semua- nya itu dilakukan tidak secara kaku karena jusru fleksibilitas merupakan ciri RRA. Secara skematis, hal ini dapat digambar- kan sebagai berikut.

Gambar 2.2

Ilustrasi Trianggulasi dalam Metode dan Pihak yang Diwawancarai Berikut ini tabel dari Grandstaff and Grandstaff yang dapat dijadikan sebagai contoh untuk penentuan tipe-tipe siapa yang diwawancarai, berikut jenis informasi yang dapat digali dari masing-masing tipe. METODE Pengamatan Wawancara Data Sekunder Responden Informan Group

Kelompok Acak Kelompok Terstrata

Kelompok Khusus

Tabel 2.1

Perbandingan Wawancara Individu dan Kelompok dari Segi Tipe yang Diwawancara dan Jenis Informasi yang Ditanyakan

Sumber: Grandstaff and Grandstaff (1987: 19)

Tujuan dan Penerapan RRA

Bagi penentu kebijakan, data pokok yang dikehendaki sebe- narnya hanya dua jenis, yaitu “order of magnitude”, dan

Dalam dokumen STUDI AGRARIA menurut GUNA W AN WIRADI (Halaman 58-65)