PENDIDIKAN ANAK DI MASYARAKAT MARGINAL KAMPUNG PAJEKSAN KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Rizki Nisa Setyowati NIM 12110244012
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MOTTO
“Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasannya usaha itu kelak akan diperlihatkan
(kepadanya).” (QS. An-Najm 39-40)
“Seorang anak, seorang guru, sebuah pena dan sebuah buku mampu mengubah dunia.”
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
Kedua orangtuaku tercinta yang telah memberikan do’a, dukungan, dan semangat
selama saya menyelesaikan karya ini.
PENDIDIKAN ANAK DI MASYARAKAT MARGINAL
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan gambaran kondisi pendidikan anak, peran orangtua dalam proses pendidikan anak dalam keluarga, dan pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pendidikan anak di masyarakat marginal Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang dilakukan di Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta pada bulan Mei-Juli 2016. Subjek penelitian adalah orangtua, anak, dan tokoh masyarakat. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
Hasil penelitian menunjukkan: 1) Orangtua memahami pentingnya pendidikan walaupun masih ada anak yang tidak melanjutkan sekolah. Orangtua berharap anak mampu menempuh pendidikan yang layak, menjadi pintar dan berprestasi. Orangtua memberi bantuan dalam pendidikan berupa memenuhi kebutuhan anak, memberikan motivasi, serta menyediakan fasilitas dan hadiah. 2) Orangtua menanamkan nilai dalam keluarga sperti nilai moral, nilai kesopanan, nilai agama, dan nilai berprestasi yang dilakukan dengan memberi nasihat, teladan, pengawasan dan aturan, serta hukuman 3) Pengaruh nilai-nilai negatif lebih dominan di masyarakat Kampung Pajeksan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pendidikan Anak
di Masyarakat Marginal Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan yang penulis capai ini bukanlah karena kerja individu semata, tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi semangat dan kelancaran dalam pembuatan
skripsi ini.
3. Drs, Murtamadji, M.Si dosen Penasihat Akademik yang telah memberikan nasihat, arahan, dan bimbingan selama perkuliahan.
4. Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si Dosen Pembimbing yang telah memberikan nasihat, arahan, bimbingan, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan selama masa studi.
6. Bapak Camat Gedong Tengen dan Ibu Lurah Sosromenduran yang telah memberikan izin penelitian.
8. Warga Kampung Pajeksan yang teah membantu dan melancarkan penelitian
skripsi ini.
9. Kedua orangtua tercinta, Bapak Heri dan Ibu Marwanti, serta adik-adikku,
Novistya dan Afaada, yang tanpa lelah memberikan doa dan dukungan baik moral maupun materiil.
10. Teman-teman Program Studi Kebijakan Pendidikan, teman-teman UKM
Bahasa Asing SAFEL, dan rekan-rekan tim PKM-M Pajeksan yang tidak henti memberikan motivasi dan semangat.
11. Semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan demi kesempurnaan dan keberhasilan karya selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 25 Oktober 2016
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 6
C.Batasan Masalah ... 6
D.Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI A.Kajian Teori ... 9
1. Konsep Pendidikan ... 9
2. Konsep Kebijakan Pendidikan ... 14
3. Konsep Anak ... 18
5. Pendidikan Formal Anak ... 23
6. Pendidikan Informal Anak ... 25
7. Masyarakat Marjinal ... 27
8. Pendidikan Anak di Masyarakat Marjinal ... 31
B.Penelitian yang Relevan ... 32
C.Kerangka Pikir Penelitian ... 33
D.Pertanyaan Penelitian ... 35
BAB III METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian ... 37
B.Setting Penelitian ... 37
C.Subjek dan Objek Penelitian ... 37
D.Teknik Pengumpulan Data ... 38
E. Instrumen Penelitian ... 39
F. Teknis Analisis Data ... 40
G.Keabsahan Data ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43
B.Informan Penelitian ... 48
C.Hasil Penelitian ... 54
1. Gambaran tentang Kondisi Pendidikan Anak di Kampung Pajeksan ... 54
2. Peran Orangtua dalam Pendidikan Anak dalam Keluarga ... 66
3. Pengaruh Lingkungan Masyarakat terhadap Pendidikan Anak ... 82
D.Pembahasan ... 86
1. Gambaran tentang Kondisi Pendidikan Anak ... 87
2. Peran Orangtua dalam Pendidikan Anak dalam Keluarga ... 92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan ... 104
B.Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA ... 109
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Komposisi Penduduk Kampung Pajeksan Menurut Jenis Kelamin ... 45
Tabel 2. Jumlah Kepala Keluarga Kampung Pajeksan Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 45
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kampung Pajeksan Berdasarkan Pekerjaan ... 46
Tabel 4. Data Informan Berdasarkan Usia ... 49
Tabel 5. Data Informan Berdasarkan Pendidikan ... 49
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data ... 113
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 115
Lampiran 3. Pedoman Observasi ... 118
Lampiran 4. Pedoman Dokumentasi ... 119
Lampiran 5. Transkrip Hasil Wawancara ... 120
Lampiran 6. Reduksi Data Hasil Wawancara ... 142
Lampiran 7. Hasil Observasi ... 163
Lampiran 8. Catatan Lapangan ... 165
Lampiran 9. Dokumentasi ... 168
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah karunia Tuhan yang harus dijaga, dirawat, dan dilindungi. Anak membutuhkan peran orang dewasa untuk membantu mengembangkan
kemampuannnya karena anak lahir dalam kondisi yang lemah sehingga tidak mungkin dapat mencapai taraf kehidupan normal tanpa bantuan dari orang
dewasa. Sebagai makhluk sosial, kehidupan anak sejak lahir banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan interaksi dengan orang-orang sekitar di mana ia berada secara terus-menerus. (Izzaty, 2008).
Anak memiliki hak-hak dasar yang harus di penuhi oleh orang dewasa. Pemenuhan atas hak-hak anak khususnya di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa hak anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah
daerah. Salah satu hak anak yang harus dipenuhi adalah hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 5 yang menyatakan bahwa setiap warga
negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan pasal 6 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh
sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pendidikan anak merupakan tanggung jawab berbagai pihak tidak
hendaknya diberikan kepada anak sedini mungkin untuk menjamin
terbentuknya manusia yang berkualitas di masa depan. Urgensi pendidikan anak sejak dini adalah untuk mengenalkan anak tentang kemampuan
mengenali lingkungan dan berkaitan dengan bagaimana anak ditempatkan sebagai makhluk yang membutuhkan bimbingan intensif dalam mengenali dunianya. Pemikiran ini didasari oleh teori psikoanalisis yang mengemukakan
bahwa watak mental seseorang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman masa lalu khususnya masa kanak-kanak (Soyomukti, 2008).
Perkembangan anak dipengaruhi oleh kekuatan dari pembawaan dan kekuatan pengaruh lingkungan sekitar. Berdasarkan pernyataan tersebut,
dapat dikatakan bahwa dalam mendidik anak selain faktor dari dalam diri anak tersebut juga perlu diperhatikan faktor-faktor dari luar diri anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendidik anak antara lain
kondisi sosial ekonomi yang baik agar kebutuhan-kebutuhan biologis anak terpenuhi, pergaulan sosial yang luas dan sehat agar kemampuan sosialisasi anak berkembang, olah seni dan budaya agar pengembangan intelektual anak
sejalan antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan seni dan budaya, kondisi sosial politik yang merdeka dan demokratis, serta kehidupan
keagamaan yang sehat dan maju agar anak memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan (Prawira, 2013).
