• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana

2) Rasa nyeri dan kejang di perut

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta c. Efek Samping

1) Pendarahan

Pada umunya pemasangan IUD terjadi pendarahan sedikit– sedikit yang cepat berhenti. Jika pemasangan dilakukan waktu haid, pendarahan yang sedikit – sedikit ini tidak akan diketahui oleh akseptor. Keluhan yang sering terdapat pada pemakai IUD adalah menoragia, spotting, metroragia. Jika terjadi pendarahan banyak yang tidak dapat diatasi sebaiknya IUD dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran lebih kecil.

Jika pendarahan sedikit- sedikit , dapat diusahakan mengatasinya dengan pengobatan konservatif. Pada pendarahan yang tidak berhenti dengan tindakan- tindakan tersebut di atas sebaiknya IUD diangkat dan digunakan cara kontrasepsi lain.(Tietze & Lewitt, 1968).

2) Rasa nyeri dan kejang di perut

Rasa nyeri dan kejang di perut dapat terjadi segera setelah pemasangan IUD, biasanya rasa nyeri ini berangsur- angsur hilang sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan jalan member analgetika. Jika keluhan berlangsung terus sebaiknya IUD dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran lebih kecil. (Tietze & Lewitt, 1968).

3) Ekspulsi ( pengeluaran sendiri)

Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya. Ekspulsi biasanya terjadi waktu haid dan dipengaruhi oleh :

a. Umur dan paritas : pada paritas yang rendah , 1 atau 2 kemungkinan ekspulsi dua kali lebih besar daripada paritas 5 atau lebih; demikian pula wanita muda ekspulsi lebih sering terjadi daripada pada wanita yang umurnya lebih tua.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Lama pemakaian : ekspulsi paling sering terjadi pada

tiga bulan pertama setelah pemasangan, setelah itu angka kejadian menurun tajam.

c. Ekspulsi sebelumnya : pada wanita yang pernah

mengalami ekspulsi, maka pada pemasangan kedua kalinya kecendrungan terjadinya ekspulsi lagi ialah kira- kira 50%. Jika terjadi ekspulsi pasangkanlah IUD dari jenis yang sama tetapi dengan ukuran yang lebih besar daripada sebelumnya; dapat juga diganti dengan IUD jenis lain atau dipasang 2 IUD.

d. Jenis dan ukuran : jenis dan ukuran IUD yang dipasang

sangat mempengaruhi frekuensi ekspulsi. Pada Lippes loop, makin besar ukuran IUD makin kecil kemungkinan terjadinya ekspulsi.

e. Faktor psikis : oleh karena motilitas uterus dapat dipengaruhi oleh faktor psikis, maka frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada wanita-wanita yang emosional dan ketakutan, yang psikis labil. Kepada wanita- wanita seperti ini penting diberikan penerangan yang cukup sebelum dilakukan pemasangan IUD. (Tietze & Lewitt, 1968).

d. Komplikasi AKDR a. Infeksi

IUD itu sendiri, atau benangnya yang berada dalam vagina, umumnya tidak menyebabkan terjadinya infeksi jika alat- alat yang digunakan disucihamakan, yakni tabung penyalur, pendorong, dan IUD. Jika terjadi infeksi hal ini mungkin disebabkan oleh adanya infeksi yang subakut atau menahun pada traktus genitalis sebelum pemasangan IUD. (Prawihardjo,2002)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Perforasi

Umumnya perforasi sewaktu pemasangan IUD walaupun bisa terjadi pula kemudian. Pada permulaan hanya ujung IUD saja yang menembus dinding uterus, tetapi lama kelamaan dengan adanya kontraksi uterus Iud terdorong lebih jauh menembus dinding uterus sehingga sampai ke rongga perut. Kemungkinan adanya perforasi harus diperhatikan apabila pada pemeriksaan dengan spekulum benang IUD tidak kelihatan. Dalam hal ini pada pemeriksaan dengan sonde uterus atau mikrokuret tidak dirasakan IUD dalam rongga uterus. Jika ada kecurigaan kuat tentang terjadinya perforasi sebaiknya dibuat foto Roentgen, dan jika tampak di foto IUD dalam rongga

panggul hendaknya dilakukan histerografi untuk

menentukan apakah IUD terletak di dalam atau di luar kavum uteri. (Prawihardjo,2002)

