• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN ANAK DI MASYARAKAT MARGINAL KAMPUNG PAJEKSAN KOTA YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDIDIKAN ANAK DI MASYARAKAT MARGINAL KAMPUNG PAJEKSAN KOTA YOGYAKARTA."

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN ANAK DI MASYARAKAT MARGINAL KAMPUNG PAJEKSAN KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Rizki Nisa Setyowati NIM 12110244012

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

“Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasannya usaha itu kelak akan diperlihatkan

(kepadanya).” (QS. An-Najm 39-40)

“Seorang anak, seorang guru, sebuah pena dan sebuah buku mampu mengubah dunia.”

(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Kedua orangtuaku tercinta yang telah memberikan do’a, dukungan, dan semangat

selama saya menyelesaikan karya ini.

(7)

PENDIDIKAN ANAK DI MASYARAKAT MARGINAL

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan gambaran kondisi pendidikan anak, peran orangtua dalam proses pendidikan anak dalam keluarga, dan pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pendidikan anak di masyarakat marginal Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang dilakukan di Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta pada bulan Mei-Juli 2016. Subjek penelitian adalah orangtua, anak, dan tokoh masyarakat. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Hasil penelitian menunjukkan: 1) Orangtua memahami pentingnya pendidikan walaupun masih ada anak yang tidak melanjutkan sekolah. Orangtua berharap anak mampu menempuh pendidikan yang layak, menjadi pintar dan berprestasi. Orangtua memberi bantuan dalam pendidikan berupa memenuhi kebutuhan anak, memberikan motivasi, serta menyediakan fasilitas dan hadiah. 2) Orangtua menanamkan nilai dalam keluarga sperti nilai moral, nilai kesopanan, nilai agama, dan nilai berprestasi yang dilakukan dengan memberi nasihat, teladan, pengawasan dan aturan, serta hukuman 3) Pengaruh nilai-nilai negatif lebih dominan di masyarakat Kampung Pajeksan.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pendidikan Anak

di Masyarakat Marginal Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan yang penulis capai ini bukanlah karena kerja individu semata, tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi semangat dan kelancaran dalam pembuatan

skripsi ini.

3. Drs, Murtamadji, M.Si dosen Penasihat Akademik yang telah memberikan nasihat, arahan, dan bimbingan selama perkuliahan.

4. Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si Dosen Pembimbing yang telah memberikan nasihat, arahan, bimbingan, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri

Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan selama masa studi.

6. Bapak Camat Gedong Tengen dan Ibu Lurah Sosromenduran yang telah memberikan izin penelitian.

(9)

8. Warga Kampung Pajeksan yang teah membantu dan melancarkan penelitian

skripsi ini.

9. Kedua orangtua tercinta, Bapak Heri dan Ibu Marwanti, serta adik-adikku,

Novistya dan Afaada, yang tanpa lelah memberikan doa dan dukungan baik moral maupun materiil.

10. Teman-teman Program Studi Kebijakan Pendidikan, teman-teman UKM

Bahasa Asing SAFEL, dan rekan-rekan tim PKM-M Pajeksan yang tidak henti memberikan motivasi dan semangat.

11. Semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Kritik dan saran yang membangun penulis harapkan demi kesempurnaan dan keberhasilan karya selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 25 Oktober 2016

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Batasan Masalah ... 6

D.Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A.Kajian Teori ... 9

1. Konsep Pendidikan ... 9

2. Konsep Kebijakan Pendidikan ... 14

3. Konsep Anak ... 18

(11)

5. Pendidikan Formal Anak ... 23

6. Pendidikan Informal Anak ... 25

7. Masyarakat Marjinal ... 27

8. Pendidikan Anak di Masyarakat Marjinal ... 31

B.Penelitian yang Relevan ... 32

C.Kerangka Pikir Penelitian ... 33

D.Pertanyaan Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian ... 37

B.Setting Penelitian ... 37

C.Subjek dan Objek Penelitian ... 37

D.Teknik Pengumpulan Data ... 38

E. Instrumen Penelitian ... 39

F. Teknis Analisis Data ... 40

G.Keabsahan Data ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43

B.Informan Penelitian ... 48

C.Hasil Penelitian ... 54

1. Gambaran tentang Kondisi Pendidikan Anak di Kampung Pajeksan ... 54

2. Peran Orangtua dalam Pendidikan Anak dalam Keluarga ... 66

3. Pengaruh Lingkungan Masyarakat terhadap Pendidikan Anak ... 82

D.Pembahasan ... 86

1. Gambaran tentang Kondisi Pendidikan Anak ... 87

2. Peran Orangtua dalam Pendidikan Anak dalam Keluarga ... 92

(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... 104

B.Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109

(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Komposisi Penduduk Kampung Pajeksan Menurut Jenis Kelamin ... 45

Tabel 2. Jumlah Kepala Keluarga Kampung Pajeksan Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 45

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kampung Pajeksan Berdasarkan Pekerjaan ... 46

Tabel 4. Data Informan Berdasarkan Usia ... 49

Tabel 5. Data Informan Berdasarkan Pendidikan ... 49

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data ... 113

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 115

Lampiran 3. Pedoman Observasi ... 118

Lampiran 4. Pedoman Dokumentasi ... 119

Lampiran 5. Transkrip Hasil Wawancara ... 120

Lampiran 6. Reduksi Data Hasil Wawancara ... 142

Lampiran 7. Hasil Observasi ... 163

Lampiran 8. Catatan Lapangan ... 165

Lampiran 9. Dokumentasi ... 168

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah karunia Tuhan yang harus dijaga, dirawat, dan dilindungi. Anak membutuhkan peran orang dewasa untuk membantu mengembangkan

kemampuannnya karena anak lahir dalam kondisi yang lemah sehingga tidak mungkin dapat mencapai taraf kehidupan normal tanpa bantuan dari orang

dewasa. Sebagai makhluk sosial, kehidupan anak sejak lahir banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan interaksi dengan orang-orang sekitar di mana ia berada secara terus-menerus. (Izzaty, 2008).

Anak memiliki hak-hak dasar yang harus di penuhi oleh orang dewasa. Pemenuhan atas hak-hak anak khususnya di Indonesia diatur dalam

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa hak anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah

daerah. Salah satu hak anak yang harus dipenuhi adalah hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 5 yang menyatakan bahwa setiap warga

negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan pasal 6 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh

sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

Pendidikan anak merupakan tanggung jawab berbagai pihak tidak

(17)

hendaknya diberikan kepada anak sedini mungkin untuk menjamin

terbentuknya manusia yang berkualitas di masa depan. Urgensi pendidikan anak sejak dini adalah untuk mengenalkan anak tentang kemampuan

mengenali lingkungan dan berkaitan dengan bagaimana anak ditempatkan sebagai makhluk yang membutuhkan bimbingan intensif dalam mengenali dunianya. Pemikiran ini didasari oleh teori psikoanalisis yang mengemukakan

bahwa watak mental seseorang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman masa lalu khususnya masa kanak-kanak (Soyomukti, 2008).

