• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reaksi Oksidasi-Reduksi

Dalam dokumen Kimia Dasar 1 IPA Lengkap (Halaman 129-146)

SOAL PENGAYAAN

4.4 Reaksi Oksidasi-Reduksi

Reaksi asam-basa dapat dicirikan sebagai proses transfer proton, sedangkan golongan reaksi ini disebut oksidasi-reduksi, atau redoks, dianggap reaksi transfer elektron. Sangat banyak reaksi oksidasi-reduksi yang menjadi bagian dari dunia di sekitar kita. Diantaranya pembakaran bahan bakar fosil untuk tindakan rumah tangga, pemutih. Selain itu, unsur logam dan bukan logam diperoleh dari bijihnya dengan proses oksidasi atau reduksi.

Banyak reaksi redoks yang penting terjadi dalam larutan, tetapi tidak semua reaksi redoks terjadi dalam larutan. Reaksi redoks bukan dalam larutan tidak rumit untuk ditangani, jadi kita akan mulai diskusi kita dengan reaksi dimana dua unsur bergabung untuk membentuk senyawa. Pertimbangkan pembentukan magnesium oksida (MgO) dari magnesium dan oksigen (Gambar 4.9):

Gambar 4.9 Magnesium dibakar dalam oksigen menghasilkan magnesium oksida

Magnesium oksida (MgO) merupakan senyawa ionik yang terdiri dari ion Mg2+ dan O2– . Dalam reaksi ini, dua atom Mg menyerahkan atau mentransfer empat elektron untuk dua atom O (dalam O2). Untuk kenyamanan, kita bisa memikirkan proses ini sebagai dua langkah yang terpisah, yang melibatkan hilangnya empat elektron oleh dua atom Mg dan lainnya adalah penagkapan empat elektron oleh sebuah molekul O2:

2Mg → 2Mg2+ + 4e O2 + 4e→ 2O2–

Masing-masing langkah ini disebut setengah-reaksi, yang secara eksplisit menunjukkan elektron yang terlibat dalam reaksi redoks. Jumlah setengah-reaksi memberikan reaksi keseluruhan:

2Mg + O2 + 4e→ 2Mg2+ + 2O2– + 4e

atau, jika elektron yang muncul pada kedua sisi persamaan dihilangkan, 2Mg + O2 → 2Mg2+ + 2O2–

Akhirnya, ion Mg2+ dan O2– bergabung untuk membentuk MgO: 2Mg2+ + 2O2– → MgO

Reaksi oksidasi merujuk pada setengah-reaksi yang melibatkan hilangnya elektron. Kimiawan awalnya menggunakan "oksidasi" untuk menunjukkan kombinasi dari unsur-unsur dengan oksigen. Namun, sekarang memiliki makna yang lebih luas yang mencakup reaksi yang tidak hanya melibatkan oksigen. Reaksi reduksi adalah setengah-reaksi yang melibatkan penangkapan elektron. Dalam pembentukan

magnesium oksida, magnesium teroksidasi. Magnesium dikatakan sebagai agen pereduksi karena menyumbangkan elektron ke oksigen dan menyebabkan oksigen tereduksi. Oksigen tereduksi dan bertindak sebagai agen pengoksidasi karena menerima elektron dari magnesium, menyebabkan magnesium teroksidasi. Perhatikan bahwa tingkat oksidasi dalam reaksi redoks harus sama dengan tingkat reduksi, yaitu, jumlah elektron yang hilang oleh agen pereduksi

harus sama dengan jumlah elektron yang diperoleh oleh agen pengoksidasi.

Agen pegoksidasi selalu tereduksi, dan agen pereduksi selalu teroksidasi. Pernyataan ini mungkin agak membingungkan, tapi itu hanyalah sebuah konsekuensi sederhana dari definisi yang terjadi pada dua proses.

