• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lampiran 6. Reduksi Data Hasil Wawancara

Reduksi Data Hasil Wawancara

Penidikan Anak di Masyarakat Marginal Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta

1. Bagaimana pendapat anda tentang pendidikan anak?

Ibu RN : Pendidikan itu kan penting, apalagi untuk anak. Penting sekali. Ibu AR : Pendidikan untuk anak itu penting, untuk masa depan anak biar

anaknya pintar, tidak nakal.

Ibu RD : Penting, mbak. Penting sekali, harus dinomorsatukan.

Ibu NP : Pendidikan anak penting ya, mbak. Jangan sampai anak bodoh seperti orangtuanya. Bagaimanapun kondisi orangtua yang diutamakan tetap pendidikan anak.

Kesimpulan: Orangtua di Kampung Pajeksan memahami bahwa pendidikan anak adalah sesuatu yang penting dan harus menjadi prioritas orang tua karena pendidikan adalah salah satu cara agar anak memiliki kehidupan yang lebih baik di masa depan.

2. Bagaimana orangtua mendidik anak di dalam keluarga?

Ibu RN : Saya bebaskan aja, mbak, anak saya maunya apa. Soalnya anak saya itu susah diatur. Jadi saya biarkan saja maunya gimana. Saya didik biar jadi anak yang baik, saya suruh sekolah tapi anaknya tidak mau.

M : Bapak dan ibu santai, mbak, tidak pernah marah-marah. Ibu juga tidak pernah melarang saya pokoknya saya tidak nakal.

Ibu AR : Saya beri kebebasan tapi tetap saya awasi, tidak saya lepas begitu saja. Anak saya ingin ikut ini, ingin ikut itu saya ikutkan daripada di rumah tidak ada kegiatan. Tapi juga saya lihat-lihat dulu, mbak, kegiatannya apa kalau yang tidak baik ya tidak saya ijinkan. Kalau dia mau pergi main juga saya bilangin harus pamit dulu.

DT : Orangtua saya biasa saja kalau mendidik, kadang marah kalau saya nakal, tapi kalau saya nurut biasa saja.

Ibu RD : Seperti sewajarnya ibu-ibu kalau mendidik anak saja. Saya tidak saklek, mbak. Kalau anak saya ingin apa kalau bagus saya dukung, kalau tidak, saya bilangin jangan. Pokoknya tidak saya biarkan begitu aja, saya bebaskan tapi juga saya beri aturan-aturan. Pokoknya kalau waktunya belajar ya belajar, kalau waktunya main ya main. Kalau terlalu diatur nanti anaknya tidak berkembang, kalau terlalu dilepas juga tidak baik, kan, mbak.

NA : Ibu kalau mendidik sabar, pokoknya saya nurut sama ibu. Ibu ngingatkan ngerjakan PR, kalau pas waktunya belajar harus belajar dulu baru boleh main.

Ibu NP : Saya mendidik anak kadang keras terutama kalau anaknya nakal. Kalau tidak nakal ya biasa. Ngajarin yang benar, mana yang boleh, mana yang tidak. Saya buat seperti peraturan di rumah misalnya waktu belajar jam sekian, ngaji setiap selesai sholat,

nanti main jam sekian harus sudah pulang, kalau main juga tidak boleh jauh-jauh.

RA : Kalau ibu tegas banget, mbak, tapi kalau bapak sabar. Ibu lebih sering di rumah jadi ibu yang sering mengingatkan kalau waktunya belajar atau waktunya tidur kalau tidak nurut kadang dimarahi ibu.

Kesimpulan: Orangtua di Kampung Pajeksan memiliki strategi yang berbeda- beda dalam mendidik anak di dalam keluarga. Sebagian besar orangtua menerapkan peraturan-peraturan sebagai alat pendidikan di dalam keluarga. 3. Hambatan apa yang anda rasakan ketika mendidik anak?

Ibu RN : Kalau ekonomi sebenarnya tidak terlalu masalah, mbak, yang masalah malah dari anaknya sendiri. Anak saya susah sekali diatur, dia lebih nurut sama teman-temannya daripada sama saya atau bapaknya.