Perkembangan anak dipengaruhi oleh kekuatan dari pembawaan dan kekuatan pengaruh lingkungan sekitar. Berdasarkan pernyataan tersebut,

dapat dikatakan bahwa dalam mendidik anak selain faktor dari dalam diri anak tersebut juga perlu diperhatikan faktor-faktor dari luar diri anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendidik anak antara lain

kondisi sosial ekonomi yang baik agar kebutuhan-kebutuhan biologis anak terpenuhi, pergaulan sosial yang luas dan sehat agar kemampuan sosialisasi anak berkembang, olah seni dan budaya agar pengembangan intelektual anak

sejalan antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan seni dan budaya, kondisi sosial politik yang merdeka dan demokratis, serta kehidupan

keagamaan yang sehat dan maju agar anak memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan (Prawira, 2013).

Sebagai upaya menjamin terperpenuhinya hak anak untuk mendapat

(18)

memenuhi hak pendidikan adalah program wajib belajar 9 tahun yang tertulis

dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008. Melalui peraturan pemerintah tersebut pemerintah menjamin setiap anak di Indonesia mendapat

pendidikan minimal pendidikan dasar tanpa dipungut biaya. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk memberikan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak-anak di Indonesia dari semua latar

belakang.

Namun realitanya, belum semua hak anak di Indonesia terpenuhi

dengan baik termasuk hak untuk mengenyam pendidikan yang layak. Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional BPS pada tahun 2014 menyebutkan

sebanyak 31,44% anak usia 5-19 tahun sudah tidak bersekolah dan 31,05% anak usia 5-19 tahun sama sekali belum pernah bersekolah. Data lain yang dihimpun oleh UNICEF pada tahun 2012 sebanyak 2,5 juta anak Indonesia

yang seharusnya bersekolah tidak dapat menikmati pendidikan formal. Jumlah ini terdiri dari 600.000 anak usia sekolah dasar dan 1,9 juta anak usia sekolah menengah. Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin 4 kali lebih

berisiko mengalami putus sekolah dibandingkan anak-anak dari keluarga berkecukupan. Risiko putus sekolah pada anak-anak keluarga miskin ini

menigkat menjadi 20 kali lebih tinggi untuk anak-anak yang ibunya tidak memiliki pendidikan daripada mereka yang memiliki ibu dengan pendidikan tinggi. Sebanyak hampir 3% anak usia sekolah dasar di desa tidak bersekolah

(19)

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa masalah pendidikan lebih

banyak terjadi pada masyarakat miskin atau sering disebut masyarakat marginal. Masyarakat marginal merupakan suatu kelompok masyarakat yang

diidentikkan sebagai masyarakat kecil atau pra-sejahtera. Salah satu karakteristik masyarakat marginal adalah tingkat pemahaman, pengetahuan, sikap, dan presepsi tentang pendidikan masih rendah. Salah satu faktor yang

menyebabkan rendahnya persepsi masyarakat marginal tentang pendidikan adalah pola pikir mereka yang sangat sederhana. Masyarakat marginal

menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang kurang penting sehingga penghasilan yang mereka dapatkan lebih diprioritaskan untuk kebutuhan lain.

Selain itu, lingkungan di daerah tempat tinggal kaum marginal dapat dikatakan kurang kondusif untuk melaksanakan proses pendidikan. Padahal, lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan adalah salah satu faktor

penting yang dapat menentukan kualitas dan keberlangsungan usaha pendidikan.

Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pendidikan berusaha

memberikan kesempatan pendidikan yang sama serta berusaha menciptakan iklim pendidikan yang kondusif bagi warganya. Pernyataan ini sejalan dengan

visi Kota Yogyakarta yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 2005-2025 yaitu menjadikan Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan yang berkualitas dengan menciptakan atmosfer pendidikan yang

(20)

daerah yang lingkungan pendidikannya kurang kondusif seperti yang terjadi

di Kampung Pajeksan, Kelurahan Sosromenduran.

Kampung Pajeksan adalah salah satu kampung yang berada di wilayah

Kelurahan Sosromenduran. Penduduk Kampung Pajeksan terdiri dari bermacam-macam suku dan etnis sperti Jawa, Madura, Batak, dan mayoritas etnis Tionghoa yang menjadikan kultur Tionghoa sangat kental terasa di

Kampung Pajeksan. Keluarga di Kampung Pajeksan jika dilihat dari segi sosial-ekonomi tergolong masyarakat menengah ke bawah yang

kehidupannya bergantung pada sektor pariwisata karena lokasi Kampung Pajeksan yang dekat dengan kawasan wisata Malioboro. Warga kampung

Pajeksan sebagian besar bermatapencaharian sebagai pembuat dan pedagang souvenir dan beberapa warga menyediakan tempat tinggal mereka untuk disewakan sebagai home stay.

Selain dekat dengan kawasan wisata Malioboro, lokasi Kampung Pajeksan juga dekat dengan Pasar Kembang yang pernah dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Yogyakarta namun saat ini sudah berubah menjadi

hotel-hotel mewah. Perubahan yang terjadi di Pasar Kembang ini mendesak para pekerja di Pasar Kembang untuk lari ke kempung-kampung di sekitarnya

salah satunya adalah Kampung Pajeksan. Selain itu, Kampung Pajeksan juga berada di lingkungan pabrik lapen yang dikenal sebagai minuman keras khas Kampung Pajeksan. Lokasi Kampung Pajeksan ini tentu membawa pengaruh

(21)

hasil observasi, diketahui ada beberapa anak usia sekolah, sebagian besar

lulusan SMP, di Kampung Pajeksan yang tidak melanjutkan sekolah dan lebih memilih membantu orangtua mereka berdagang. Hal ini diperkuat dengan

keterangan dari Ibu Ipung, ketua RT 42 RW 11 Kampung Pajeksan, bahwa masih ada anak usia sekolah yang tidak melanjutkan sekolah karena keadaan ekonomi orangtua.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian tentang penelitian anak di masyarakat marginal khususnya di Kampung Pajeksan perlu dilakukan.