Bilangan Oksidasi

Arti dari oksidasi dan reduksi dalam hal pelepasan dan penagkapan elektron berlaku untuk pembentukan senyawa ionik seperti MgO. Namun, definisi ini tidak akurat untuk memjelaskan pembentukan hidrogen klorida (HCl) dan sulfur dioksida (SO2):

H2(g) + Cl2(g) → 2HCl(g) S(s) + O2(g) → SO2(g)

Karena HCl dan SO2 bukan senyawa ionik tetapi molekul, tidak ada elektron yang ditransfer dalam pembentukan senyawa ini, seperti yang terjadi dalam kasus MgO. Namun demikian, kimiawan menemukan cara untuk membuat reaksi ini sebagai reaksi redoks karena pengukuran eksperimental menunjukkan bahwa ada transfer elektron parsial (dari H ke Cl dalam HCl dan dari S ke O pada SO2).

Untuk melacak elektron dalam reaksi redoks, dapat digunakan bilangan oksidasi pada reaktan dan produk. Bilangan oksidasi atom, disebut juga keadaan oksidasi

(oxidation state), menunjukkan jumlah muatan atom yang akan dimiliki dalam molekul (atau suatu senyawa ionik) jika elektron telah ditransfer sepenuhnya. Sebagai contoh, kita dapat menulis ulang persamaan sebelumnya untuk pembentukan HCl dan SO2 sebagai berikut:

0 0 +1–1 H2(g) + Cl2(g) → 2HCl(g) 0 0 +4–2

Angka-angka di atas simbol unsur adalah bilangan oksidasi. Dalam kedua reaksi yang ditunjukkan, tidak ada muatan pada atom dalam molekul reaktan. Dengan demikian, bilangan oksidasinya adalah nol. Untuk molekul produk, bagaimanapun, diasumsikan bahwa transfer elektron secara lengkap telah terjadi dan bahwa atom telah menerima atau melepas elektron. Bilangan oksidasi menggambarkan jumlah elektron yang “ditrasfer”.

Bilangan oksidasi memungkinkan kita untuk mengidentifikasi sekilas unsur-unsur yang teroksidasi dan tereduksi. Unsur-unsur-unsur yang menunjukkan peningkatan bilangan oksidasi–hidrogen dan sulfur– dalam contoh sebelumnya–teroksidasi. Klorin dan oksigen tereduksi, sehingga bilangan oksidasinya menunjukkan penurunan dari nilai awal. Perhatikan bahwa jumlah bilangan oksidasi H dan Cl dalam HCl (+1 dan –1) adalah nol. Demikian juga, jika kita menambahkan muatan pada S (+4) dengan dua atom O [2 × (–2)], jumlahnya adalah nol. Alasannya adalah bahwa molekul HCl dan SO2 netral, sehingga muatan harus dihilangkan.

Aturan berikut digunakan untuk menetapkan bilangan oksidasi:

1. Dalam unsur bebas (yaitu, dalam keadaan tidak terkombinasi), setiap atom memiliki jumlah bilangan oksidasi nol. Dengan demikian, setiap atom dalam H2, Br2, Na, Be, K, O2, dan P4 memiliki bilangan oksidasi sama: nol.

2. Untuk ion yang terdiri dari hanya satu atom (yaitu, ion monoatomik), jumlah bilangan oksidasinya sama dengan muatan ion. Dengan demikian, ion Li+ memiliki bilangan oksidasi +1; ion Ba2+, +2; ion Fe3+, +3; ion I, –1; ion O2–, –2, dan

seterusnya. Semua logam alkali memiliki bilangan oksidasi +1 dan semua logam alkali tanah memiliki bilangan oksidasi +2 dalam senyawanya. Aluminium memiliki bilangan oksidasi +3 dalam semua senyawanya.

3. Jumlah bilangan oksidasi oksigen dalam senyawa (misalnya, MgO dan H2O) adalah –2, tetapi dalam hidrogen peroksida (H2O2) dan ion peroksida (O22–), adalah –1.

4. Jumlah bilangan oksidasi hidrogen adalah +1, kecuali bila terikat pada logam dalam senyawa biner. Dalam kasus ini (misalnya, LiH, NaH, CaH2), bilangan oksidasinya adalah –1.

