• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rasulullah sholallahu alaihi wasallam sholat tarawih 8 raka’at

BERKAITAN DENGAN JUMLAH RAKA’AT TARAWIH

2. Rasulullah sholallahu alaihi wasallam sholat tarawih 8 raka’at

Dari Jabir bin Abdillah bahwa beliau menuturkan: “Rasulullah pernah sholat bersama kami di bulan Romadhon sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam berikutnya, kamipun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau disitu hingga datang waktu fajar. Kemudian kami menemui beliau dan bertanya: “wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan sholat bersama kami.” Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku khawatir kalau (akhirnya) sholat itu menjadi wajib atas dirimu.”

Rawi hadits:

HR. Ibnu Nashar (hal.90), Thabrani dalam Al Mu’jam Ash-Shaghir (hal 108), juga dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab shahih mereka.

Derajat hadits: Dhaif. Hadits ini di dlaifkan oleh Syaikh Al Anshari dan Syaikh Al-Albani. Namun kemudian Al-Albani menghasankan hadits ini karena memiliki syahid dari hadits Aisyah ra. Al-Albani berkata : Dengan hadits yang sebelumnya, derajat hadits ini hasan. Dalam “Fathul Bari” demikian juga dalam “At-Talkhis” Al Hafizh Ibnu Hajar mengisyaratkan bahwa hadits itu shahih. Namun beliau menyandarkan hadits itu kepada Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah masing-masing dalam Shahihnya.164

Penulis katakan tepatnyahadits ini hasan lighairihi menurut Syaikh Al-Albani. Sebab kelemahan:

Di dalamnya terdapat perawi yang bernama Isa bin Jariyah. Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya Tahdzib al Tahdzib: “Ibnu Abi Khutsaimah mengutip pernyataan Yahya bin Ma’in bahwa Isa bin Jariyah itu tidak termasuk rawi yang adil.” Berkata Ibnu Ma’in: “aku tidak mengetahui seorang rawi pun yang meriwayatkan hadits Isa bin Jariyah kecuali Ya’qub al Qummi.” Sedangkan Al Duri berkata, mengutip pernyataan Ibnu Ma’in, bahwa Isa bin Jariyah itu hadits- haditsnya mungkar. Rawi yang meriwayatkan daripadanya adalah Ya’qub al Qummi dan ‘Anbasah, seorang Qadhi kota al Ray. Al Ajiri mengutip pernyataan Abu daud yang mengatakan bahwa Isa bin Jariyah adalah seorang mungkar al Hadits. Al Ajiri juga, dalam bab lainnya berkata: “Isa bin Jariyah telah meriwayatkan hadits-hadits yang mungkar.” Kutipan ini dituturkan al Saji dan al Uqaili dalam Ad Dhu’afa. Sedangkan Ibnu ‘Adiy berkata: “hadits-hadits Isa bin Jariyah itu tidak terjamin.”165

Al Hafizh Ibnu hajar sebagai salah seorang dari amirul mu’minin fil hadits mengatakan di kitabnya Taqribut Tahdzib “fihi layyin (padanya terdapat kelemahan)” Ustadz Abdul hakim bin Amir Abdat berkomentar: Satu bentuk jarh (celaan) yang ringan, yang haditsnya dapat terangkat menjadi hasan kalau ada syahidnya, kemudian naik lagi menjadi shahih kalau ada syawahidnya. Kenyataannya, hadits Isa bin jariyah telah ada syahidnya dari hadits Aisyah, riwayat Al Bukhari dan Muslim, maka terangkatlah menjadi hasan lighairihi.

Pernyataan syaikh Al Albani dalam hal ini

Beliau mengatakan di dalam Shalatu At-Tarawih: Diriwayatkan oleh Ibnu Nashr (h.90), Ath-Thabrani dalam “Al- Mu’jamu Ash-Shaghir” (h.108). Dengan hadits yang sebelumnya, derajat hadits ini hasan. Maka yang dimaksud dengan hadits yang sebelumnya –beliau katakan dalam qiyamu Romadhon- adalah hadits aisyah, “tidak pernah Rasulullah saw sholat malam dibulan Romadhon dan bulan-bulan lainnya lebih dari 11 raka’at…”

Maka ada seorang kenamaan (Prof. Ali Mustafa ya’qub) di Indonesia mempertanyakan sebab-sebab yang bisa menghantarkan hadits ini kepada derajat hasan (hasan li ghairih) kepada Syaikh Al Albani ? Menurutnya ada dua sebab yang tidak bisa menghantarkan kepada derajat hasan lighairih di dalam hadits ini

Pertama, Hadits Jabir ini substansinya berbeda dengan hadits Aisyah. Hadits Jabir mengenai sholat sunnah malam bulan Romadhon, sedangkan hadits aisyah mengenai sholat sunnah setiap malam sepanjang tahun, baik pada bulan Romadhon dan bukan Romadhon. Karenanya hadits Jabir itu tidak dapat diperkuat oleh hadits Aisyah karena perbedaan konteks dan substansi tadi.166

Kedua, Adanya Rawi yang bernama Isa bin Jariyah. Dia adalah Munkar al Hadits dalam kesempatan lainnya beliau menyebutkan Isa bin Jariyah adalah matruk, hal ini disebutkan An-Nasa’i tertera dalam kitab Al Mizan.167

Maka penulis mencoba memberikan jawaban kepada beliau.