B.Identifikasi Masalah

1. Belum semua anak di Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak.

2. Anak-anak dari keluarga miskin di Indonesia lebih beresiko mengalami putus sekolah.

3. Tingkat pemahaman, pengetahuan, sikap, dan presepsi sebagian dari

anggota masyarakat marginal tentang pendidikan masih rendah.

4. Lingkungan di daerah tempat tinggal kaum marginal di Kampung Pajeksan kurang kondusif untuk melaksanakan proses pendidikan.

5. Kampung Pajeksan letaknya berdekatan dengan lokalisasi Pasar Kembang dan pabrik lapen yang relatif memberi dampak negatif bagi anak.

6. Masih ada anak usia sekolah di Kampung Pajeksan yang tidak melanjutkan sekolah karena keadaan ekonomi orangtua.

C.Batasan Masalah

(22)

pendidikan anak di daerah marginal Kampung Pajeksan KotaYogyakarta

dilihat dari kondisi sosial, ekonomi, dan pendidikan masyarakat.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran tentang kondisi pendidikan anak di Kampung

Pajeksan Kota Yogyakarta?

2. Bagaimana peran orangtua dalam proses pendidikan anak dalam keluarga di

Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta?

3. Bagaimana pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pendidikan anak di

Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta? E.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti, yaitu:

1. Mengetahui gambaran tentang kondisi pendidikan anak di Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta.

2. Mengetahui peran orangtua dalam proses pendidikan anak dalam keluarga

di Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta.

3. Mengetahui pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pendidikan anak di

Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(23)

marginal. Selain itu, penelitian ini diharapkan menambah informasi

lapangan untuk mata kuliah Ilmu Pendidikan, mata kuliah Sosiologi Pendidikan, dan mata kuliah Antropologi Pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi ilmiah

bagi Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan yang terkait pendidikan di masyarakat

marginal.

b. Untuk Departemen Sosial

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi gambaran dan informasi sebagai bahan pertimbangan Dinas Sosial Kota Yogyakarta dalam pembuatan kebijakan terkait penanganan dan pemberdayaan

masyarakat marginal. c. Untuk Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi

(24)

BAB II KAJIAN TEORI A.Kajian Teori

1. Konsep Pendidikan

Istilah pendidikan berasal dari Bahasa Yunani paedagogie yang

memiliki arti bimbingan atau pertolongan yang sengaja diberikan oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Pendidikan dalam arti sederhana adalah

usaha manusia membina kepribadiannya sesuai nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam pengertian yang lebih luas, pendidikan diartikan sebagai usaha seseorang atau sekelompok orang agar

seorang anak menjadi dewasa atau mencapai tingkat penghidupan yang lebih tinggi secara mental (Hasbullah, 2012).

Pendidikan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 diidentifikasikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan masa kini dimaknai sebagai upaya mengembangkan,

mendorong, dan mengajak manusia agar tampil lebih progresif berdasarkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan kehidupan yang mulia agar terbentuk

(25)

usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. Suatu peradaban mengalami proses

pendidikan dalam bentuk usaha untuk menanamkan dan mewariskan nilai dan norma kepada generasi berikutnya, sehingga pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas

dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri berupa nilai dan norma dalam masyarakat yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai

cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya (Ihsan, 2013).

Mudyahardjo (2013) mendefinisikan pendidikan dalam arti maha

luas, sempit, dan luas terbatas. Pendidikan dalam arti maha luas yaitu pengalaman-pengalaman belajar atau situasi yang mempengaruhi pertumbuhan individu dalam segala lingkungan, baik yang sengaja

diciptakan maupun yang tercipta dengan sendirinya, dan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan dalam arti sempit diartikan sebagai pengajaran yang diberikan kepada anak-anak dan remaja di sekolah untuk membangun

kemampuan dan kasadaran peserta didik terhadap hubungan dan tugas sosialnya. Sedangkan pendidikan dalam arti luas terbatas adalah

pengalaman-pengalaman belajar yang terprogram dalam bentuk formal, non-formal, dan/atau informal yang berlangsung sepanjang hayat untuk optimalisasi perkembangna individu agar dapat memainkan peranan

(26)

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa

pendidikan adalah suatu usaha sadar yang terencana dan terprogram untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi dalam diri manusia

serta menanamkan dan mewariskan nilai-nilai serta norma-norma yang berlangsung sepanjang hayat dalam lingkungan yang sengaja dibentuk atau terbentuk dengan sendirinya. Tujuan utama pendidikan adalah membentuk

individu menjadi manusia yang cerdas baik cerdas secara intelektual, spiritual, emosional, dan sosial.

Dwi Siswoyo (2011) menguraikan pendidikan mencakup empat unsur esensial, yaitu:

a. Pendidikan mengandung unsur pembinaan kepribadian, pengembangan kemampuan dan potensi individu, peningkatan pengetahuan, serta tujuan aktualisasi diri individu.

b. Pendidikan mengandung unsur hubungan antara pendidik dan peserta didik dengan perannya masing-masing dan pengaruhnya terhadap satu sama lain yang tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.

c. Pendidikan merupakan upaya perwujudan pengembangan diri melalui pengembangan potensi individu sebagai makhluk sosial dan makhluk

Tuhan.

d. Pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan merupakan suatu proses yang keberhasilannya

(27)

pendidikan dipengaruhi oleh lima faktor utama yang saling mempengaruhi

(Sutari Imam Barnadib, 2013), yaitu: a. Faktor tujuan

Tujuan merupakan hakekat pendidikan karena suatu proses pendidikan yang dilakukan adalah usaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan atau direncanakan.

b. Faktor pendidik

Pendidik dalam arti umum adalah seseorang atau sekelompok

orang yang dengan sengaja mempengarhi orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidik dalam arti khusus adalah orang dewasa yang

mempunyai tanggung jawab pendidikan terhadap peserta didik. Pendidik memiliki tanggungjawab pendidikan terhadap peserta didik tertentu, misalnya anak kandungnya atau anak yang diwalikan kepadanya.