5. Fluorin memiliki bilangan oksidasi dari –1 dalam semua senyawanya. Halogen lainnya (Cl, Br, dan I) memiliki bilangan oksidasi negatif ketika mereka sebagai ion halida dalam senyawanya. Ketika dikombinasikan dengan oksigen-misalnya

dalam asam okso dan okso anion (lihat Bagian 2.7)-mereka memiliki bilangan oksidasi positif.

6. Dalam molekul netral, jumlah dari bilangan oksidasi dari semua atom harus menjadi nol. Dalam ion poliatomik, jumlah bilangan oksidasi dari semua unsur dalam ion harus sama dengan muatan total dari ion. Misalnya, dalam ion amonium, NH4+, jumlah bilangan oksidasi N adalah –3 dan H adalah +1. Dengan demikian, jumlah dari bilangan oksidasi adalah –3 + 4 (+1) = +1, yang sama dengan muatan ion.

7. Bilangan oksidasi tidak harus bilangan bulat. Sebagai contoh, bilangan oksidasi O dalam ion superoksida, O2, adalah – 1

2.

Contoh 4.4

Tetapkan bilangan oksidasi untuk semua unsur dalam senyawa dan ion berikut: (a) Na2O, (b) HNO2, (c) Cr2O72–.

Strategi: Secara umum, kita mengikuti aturan dalam penentuan bilangan oksidasi. Ingat bahwa semua logam alkali memiliki bilangan oksidasi +1, dan dalam kebanyakan kasus, hidrogen memiliki bilangan oksidasi +1 dan oksigen memiliki bilangan oksidasi dari –2 dalam senyawanya.

Penyelesaian:

(a) Dengan aturan 2, kita melihat bahwa natrium memiliki bilangan oksidasi dari +1 (Na+) dan bilangan oksidasi oksigen adalah –2 (O2–).

(b) Ini adalah rumus untuk asam nitrit, yang menghasilkan ion H+ dan ion NO2 dalam larutan. Dari aturan 4, kita melihat bahwa H memiliki bilangan oksidasi +1.

Dengan demikian, kelompok lain (ion nitrit) harus memiliki bilangan oksidasi bersih –1. Oksigen memiliki bilangan oksidasi dari –2, dan jika kita menggunakan x untuk mewakili bilangan oksidasi nitrogen, maka ion nitrit dapat ditulis sebagai

[N(x)O2(2–)]

sehingga x + 2(–2) = –1

atau x = +3

(c) Dari aturan 6, kita melihat bahwa jumlah dari bilangan oksidasi dalam ion dikromat Cr2O72– harus –2. Kita tahu bahwa jumlah bilangan oksidasi O adalah –2, sehingga semua yang tersisa adalah untuk menentukan bilangan oksidasi Cr, yang kita sebut y. Ion dikromat dapat ditulis sebagai

[Cr2(y)O7(2–)]

2-sehingga 2(y) + 7(–2) = –2

atau y = +6

Periksa: Dalam setiap kasus, apakah jumlah dari bilangan oksidasi dari semua atom sama dengan muatan total pada spesies?

Latihan: Tetapkan bilangan oksidasi untuk semua unsur dalam senyawa dan ion berikut:

(a) PF3, (b) MnO4.

Gambar 4.10 menunjukkan bilangan oksidasi yang diketahui dari unsur-unsur yang dikenal, diatur sesuai dengan posisi mereka dalam tabel periodik. Kita dapat meringkas isi

gambar tersebut sebagai berikut:

 Unsur logam hanya memiliki bilangan oksidasi positif, sedangkan unsur nonlogam kemungkinan memiliki bilangan oksidasi positif atau negatif.

 Jumlah bilangan oksidasi tertinggi yang dimiliki suatu unsur dalam Golongan 1A-7A dapat sesuai dengan golongannya. Sebagai contoh, halogen berada dalam Golongan 7A, sehingga bilangan oksidasi tertingginya adalah +7.

 Logam transisi (Golongan 1B, 3B-8B) biasanya memiliki beberapa kemungkinan bilangan oksidasi.