Sebagai upaya menjamin terperpenuhinya hak anak untuk mendapat
memenuhi hak pendidikan adalah program wajib belajar 9 tahun yang tertulis
dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008. Melalui peraturan pemerintah tersebut pemerintah menjamin setiap anak di Indonesia mendapat
pendidikan minimal pendidikan dasar tanpa dipungut biaya. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk memberikan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak-anak di Indonesia dari semua latar
belakang.
Namun realitanya, belum semua hak anak di Indonesia terpenuhi
dengan baik termasuk hak untuk mengenyam pendidikan yang layak. Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional BPS pada tahun 2014 menyebutkan
sebanyak 31,44% anak usia 5-19 tahun sudah tidak bersekolah dan 31,05% anak usia 5-19 tahun sama sekali belum pernah bersekolah. Data lain yang dihimpun oleh UNICEF pada tahun 2012 sebanyak 2,5 juta anak Indonesia
yang seharusnya bersekolah tidak dapat menikmati pendidikan formal. Jumlah ini terdiri dari 600.000 anak usia sekolah dasar dan 1,9 juta anak usia sekolah menengah. Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin 4 kali lebih
berisiko mengalami putus sekolah dibandingkan anak-anak dari keluarga berkecukupan. Risiko putus sekolah pada anak-anak keluarga miskin ini
menigkat menjadi 20 kali lebih tinggi untuk anak-anak yang ibunya tidak memiliki pendidikan daripada mereka yang memiliki ibu dengan pendidikan tinggi. Sebanyak hampir 3% anak usia sekolah dasar di desa tidak bersekolah
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa masalah pendidikan lebih
banyak terjadi pada masyarakat miskin atau sering disebut masyarakat marginal. Masyarakat marginal merupakan suatu kelompok masyarakat yang
diidentikkan sebagai masyarakat kecil atau pra-sejahtera. Salah satu karakteristik masyarakat marginal adalah tingkat pemahaman, pengetahuan, sikap, dan presepsi tentang pendidikan masih rendah. Salah satu faktor yang
menyebabkan rendahnya persepsi masyarakat marginal tentang pendidikan adalah pola pikir mereka yang sangat sederhana. Masyarakat marginal
menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang kurang penting sehingga penghasilan yang mereka dapatkan lebih diprioritaskan untuk kebutuhan lain.
Selain itu, lingkungan di daerah tempat tinggal kaum marginal dapat dikatakan kurang kondusif untuk melaksanakan proses pendidikan. Padahal, lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan adalah salah satu faktor
penting yang dapat menentukan kualitas dan keberlangsungan usaha pendidikan.
Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pendidikan berusaha
memberikan kesempatan pendidikan yang sama serta berusaha menciptakan iklim pendidikan yang kondusif bagi warganya. Pernyataan ini sejalan dengan
visi Kota Yogyakarta yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005-2025 yaitu menjadikan Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan yang berkualitas dengan menciptakan atmosfer pendidikan yang
daerah yang lingkungan pendidikannya kurang kondusif seperti yang terjadi
di Kampung Pajeksan, Kelurahan Sosromenduran.
Kampung Pajeksan adalah salah satu kampung yang berada di wilayah
Kelurahan Sosromenduran. Penduduk Kampung Pajeksan terdiri dari bermacam-macam suku dan etnis sperti Jawa, Madura, Batak, dan mayoritas etnis Tionghoa yang menjadikan kultur Tionghoa sangat kental terasa di
Kampung Pajeksan. Keluarga di Kampung Pajeksan jika dilihat dari segi sosial-ekonomi tergolong masyarakat menengah ke bawah yang
kehidupannya bergantung pada sektor pariwisata karena lokasi Kampung Pajeksan yang dekat dengan kawasan wisata Malioboro. Warga kampung
Pajeksan sebagian besar bermatapencaharian sebagai pembuat dan pedagang souvenir dan beberapa warga menyediakan tempat tinggal mereka untuk disewakan sebagai home stay.
Selain dekat dengan kawasan wisata Malioboro, lokasi Kampung Pajeksan juga dekat dengan Pasar Kembang yang pernah dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Yogyakarta namun saat ini sudah berubah menjadi
hotel-hotel mewah. Perubahan yang terjadi di Pasar Kembang ini mendesak para pekerja di Pasar Kembang untuk lari ke kempung-kampung di sekitarnya
salah satunya adalah Kampung Pajeksan. Selain itu, Kampung Pajeksan juga berada di lingkungan pabrik lapen yang dikenal sebagai minuman keras khas Kampung Pajeksan. Lokasi Kampung Pajeksan ini tentu membawa pengaruh
hasil observasi, diketahui ada beberapa anak usia sekolah, sebagian besar
lulusan SMP, di Kampung Pajeksan yang tidak melanjutkan sekolah dan lebih memilih membantu orangtua mereka berdagang. Hal ini diperkuat dengan
keterangan dari Ibu Ipung, ketua RT 42 RW 11 Kampung Pajeksan, bahwa masih ada anak usia sekolah yang tidak melanjutkan sekolah karena keadaan ekonomi orangtua.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian tentang penelitian anak di masyarakat marginal khususnya di Kampung Pajeksan perlu dilakukan.
B.Identifikasi Masalah
1. Belum semua anak di Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak.
2. Anak-anak dari keluarga miskin di Indonesia lebih beresiko mengalami putus sekolah.
3. Tingkat pemahaman, pengetahuan, sikap, dan presepsi sebagian dari
anggota masyarakat marginal tentang pendidikan masih rendah.
4. Lingkungan di daerah tempat tinggal kaum marginal di Kampung Pajeksan kurang kondusif untuk melaksanakan proses pendidikan.
5. Kampung Pajeksan letaknya berdekatan dengan lokalisasi Pasar Kembang dan pabrik lapen yang relatif memberi dampak negatif bagi anak.
6. Masih ada anak usia sekolah di Kampung Pajeksan yang tidak melanjutkan sekolah karena keadaan ekonomi orangtua.
C.Batasan Masalah
pendidikan anak di daerah marginal Kampung Pajeksan KotaYogyakarta
dilihat dari kondisi sosial, ekonomi, dan pendidikan masyarakat.
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran tentang kondisi pendidikan anak di Kampung
Pajeksan Kota Yogyakarta?
2. Bagaimana peran orangtua dalam proses pendidikan anak dalam keluarga di
Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta?
3. Bagaimana pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pendidikan anak di
Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta? E.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti, yaitu:
1. Mengetahui gambaran tentang kondisi pendidikan anak di Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta.
2. Mengetahui peran orangtua dalam proses pendidikan anak dalam keluarga
di Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta.
3. Mengetahui pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pendidikan anak di
Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
marginal. Selain itu, penelitian ini diharapkan menambah informasi
lapangan untuk mata kuliah Ilmu Pendidikan, mata kuliah Sosiologi Pendidikan, dan mata kuliah Antropologi Pendidikan.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi ilmiah
bagi Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan yang terkait pendidikan di masyarakat
marginal.
b. Untuk Departemen Sosial
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran dan informasi sebagai bahan pertimbangan Dinas Sosial Kota Yogyakarta dalam pembuatan kebijakan terkait penanganan dan pemberdayaan
masyarakat marginal. c. Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi
BAB II KAJIAN TEORI A.Kajian Teori
1. Konsep Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari Bahasa Yunani paedagogie yang
memiliki arti bimbingan atau pertolongan yang sengaja diberikan oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Pendidikan dalam arti sederhana adalah
usaha manusia membina kepribadiannya sesuai nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan diartikan sebagai usaha seseorang atau sekelompok orang agar
seorang anak menjadi dewasa atau mencapai tingkat penghidupan yang lebih tinggi secara mental (Hasbullah, 2012).