Tanggungjawab pendidikan pendidik juga dapat diperoleh karena jabatan, misalnya guru atau dosen.

c. Faktor pesrta didik

Pengertian peserta didik secara umum adalah seseorang atau sekelompok orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau

(28)

d. Faktor alat pendidikan

Alat pendidikan adalah segala situasi, kondisi, tindakan, atau perlakuan yang sengaja dibuat oleh pendidik dan secara langsung

membantu tercapainya tujuan pendidikan. Alat pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) alat pendidikan yang bersifat tindakan yang bertujuan mengarahkan seperti membimbing, menasehati,

memuji, dan memberi hadiah atau mencegah seperti melarang, menegur, mengancam, atau menghukum, dan (2) alat pendidikan berupa kebendaan

seperti buku, alat permainan, alat tulis, dsb. e. Faktor lingkungan pendidikan

Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu di sekeliling individu tempat individu tersebut mendapatkan pendidikan. Ki Hajar Dewantara membedakan lingkungan pendidikan menjadi tiga macam

yang dikenal dengan Tri Pusat Pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan/sekolah, dan lingkungan pergerakan/organisasi pemuda. Sedangkan Sutari Imam Barnadib membagi lingkungan

pendidikan menjadi tiga, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ki Hajar Dewantara dan Sutari berpendapat

bahwa lingkungan keluarga adalah pusat pendidikan karena dalam keluargalah seseorang pertama kali mendapatkan pendidikan. Ketika seseorang bertambah dewasa, pendidikan berlanjut di sekolah dan

(29)

2. Konsep Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik di bidang pendidikan. Riant Nugroho memahami kebijakan pendidikan sebagai kebijakan di

bidang pendidikan untuk mencapai tujuan pembangunan negara-bangsa di bidang pendidikan, sebagai salah satu bagian dari tujuan pembangunan negara bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan

harus sebangun dengan kebijakan publik.

H.A.R. Tilaar dan Riant Nugroho (2012) mengartikan kebijakan

pendidikan sebagai keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi dan misi pendidikan,

dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk sautu kurun waktu tertentu. Kebijakan pendidikan merupakan sesuatu yang bersumber dari hakikat serta tujuan hidup dan

usaha manusia untuk mencapai tujuan tersebut yang mencakup beberapa aspek, yaitu:

a. Kebijakan pendidikan merupakan penjabaran visi dan misi pendidikan

sebagai proses pemanusiaan yang terjadi dalam lingkungan alam serta lingkungan sosial dalam masyarakat tertentu.

b. Kebijakan pendidikan merupakan kesatuan antara teori dan praktik meliputi proses analisis kebijakan, perumusan kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasi karena kebijakan pendiidkan merupakan ilmu praksis yang

(30)

c. Kebijakan pendidikan harus mempunyai validitas dalam perkembangan

pribadi serta masyarakat. Validitas individu kebijakan pendidikan berperan dalam proses pemerdekaan individu, sedangkan validitas sosial

kebijakan pendidikan berperan dalam proses perkembangan individu menjadi pribadi yang kreatif sehingga dapat mentransformasikan masyarakat serta kebudayaannya.

d. Kebijakan pendidikan memiliki sifat keterbukaan (openness) yang dalam prosesnya telah melalui pertimbangan-pertimbangan dari berbagai pihak

sehingga keputusan yang diambil akan terarah dan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat banyak.

e. Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan pengembangan. Melalui riset dan pengembangan melalui eksperimen, maka berbagai kebijakan pendidikan dapat diuji validitasnya sehingga kebijakan pendidikan

tersebut dapat direvisi dan dimantapkan dengan pertimbangan para pakar multidisipliner dengan fokus pada kebutuhan peserta didik dalam proses pemanusiaan.

f. Kebijakan pendidikan memerlukan analisis kebijakan sebagaimana jenis kebijakan lain yang merupakan bagian dari kebijkan publik.

g. Kebijakan pendidikan pertama-tama ditujukan kepada kebutuhan peserta didik. Kebijakan pendidikan seharusnya diarahkan pada terrbentuknya para intelektual organic yang menjadi agen-agen pembaruan dalam

(31)

h. Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat

demokratis. Kebijakan pendidikan harus mampu memfasilitasi dialog dan interaksi dari peserta didik dengan pendidik, masyarakat, negara, dan

kemanusiaan global.

i. Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu sehingga kebijakan pendidikan

merupakan hal yang dinamis, terus-menerus berubah namun terarah dengan jelas.

j. Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi. Kebijakan pendidikan yang baik adalah kebijakan pendidikan yang memperhitungkan

kemampuan di lapangan, tenaga, tersedianya dana, pelaksanaan yang bertahap serta didukung oleh kemampuan riset dan pengembangan. k. Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan. Kekuasaan

dalam pendidikan sebaiknya diarahkan bukan untuk menguasai peserta didik melainkan untuk memfasilitasi tumbuh kembang peserta didik sebagai anggota masyarakat yang kreatif dan produktif.

l. Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan intuisi atau kebijaknsanaan yang irasional. Kebijakan pendidikan merupakan hasil olahan rasional

(32)

m.Kebijakan pendidikan yang tepat dilahirkan dari tujuan yang jelas.

Kebijakan pendidikan yang kurang jelas arahnya akan mengorbankan kepentingan peserta didik.

n. Kebijakan pendidikan bukan diarahkan bagi kepuasan birokrat. Titik tolak kabijakan pendidikan hendaknya adalah untuk kepentingan peserta didik bukan selera pribadi seorang birokrat untuk memenuhi kepentingan

dirinya sendiri atau kepentingan kelompoknya.

Kebijakan pendidikan merupakan hasil penjabaran dari visi dan misi

pendidikan yang kemudian dijabarkan dan dituangkan ke dalam pro-program pendidikan yang lebih konkrit sebagai upaya mencapai tujuan

pendidikan. Pelaksanaan program-program di lapangan memerlukan rambu-rambu yang jelas agar tujuan dari program-program tersebut dapat tercapai serta riset yang terus-menerus karena hasil riset serta pengembangan dari

program-program ini merupakan input bagi analisis kebijakan yang akan menyempurnakan rumusan-rumusan kebijakan pendidikan (Tilaar dan Nugraha, 2012).

Kebijakan pendidikan (educational policy) menurut Arif Rohman adalah keputusan berupa pedoman bertindak yang sifatnya sederhana atau

kompleks, umum atau khusus, terperinci atau longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan, program, serta rencana-rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan. Kebijakan

(33)

berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi, dan distribsi sumber, serta

pengaturan perilaku dalam pendidikan.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan

bahwa kebijakan pendidikan adalah bagian dari kebijakan publik yang merupakan pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam masyarakat dan kurun waktu tertentu.

Sebagai bagian dari kebijakan publik, kebijakan pendidikan harus sejalan dan mendukung jenis kebijakan publik dalam bidang yang lain.

3. Konsep Anak

Anak secara umum diartikan sebagai keturunan kedua dari seseorang

atau segala sesuatu yang dilahirkan atau manusia yang masih kecil (Muhajir, 2011). Ditinjau dari pengertian ini, pengertian anak tidak dibatasi usia atau ciri-ciri tertentu.