Gambar 4.10 Bilangan oksidasi unsur dalam senyawanya. Bilangan oksidasi yang umum digunakan adalah bilangan yang berwarna merah.

Beberapa Reaksi Oksidasi-Reduksi Umum

Di antara reaksi oksidasi-reduksi yang paling umum adalah reaksi kombinasi, reaksi dekomposisi, reaksi pembakaran, dan reaksi perpindahan.

Reaksi Kombinasi (Combination Reaction)

Reaksi kombinasi adalah reaksi dimana dua atau lebih zat bergabung untuk membentuk satu produk. Misalnya,

0 0 +4–2 S(s) + O2(g) → SO2(g)

0 0 +2 –3 3Mg(s) + N2(g) → Mg3N2(s)

Reaksi dekomposisi adalah kebalikan dari reaksi kombinasi. Secara khusus, reaksi dekomposisi adalah pemecahan senyawa menjadi dua atau lebih komponen. Misalnya, +2–2 0 0 2HgO(s) → 2Hg(l) + O2(g) +5–2 –1 0 2KClO3(s) → 2KCl(s) + 3O2(g) +1–1 0 0 2NaH(s) → 2Na(s) + H2(g)

Perhatikan bahwa bilangan oksidasi hanya ditunjukkan untuk unsur-unsur yang teroksidasi atau tereduksi.

Reaksi Pembakaran (Combustion Reaction)

Reaksi pembakaran adalah reaksi dimana zat bereaksi dengan oksigen, biasanya

dengan pelepasan panas dan cahaya untuk menghasilkan api. Reaksi antara magnesium dan belerang dengan oksigen yang dijelaskan sebelumnya adalah reaksi pembakaran. Contoh lain adalah pembakaran propana (C3H8), sebuah komponen dari gas alam yang digunakan untuk pemanasan domestik dan memasak:

C3H8(g) + 5O2(g) → 3CO2(g) + 4H2O(l) Semua reaksi pembakaran merupakan reaksi redoks.

Reaksi Perpindahan (Displacement Reaction)

Dalam reaksi perpindahan, ion (atau atom) dalam senyawa diganti dengan ion (atau atom) dari unsur lain: Reaksi perpindahan dapat menjadi salah satu dari tiga

subkategori: perpindahan hidrogen, perpindahan logam, atau perpindahan halogen. 1. Perpindahan Hidrogen. Semua logam alkali dan beberapa logam alkali tanah (Ca,

Sr, dan Ba), yang paling reaktif dari unsur-unsur logam, akan menggantikan hidrogen dari air dingin (Gambar 4.11):

0 +1 +1 +1 0 2Na(s) + 2H2O(l)→ 2NaOH(aq) + H2(g)

0 +1 +2 +1 0 Ca(s) + 2H2O(l)→ Ca(OH)2(aq) + H2(g)

Gambar 4.11 Reaksi: (a) natrium (Na) (b) kalsium (Ca) dengan air dingin. Perhatikan bahwa reaksi dengan Na lebih dahsyat dibandingan reaksi dengan Ca.

Banyak logam, termasuk logam yang tidak bereaksi dengan air, mampu menggantikan hidrogen dari asam. Misalnya, seng (Zn) dan magnesium (Mg) tidak bereaksi dengan air dingin tetapi bereaksi dengan asam klorida, sebagai berikut:

0 +1 +2 0 Zn(s) + 2HCl(aq)→ ZnCl2(aq) + H2(g)

0 +1 +2 0 Mg(s) + 2HCl(aq)→ MgCl2(aq) + H2(g)

Gambar 4.12 menunjukkan reaksi antara asam klorida (HCl) dengan besi (Fe), seng (Zn), dan magnesium (Mg). Reaksi-reaksi ini digunakan untuk menyiapkan gas hidrogen di laboratorium.

Gambar 4.12 Dari kiri ke kanan: Reaksi besi (Fe), seng (Zn), magnesium (Mg) dengan asam klorida untuk menghasilkan gas hidrogen dan logam klorida (FeCl2, ZnCl2, MgCl2). Kereaktifan dari logam-logam ini ditunjukkan dengan kecepatan pembentukan gas hidrogen, dimana yang paling lambat adalah logam yang kurang reaktif, Fe, dan yang paling cepat adalah logam yang paling reaktif, Mg.