Pendidikan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 diidentifikasikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan masa kini dimaknai sebagai upaya mengembangkan,
mendorong, dan mengajak manusia agar tampil lebih progresif berdasarkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan kehidupan yang mulia agar terbentuk
usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Suatu peradaban mengalami proses
pendidikan dalam bentuk usaha untuk menanamkan dan mewariskan nilai dan norma kepada generasi berikutnya, sehingga pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas
dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri berupa nilai dan norma dalam masyarakat yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai
cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya (Ihsan, 2013).
Mudyahardjo (2013) mendefinisikan pendidikan dalam arti maha
luas, sempit, dan luas terbatas. Pendidikan dalam arti maha luas yaitu pengalaman-pengalaman belajar atau situasi yang mempengaruhi pertumbuhan individu dalam segala lingkungan, baik yang sengaja
diciptakan maupun yang tercipta dengan sendirinya, dan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan dalam arti sempit diartikan sebagai pengajaran yang diberikan kepada anak-anak dan remaja di sekolah untuk membangun
kemampuan dan kasadaran peserta didik terhadap hubungan dan tugas sosialnya. Sedangkan pendidikan dalam arti luas terbatas adalah
pengalaman-pengalaman belajar yang terprogram dalam bentuk formal, non-formal, dan/atau informal yang berlangsung sepanjang hayat untuk optimalisasi perkembangna individu agar dapat memainkan peranan
Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendidikan adalah suatu usaha sadar yang terencana dan terprogram untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi dalam diri manusia
serta menanamkan dan mewariskan nilai-nilai serta norma-norma yang berlangsung sepanjang hayat dalam lingkungan yang sengaja dibentuk atau terbentuk dengan sendirinya. Tujuan utama pendidikan adalah membentuk
individu menjadi manusia yang cerdas baik cerdas secara intelektual, spiritual, emosional, dan sosial.
Dwi Siswoyo (2011) menguraikan pendidikan mencakup empat unsur esensial, yaitu:
a. Pendidikan mengandung unsur pembinaan kepribadian, pengembangan kemampuan dan potensi individu, peningkatan pengetahuan, serta tujuan aktualisasi diri individu.
b. Pendidikan mengandung unsur hubungan antara pendidik dan peserta didik dengan perannya masing-masing dan pengaruhnya terhadap satu sama lain yang tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.
c. Pendidikan merupakan upaya perwujudan pengembangan diri melalui pengembangan potensi individu sebagai makhluk sosial dan makhluk
Tuhan.
d. Pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan merupakan suatu proses yang keberhasilannya
pendidikan dipengaruhi oleh lima faktor utama yang saling mempengaruhi
(Sutari Imam Barnadib, 2013), yaitu: a. Faktor tujuan
Tujuan merupakan hakekat pendidikan karena suatu proses pendidikan yang dilakukan adalah usaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau direncanakan.
b. Faktor pendidik
Pendidik dalam arti umum adalah seseorang atau sekelompok
orang yang dengan sengaja mempengarhi orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidik dalam arti khusus adalah orang dewasa yang
mempunyai tanggung jawab pendidikan terhadap peserta didik. Pendidik memiliki tanggungjawab pendidikan terhadap peserta didik tertentu, misalnya anak kandungnya atau anak yang diwalikan kepadanya.
Tanggungjawab pendidikan pendidik juga dapat diperoleh karena jabatan, misalnya guru atau dosen.
c. Faktor pesrta didik
Pengertian peserta didik secara umum adalah seseorang atau sekelompok orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
d. Faktor alat pendidikan
Alat pendidikan adalah segala situasi, kondisi, tindakan, atau perlakuan yang sengaja dibuat oleh pendidik dan secara langsung
membantu tercapainya tujuan pendidikan. Alat pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) alat pendidikan yang bersifat tindakan yang bertujuan mengarahkan seperti membimbing, menasehati,
memuji, dan memberi hadiah atau mencegah seperti melarang, menegur, mengancam, atau menghukum, dan (2) alat pendidikan berupa kebendaan
seperti buku, alat permainan, alat tulis, dsb. e. Faktor lingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu di sekeliling individu tempat individu tersebut mendapatkan pendidikan. Ki Hajar Dewantara membedakan lingkungan pendidikan menjadi tiga macam
yang dikenal dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan/sekolah, dan lingkungan pergerakan/organisasi pemuda. Sedangkan Sutari Imam Barnadib membagi lingkungan
pendidikan menjadi tiga, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ki Hajar Dewantara dan Sutari berpendapat
bahwa lingkungan keluarga adalah pusat pendidikan karena dalam keluargalah seseorang pertama kali mendapatkan pendidikan. Ketika seseorang bertambah dewasa, pendidikan berlanjut di sekolah dan
2. Konsep Kebijakan Pendidikan
Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik di bidang pendidikan. Riant Nugroho memahami kebijakan pendidikan sebagai kebijakan di
bidang pendidikan untuk mencapai tujuan pembangunan negara-bangsa di bidang pendidikan, sebagai salah satu bagian dari tujuan pembangunan negara bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan
harus sebangun dengan kebijakan publik.
H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho (2012) mengartikan kebijakan
pendidikan sebagai keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi dan misi pendidikan,
dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk sautu kurun waktu tertentu. Kebijakan pendidikan merupakan sesuatu yang bersumber dari hakikat serta tujuan hidup dan
usaha manusia untuk mencapai tujuan tersebut yang mencakup beberapa aspek, yaitu:
a. Kebijakan pendidikan merupakan penjabaran visi dan misi pendidikan
sebagai proses pemanusiaan yang terjadi dalam lingkungan alam serta lingkungan sosial dalam masyarakat tertentu.
b. Kebijakan pendidikan merupakan kesatuan antara teori dan praktik meliputi proses analisis kebijakan, perumusan kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasi karena kebijakan pendiidkan merupakan ilmu praksis yang
c. Kebijakan pendidikan harus mempunyai validitas dalam perkembangan
pribadi serta masyarakat. Validitas individu kebijakan pendidikan berperan dalam proses pemerdekaan individu, sedangkan validitas sosial
kebijakan pendidikan berperan dalam proses perkembangan individu menjadi pribadi yang kreatif sehingga dapat mentransformasikan masyarakat serta kebudayaannya.
d. Kebijakan pendidikan memiliki sifat keterbukaan (openness) yang dalam prosesnya telah melalui pertimbangan-pertimbangan dari berbagai pihak
sehingga keputusan yang diambil akan terarah dan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat banyak.
e. Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan pengembangan. Melalui riset dan pengembangan melalui eksperimen, maka berbagai kebijakan pendidikan dapat diuji validitasnya sehingga kebijakan pendidikan
tersebut dapat direvisi dan dimantapkan dengan pertimbangan para pakar multidisipliner dengan fokus pada kebutuhan peserta didik dalam proses pemanusiaan.
f. Kebijakan pendidikan memerlukan analisis kebijakan sebagaimana jenis kebijakan lain yang merupakan bagian dari kebijkan publik.
g. Kebijakan pendidikan pertama-tama ditujukan kepada kebutuhan peserta didik. Kebijakan pendidikan seharusnya diarahkan pada terrbentuknya para intelektual organic yang menjadi agen-agen pembaruan dalam
h. Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat
demokratis. Kebijakan pendidikan harus mampu memfasilitasi dialog dan interaksi dari peserta didik dengan pendidik, masyarakat, negara, dan
kemanusiaan global.
i. Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu sehingga kebijakan pendidikan
merupakan hal yang dinamis, terus-menerus berubah namun terarah dengan jelas.
j. Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi. Kebijakan pendidikan yang baik adalah kebijakan pendidikan yang memperhitungkan
kemampuan di lapangan, tenaga, tersedianya dana, pelaksanaan yang bertahap serta didukung oleh kemampuan riset dan pengembangan. k. Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan. Kekuasaan
dalam pendidikan sebaiknya diarahkan bukan untuk menguasai peserta didik melainkan untuk memfasilitasi tumbuh kembang peserta didik sebagai anggota masyarakat yang kreatif dan produktif.
l. Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan intuisi atau kebijaknsanaan yang irasional. Kebijakan pendidikan merupakan hasil olahan rasional
m.Kebijakan pendidikan yang tepat dilahirkan dari tujuan yang jelas.