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah melakukan perkawinan (Pasal 1 (2), Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak). Sementara dalam

Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Ditinjau dari segi hukum, pengertian anak dibatasi oleh hal-hal tertentu dalam hal ini usia dan status perkawinan. Berdasarkan

(34)

Tahun 1979 seseorang sudah tidak termasuk anak ketika berusia lebih dari

21 tahun atau berusia kurang dari 21 tahun tetapi sudah pernah menikah. Anak menurut ilmu psikologi perkembangan adalah suatu periode

perkembangan manusia yang terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga remaja dengan cirri-ciri yang berbeda di tiap-tiap tahapan. Berdasarkan pengertian tersebut, perkembangan anak terbagi menjadi beberapa periode.

Periode perkembangan anak secara sederhana terjadi dalam dua periode, yaitu:

a. Masa bayi dalam kandungan (prenatal period/pregnancy period)

Masa prenatal adalah priode yang terjadi sejak terjadi

pembuahan hingga bayi lahir ke dunia. Masa ini terdiri dari tiga periode yaitu masa germsel yang dimulai sejak terjadinya pembuahan ketika usia 0 sampai minggu ketiga, masa embrional (janin) yang terjadi mulai usia

kandungan 4-6 minggu, dan masa feutal (bayi sudah berbentuk manusia kecil) yang terjadi pada usia kandungan 7 minggu sampai bayi lahir. b. Masa bayi sesudah dilahirkan (postnatal period)

Masa postnatal dimulai sejak bayi lahir dan terjadi dalam beberapa priode. Priode pertama adalah masa neonates (masa jabang

bayi) yaitu saat bayi lahir hingga bayi berumur tiga minggu. Periode kedua adalah masa bayi menyusu yaitu usia bayi tiga minggu hingga berumur 1 tahun. Periode ketiga adalah masa kanak-kanak kecil ketika

(35)

anak berumur 7-12 tahun. Periode keenam adalah masa remaja yang

dimulai ketika anak menginjak umur 13-18 tahun (Prawira, 2013). Sementara itu, Santrock (2008) membagi periode perkembangan

anak menjadi 5 periode, yaitu:

a. Periode prakelahiran (prenatal period)

Period prakelahiran dimulai sejak terjadi pembuahan hingga

kelahiran. Selama rentang waktu tersebut sebuah sel tunggal tumbuh menjadi organism lengkap dengan otak dan kemempuan berperilaku.

b. Masa bayi (infancy)

Masa bayi merupakan period perkembangan yang terjadi sejak

kelahiran hingga 18-24 bulan. Pada masa ini kehidupan seorang anak sangat tergantung pada orang dewasa. Pada masa ini pula kemampuan psikologis, fisik, dan kognitif anak dimulai seperti kemampuan berbicara,

kemampuan mengatur indra-indera, berpikir dengan simbol, serta meniru dan belajar dari orang lain.

c. Masa kanak-kanak awal (early childhood)

Masa kanak-kanak awal, disebut juga masa prasekolah, terjadi sejak akhir masa bayi hingga usia 5-6 tahun. Perkembangan anak pada

masa ini ditandai dengan berkembangnya kemandirian anak seperti merawat diri sendiri. Perkembangan kognitif anak pada masa ini ditandai dengan kemampuan anak mengikuti perntah dan mengenali huruf dan

(36)

d. Masa kanak-kanak tengah dan akhir (middle and late childhood)

Masa kanak-kanak tengah dan akhir, disebut juga masa sekolah dasar, merupakan periode perkembangan yang terjadi antara usia 6-11

tahun. Masa perkembangan ini ditandai dengan perkembangan pesat pada aspek kognitif anak. Anak mulai menguasai ketrampilan dasar membaca, menulis, dan aritmatik. Perkembangan aspek psikologis ditandai dengan

meningkatnya control diri anak. e. Masa remaja (adolescence)

Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa awal yang terjadi antara usia 10-12 tahun hingga

18-22 tahun. Perkembangan yang paling menonjol dari masa remaja yaitu perubahan fisik yang cepat, tinggi dan berat badan anak mengalami perubahan yang pesat serta terjadinya perkembangan karateristik seksual

laki-laki dan perrempuan. Pada masa ini seorang anak mulai mencari identitas dirinya dan merindukan kebebasan. Peran teman sebaya sangat berpengaruh pada periode ini karena anak banyak menghabiskan waktu

di luar keluarga atau rumah. Perkembangan kognitif pada masa remaja ditandai dengan berkembangnya pikiran anak menjdi lebih abstrak,

idealis, dan logis.

4. Pendidikan Anak

Manusia memiliki hak-hak dasar yang melekat pada dirinya atau

(37)

mempunyai hak-hak dasar yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi

oleh keluarga, pemerintah, dan negara.

Pendidikan adalah salah satu hak dasar yang harus diberikan kepada

anak baik oleh orangtuanya maupun oleh orang lain dalam hal ini masyarakat. Hak anak untuk memperoleh pendidikan ini tercantum dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang

menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat,

bakat dan tingkat kecerdasannya. Pasal ini dengan jelas menjelaskan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang harus diberikan kepada anak untuk

kebaikan anak tersebut dengan memperhatikan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.

Hak anak terhadap pendidikan juga tercantum secara implisit dalam

Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal ini menjelaskan bahwa

setiap anak berhak untuk hidup serta memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara fisik maupun mental. Pendidikan merupakan salah

satu sarana bagi anak untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Hal inilah yang menyebabkan pendidikan anak merupakan suatu keharusan dan menjadi salah satu hak

(38)

Pendidikan anak bukan hanya menjadi tanggungjawab orangtua

melainkan tanggungjawab semua pihak termasuk masyarakat dan negara karena pendidikan anak tidak hanya berlangsung di dalam keluarga tetapi

juga berlangsung di sekolah dan lingkungan masyarakat.

5. Pendidikan Formal Anak

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa

pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi. Pendidikan formal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja, berencana, terarah, dan sistematis melalui suatu lembaga

pendidikan yang disebut sekolah (Ihsan, 2013).

Sekolah merupakan lembaga pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga, bersifat formal namun tidak kodrati. Tidak kodrati dalam hal ini

maksudnya adalah hubungan yang terjadi antara guru dan murid tidak berdasarkan hubungan darah melainkan berdasar pada hubungan yang brsifat kedinasan. Pendidikan di sekolah sebenarnya merupakan bagian dan

lanjutan dari pendidikan dalam keluarga serta jembatan penghubung antara kehidupan dalam keluarga dan kehidupan dalam masyarakat di masa

mendatang (Hasbullah, 2012).