Ibu AR : Anak saya masih bandel, mbak. Masih ngeyel kalau dikasih tau, ikut-ikutan temannya. Kadang kalau main juga sama temannya diajarin gini dia ikut-ikutan padahal saya tidak ngajari seperti itu. Syukurnya anak saya kalau sekolah rajin. Masalah biaya tidak ada soalnya sekolahnya saya masukkan ke negeri, mbak, yang gratis. Kalau untuk kebutuhan sekolah saya usahakan ada walaupun harus nyari-nyari.

Ibu RD : Biasa kalau masih seumur anak saya masih nakal. Suka bandel kalo dikasih tau. Kalau uang sekolah dan kebutuhan sekolah tidak terlalu masalah, mbak, masih bisa terpenuhi.

Ibu NP : Iya mbak, anak saya badung. Ya namanya anak-anak, kan masih suka ngeyel kalo diberi tahu. Kalau dana untuk kebutuhan sekolah saya siapkan, pokoknya selalu saya usahakan ada.

Kesimpulan: Hambatan yang dirasakan orangtua di Kampung Pajeksan dalam mendidik anak berasal dari faktor ekonomi, lingkungan, dan dari diri anak sendiri.

4. Adakah nilai-nilai khusus yang ditanamkan di dalam keluarga?

Ibu RN : Di rumah saya mengajarkan yang baik-baik, gimana sama orang, jangan nakal, jangan main terus.

M : Yang diajarkan yang baik-baik, mbak, kayak sopan santun sama orang lain.

Ibu AR : Jangan nakal, harus nurut sama orangtua. Jangan ikut-ikutan temannya, kalau diajak ngambil punya orang jangan mau. Harus rajin belajar biar pintar.

DT : Sama ibu tidak boleh nakal, tidak boleh melawan orangtua, harus rajin belajar.

Ibu RD : Biasanya saya ajarkan kebaikan-kebaikan, kalau sama orang lain harus gimana. Harus rajin belajar, rajin sholat, sedekah, pokoknya kebaikan-kebaikan seperti itu.

NA : Diajari sopan santun, diajari harus sholat, menolong orang lain, tidak boleh bohong.

Ibu NP : Yang paling saya tanamkan itu nilai-nilai agama, mbak, terutama sholat dan mengaji.

RA : Saya dan adik diajari sholat dan ngaji sama ibu, terus dikasih tahu juga harus berbuat baik sama orang, tidak boleh bandel, jangan bertengkar.

Kesimpulan: Nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua kepada anak dalam keluarga di Kampung Pajeksan yaitu nilai moral, nilai sopan santun, nilai religius, dan nilai kekeluargaan. Nilai-nilai yang dominan ditanamkan berbeda- beda di masing-masing keluarga.

5. Bagaimana orangtua menanamkan nilai-nilai tersebut pada anak? Ibu RN : Saya menasihati saja, mbak.

M : Dinasihati sama ibu, mbak.

Ibu AR : Saya bilangin ke anaknya, mbak, selalau saya pesankan kalau anak saya mau main atau waktu ngumpul di rumah.

DT : Dinasihati sama ibu, yang boleh apa, yang tidak apa.

Ibu RD : Ngajarinnya saya kasih tau, saya bilangin anaknya. Saya contohkan juga, misalnya kalau di jalan ketemu tetangga menyapa. Kalau waktunya sholat saya ingatkan.

NA : Ibu ngasih tau, mbak. Kalau lagi di rumah sering diingatkan. Ibu NP : Kalau waktunya sholat saya ajak jamaah, biasanya kalau habis

saya. Soalnya kalau di sini nyari tempat ngaji-ngaji gitu jarang, mbak. Jadi saya ngajari sendiri.

RA : Dinasihati sama ibu. Kalau maghrib biasanya diajak shoat berjamaah di rumah, nanti habis sholat terus ngaji sebentar. Kesimpulan: Orangtua berusaha menanamkan nilai-nilai positif kepada anak melalui nasihat. Sebagian orangtua juga berusaha menanamkan nilai-nilai positif melalui tindakan yaitu dengan memberi contoh dan ajakan kepada anak. 6. Apa harapan orangtua untuk pendidikan formal anak?