Gambar 4.13 Reaksi perpindahan logam dalam air.

2. Perpindahan logam. Sebuah logam dalam senyawa dapat digantikan oleh logam lain dalam keadaan terpisah. Misalnya, ketika logam seng ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung tembaga sulfat (CuSO4), logam Zn akan menggantikan ion Cu2+ dari larutan (Gambar 4.13):

0 +2 +2 0 Zn(s) + CuSO4(aq)→ ZnSO4(aq) + Cu(s)

Persamaan ion bersih

0 +2 +2 0 Zn(s) + Cu2+(aq)→ Zn2+(aq) + Cu(s)

Batangan Zn berada dalam larutan CuSO4

Ion Cu2+ berubah menjadi atom Cu. Atom Zn masuk ke dalam larutan menjadi ion Zn2+

Ketika potongan kawat tembaga dimasukkan dalam larutan AgNO3, atom Cu masuk ke dalam larutan menjadi ion Cu2+ dan ion Ag+ berubah menjadi atom Ag.

Demikian pula, logam tembaga menggantikan ion perak dari larutan yang mengandung perak nitrat (AgNO3) (juga ditunjukkan dalam Gambar 4.13):

0 +1 +2 0 Cu(s) + 2AgNO3(aq)→ Cu(NO3)2(aq) + Ag(s)

Persamaan ion bersih

0 +1 +2 0 Cu(s) + 2Ag+(aq)→ Cu2+(aq) + Ag(s)

Gambar 4.14 Rangkaian aktivitas (activity series) untuk logam. Logam disusun berdasarkan kemampuannya untuk menggantikan hidrogen dari asam atau air. Li (litium) adalah logam yang paling reaktif dan Au (emas) adalah logam yang paling tidak reaktif.

Membalikkan peranan logam akan mengakibatkan tidak adanya reaksi. Dengan kata lain, logam tembaga tidak akan menggantikan ion seng dari seng sulfat, dan logam perak tidak akan menggantikan ion tembaga dari tembaga nitrat.

Cara mudah untuk memprediksi apakah terjadi reaksi perpindahan logam atau hidrogen akan benar-benar terjadi adalah dengan merujuk pada suatu rangkaian aktivitas (activity series), kadang-kadang disebut rangkaian elektrokimia, ditunjukkan pada Gambar 4.14. Pada dasarnya, suatu rangkaian aktivitas (activity series) adalah

K e k u a t a n R e d u k s i M e n i n g k a t

Bereaksi dengan air

dingin untuk

meghasilkan gas H2

Bereaksi dengan uap air panas untuk menghasilkan gas H2

Bereaksi dengan asam untuk menghasilkan gas H2

Tidak bereaksi dengan air

dan asam untuk

ringkasan hasil dari banyak reaksi perpindahan yang mungkin mirip dengan reaksi yang sudah dibahas. Menurut rangkaian ini, setiap logam di atas hidrogen akan

menggantikan hidrogen dari air atau dari asam, namun logam di bawah hidrogen tidak akan bereaksi dengan air atau asam. Bahkan, setiap logam yang tercantum dalam rangkaian akan bereaksi dengan logam (dalam senyawa) di bawahnya. Misalnya, Zn di atas Cu, sehingga logam seng akan menggantikan ion tembaga dari tembaga sulfat. 3. Perpindahan Halogen. Rangkaian aktivitas (activity series) lain merangkum

perilaku halogen dalam reaksi perpindahan halogen: F2 > Cl2 > Br2 > I2

Kekuatan dari unsur-unsur Golongan 7A sebagai agen pengoksidasi menurun dari fluorin ke iodin, sehingga molekul fluorin dapat menggantikan ion klorida,

bromida, dan iodida dalam larutan. Faktanya, molekul fluorin begitu reaktif yang juga menyerang air; dengan demikian, reaksi-reaksi ini tidak dapat dilakukan dalam

larutan. Di sisi lain, molekul klorin dapat menggantikan ion bromida dan iodida dalam larutan . Persamaan perpindahannya adalah