Pertama, Saya tidak mengetahui bagaimanakah definisi syahid menurut Ustadz Ali mustafa Ya’qub. Sehingga beliau tidak bisa menangkap kesamaan makna dalam 2 hadits antara hadits Jabir dan hadits Aisyah.

Dalam buku-buku musthalah hadits. Syahid secara istilah bermakna satu hadits yang matannya mencocoki matan hadits lain. Syahid bisa ditemukan dalam kesamaan maknanya saja seperti kasus hadits diatas yang di istilahkan syahid bil ma’na.

Al hafizh Ibnu Hajar berkata, “jika ada matan yang diriwayatkan dari hadits seorang shahabi yang lain yang sama dalam lafazh dan makna atau pada maknanya saja, maka itu adalah syahid.168

Hadits Aisyah telah menjelaskan jumlah raka’at sholat Rasulullah di dalam bulan Romadhon maupun diluar bulan Romadhan yakni tidak lebih dari 11 raka’at. Sedangkan hadits Jabir diatas menjelaskan Rasulullah sholat tarawih 8 raka’at kemudian berwitir di dalam bulan romadhon. Tentunya apa yang diberitakan Jabir tadi telah didukung oleh pernyataan Aisyah. Wallahu a’lam

Kedua, penulis mengutip tulisan ustadz Abu Ubaidah yusuf, beliau berkata: Isa bin Jariyah memang seorang rawi yang kontroversial. Berbeda-bedanya penilaian kritikus hadits kepadanya menjadikan isa bin jariyah sebagai rawi yang kontroversial. Adapun Syaikh Al-Albani menghukumi haditsnya dlaif, bukan dlaif jiddan. Begitu pula Syaikh Al Anshari yang menjadi ikutan ustadz Ali mustafa Yaqub memberikan penilaian dlaif. Namun Ustadz Ali Mustafa yaqub dalam bukunya ‘hadits-hadits palsu seputar Romadhon” beliau berbeda-beda menghukumi hadits ini

Pada halaman 98,101,103,112 dan 113 beliau menilai haditsnya matruk (semi palsu)

Pada halaman 117 beliu menghukumi haditsnya dhaif jiddan, minimal matruk, bila tidak disebut maudhu (palsu). Sungguh hal ini menyelisihi kaidah jarh wa ta’dil, karena sekalipun isa bin Jariyah adalah rawi yang kontroversial, namun kita harus menggabungkan dan mengkompromikannya sebagaimana dilakukan oleh pakar jarh wa Ta’dil, bukan hanya mengambil satu pendapat dan melempar pendapat lainnya. Al hafizh Ibnu hajar menyimpulkan tentang keadaan Isa bin jariyah dalam at-Taqrib hal. 103: “Fiihi layyin (ada kelemahan padanya).” Demikian pula sebelumnya, Imam Adz-Dzahabi dalam Mizaanul I’tidal (V/375) setelah memaparkan komentar ulama tentangnya dan menyebutkan hadits fakta lapangan “ “hadits ini wasth (pertengahan).” Yakni haditsnya hasan.” 169

Maka demikianlah penilaian Al-Albani mengenai Isa bin Jariyah. Hal ini menunjukkan Al-Albani mengkategorikan Isa bin Jariyah dalam kedhaifan biasa bukan dhaif bersangatan (Dhaif Jiddan). Sebab tidak mungkin Al-Albani menghasankan bila kedhaifannya bersangatan seperti rawinya pendusta atau fasiq tentunya hadits itu tidak bisa diangkat kualitasnya dari dhaif menjadi hasan lighairih oleh hadits apapun yang konteksnya sama. Hal ini dikatakan Syaikh Al-Albani sendiri ketika mengomentari Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq, beliau menyebutkan di kaidah ilmiah ke-10. Beliau menyebutkan: “beginilah apa yang disalin oleh peneliti hadits, Al Munawi, dalam Faidh al Qodir dari para ulama, mereka berkata : jika sudah parah, kelemahan itu tidak dapat diperbaiki dengan mendatangkannya dari sisi lain meskipun banyak jalur.”170

Dokumen terkait