Ibu RN : Saya sebenarnya berharap anak saya bisa sekolah setinggi mungkin, tidak putus sekolah seperti ini.

Ibu AR : Semoga anak saya jadi anak yang pintar. Bisa sekolah tinggi, cita-citanya tercapai.

Ibu RD : Harapannya cuma biar pintar, yang penting jangan seperti ibu dan bapaknya. Harus lebih dari itu. Bisa sekolah di sekolah yang bagus sampai setinggi-tingginya.

Ibu NP : Harapannya saya bisa terus menyekolahkan anak-anak saya, biar mereka mendapat pendidikan yang layak, biar jadi anak yang pintar, mbak, yang sholih sholihah.

Kesimpulan: Orangtua di Kampung Pajeksan berharap anaknya dapat memperoleh pendidikan formal setinggi-tingginya agar dapat meraih cita- citanya.

7. Siapa yang berperan dan bertanggungjawab dalam mendidik anak?

Ibu RN : Saya dan suami saya, tapi kalau nasehatin apa-apa gitu saya lebih sering.

Ibu AR : Saya dan ayahnya, tapi kalau di rumah saya yang lebih tanggungjawab. Suami saya tanggungjawabnya nyari nafkah untuk sekolah anak-anak.

Ibu RD : Saya, mbak. Soalnya kalau sama suami saya kurang akrab. Kalau sama bapaknya sendiri rumahnya jauh.

Ibu NP : Dua-duanya, mbak. Tapi kebanyakan saya soalnya saya yang di rumah kalau bapak kan jualan. Kalau ada apa-apa ya anak-anak sama saya.

Kesimpulan: Peran dan tanggungjawab mendidik anak menjadi tanggungjawab ayah dan ibu. Ibu lebih bertanggungjawab dalam proses mendidik anak dalam keluarga sedangkan ayah lebih bertanggungjawab mencari nafkah untuk membiayai pendidikan formal anak.

8. Siapa yang mengontrol kegiatan anak ketika orangtua sedang bekerja?

Ibu RN : Tidak ada, mbak. Kalau saya dan suami saya berangkat kerja, anak saya juga pergi.

M : Yang lebih sering ibu, soalnya bapak kerja.

Ibu AR : Kalau bapaknya kerja saya yang menemani anak di rumah. Kalau saya juga pas ada urusan, anak yang kecil saya titipkan ke tempat kakak saya. Kalau yang besar main sendiri sama teman-temannya,

biasanya saya titipkan ke tetangga yang rumahnya dekat tempat mainnya.

DT : Ibu, mbak, soalnya ibu yang pasti di rumah.

Ibu RD : Kalau saya belum pulang kerja sama neneknya atau sama budhenya. Tergantung di rumah ada siapa.

NA : Ibu, kalau pas ibu kerja saya sama nenek. Kalau nenek juga pas kerja saya dititipin ke budhe.

Ibu NP : Saya saja, mbak. Kadang keponakan saya kalau pas main ke sini, sama dia juga.

RA : Ibu, mbak

Kesimpulan: Kontrol terhadap anak dilakukan oleh orangtua terutama ibu dibantu oleh anggota keluarga lain dan tetangga sekitar.

9. Bagaimana anda memberi perhatian kepada anak?

Ibu RN : Anak saya itu lebih sering di luar daripada di rumah, jadi saya ya susah kalau memperhatikan.

Ibu AR : Anak saya yang besar saya les kan, soalnya yang kecil tidak mau ditinggal, apa-apa harus ditemani. Kalau saya ngajarin kakaknya nanti diganggu, jadi saya masukin les.

Ibu RD : Saya belajari kalau saya tidak kerja. Kalau sekolah saya antar biasanya sekalian saya berangkat kerja.

Ibu NP : Kalau belajar saya temani. Kalau ada kesulitan pas belajar gitu saya kasih tahu. Kalau sekolah saya antar-jemput naik ojek. Kalau ekstra juga saya tungguin.

Kesimpulan: Orangtua di Kampung Pajkesan memberikan perhatian kepada anak dengan memenui kebutuhan pendidikan anak dan mendampingi anak saat belajar.