Kebijakan pendidikan yang kurang jelas arahnya akan mengorbankan kepentingan peserta didik.
n. Kebijakan pendidikan bukan diarahkan bagi kepuasan birokrat. Titik tolak kabijakan pendidikan hendaknya adalah untuk kepentingan peserta didik bukan selera pribadi seorang birokrat untuk memenuhi kepentingan
dirinya sendiri atau kepentingan kelompoknya.
Kebijakan pendidikan merupakan hasil penjabaran dari visi dan misi
pendidikan yang kemudian dijabarkan dan dituangkan ke dalam pro-program pendidikan yang lebih konkrit sebagai upaya mencapai tujuan
pendidikan. Pelaksanaan program-program di lapangan memerlukan rambu-rambu yang jelas agar tujuan dari program-program tersebut dapat tercapai serta riset yang terus-menerus karena hasil riset serta pengembangan dari
program-program ini merupakan input bagi analisis kebijakan yang akan menyempurnakan rumusan-rumusan kebijakan pendidikan (Tilaar dan Nugraha, 2012).
Kebijakan pendidikan (educational policy) menurut Arif Rohman adalah keputusan berupa pedoman bertindak yang sifatnya sederhana atau
kompleks, umum atau khusus, terperinci atau longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan, program, serta rencana-rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan. Kebijakan
berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi, dan distribsi sumber, serta
pengaturan perilaku dalam pendidikan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kebijakan pendidikan adalah bagian dari kebijakan publik yang merupakan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam masyarakat dan kurun waktu tertentu.
Sebagai bagian dari kebijakan publik, kebijakan pendidikan harus sejalan dan mendukung jenis kebijakan publik dalam bidang yang lain.
3. Konsep Anak
Anak secara umum diartikan sebagai keturunan kedua dari seseorang
atau segala sesuatu yang dilahirkan atau manusia yang masih kecil (Muhajir, 2011). Ditinjau dari pengertian ini, pengertian anak tidak dibatasi usia atau ciri-ciri tertentu.
Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah melakukan perkawinan (Pasal 1 (2), Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak). Sementara dalam
Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Ditinjau dari segi hukum, pengertian anak dibatasi oleh hal-hal tertentu dalam hal ini usia dan status perkawinan. Berdasarkan
Tahun 1979 seseorang sudah tidak termasuk anak ketika berusia lebih dari
21 tahun atau berusia kurang dari 21 tahun tetapi sudah pernah menikah. Anak menurut ilmu psikologi perkembangan adalah suatu periode
perkembangan manusia yang terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga remaja dengan cirri-ciri yang berbeda di tiap-tiap tahapan. Berdasarkan pengertian tersebut, perkembangan anak terbagi menjadi beberapa periode.
Periode perkembangan anak secara sederhana terjadi dalam dua periode, yaitu:
a. Masa bayi dalam kandungan (prenatal period/pregnancy period)
Masa prenatal adalah priode yang terjadi sejak terjadi
pembuahan hingga bayi lahir ke dunia. Masa ini terdiri dari tiga periode yaitu masa germsel yang dimulai sejak terjadinya pembuahan ketika usia 0 sampai minggu ketiga, masa embrional (janin) yang terjadi mulai usia
kandungan 4-6 minggu, dan masa feutal (bayi sudah berbentuk manusia kecil) yang terjadi pada usia kandungan 7 minggu sampai bayi lahir. b. Masa bayi sesudah dilahirkan (postnatal period)
Masa postnatal dimulai sejak bayi lahir dan terjadi dalam beberapa priode. Priode pertama adalah masa neonates (masa jabang
bayi) yaitu saat bayi lahir hingga bayi berumur tiga minggu. Periode kedua adalah masa bayi menyusu yaitu usia bayi tiga minggu hingga berumur 1 tahun. Periode ketiga adalah masa kanak-kanak kecil ketika
anak berumur 7-12 tahun. Periode keenam adalah masa remaja yang
dimulai ketika anak menginjak umur 13-18 tahun (Prawira, 2013). Sementara itu, Santrock (2008) membagi periode perkembangan
anak menjadi 5 periode, yaitu:
a. Periode prakelahiran (prenatal period)
Period prakelahiran dimulai sejak terjadi pembuahan hingga
kelahiran. Selama rentang waktu tersebut sebuah sel tunggal tumbuh menjadi organism lengkap dengan otak dan kemempuan berperilaku.
b. Masa bayi (infancy)
Masa bayi merupakan period perkembangan yang terjadi sejak
kelahiran hingga 18-24 bulan. Pada masa ini kehidupan seorang anak sangat tergantung pada orang dewasa. Pada masa ini pula kemampuan psikologis, fisik, dan kognitif anak dimulai seperti kemampuan berbicara,
kemampuan mengatur indra-indera, berpikir dengan simbol, serta meniru dan belajar dari orang lain.
c. Masa kanak-kanak awal (early childhood)
Masa kanak-kanak awal, disebut juga masa prasekolah, terjadi sejak akhir masa bayi hingga usia 5-6 tahun. Perkembangan anak pada
masa ini ditandai dengan berkembangnya kemandirian anak seperti merawat diri sendiri. Perkembangan kognitif anak pada masa ini ditandai dengan kemampuan anak mengikuti perntah dan mengenali huruf dan
d. Masa kanak-kanak tengah dan akhir (middle and late childhood)
Masa kanak-kanak tengah dan akhir, disebut juga masa sekolah dasar, merupakan periode perkembangan yang terjadi antara usia 6-11
tahun. Masa perkembangan ini ditandai dengan perkembangan pesat pada aspek kognitif anak. Anak mulai menguasai ketrampilan dasar membaca, menulis, dan aritmatik. Perkembangan aspek psikologis ditandai dengan
meningkatnya control diri anak. e. Masa remaja (adolescence)
Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa awal yang terjadi antara usia 10-12 tahun hingga
18-22 tahun. Perkembangan yang paling menonjol dari masa remaja yaitu perubahan fisik yang cepat, tinggi dan berat badan anak mengalami perubahan yang pesat serta terjadinya perkembangan karateristik seksual
laki-laki dan perrempuan. Pada masa ini seorang anak mulai mencari identitas dirinya dan merindukan kebebasan. Peran teman sebaya sangat berpengaruh pada periode ini karena anak banyak menghabiskan waktu
di luar keluarga atau rumah. Perkembangan kognitif pada masa remaja ditandai dengan berkembangnya pikiran anak menjdi lebih abstrak,
idealis, dan logis.