c. Kehamilan

Jika timbul kehamilan dengan IUD in situ, tidak akan timbul cacat pada bayi oleh karena IUD terletak antara selaput ketuban dan dinding rahim. Angka keguguran dengan IUD in situ tinggi. Jika ditemukan kehamilan dengan IUD in situ sedang benangnya masih kelihatan, sebaiknya IUD itu dikeluarkan karena kemungkinan terjadinya abortus setelah IUD itu dikeluarkan lebih kecil daripada jika IUD dibiarkan terus berada di dalam rongga uterus. Jika benang IUD tidak kelihatan sebaiknya IUD dibiarkan saja berada dalam uterus. (Prawihardjo,2002)

2.3.3.2 Kondom

Kondom adalah suatu karet yang tipis, berwarna atau tidak berwarna dipakai untuk menutupi penis yang tegang sebelum dimasukkan ke dalam vagina sehingga mani tertampung di dalam dan tidak masuk vagina. Dengan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta demikian pembuahan dapat dicegah. Pemakaian kondom sangat efektif bila dipakai dengan benar setiapkali melakukan senggama. Angka kegagalan teoritis 3%, praktis 5- 20%. (Saifuddin,2003)

a. Keuntungan

Keuntungan metode kondom adalah sangat murah, mudah didapat, tidak perlu resep dokter, mudah dipakai sendiri, dapat mencegah penularan penyakit, efek samping tidak ada, mudah dibawa, dapat digunakan

sewaktu-waktu dan tidak membebani istri.

(Saifuddin,2003)

b. Kerugian

Kerugian metode kondom adalah mengganggu kenyamanan bersengggama, selalu memakai kondom baru, harus ada persediaan, tingkat kegagalannya cukup tinggi bila terlambat memakainya, alergi terhadap karet, sobek bila memasukkan tergesa-gesa.(Saifuddin, 2003).

2.3.3.3 Diafragma

Diafragma adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari karet berbentuk mangkok, dipakai untuk menutupi servik. Gunanya mencegah masuknya mani ke dalam rongga rahim.(Hartanto,2004)

a. Keuntungan

Keuntungan sangat efektif (bila dipakai dengan benar), aman,diawasi sendiri oleh pemakai, hanya dipakai bila diperlukan, tidak mempengaruhi laktasi. (Hartanto,2004)

b. Kerugian

Kerugian adalah memerlukan tingkat motivasi yang tinggi dari pemakai, wanita perlu memegang atau manipulasi genetalianya sendiri, suami tidak nyaman saat senggama, beberapa wanita mengeluh perihal “kebasahan atau becek” yang disebabkan oleh spermisidnya. (Hartanto, 2004)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta c. Kontraindikasi

Kontra-indikasinya adalah kelainan anatomis dari vagina,

infeksitraktus urinarius yang berulang-ulang, alergi

terhadap latex atau spermisid (Hartanto, 2004).

2.3.3.4 Tisu KB

Tisu KB adalah alat kontrasepsi wanita yang digunakan dalam vagina sebelum bersenggama yang berbentuk kertas tipis dan mengandung obat prematisit. Efektifitas intravak selama 4 jam dalam vagina setelah bersenggama di ulang, agar menjadi lebih aman dan hasilnya pasti, serta efek sampingnya adalah iritasi di dinding vagina dan meningkatkan pengeluaran cairan vagina. (Hartono, 1991).

2.3.3.5 Crem, Jelly dan tablet atau cairan berbusa

Crem, Jelly dan tablet atau cairan berbusa disebut juga spermisida adalah suatu bahan kimia yang menghentikan gerak atau cairan di dalam vagina, sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Bahan kimia ini berbentuk tablet, foam (busa) atau crem yang harus di tempatkan didalam vagina setinggi mungkin dekat cervix. Foam dan crem juga bertindak sebagai penghalang spermatozoa yang masuk kedalam cervix. Obat-obat tersebut dapat sebagai tunggal untuk kontrasepsi, tetapi akan lebih baik atau berhasil apabila disamping itu suami memakai kondom. Semprotan (douche) jangan dilakukan segera setelah selesai melakukan persetubuhan (Prawirohardjo, 2005)