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan formal merupakan suatu bentuk pendidikan yang dilaksanakan

(39)

pendidikan yang disebut sekolah. Pendidikan di sekolah dilaksanakan

sebagai suatu upaya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak yang tidak mampu dipenuhi oleh orangtua melalui pendidikan informal dengan

meneruskan dan mengembangkan dasar-dasar pendidikan yang telah diterima anak dari orangtua dan masyarakat.

Sekolah memiliki peran penting dalam pendidikan anak salah

satunya adalah mengembangkan berbagai aspek yang dimiliki oleh anak terutama dalam hal pengembangan kualitas sumber daya manusia.

Hasbullah mengemukakan beberapa sumbangan sekolah bagi pendidikan anak sebagai berikut:

a. Sekolah melaksanakan tugas mendidik maupun mengajar anak, serta memperbaiki dan memperluas tingkah laku si anak didik yang dibawa dari keluarga.

b. Sekolah mendidik maupun mengajar anak didik menjadi pribadi dewasa susila, sekaligus warga negara dewasa susila.

c. Sekolah mendidik maupun mengajar anak didik menerima dan memiliki

kebudayaan bangsa.

d. Lewat bidang pengajaran, sekolah membantu anak didik

mengembangkan kemempuan intelektual dan ketrampilan kerja, sehingga anak didik memiliki keahlian untuk bekerja dan ikut membangun bangsa

(40)

6. Pendidikan Informal Anak

Pendidikan informal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan secara sengaja tetapi tidak berencana dan tidak sistematis (Ihsan, 2013).

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 mengartikan pendidikan informal sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Pendidikan informal dalam keluarga merupakan pendidikan pertama dalam hidup seorang anak, karena di dalam lingkungan keluargalah seorang

anak pertama kali mendapatkan pendidikan. Pendidikan dalam keluarga juga merupakan pendidikan utama bagi anak karena keehidupan seorang

anak sebagian besar dihabiskan dalam lingkungan keluarga sehingga seorang anak paling banyak menerima pendidikan dari lingkungan keluarga. Pendidikan yang berlangsung di dalam keluarga adalah dasar bagi

pendidikan yang kelak diterima anak pada masa selanjutnya baik di sekolah atau di masyarakat.

Keluarga sebagai lembaga pendidikan informal memiliki beberapa

fungsi dan pran antara lain:

a. Pengalam pertama masa kanak-kanak

Sejak dilahirkan, seorang anak akan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga sampai ia mampu melepaskan diri dari keluarga. Pendidikan yang pertama kali dialami seorang anak di dalam

(41)

selanjutnya ditentukan sehingga suasana pendidikan di dalam keluarga

sangat perlu diperhatikan.

b. Menjamin kehidupan emosional anak

Melalui pendidikan dalam keluarga kehidupan emosional anak dapat berkembang dengan baik. Hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara pendidik dan peserta didik sehingga interaksi yang terjadi

antara keduanya didasari oleh rasa cinta kasih sayang yang murni serta didukung dengan suasana penuh cinta kasih, simpati, dan saling

mempercayai sehingga anak merasa aman dan tenteram. c. Menanamkan dasar pendidikan moral

Pendidikan moral di dalam keluarga trcermin dalam sikap dan perilaku orangtua sebagai contoh dan teladan bagi anak. Anak mengenal berbagai macam nilai dengan meneladani nilai-nilai yang melekat pada

orang-orang yang disegani dan dikaguminya. Teladan ini melahirkan gejala identifikasi positif yang sangat penting dalan pembentukan kepribadian.

d. Memberikan dasar pendidikan sosial

Keluarga adalah sebuah lembaga sosial resmi yang minimal

(42)

e. Peletakan dasar-dasar keagamaan

Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk menanamkan dasar-dasar hidup beragama. Keluarga sebagai tempat

seorang anak pertama kali mendapat pendidikan memiliki peran besar dalam proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan ke dalam pribadi anak (Hasbullah, 2012).

Kelima fungsi di atas menunjukkan pentingnya pendidikan informal terutama di dalam lingkungan keluarga. Oleh sebab itu, orangtua sebagai

pendidikan di dalam keluarga hendaknya mampu memberikan pendidikan yang baik kepada anaknya karena di dalam keluargalah seorang anak

pertama kali mendapatkan pengetahuan dan penanaman nilai yang akan membentuk sifat dan kepribadian mereka di masa mendatang.

7. Masyarakat Marginal

Istilah marginal setara dengan kata marginal dalam Bahasa Inggris yang berasal dari kata margin yang berarti batas atau pinggiran. Masyarakat marginal dapat diartikan sebagai suatu kelompok masyarakat yang berada

pada posisi pinggiran. Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut masyarakat marginal adalah minoritas, miskin, atau kelompok proletariat

(Widiastuti, 2015). Kelompok terpinggirkan dapat diartikan pula sebagai orang-orang dari sektor informal yang mayoritas tidak memiliki akses ke kekuasaan dan memiliki pengaruh kecil dalam pembangunan serta

(43)

eksploitasi dalam kehidupan, sosial, ekonomi dan politik kota (Akatiga,

2016).

Masyarakat marginal identik dengan masyarakat miskin namun

memiliki makna yang lebih luas. Esensi dari masyarakat marginal menyangkut kemungkinan masyarakat miskin untuk melangsungkan dan mengembangkan usaha serta taraf kehidupannya (Azis, 2005:167). Hal ini

berarti anggota masyarakat marginal tidak hanya masyarakat miskin tetapi juga bisa berasal dari kelompok masyarakat lain seperti kelompok budaya

atau etnis minoritas dan kelompok-kelompok yang berafiliasi pada agama tertentu (Widiastuti, 2015).

Suyanto (dalam Aziz, 2005) menyebutkan ada dua cirri-ciri masyarakat marginal yang paling umum, yaitu:

a. Tidak terjadi mobilitas vertikal di dalam masyarakat marginal atau jika

terjadi prosesnya sangat lambat. Artinya, masyarakat marginal sangat sulit untuk melakukan perpindahan status sosial ke status sosial di atasnya. Ditinjau dari pendekatan struktural, hal ini terjadi karena

masyarakat marginal terjebak dalam kungkungan struktur sosial yang menyebabkan masyarakat marginal tidak memiliki motivasi untuk

meningkatkan taraf hidupnya.

b. Adanya ketergantungan yang kuat antara masyarakat sosial terhadap kelas sosial-ekonomi di atasnya. Ketergantungan ini didasari atas

(44)

ruang gerak yang serba terbatas dan tidak adanya akternatif pilihan untuk

menentukan nasib.