10. Bagaimana hubungan orangtua dengan anak?

Ibu RN : Biasa saja, mbak. Anak saya tidak terlalu dekat sama saya, sama bapaknya juga tidak dekat.

M : Dulu deket sama ibu, tapi sekarang udah gak terlalu soalnya saya jarang di rumah. Sama bapak emang gak deket dari dulu, mbak. Ibu AR : Anak saya dekat sama ayahnya, sama saya juga dekat.

DT : Sama bapak ibu deket semua, mbak.

Ibu RD : Baik, mbak. Sama ayahnya juga masih baik hubungannya walaupun sudah pisah sama saya. Ayahnya tiap hari mampir ke rumah kalau habis kerja, kadang jemput sekolah. Kalau sama saya baik banget, soalnya kan tinggalnya masih serumah, tapi kalau sama suami saya yang sekarang memang tidak terlalu akrab. NA : Di rumah dekat sama Ibu sama nenek, mbak, soalnya yang di

rumah ya ibu sama nenek.

Ibu NP : Baik. Kalau pas bapaknya libur jualan kita kumpul bareng di rumah. Kalau pas ada uang saya ajak main.

RA : Baik. Saya dekat sama Ibu, bapak juga deket tapi tidak terlalu. Kalau minta apa-apa selalau ke ibu.

Kesimpulan: Hubungan sebagian orangtua dengan anak baik. Anak lebih dekat dengan ibu daripada dengan ayah karena anak lebih banyak berinteraksi dengan ibu daripada dengan ayah.

11. Ketika anak berbuat salah, apakah orangtua memberi hukuman?

Ibu RN : Kalau anaknya nakal saya marahin tapi saya tidak pernah main tangan kalau sama anak saya. Walaupun nakal kan dia anak saya sendiri jadi saya tidak tega kalau mau memukul.

M : Tidak, mbak, paling kalau saya nakal ibu marahin, kalau bapak biasa saja.

Ibu AR : Saya marahin paling, mbak kalau nakal. Tapi ya cuma dimarahi saja.

DT : Saya kalau nakal dimarahi ibu.

Ibu RD : Kalau anak saya nakal cuma saya peringatkan saja tidak pernah menghukum.

NA : Ibu tidak pernah marah sama saya, mbak, kalau nakal cuma dikasih tau jangan nakal, jangan diulangi lagi.

Ibu NP : Kadang saya cubit, mbak, kalau pas saya ngajarin pada berantem atau bercanda. Maksudnya biar anak-anak serius.

RA : Kalau nakal dicubit sama ibu, makanya saya tidak berani nakal. Kesimpulan: Orangtua memberikan hukuman kepada anak jika melakukan kesalahan. Sebagian orangtua memberikan hukuman kepada anak dalam bentuk teguran dan peringatan, sedangkan sebagian lain memberikan hukuman fisik seperti mencubit anak.

12. Apakah orangtua sering memberi hadiah kepada anak?

Ibu RN : Saya tidak pernah ngasih, mbak. Paling kalau anaknya minta baru saya kasih

M : Kalau saya tidak minta tidak dikasih, mbak.

Ibu AR : Iya, kalau mau terima rapor biasanya saya janjikan kalau nilainya bagus nanati dikasih hadiah. Tapi tidak sering, mbak, nanti ndak tuman.

DT : Iya kalau dapat ranking dapat hadiah.

Ibu RD : Iya, mbak, buat menyemangati saja. Kan anak-anak biasanya kalau dijanjiin hadiah jadi semangat.

NA : Pernah, kalau saya dapat juara dibelikan hadiah sama ibu.

Ibu NP : Saya selalu ngasih, mbak. Kemarin lomba drumband tidak menang juga saya kasih, ikut lomba karate tidak menang juga saya kasih, ulang tahun juga saya ngasih. Buat obat kecewa saja, mbak, biar mereka tetep semangat ikut lomba, bukan maksudnya mau memanjakan.

RA : Iya, mbak. Ibu selalu ngasih hadiah kalau saya ikut lomba-lomba. Kesimpulan: Sebagian orangtua memberikan hadiah kepada anak sebagai bentuk apresiasi terhadap prestasi anak dan motivasi agar anak berprestasi. 13. Adakah pendidikan tambahan untuk anak selain sekolah?