2.4 Efektivitas

Menurut Trussel (2007) efektivitas dari kontrasepsi bergantung pada : 1. Metode Kontrasepsi itu sendiri : Metode kontrasepsi seperti

kontrasepsi mantap (kontap), implant, dan IUD tipe copper-T memiliki efektivitas sangat tinggi dan penggunaannya hampir bisa dipastikan sangat jarang menyebabkan kegagalan. Metode lain seperti pil dan suntik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki efektivitas yang tinggi tetapi masih mungkin terjadi kesalahan (misalnya lupa minum pil atau terlambat mengulang suntik), menyebabkan metode ini memiliki kemungkinan gagal lebih besar. Metode seperti abstinensia periodik, spermisida, dan kondom lebih besar lagi risikonya untuk gagal karena kemungkinan kesalahan penggunaan lebih tinggi.

2. Akseptor itu sendiri : Tiap akseptor memiliki karakteristik tersendiri

yang mempengaruhi terjadinya kegagalan kontrasepsi, tetapi

pengaruhnya paling besar saat penggunaan tipikal (penggunaan biasa, yang tidak mempertimbangkan kebenaran cara dan konsistensi penggunaan), apakah karena metode tersebut memang memillliki efektivitas yang lebih rendah atau karena sulit digunakan secara benar dan konsisten

Tabel 1.

Angka Kegagalan Kontrasepsi Dalam Tahun Pertama METODE KONTRASEPSI KEGAGALAN PER 100 WANITA

TEORITIS (%) PRAKTEK(%)

Kontap –wanita / MOW 0,04 0,1-0,5

Kontap pria / MOP 0,15 0,2-0,6

Suntikan 0,25 3-5

Pil oral kombinasi 0,5 4-10

Mini- pil 1 5-12

IUD 1-3 5-6

Kondom 2 10-20

Diafragma (dengan spermisid) 2 19

Spons (dengan spermisid) -* 10-20

Kap serviks 2 13

Foams , creams, jellies, vaginal

suppositories 3-5 18 Coitus interuptus 16 20-40 Kb alamiah 2-20 20-40 Vaginal douching - 40 Laktasi 15 40-50 Tanpa kontrasepsi 90 90

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sumber : Hartanto (2004) Keluarga Berencana dan Kontrasep

2.5 Alasan Akseptor Menghentikan Kontrasepsinya

1. Efek samping metode kontrasepsi

2. Tidak ada pengetahuan tentang keamanan, keuntungan, dan

penggunaan metode

3. Penggunaan yang tidak benar dan tidak konsisten 4. Tidak adanya peran serta pasangan

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Kegagalan Kontrasepsi

1. Penggunaan metode secara tidak sempurna: Akseptor yang cenderung mengalami gagal kontrasepsi adalah akseptor yang menggunakan metode secara tidak konsisten dan tidak benar.

2. Frekuensi hubungan intim: Di antara akseptor yang menggunakan kontrasepsi secara konsisten dan benar, tetap bisa terjadi kehamilan yang ditentukan oleh frekuensi berhubungan intim. Hal ini paling mungkin terjadi pada metode kontrasepsi sawar. Hubungan intim 4 kali atau lebih dalam seminggu membuat mereka lebih mudah hamil dalam tahun pertama dibanding yang kurang dari 4 kali.

3. Usia: Kemampuan seorang akseptor wanita untuk mengeluarkan sel telur dan hamil menurun sesuai dengan usia. Pada kondisi normal, wanita akan makin menurun kesuburannya pada akhir usia tiga puluhan. Selain faktor kesuburan yang memang menurun, biasanya frekuensi hubungan intim pun menurun seiring usia. Namun demikian, bukan berarti seorang wanita tidak bisa hamil, karena menganggap kesuburannya sudah menurun, maka wanita usia ini lengah dan lalai sehingga terjadi kehamilan.

4. Siklus haid: Suatu penelitian menunjukkan akseptor yang memiliki siklus haid teratur 7,2 kali lebih mungkin menjadi hamil selama menggunakan kontrasepsi kondom dibandingkan mereka yang siklusnya tidak teratur. (Trussel,2007)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Landasan teori

1. KB

2. Kontrasepsi

a. Macam- macam kontrasepsi i. Kontrasepsi hormonal

1. Suntik

Dokumen terkait