Paulo Freire (dalam Fauzi, 2007) menyebutkan ada dua kelompok

masyarakat marginal yang sering dipinggirkan dalam pendidikan yaitu: a. Penyandang cacat yang kurang beruntung mendapatkan pendidikan yang

memadai dan pendidikannya dibedakan dengan kaum “normal” yang

menjadikan kaum cacat menjadi terasing dari lingkungan sosial, tereklusi dari sistem sosial orang-orang normal

b. Anak-anak jalanan, kaum miskin yang sudah terbiasa dengan kekerasan. City Development Strategy (CDS) membagi kelompok marginal

menjadi delapan kelompok, yaitu pedagang kaki lima, komunitas pasar tradisonal, pengemudi becak, pemukim liar, penata parkir, penyandang cacat, pemulung, dan musisi jalanan/pengamen (http://akatiga.org diakses

pada 23 Februari 2016). Widiastuti juga membagi masyarakat marginal menjadi delapan kelompok, yaitu pedagang kali lima, pengemis, pengamen, pedagang asongan, anak jalanan, komunitas difable, komunitas waria atau

transgender, dan kelompok agama minoritas (Widiastuti, 2015). Berdasarkan dua pembagian tersebut, dapat disimpulkan

kelompok-kelompok yang tergolong sebagai masyarakat marginal adalah a. Pedagang kaki lima

Pedagang kaki lima adalah orang-orang yang berdagang di trotoar

(45)

kurang mampu dengan harga terjangkau, sebagai penyerap tenaga kerja

dan angkatan kerja terutama tenaga kerja kurang atau tidak terdidik, dan sebagai pengecer produk yang merupakan ujung tombak pemasaran

(Widiastuti, 2015)

b. Komunitas pasar tradisional c. Komunitas jalanan

d. Pemulung e. Pemukim liar

f. Komunitas difable

Difable (different ability) adalah orang-orang dengan

kemampuan berbeda yang disebabkan kondisi bawaan sejak lahir atau kecelakaan. Jumlah penyandang difable di masyarakat lebih sedikit dibandingkan kelompok lainnya sehingga sering hak-hak para

penyandang difable kurang terjamin misalnya fasilitas-fasilitas umum seperti transportasi publik dan toilet umum yang belum menyediakan fasilitas khusus untuk para penyandang difable (Widiastuti, 2015).

g. Komunitas waria

Waria merupakan istilah untuk orang-orang yang memiliki

kecendurungan orientasi jenis kelamin yang berbeda dengan fisiknya sehingga perilakunya cenderung berbeda dengan penampilan fisiknya. Hal inilah yang membuat para waria mengalami perlakuan yang tidak

(46)

h. Kelompok agama minoritas

Kelompok agama minoritas adalah orang-orang yang tidak menganut agama yang dianut mayoritas orang disekitarnya atau aliran

gama mayoritas dengan jumlah penganut sedikit. Hal inilah yang menyebabkan kelompok agama minoritas sering kesulitan mengekspresikan keyakinan atau kepercayaan secara bebas (Widiastuti,

2015).

8. Pendidikan Anak di Masyarakat Marginal

Pendidikan dalam perspektif masyarakat marginal merupakan suatu kebutuhan yang dapat dikatakan mewah. Kondisi ekonomi masyarakat

marginal berpengaruh pada kesempatan masyarakat marginal untuk mendapatkan pendidikan formal yang layak. Hasil penelitian oleh Departemen Sosial RI pada tahun 1992 mengungkapkan fakta bahwa tingkat

pendidikan formal anak-anak keluarga miskin pada umumnya rendah bahkan banyak yang tidak mampu menyelesaikan tingkat pendidikan dasar (Soetomo, 2013). Alternatif proses pendidikan masyarakat marginal hanya

ada dua, yaitu memperoleh pendidikan formal pada lembaga pendidikan formal yang mutunya rendah atau tidak bersekolah dan menjadi pekerja di

sektor informal (Fauzi 2007).

Di sisi lain, kondisi sosial masyarakat marginal juga berpengaruh pada pendidikan informal anak-anak di masyarakat marginal. Keluarga di

(47)

memantapkan berbagai norma sosial yang berlaku. Jika ditinjau dari hal ini,

kondisi keluarga masyarakat marginal sebagai lingkungan sosial kurang menudukung dalam proses pembentukan watak dan sifat-sifat pribadi anak.

Kondisi yang kurang mendukung tersebut terutama dilihat dari situasi yang tidak mendukung proses belajar seperti kebiasaan hidup yang tidak teratur, pemilihan aspirasi yang terbatas, kebiasaan mengundur pemuasan mendadak

dari kebutuhannya dan stigma yang menjadi cap sebagai keluarga miskin yang akan berpegaruh bagi kepribadian anak (Soetomo: 2013).

B.Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Agus Setiawan pada tahun 2015 berjudul “Anak Putus Sekolah pada Masyarakat Marginal di Perkotaan (Studi

terhadap Masyarakat di Kelurahan Meranti Pandak Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru)” menunjukkan hasil bahwa faktor penyebab anak putus sekolah di kelurahan Meranti Pandak karena faktor kemauan sendiri 40,90% yang menjadi faktor dominan, faktor ekonomi keluarga 31,83% dan faktor lingkungan teman bermain 27,27%. Aktifitas anak putus sekolah

adalah bekerja 45,5% yang menjadi aktifitas dominan, membantu orangtua 36,3 % dan pengangguran 18,2%. .Persepsi orangtua terhadap pendidikan

anaknya mayoritas kurang baik 54,5% .

2. Penelitian yang dilakukan oleh Benny Heldrianto pada tahun 2013 berjudul “Penyebab Rendahnya Pendidikan Anak Putus Sekolah dalam Program

(48)

putus sekolah yang terjadi di desa sungai kakap Kecamatan Sungai kakap,

merupakan permasalahan pendidikan yang di karenakan faktor sosial dan budaya masyarakat serta faktor kesadaran individu itu sendiri. Adapun

rendahnya pendidikan anak putus sekolah tersebut terjadi dikarenakan kebiasaan-kebiasaan penduduk lokal yang mencerminkan budaya yang tidak mendukung aspek pendidikan itu untuk berkembang, seperti: masih

adanya anggapan bahwa pendidikan bukanlah sesuatu yang penting, adanya kebudayaan yang menganggap bahwa wanita tidak memerlukan pendidikan

yang tinggi, faktor ekonomi keluarga yang ikut mempengaruhi rendahnya pendidikan anak, pergaulan semaja yang semakin menyimpang dan tanpa

kontrol.