4. Pendidikan Anak
Manusia memiliki hak-hak dasar yang melekat pada dirinya atau
mempunyai hak-hak dasar yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi
oleh keluarga, pemerintah, dan negara.
Pendidikan adalah salah satu hak dasar yang harus diberikan kepada
anak baik oleh orangtuanya maupun oleh orang lain dalam hal ini masyarakat. Hak anak untuk memperoleh pendidikan ini tercantum dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat,
bakat dan tingkat kecerdasannya. Pasal ini dengan jelas menjelaskan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang harus diberikan kepada anak untuk
kebaikan anak tersebut dengan memperhatikan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Hak anak terhadap pendidikan juga tercantum secara implisit dalam
Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal ini menjelaskan bahwa
setiap anak berhak untuk hidup serta memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara fisik maupun mental. Pendidikan merupakan salah
satu sarana bagi anak untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Hal inilah yang menyebabkan pendidikan anak merupakan suatu keharusan dan menjadi salah satu hak
Pendidikan anak bukan hanya menjadi tanggungjawab orangtua
melainkan tanggungjawab semua pihak termasuk masyarakat dan negara karena pendidikan anak tidak hanya berlangsung di dalam keluarga tetapi
juga berlangsung di sekolah dan lingkungan masyarakat.
5. Pendidikan Formal Anak
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa
pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi. Pendidikan formal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana, terarah, dan sistematis melalui suatu lembaga
pendidikan yang disebut sekolah (Ihsan, 2013).
Sekolah merupakan lembaga pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga, bersifat formal namun tidak kodrati. Tidak kodrati dalam hal ini
maksudnya adalah hubungan yang terjadi antara guru dan murid tidak berdasarkan hubungan darah melainkan berdasar pada hubungan yang brsifat kedinasan. Pendidikan di sekolah sebenarnya merupakan bagian dan
lanjutan dari pendidikan dalam keluarga serta jembatan penghubung antara kehidupan dalam keluarga dan kehidupan dalam masyarakat di masa
mendatang (Hasbullah, 2012).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan formal merupakan suatu bentuk pendidikan yang dilaksanakan
pendidikan yang disebut sekolah. Pendidikan di sekolah dilaksanakan
sebagai suatu upaya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak yang tidak mampu dipenuhi oleh orangtua melalui pendidikan informal dengan
meneruskan dan mengembangkan dasar-dasar pendidikan yang telah diterima anak dari orangtua dan masyarakat.
Sekolah memiliki peran penting dalam pendidikan anak salah
satunya adalah mengembangkan berbagai aspek yang dimiliki oleh anak terutama dalam hal pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Hasbullah mengemukakan beberapa sumbangan sekolah bagi pendidikan anak sebagai berikut:
a. Sekolah melaksanakan tugas mendidik maupun mengajar anak, serta memperbaiki dan memperluas tingkah laku si anak didik yang dibawa dari keluarga.
b. Sekolah mendidik maupun mengajar anak didik menjadi pribadi dewasa susila, sekaligus warga negara dewasa susila.
c. Sekolah mendidik maupun mengajar anak didik menerima dan memiliki
kebudayaan bangsa.
d. Lewat bidang pengajaran, sekolah membantu anak didik
mengembangkan kemempuan intelektual dan ketrampilan kerja, sehingga anak didik memiliki keahlian untuk bekerja dan ikut membangun bangsa
6. Pendidikan Informal Anak
Pendidikan informal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja tetapi tidak berencana dan tidak sistematis (Ihsan, 2013).
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 mengartikan pendidikan informal sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Pendidikan informal dalam keluarga merupakan pendidikan pertama dalam hidup seorang anak, karena di dalam lingkungan keluargalah seorang
anak pertama kali mendapatkan pendidikan. Pendidikan dalam keluarga juga merupakan pendidikan utama bagi anak karena keehidupan seorang
anak sebagian besar dihabiskan dalam lingkungan keluarga sehingga seorang anak paling banyak menerima pendidikan dari lingkungan keluarga. Pendidikan yang berlangsung di dalam keluarga adalah dasar bagi
pendidikan yang kelak diterima anak pada masa selanjutnya baik di sekolah atau di masyarakat.
Keluarga sebagai lembaga pendidikan informal memiliki beberapa
fungsi dan pran antara lain:
a. Pengalam pertama masa kanak-kanak
Sejak dilahirkan, seorang anak akan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga sampai ia mampu melepaskan diri dari keluarga. Pendidikan yang pertama kali dialami seorang anak di dalam
selanjutnya ditentukan sehingga suasana pendidikan di dalam keluarga
sangat perlu diperhatikan.
b. Menjamin kehidupan emosional anak
Melalui pendidikan dalam keluarga kehidupan emosional anak dapat berkembang dengan baik. Hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara pendidik dan peserta didik sehingga interaksi yang terjadi
antara keduanya didasari oleh rasa cinta kasih sayang yang murni serta didukung dengan suasana penuh cinta kasih, simpati, dan saling
mempercayai sehingga anak merasa aman dan tenteram. c. Menanamkan dasar pendidikan moral
Pendidikan moral di dalam keluarga trcermin dalam sikap dan perilaku orangtua sebagai contoh dan teladan bagi anak. Anak mengenal berbagai macam nilai dengan meneladani nilai-nilai yang melekat pada
orang-orang yang disegani dan dikaguminya. Teladan ini melahirkan gejala identifikasi positif yang sangat penting dalan pembentukan kepribadian.
d. Memberikan dasar pendidikan sosial
Keluarga adalah sebuah lembaga sosial resmi yang minimal
e. Peletakan dasar-dasar keagamaan
Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk menanamkan dasar-dasar hidup beragama. Keluarga sebagai tempat
seorang anak pertama kali mendapat pendidikan memiliki peran besar dalam proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan ke dalam pribadi anak (Hasbullah, 2012).
Kelima fungsi di atas menunjukkan pentingnya pendidikan informal terutama di dalam lingkungan keluarga. Oleh sebab itu, orangtua sebagai
pendidikan di dalam keluarga hendaknya mampu memberikan pendidikan yang baik kepada anaknya karena di dalam keluargalah seorang anak
pertama kali mendapatkan pengetahuan dan penanaman nilai yang akan membentuk sifat dan kepribadian mereka di masa mendatang.
7. Masyarakat Marginal
Istilah marginal setara dengan kata marginal dalam Bahasa Inggris yang berasal dari kata margin yang berarti batas atau pinggiran. Masyarakat marginal dapat diartikan sebagai suatu kelompok masyarakat yang berada
pada posisi pinggiran. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut masyarakat marginal adalah minoritas, miskin, atau kelompok proletariat
(Widiastuti, 2015). Kelompok terpinggirkan dapat diartikan pula sebagai orang-orang dari sektor informal yang mayoritas tidak memiliki akses ke kekuasaan dan memiliki pengaruh kecil dalam pembangunan serta
eksploitasi dalam kehidupan, sosial, ekonomi dan politik kota (Akatiga,
2016).
Masyarakat marginal identik dengan masyarakat miskin namun
memiliki makna yang lebih luas. Esensi dari masyarakat marginal menyangkut kemungkinan masyarakat miskin untuk melangsungkan dan mengembangkan usaha serta taraf kehidupannya (Azis, 2005:167). Hal ini
berarti anggota masyarakat marginal tidak hanya masyarakat miskin tetapi juga bisa berasal dari kelompok masyarakat lain seperti kelompok budaya
atau etnis minoritas dan kelompok-kelompok yang berafiliasi pada agama tertentu (Widiastuti, 2015).