Ibu RN : Tidak ada, mbak. Wong disuruh sekolah aja udah susah kok. M : Tidak ada, mbak. Saya kan juga udah gak sekolah.

Ibu AR : Anak saya les, mbak. Itu dia sendiri yang minta, soalnya dia ya tahu kalau di rumah saya tidak bisa ngajari terus, kan sambil ngurusi adiknya. Jadi dia minta les saja.

DT : Setiap sore saya les, mbak. Kalau belajar di rumah tidak ada yang ngajari.

Ibu RD : Les, ikut taek-won-do juga di alun-alun selatan. NA : Les sama iku taek-won-do.

Ibu NP : Ikut ekstra di sekolah, drum band sama berenang. Ikut karate juga di INKAI. Kalau les tidak, mbak. Saya sendiri yang ngajari di rumah.

RA : Ikut ngaji, mbak, di Serangan. Sama karate.

Kesimpulan: Sebagian orangtua memberikan pendidikan tambahan kepada anak yaitu les, kegiatan ekstrakurikuler, dan mengaji.

14. Bagaimana anda mendukung anak dalam menuntut ilmu, dukungan apa yang anda berikan?

Ibu RN : Saya ngasih tau belajar itu penting, walaupun sekarang udah tidak sekolah tetap harus belajar. Tidak mau sekolah tidak apa- apa, yang penting jadi orang benar.

M : Sebenarnya ibu masih sering nyuruh saya sekolah lagi, tapi saya tidak mau.

Ibu AR : Kalau sudah males-malesan belajar gitu saya nasehatin. Memotivasi lah, mbak, biar anaknya semangat lagi.

DT : Kalau saya males-malesan sama ibu sama bapak disemangati biar rajin lagi, biar dapat ranking nanti kalau dapat ranking dikasih hadiah.

Ibu RD : Cuma saya bilangin harus giat belajar, nanti biar pinter seperti mbak itu bisa sekolah di luar negeri dapat beasiswa. Saya ngasih contoh ke anak saya, itu yang pinter, gimana caranya anak saya biar bisa kayak gitu.

NA : Dinasehati ibu biar belajarnya rajin, biar bisa sekolah terus. Ibu NP : Saya kasih tau harus semangat, yang rajin belajarnya jangan

celelekan. Kalau belajar yang bener biar jadi anak pintar.

RA : Ibu selalu ngasih hadiah kalau saya dapat juara, saya jadi semangat.

Kesimpulan: Orangtua memberikan dukungan dan motivasi kepada anak untuk terus menuntut ilmu. Dukungan dan motivasi diberikan orangtua dengan cara bermacam-macam antara lain melalui nasihat, memberikan contoh, dan memberikan hadiah kepada anak.

15. Fasilitas apa yang anda berikan untuk mendukung pendidikan anak?

Ibu RN : Dulu waktu sekolah saya bawakan kendaraan sendiri, mbak. Kebutuhan-kebutuhan sekolahnya saya belikan.

M : Kalau pas masih sekolah dikasih seragam, dikasih kendaraan. Ibu AR : Kebutuhan sekolahnya kayak seragam, tas, sepatu, alat-alat tulis.

Kalau dia minta apa saya belikan kalau pas ada uang, kalau pas gak ada saya bilangin nanti dulu ya.

DT : Dibelikan alat tulis, seragam, sepatu, tas.

Ibu RD : Yang pasti perlengkapan sekolah, seragam, tas, sepatu, alat tulis, biasanya anak saya minta buku-buku.

NA : Alat-alat buat sekolah sama buku-buku, mbak.

Ibu NP : Banyak, mbak. Kalau seragam, alat tulis kan sudah pasti. Sekolah juga kadang menuntut anak harus punya ini, misalnya anak saya ikut drumband harus punya pianika ya saya carikan, baju karate ya saya carikan.

RA : Seragam, alat tulis, tas, sepatu, terus alat-alat buat ekstra.