0 –1 –1 0 Cl2(g) + 2KBr(aq)→ 2KCl(aq) + Br2(l)

0 –1 –1 0 Cl2(g) + 2NaI(aq)→ 2NaCl(aq) + I2(s)

Persamaan ionnya adalah

0 –1 –1 0 Cl2(g) + 2Br(aq)→ 2Cl(aq) + Br2(l)

0 –1 –1 0 Cl2(g) + 2I(aq)→ 2Cl(aq) + I2(s)

Molekul bromin, pada akhirnya, dapat menggantikan ion iodida dalam larutan: 0 –1 –1 0

Br2(l) + 2I(aq)→ 2Br(aq) + I2(s)

Membalikkan peranan halogen tidak dapat menghasilkan reaksi. Dengan demikian, bromin tidak dapat menggantikan ion klorida, dan iodin tidak dapat menggantikan ion klorida dan bromida.

Review Konsep

Manakah dari reaksi kombinasi berikut bukan merupakan reaksi redoks? (a) 2Mg(s) + O2(g)→ 2MgO(s)

(b) H2(g) + Cl2(g)→ 2HCl(g) (c) NH3(g) + HCl(g)→ NH4Cl(s) (d) 2Na(s) + S(s)→ Na2S(s) 4.5 Konsentrasi Larutan

Untuk mempelajari stoikiometri larutan, kita harus tahu berapa banyak reaktan yang hadir dalam larutan dan juga bagaimana untuk mengontrol jumlah reaktan yang digunakan untuk menghasilkan reaksi dalam larutan.

Konsentrasi suatu larutan merupakan jumlah zat terlarut dalam jumlah tertentu pelarut, atau jumlah yang diberikan larutan. (Untuk diskusi ini, kita akan

mengasumsikan

zat terlarut adalah cairan atau padatan dan pelarut adalah cairan) Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dalam berbagai cara, seperti yang akan kita lihat di Bab 13. Di sini kita akan mempertimbangkan salah satu satuan yang paling umum digunakan dalam kimia, molaritas (M), atau konsentrasi molar, yang merupakan jumlah mol zat terlarut per liter larutan. Molaritas didefinisikan sebagai

molaritas = mol zat terlarut

liter larutan (4.1) Persamaan (4.1) juga dapat dinyatakan sebagai aljabar

M = 𝑛 𝑉 (4.2)

dimana n menunjukkan jumlah mol zat terlarut dan V adalah volume larutan

dalam liter. Dengan demikian, larutan glukosa (C6H12O6) 1,46 molar, ditulis 1,46 M C6H12O6, mengandung 1,46 mol zat terlarut (C6H12O6) dalam 1 L larutan; larutan urea 0,52 molar [(NH2)2CO], ditulis 0,52 M (NH2)2CO, mengandung 0,52 mol (NH2)2CO (zat terlarut) dalam 1 L larutan, dan sebagainya.

Gambar 4.15 Mempersiapkan larutan dengan molaritas diketahui. (a) Zat terlarut padat yang diketahui jumlahnya dimsukkan ke dalam labu volumetrik, kemudian air

ditambahkan melalui corong. (b) Zat padat secara perlahan dilarutkan dengan memutar labu dengan hati-hati. (c) Setelah zat padat telah benar-benar larut, air ditambahkan lagi hingga mencapai tanda volume. Untuk mengetahui volume larutan dan jumlah zat terlarut di dalamnya, kita dapat menghitung molaritas larutan yang akan disiapkan.

Tentu saja, kita tidak selalu bekerja dengan volume larutan tepat 1 L. Ini tidak masalah selama kita ingat untuk mengubah volume larutan ke liter. Dengan demikian, 500 mL larutan mengandung 0,730 mol C6H12O6 juga memiliki konsentrasi 1,46 M:

M= molaritas = 0,730 mol 0,500 L

= 1,46 mol/L = 1,46 M

Seperti yang Anda lihat, satuan molaritas adalah mol per liter, sehingga 500 mL larutan mengandung 0,730 mol C6H12O6 setara dengan 1,46 mol/L atau 1,46 M. Perlu dicatat bahwa konsentrasi, seperti kepadatan, adalah sifat yang intensif, sehingga nilainya tidak tergantung pada banyaknya larutan.