Suyanto (dalam Aziz, 2005) menyebutkan ada dua cirri-ciri masyarakat marginal yang paling umum, yaitu:
a. Tidak terjadi mobilitas vertikal di dalam masyarakat marginal atau jika
terjadi prosesnya sangat lambat. Artinya, masyarakat marginal sangat sulit untuk melakukan perpindahan status sosial ke status sosial di atasnya. Ditinjau dari pendekatan struktural, hal ini terjadi karena
masyarakat marginal terjebak dalam kungkungan struktur sosial yang menyebabkan masyarakat marginal tidak memiliki motivasi untuk
meningkatkan taraf hidupnya.
b. Adanya ketergantungan yang kuat antara masyarakat sosial terhadap kelas sosial-ekonomi di atasnya. Ketergantungan ini didasari atas
ruang gerak yang serba terbatas dan tidak adanya akternatif pilihan untuk
menentukan nasib.
Paulo Freire (dalam Fauzi, 2007) menyebutkan ada dua kelompok
masyarakat marginal yang sering dipinggirkan dalam pendidikan yaitu: a. Penyandang cacat yang kurang beruntung mendapatkan pendidikan yang
memadai dan pendidikannya dibedakan dengan kaum “normal” yang
menjadikan kaum cacat menjadi terasing dari lingkungan sosial, tereklusi dari sistem sosial orang-orang normal
b. Anak-anak jalanan, kaum miskin yang sudah terbiasa dengan kekerasan. City Development Strategy (CDS) membagi kelompok marginal
menjadi delapan kelompok, yaitu pedagang kaki lima, komunitas pasar tradisonal, pengemudi becak, pemukim liar, penata parkir, penyandang cacat, pemulung, dan musisi jalanan/pengamen (http://akatiga.org diakses
pada 23 Februari 2016). Widiastuti juga membagi masyarakat marginal menjadi delapan kelompok, yaitu pedagang kali lima, pengemis, pengamen, pedagang asongan, anak jalanan, komunitas difable, komunitas waria atau
transgender, dan kelompok agama minoritas (Widiastuti, 2015). Berdasarkan dua pembagian tersebut, dapat disimpulkan
kelompok-kelompok yang tergolong sebagai masyarakat marginal adalah a. Pedagang kaki lima
Pedagang kaki lima adalah orang-orang yang berdagang di trotoar
kurang mampu dengan harga terjangkau, sebagai penyerap tenaga kerja
dan angkatan kerja terutama tenaga kerja kurang atau tidak terdidik, dan sebagai pengecer produk yang merupakan ujung tombak pemasaran
(Widiastuti, 2015)
b. Komunitas pasar tradisional c. Komunitas jalanan
d. Pemulung e. Pemukim liar
f. Komunitas difable
Difable (different ability) adalah orang-orang dengan
kemampuan berbeda yang disebabkan kondisi bawaan sejak lahir atau kecelakaan. Jumlah penyandang difable di masyarakat lebih sedikit dibandingkan kelompok lainnya sehingga sering hak-hak para
penyandang difable kurang terjamin misalnya fasilitas-fasilitas umum seperti transportasi publik dan toilet umum yang belum menyediakan fasilitas khusus untuk para penyandang difable (Widiastuti, 2015).
g. Komunitas waria
Waria merupakan istilah untuk orang-orang yang memiliki
kecendurungan orientasi jenis kelamin yang berbeda dengan fisiknya sehingga perilakunya cenderung berbeda dengan penampilan fisiknya. Hal inilah yang membuat para waria mengalami perlakuan yang tidak
h. Kelompok agama minoritas
Kelompok agama minoritas adalah orang-orang yang tidak menganut agama yang dianut mayoritas orang disekitarnya atau aliran
gama mayoritas dengan jumlah penganut sedikit. Hal inilah yang menyebabkan kelompok agama minoritas sering kesulitan mengekspresikan keyakinan atau kepercayaan secara bebas (Widiastuti,
2015).
8. Pendidikan Anak di Masyarakat Marginal
Pendidikan dalam perspektif masyarakat marginal merupakan suatu kebutuhan yang dapat dikatakan mewah. Kondisi ekonomi masyarakat
marginal berpengaruh pada kesempatan masyarakat marginal untuk mendapatkan pendidikan formal yang layak. Hasil penelitian oleh Departemen Sosial RI pada tahun 1992 mengungkapkan fakta bahwa tingkat
pendidikan formal anak-anak keluarga miskin pada umumnya rendah bahkan banyak yang tidak mampu menyelesaikan tingkat pendidikan dasar (Soetomo, 2013). Alternatif proses pendidikan masyarakat marginal hanya
ada dua, yaitu memperoleh pendidikan formal pada lembaga pendidikan formal yang mutunya rendah atau tidak bersekolah dan menjadi pekerja di
sektor informal (Fauzi 2007).
Di sisi lain, kondisi sosial masyarakat marginal juga berpengaruh pada pendidikan informal anak-anak di masyarakat marginal. Keluarga di
memantapkan berbagai norma sosial yang berlaku. Jika ditinjau dari hal ini,
kondisi keluarga masyarakat marginal sebagai lingkungan sosial kurang menudukung dalam proses pembentukan watak dan sifat-sifat pribadi anak.
Kondisi yang kurang mendukung tersebut terutama dilihat dari situasi yang tidak mendukung proses belajar seperti kebiasaan hidup yang tidak teratur, pemilihan aspirasi yang terbatas, kebiasaan mengundur pemuasan mendadak
dari kebutuhannya dan stigma yang menjadi cap sebagai keluarga miskin yang akan berpegaruh bagi kepribadian anak (Soetomo: 2013).
B.Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Agus Setiawan pada tahun 2015 berjudul “Anak Putus Sekolah pada Masyarakat Marginal di Perkotaan (Studi
terhadap Masyarakat di Kelurahan Meranti Pandak Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru)” menunjukkan hasil bahwa faktor penyebab anak putus sekolah di kelurahan Meranti Pandak karena faktor kemauan sendiri 40,90% yang menjadi faktor dominan, faktor ekonomi keluarga 31,83% dan faktor lingkungan teman bermain 27,27%. Aktifitas anak putus sekolah
adalah bekerja 45,5% yang menjadi aktifitas dominan, membantu orangtua 36,3 % dan pengangguran 18,2%. .Persepsi orangtua terhadap pendidikan
anaknya mayoritas kurang baik 54,5% .
2. Penelitian yang dilakukan oleh Benny Heldrianto pada tahun 2013 berjudul “Penyebab Rendahnya Pendidikan Anak Putus Sekolah dalam Program
putus sekolah yang terjadi di desa sungai kakap Kecamatan Sungai kakap,
merupakan permasalahan pendidikan yang di karenakan faktor sosial dan budaya masyarakat serta faktor kesadaran individu itu sendiri. Adapun
rendahnya pendidikan anak putus sekolah tersebut terjadi dikarenakan kebiasaan-kebiasaan penduduk lokal yang mencerminkan budaya yang tidak mendukung aspek pendidikan itu untuk berkembang, seperti: masih
adanya anggapan bahwa pendidikan bukanlah sesuatu yang penting, adanya kebudayaan yang menganggap bahwa wanita tidak memerlukan pendidikan
yang tinggi, faktor ekonomi keluarga yang ikut mempengaruhi rendahnya pendidikan anak, pergaulan semaja yang semakin menyimpang dan tanpa
kontrol.