Kesimpulan: Fasilitas yang diberikan orangtua untuk menunjang pendidikan anak adalah perlangkapan sekolah seperti seragam, tas, sepatu, dan alat tulis serta kebutuhan penunjang kegiatan anak di luar sekolah seperti buku-buku bacaan dan perlengkaan ekstrakurikuler.

16. Apakah orangtua memberikan kebebasan kepada anak untuk bergaul dengan teman-teman atau orang lain?

Ibu RN : Tidak juga, mbak. Kalau mau main pasti saya pesan, hati-hati kalau main, jangan ikut-ikut yang aneh-aneh. Sebenarnya kalau anak saya main terus ya saya tidak boleh, tapi anaknya ngeyel. M : Tidak terlalu, mbak.

Ibu AR : Bebas, mbak, pokoknya tidak jauh-jauh kalau main, kalau temannya nakal tidak ikut-ikutan.

Ibu RD : Iya, mbak. Anak saya tidak pernah main jauh-jauh paling di sekitar sini aja, soalnya kan ini tetangga-tetangga juga ada yang anaknya seumuran dan masih saudara juga jadi bisa dititipi. Tapi saya tidak pernah ngelarang anak saya kalau main jangan sama si ini atau si itu.

NA : Sama ibu kalau main dititipin di tempat budhe, mbak. Saya jarang main sendiri.

Ibu NP : Tergantung, mbak. Kalau mainnya sama tetangga dekat-dekat sini saya bolehin. Tapi kalau udah jauh gitu pasti saya cari sampai ketemu. Soalnya saya khawatir, mbak, kalau jauh-jauh gak ada yang ngawasin, apalagi daerah sini kan rawan, mbak. Kadang anak-anak kecil gitu kalau main sama yang udah agak gede diajari minum sampai dicanduin narkoba, soalnya kan di sini banyak yang jual minuman, pil-pil gitu juga.

RA : Kalau main di sekitar rumah saja, mbak. Soalnya kalau main jauh-jauh dicariin ibu, nanti kalau ketemu dimarahi.

Kesimpulan: Orangtua membebaskan anak untuk bergaul dengan teman atau orang lain namun tetap memberikan batasan-batasan dan aturan-aturan.

17. Bagaimana pengaruh lingkungan bergaul anak terhadap pendidikan anak? Ibu RN : Berpengaruh sekali, mbak. Anak saya seperti ini juga karena kena

pergaulan di luar. Anak usia segitu kan memang baru labil- labilnya.

Ibu AR : Kalau setahu saya, teman-teman anak saya ya ada yang nakal. Anak saya sepertinya sudah mulai kena, kalau dinasihati ngeyel. Ibu RD : Banyak, mbak, sebenarnya. Kalau anak saya tidak terlalu

terpengaruh soalnya mainnya sama keluarganya sendiri, sama budhe-budhenya. Jadi kalau main ada yang jaga. Cuma kalau pas anak saya belajar kadang suka diajak main, kan ngganggu, mbak. Padahal anak saya sebenernya rajin, mandiri juga.

Ibu NP : Kalau teman-temannya baik ya baik, mbak. Kalau teman- temannya tidak benar ya bahaya. Makanya kalau anak saya main saya harus tau mainnya ke mana, sama siapa. Biar tidak kebawa anak-anak yang tidak benar. Kalau saya perhatikan anak-anak saya belum terpengaruh sama anak-anak di sini.

Kesimpulan: Pergaulan anak berpengaruh pada perilaku anak. Anak yang bergaul dengan lingkungan yang baik menunjukkan perilaku positif sedangkan anak yang bergaul di lingkungan yang negatif menunjukkan perilaku negatif. 18. Menurut anda, bagaimana pendidikan anak di Kampung Pajeksan?

Ibu RN : Kalau anaknya pintar bisa sampai SMA, kalau anaknya pintar dan orangtuanya mampu bisa sampai kuliah. Tergantung anaknya mau atau tidak. Tergantung orangtuanya juga.

Ibu AR : Lingkungan sini kalau buat pendidikan anak sebenarnya ngeri, mbak. Makanya anak saya ini saya bilangin kalau main hati-hati. Takutnya dia lihat-lihat yang di sini udah biasa terus kebawa sampai di luar dia juga gitu. Kalau yang formal yang masih

Dokumen terkait