Tanda ini menunjukkan volume larutan yang diketahui

Prosedur untuk menyiapkan larutan molaritas dikenal adalah sebagai berikut. Pertama, zat terlarut ditimbang secara akurat dan dipindahkan ke labu ukur melalui corong (Gambar 4.15). Selanjutnya, air ditambahkan ke labu dengan hati-hati diaduk untuk melarutkan zat padat. Setelah semua zat padat telah larut, air ditambahkan lagi secara perlahan hingga mencapai tanda volume. Untuk mengetahui volume larutan dalam labu dan kuantitas senyawa (jumlah mol) dilarutkan, kita dapat menghitung molaritas larutan menggunakan Persamaan (4.1). Perhatikan bahwa jumlah air yang ditambahkan dalam prosedur ini tidak perlu diketahui, asalkan volume akhir larutan diketahui.

Contoh 4.5

Berapa gram kalium dikromat (K2Cr2O7) yang dibutuhkan untuk membuat 125 mL larutan yang konsentrasinya 1,83 M?

Strategi: Berapa banyak mol K2Cr2O7 yang terkandung dalam 1L (atau 1000 mL) larutan K2Cr2O7 1,83 M? 125 mL larutan? Bagaimana Anda mengkonversi gram ke mol?

Penyelesaian: Langkah pertama adalah untuk menentukan jumlah mol K2Cr2O7 dalam 125 mL atau 0,125 L larutan 1,83 M:

mol K2Cr2O7 = 0,125 L larutan× 1,83 mol K2Cr2O7 1 L larutan = 0,229 mol K2Cr2O7

massa molar K2Cr2O7 adalah 294,2 g, sehingga

gram K2Cr2O7 yang dibutuhkan = 0,229 mol K2Cr2O7 × 294,2 g K2Cr2O7 1 mol K2Cr2O7 = 67,4 g K2Cr2O7

Periksa: Sebagai perkiraan, massa harus diberikan oleh [molaritas (mol/L) × Volume (L) × massa molar (g/mol)] atau [2 mol/L × 0,125 L × 300 g/mol] = 75 g.

Jadi jawabannya adalah wajar.

Latihan: Berapa molaritas dari larutan etanol 85,0 mL (C2H5OH) yang mengandung 1,77 g etanol?

Contoh 4.6

Hitung volume larutan glukosa 3,16 M dalam mililiter yang harus digunakan dalam penambahan.

Strategi: Petama kita harus menentukan jumlah mol yang terkandung dalam 4,07 g glukosa dan kemudian menggunakan Persamaan (4.2) untuk menghitung volume. Penyelesaian: Dari massa molar glukosa, kita menulis

4,07 g C6H12O6 × 1 mol C6H12O6

180,2 g C6H12O6 = 2,259 × 10–2 mol C6H12O6

Selanjutnya, kita menghitung volume larutan yang mengandung 2,259 × 10–2 mol zat terlarut. Tata ulang persamaan (4.2) memberikan

V = 𝑛 𝑀

= 2,259 × 10–2 mol C6H12O6 × 1000 ml larutan 3,16 mol C6H12O6/L larutan 1 L larutan = 7,15 ml larutan

Periksa: Satu liter larutan mengandung 3,16 mol C6H12O6. Oleh karena itu, jumlah mol dalam 7,15 mL atau 7,15 × 10–3 L adalah (3,16 mol 7.15 × 10–3) atau 2,26 × 10–2 mol. Perbedaan kecil terjadi karena perbedaan pembulatan.

Latihan: Berapa volume (dalam mililiter) dari larutan NaOH 0,315 M yang mengandung 6,22 g NaOH?