C.Kerangka Pikir Penelitian
Pendidikan anak merupakan salah satu hak anak yang harus dipenuhi
oleh orang dewasa. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan anak merupakan
tanggung jawab berbagai pihak tidak hanya terbatas pada pendidikan formal namun juga pendidikan informal yang menjadi tanggung jawab orangtua dan
masyarakat. Proses pendidikan anak baik formal atau informal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri anak tersbut dan dari lingkungan sekitar, seperti kondisi sosial ekonomi yang baik, pergaulan sosial
Masyarakat marginal merupakan suatu kelompok masyarakat yang
diidentikkan sebagai masyarakat kecil atau pra-sejahtera yang salah satu karakteristiknya adalah tingkat pemahaman, pengetahuan, sikap, dan presepsi
tentang pendidikan masih rendah. Salah satu contoh masyarakat marginal adalah masyarakat Kampung Pajeksan, Kelurahan Sosromenduran Kota Yogyakarta. Keluarga di Kampung Pajeksan jika dilihat dari segi
sosial-ekonomi tergolong masyarakat menengah ke bawah yang kehidupannya bergantung pada sektor pariwisata karena lokasi Kampung Pajeksan yang dekat
dengan kawasan wisata Malioboro. Ditinjau dari segi lingkungan, lingkungan di Kampung Pajeksan kurang kondusif untuk keberlangsungan proses
pendidikan anak karena lokasi Kampung Pajeksan dekat dengan lokalisasi Pasar Kembang dan pabrik lapen. Padahal, lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan adalah salah satu faktor penting yang dapat menentukan
Gambar 2. Skema kerangka pikir penelitian D. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana usaha orangtua dalam memberi pendidikan formal
anak-anaknya?
2. Apa harapan orangtua terhadap pendidikan formal anak-anaknya?
3. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi orangtua dalam pendidikan formal
anak-anaknya?
4. Bagaimana pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pendidikan formal
anak-anak?
5. Bagaimana strategi orangtua dalam mendidik anak-anaknya di dalam
keluarga?
1. Gambaran umum tentang kondisi pendidikan anak di Kampung Pajeksan 2. Gambaran tentang peran orangtua dalam pendidikan anak di Kampung
Pajeksan
3. Gambaran tentang pengaruh kondisi lingkungan masyarakat terhadap pendidikan anak di Kampung Pajeksan
Formal
Pendidikan Anak
Masyarakat Marginal Kampung Pajeksan
Masyarakat
6. Nilai-nilai apa yang dominan ditanamkan orangtua pada anak-anaknya?
7. Apa hambatan yang dialami orangtua dalam menanamkan nilai-nilai tersebut?
BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif dipilih
karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pendidikan anak di Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta berdasarkan data yang diperoleh
di lapangan.
B. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta
pada bulan Mei-Juli 2016. Daerah tersebut dipilih karena berdasarkan hasil observasi pra-penelitian ditemukan masalah-masalah terkait pendidikan anak
di daerah tersebut.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian kualitatif adalah informan yang akan
diwawancarai dan diobservasi dengan tujuan menjaring data dan informasi yang akan digunakan dalam analisis (Burhan Bungin, 2004). Informan dalam penelitian ini adalah komponen masyarakat yang terlibat dalam pendidikan
anak di Kampung Pajeksan yang dipilih menggunakan teknik snowball sampling, yaitu 4 keluarga terdiri dari 3 orang ayah, 4 orang Ibu, dan 6 orang
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan terhadap suatu obyek untuk mendapatkan data yang riil. Teknik observasi dilakukan dengan
melakukan pengamatan terhadap kondisi yang ada di lapangan. Data yang didapat dari hasil observasi berupa deskripsi faktual, cermat, dan terinci
mengenai keadaan lapangan, kegiatan, dan situasi sosial di lokasi observasi. Teknik observasi pada penelitian ini dilakukan secara langsung
dan tidak lanagsung. Observasi langsung dilakukan dengan mengamati kegiatan yang berlangsung selama penelitian seperti kegiatan sehari-hari masyarakat Kampung Pajeksan, interaksi antar anggota keluarga informan,
serta kegiatan pendidikan anak di keluarga informan dan petunjuk-petunjuk lain yang dapat dipakai sebagai bahan dalam analisis. Observasi tidak langsung dilakukan melalui hasil rekaman video atau foto yang
diambil selama penelitian berlangsung. Observasi yang dilakukan oleh peneliti merupakan observasi partisipatif.
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberikan pertanyaan secara langsung kepada subyek penelitian dan
perekam. Pengambilan data dengan teknik wawancara pada penelitian ini
menggunakan motode wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.
Hasil wawancara direkam oleh peneliti dalam bentuk cacatan dan
rekaman menggunakan tape recorder agar data yang diperoleh lebih akurat dan terperinci. Hasil wawancara berupa data verbal dan data non verbal. Data verbal adalah data berupa kata-kata yang diperoleh dari hasil
tanya jawab peneliti dengan subyek penelitian. Sedangkan data non verbal adalah data yang diperoleh peneliti dari hasil mengamati gerak-gerik dan
ekspresi subyek penelitian selama wawancara berlangsung. 3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dari transkrip, surat kabar, majalah, atau notulen. Dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan sebagai alat untuk menguji, menafsirkan, atau meramalkan (Moelong,
2005). Teknik dokumetasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan data penduduk Kampung Pajeksan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam peneltian ini adalah peneliti sendiri dengan
intrumen pendukung pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi.
1. Pedoman Observasi
sebagai panduan peneliti untuk melakukan pengamatan di lokasi penelitian
Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta yang berkaitan dengan pendidikan anak.
2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara berisi pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan peneliti kepada informan berkaitan dengan pendidikan anak di
Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta sehingga wawancara lebih terarah dan informasi yang didapatkan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
peneliti.
3. Pedoman Dokumentasi
Pedoman dokumentasi berisi daftar dokumen yang harus dikumpulkan peneliti sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data. Pedoman dokumentasi digunakan peneliti sebagai panduan untuk
mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan gambaran umum lokasi penelitian dan penduduk Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta.
F. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data kualitatif
sehingga analisis yang dilakukan menggunakan analisis kualitatif. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Miles & Huberman dengan tahapan-tahapan sebagai
Gambar 2. Skema Analisis Data Miles & Hubberman
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan dan penyederhanaan data kasar yang diperoleh di lapangan. Reduksi data dilakukan dengan cara
menajamkan, menggolongkan, mengorganisasi, dan membuang data-data yang tidak perlu sehingga data dapat diverifikasi dan ditarik kesimpulannya.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah kegiatan menyajikan data hasil reduksi untuk
mempermudah penarikan kesimpulan. Data dalam penelitian kualitatif umumnya disajikan dalam bentuk teks naratif.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan meninjau ulang hasil peelitian dan data-data yang terekam selama penelitian. Dalam proses
G. Keabsahan Data
Keabsahan data pada penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan
membandingkan data yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi sedangkan triangulasi sumber dilakukan dengan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber dengan metode yang sama (Tohirin,
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Kampung Pajeksan
Kampung Pajeksan terletak di sebelah utara Kraton Jogjakarta
tepatnya di kawasan wisata Malioboro. Nama Kampung Pajeksan berasal dari kata “jaksa” atau yang dalam Bahasa Jawa disebut “jeksa”. Kata “jeksa” tersebut kemudian mendapat awalan “pa” dan akhiran “an”
sehingga menjadi kata Pajeksan yang artinya wilayah tempat tinggal para jaksa.