Pengenceran Larutan

Larutan pekat sering disimpan dalam gudang laboratorium untuk digunakan saat dibutuhkan. Larutan digunakan sebagai larutan "stok" yang dapat diencerkan sesuai dengan kebutuhan. Pengenceran adalah prosedur untuk mempersiapkan larutan kurang pekat dari larutan lain yang lebih pekat.

Gambar 4.16 Pengenceran larutan yang lebih pekat (a) ke yang kurang pekat (b) tidak mengubah jumlah partikel terlarut (18).

Misalkan kita ingin mempersiapkan 1 L larutan KMnO4 0,400 M dari larutan KMnO4 1,00 M. Untuk tujuan ini, kita perlu 0,400 mol KMnO4. Karena ada 1,00 mol KMnO4 dalam 1 L larutan KMnO4 1,00 M, terdapat 0,400 mol KMnO4 dalam 0,400 L dari larutan yang sama:

1,00 mol

1 L larutan = 0,400 mol 0,400 L larutan

Oleh karena itu, kita harus menarik 400 mL dari larutan KMnO4 1,00 M dan mengencerkan

ke 1000 mL dengan menambahkan air (dalam labu volumetri 1-L). Metode ini memberi kita 1 L larutan KMnO4 0,400 M. Dalam proses pengenceran, kita perlu mengingat bahwa penambahan pelarut untuk jumlah tertentu larutan stok mengakibatkan

penurunan konsentrasi larutan tanpa mengubah jumlah mol zat terlarut dalam larutan (Gambar 4.16). Dengan kata lain,

mol zat terlarut sebelum pengenceran = mol zat terlarut setelah pengenceran Karena molaritas didefinisikan sebagai mol zat terlarut dalam satu liter larutan, kita melihat bahwa jumlah mol zat terlarut diberikan oleh

mol zat terlarut

liter larutan × volume larutan (dalam liter) = mol zat terlarut M V

atau MV = mol zat terlarut

Karena semua zat terlarut berasal dari larutan stok asli, kita dapat menyimpulkan bahwa Mi × Vi = Mf × Vf

(4.3)

mol larutan mol larutan sebelum pengenceran setelah pengenceran

dimana Mi dan Mf adalah konsentrasi awal dan akhir dari larutan dalam molaritas dan Vi dan Vf adalah volume awal dan akhir dari larutan. Tentu saja satuan Vi dan Vf harus sama (mL atau L) dalam perhitungan. Untuk memeriksa hasil Anda, pastikan bahwa Mi > Mf dan Vf > Vi.

Contoh 4.7

Jelaskan bagaimana Anda akan mempersiapkan 2,50 × 102 mL larutan H2SO4 2,25 M dari larutan stok H2SO4 7,41 M.

Strategi: Karena konsentrasi larutan akhir kurang dari larutan yang asli, ini adalah proses pengenceran. Perlu diketahui bahwa dalam pengenceran, konsentrasi larutan menurun tetapi jumlah mol zat terlarut tetap sama.

Penyelesaian: Diketahui : Mi = 7,41 M Mf = 2,25 M Vi = ? Vf = 2,50 × 102 mL Substitusi ke Persamaan (4.3), (7,41 M) (Vi) = (2,25 M) (2,50 × 102 mL) Vi = (2,25 M) (2,50 × 102 mL) 7,41 M Vi = 75,9 ml

Dengan demikian, kita harus mengencerkan 75,9 mL larutan H2SO4 7,41 M dengan air yang cukup untuk memberikan volume akhir 2,50 × 102 mL dalam labu volumetri 250 mL untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan.

Periksa: Volume awal kurang dari volume akhir, sehingga jawabannya adalah wajar. Latihan: Bagaimana Anda mempersiapkan 2,00 × 102 mL larutan KOH 0,866 M, dimulai dengan larutan stok 5,07 M?

Review Konsep

Berapa konsentrasi akhir dari larutan NaCl 0,6 M jika volumenya dua kali lipat dan jumlah mol zat terlarutnya tiga kali lipat?

Dalam dokumen Kimia Dasar 1 IPA Lengkap (Halaman 129-146)