Pada zaman dahulu Kampung Pajeksan merupakan tempat tinggal para jaksa yang mengabdi di Kraton Jogjakarta. Seiring perkembangan
jaman, penduduk Kampung Pajeksan kini dihuni oleh berbagai macam etnis dan profesi. Pekerjaan sebagian besar penduduk Kampung Pajeksan saat ini adalah pekerjaan yang mendukung bidang pariwisata seperti
pedagang kaki lima di kawasan Malioboro, tour guide, dan usaha penginapan.Keadaan Geografis Kampung Pajeksan
2. Kondisi Geografis Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Pajeksan yang merupakan salah satu bagian dari 7 bagian administratif Kelurahan Sosromenduran,
Kecamatan Gedong Tengen, Kota Yogyakarta, tepatnya di kawasan wisata Malioborodengan batas wilayah sebagai berikut:
b. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Dagen
c. Sebelah barat Kelurahan Pringggokusuman dan Kelurahan Bumijo Kecamatan Jetis mengikuti Jalan Jogonegaran.
d. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Gowongan Kecamatan Jetis dan Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan mengikuti Jalan P. Mangkubumi dan Jalan Malioboro.
Daerah Kampung Pajeksan mempunyai luas kurang labih 71m2 terdiri dari 4 RW dan 12 RT. Melihat keadaan wilayah Kampung
Pajeksan, diketahui wailayah ini terletak di pusat kota Yogyakarta sehingga bisa diakses dan dijangkau masyarakat. Pemukiman penduduk di
wilayah ini sangat padat dan cukup kumuh. 3. Kondisi Demografi
Sebagian besar penduduk Kampung Pajeksan merupakan
pendatang dari luar Kota Yogyakarta. Hal ini menjadikan Kampung Pajeksan kampong heterogen yang dihuni oleh berbagai macam etnis yaitu Jawa, Madura, Batak, dan mayoritas etnis Tionghoa. Data Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta tahun 2016 menjelaskan bahwa Kampung Pajeksan dihuni oleh 1492 jiwa.
Berdasarkan jenis kelamin, penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 703 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 789 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga di Kampung Pajeksan sebanyak 479 KK, terdiri dari 345 KK
Tabel 1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah
0-6 68 64 132
Sumber: Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2016
Tabel di atas menunjukkan bahwa penduduk Kampung Pajeksan
paling banyak adalah penduduk berusia 22-59 tahun sebanyak 865 jiwa serta penduduk usia 7-15 tahun sebanyak 180 jiwa. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kampung Pajeksan
adalah penduduk usia produktif dan anak usia sekolah.
Menurut status pendidikan terakhir, pendidikan penduduk
Kampung Pajeksan bervariasi, dari tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, hingga tamat perguruan tinggi, namun masih ada penduduk yang tidak tamat SD bahkan belum pernah mengenyam pendidikan formal.
Tabel 2. Jumlah Kepala Keluarga Kampung Pajeksan Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terkhir Laki-laki Perempuan Jumlah
Tidak/Belum Sekolah 5 10 15
Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kepala keluarga
di Kampung Pajeksan adalah lulusan SMA. Pendidikan terakhir terendah adalah sekolah dasar dan pendidikan terakhir tertinggi adalah Strata 2
namun jumlahnya sangat sedikit yaitu 3 orang.
Ditinjau dari pekerjaannya, pekerjaan penduduk Kampung Pajeksan bervariasi. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis pekerjaan yang
ditekuni oleh penduduk Kampung Pajeksan.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kampung Pajeksan Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah
Belum/Tidak Bekerja 115 141 256
Mengurus Rumah Tangga 0 226 226
Pelajar/Mahasiswa 166 175 341
Pensiunan 7 4 11
Pegawai Negeri Sipil (PNS) 5 9 14
Karyawan Swasta 190 95 285
Buruh Harian Lepas 23 10 33
Wiraswasta/Pedagang 167 110 277
Pekerjaan Lainnya 30 19 49
JUMLAH 703 789 1492
Sumber: Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2016
Tabel di atas memperlihatkan bahwa sebanyak 341 orang masih berstatus pelajar/mahasiswa, 256 orang belum/tidak bekerja, dan 895
orang memiliki pekerjaan. Sebanyak 277 orang penduduk Kampung Pajeksan bekerja di sektor swasta, baik sebagai karyawan maupun wiraswasta atau pedagang. Sebagian besar wiraswasta di Kampung
pun pedagang di Kampung Pajeksan yang sebagian besar adalah pedagang
yang berjualan makanan atau souvenir khas Yogyakarta. 4. Kondisi Sosial Budaya
Kondisi geografis Kampung Pajeksan yang terletak di kawasan wisata Malioboro sangat berpengaruh pada kondisi sosial budaya masyarakat Kampung Pajeksan. Mayoritas masyarakat Kampung Pajeksan
memiliki mata pencaharian yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata seperti industry kecil rumah tangga yang memproduksi cindera mata khas
Yogyakarta dan pedagang di kawasan wisata Malioboro. Kampung Pajeksan merupakan kampung heterogen dengan penduduk yang berasal
dari bermacam-macam latar belakang. Sebagian besar penduduk Kampung Pajeksan adalah etnis Tionghoa. Etnis lain yang jumlahnya cukup banyak di kampung ini adalah Jawa, Madura, dan Batak.
Masyarakat Kampung Pajeksan tergolong masyarakat yang ramah, namun kegiatan sosial di kampung ini kurang begitu terlihat. Hal ini disebabkan oleh aktifitas sehari-hari masyarakat Kampung Pajeksan yang
menyita banyak waktu sehingga sulit mengagendakan kegiatan-kegiatan sosial bersama warga kampung Kegiatan sosial yang rutin dilakukan oleh
penduduk Kampung Pajeksan adalah arisan RT bapak-bapak atau ibu-ibu yang dilakukan setiap bulan. Kegiatan sosial yang lain adalah kerja bakti, namun pelaksanaanya tidak rutin. Kerja bakti hanya dilaksanakan pada
dinas atau pemerintah serta ketika pembangunan fasilitas-fasilitas umum
seperti balai atau jalan kampung. Minimnya kegiatan sosial rutin di Kampung Pajeksan tidak terlalu berpengaruh pada masyarakat. Kegiatan
sosialisasi masih dilakukan oleh masyarakat dengan berkumpul dengan tetangga di sore hari.
B. Informan Penelitian
Peneliti menentukan informan berdasarkan judul penelitian mengenai pendidikan anak di masyarakat marginal. Berdasar judul tersebut, maka unit
analisis dari penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak usia 7-15 tahun. Subyek penelitian adalah 4 (empat) keluarga di Kampung Pajeksan dan
1 (satu) ketua RW di lingkungan Kampung Pajeksan dengan jumlah keseluruhan 14 (empat belas) informan dengan perincian 7 (empat) informan orangtua yang terdiri dari 3 (tiga) ayah dan 4 (empat) ibu, 6 (enam) informan
anak serta 1 (satu) informan ketua RW 11. 1. Usia Informan
Informan dibedakan atas informan orangtua, informan anak, dan
informan tokoh masyarakat. Informan orangtua dan tokoh masyarakat tidak ditentukan batas usia minimal maupun maksimal, sedangkan
Tabel 4. Data Informan Berdasarkan Usia
Sebagian besar pendidikan informan orangtua dan tokoh masyarakat adalah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), sedangkan
pendidikan informan anak sebagian besar adalah Sekolah Dasar. Adapun tingkat pendidikan informan dalam dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 5. Data Informan Berdasarkan Pendidikan