C.Kerangka Pikir Penelitian

Pendidikan anak merupakan salah satu hak anak yang harus dipenuhi

oleh orang dewasa. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan anak merupakan

tanggung jawab berbagai pihak tidak hanya terbatas pada pendidikan formal namun juga pendidikan informal yang menjadi tanggung jawab orangtua dan

masyarakat. Proses pendidikan anak baik formal atau informal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri anak tersbut dan dari lingkungan sekitar, seperti kondisi sosial ekonomi yang baik, pergaulan sosial

(49)

Masyarakat marginal merupakan suatu kelompok masyarakat yang

diidentikkan sebagai masyarakat kecil atau pra-sejahtera yang salah satu karakteristiknya adalah tingkat pemahaman, pengetahuan, sikap, dan presepsi

tentang pendidikan masih rendah. Salah satu contoh masyarakat marginal adalah masyarakat Kampung Pajeksan, Kelurahan Sosromenduran Kota Yogyakarta. Keluarga di Kampung Pajeksan jika dilihat dari segi

sosial-ekonomi tergolong masyarakat menengah ke bawah yang kehidupannya bergantung pada sektor pariwisata karena lokasi Kampung Pajeksan yang dekat

dengan kawasan wisata Malioboro. Ditinjau dari segi lingkungan, lingkungan di Kampung Pajeksan kurang kondusif untuk keberlangsungan proses

pendidikan anak karena lokasi Kampung Pajeksan dekat dengan lokalisasi Pasar Kembang dan pabrik lapen. Padahal, lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan adalah salah satu faktor penting yang dapat menentukan

(50)

Gambar 2. Skema kerangka pikir penelitian D. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana usaha orangtua dalam memberi pendidikan formal

anak-anaknya?

2. Apa harapan orangtua terhadap pendidikan formal anak-anaknya?

3. Hambatan-hambatan apa yang dihadapi orangtua dalam pendidikan formal

anak-anaknya?

4. Bagaimana pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pendidikan formal

anak-anak?

5. Bagaimana strategi orangtua dalam mendidik anak-anaknya di dalam

keluarga?

1. Gambaran umum tentang kondisi pendidikan anak di Kampung Pajeksan 2. Gambaran tentang peran orangtua dalam pendidikan anak di Kampung

Pajeksan

3. Gambaran tentang pengaruh kondisi lingkungan masyarakat terhadap pendidikan anak di Kampung Pajeksan

Formal

Pendidikan Anak

Masyarakat Marginal Kampung Pajeksan

Masyarakat

(51)

6. Nilai-nilai apa yang dominan ditanamkan orangtua pada anak-anaknya?

7. Apa hambatan yang dialami orangtua dalam menanamkan nilai-nilai tersebut?

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif dipilih

karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pendidikan anak di Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta berdasarkan data yang diperoleh

di lapangan.

B. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta

pada bulan Mei-Juli 2016. Daerah tersebut dipilih karena berdasarkan hasil observasi pra-penelitian ditemukan masalah-masalah terkait pendidikan anak

di daerah tersebut.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian kualitatif adalah informan yang akan

diwawancarai dan diobservasi dengan tujuan menjaring data dan informasi yang akan digunakan dalam analisis (Burhan Bungin, 2004). Informan dalam penelitian ini adalah komponen masyarakat yang terlibat dalam pendidikan

anak di Kampung Pajeksan yang dipilih menggunakan teknik snowball sampling, yaitu 4 keluarga terdiri dari 3 orang ayah, 4 orang Ibu, dan 6 orang

(53)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Observasi merupakan kegiatan pengamatan terhadap suatu obyek untuk mendapatkan data yang riil. Teknik observasi dilakukan dengan

melakukan pengamatan terhadap kondisi yang ada di lapangan. Data yang didapat dari hasil observasi berupa deskripsi faktual, cermat, dan terinci

mengenai keadaan lapangan, kegiatan, dan situasi sosial di lokasi observasi. Teknik observasi pada penelitian ini dilakukan secara langsung

dan tidak lanagsung. Observasi langsung dilakukan dengan mengamati kegiatan yang berlangsung selama penelitian seperti kegiatan sehari-hari masyarakat Kampung Pajeksan, interaksi antar anggota keluarga informan,

serta kegiatan pendidikan anak di keluarga informan dan petunjuk-petunjuk lain yang dapat dipakai sebagai bahan dalam analisis. Observasi tidak langsung dilakukan melalui hasil rekaman video atau foto yang

diambil selama penelitian berlangsung. Observasi yang dilakukan oleh peneliti merupakan observasi partisipatif.

2. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara memberikan pertanyaan secara langsung kepada subyek penelitian dan

(54)

perekam. Pengambilan data dengan teknik wawancara pada penelitian ini

menggunakan motode wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.

Hasil wawancara direkam oleh peneliti dalam bentuk cacatan dan

rekaman menggunakan tape recorder agar data yang diperoleh lebih akurat dan terperinci. Hasil wawancara berupa data verbal dan data non verbal. Data verbal adalah data berupa kata-kata yang diperoleh dari hasil

tanya jawab peneliti dengan subyek penelitian. Sedangkan data non verbal adalah data yang diperoleh peneliti dari hasil mengamati gerak-gerik dan

ekspresi subyek penelitian selama wawancara berlangsung. 3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dari transkrip, surat kabar, majalah, atau notulen. Dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan sebagai alat untuk menguji, menafsirkan, atau meramalkan (Moelong,

2005). Teknik dokumetasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan data penduduk Kampung Pajeksan.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam peneltian ini adalah peneliti sendiri dengan

intrumen pendukung pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman dokumentasi.

1. Pedoman Observasi

(55)

sebagai panduan peneliti untuk melakukan pengamatan di lokasi penelitian

Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta yang berkaitan dengan pendidikan anak.

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara berisi pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan peneliti kepada informan berkaitan dengan pendidikan anak di

Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta sehingga wawancara lebih terarah dan informasi yang didapatkan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh

peneliti.

3. Pedoman Dokumentasi

Pedoman dokumentasi berisi daftar dokumen yang harus dikumpulkan peneliti sebagai bahan untuk melakukan pengolahan data. Pedoman dokumentasi digunakan peneliti sebagai panduan untuk

mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan gambaran umum lokasi penelitian dan penduduk Kampung Pajeksan Kota Yogyakarta.

F. Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data kualitatif

sehingga analisis yang dilakukan menggunakan analisis kualitatif. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Miles & Huberman dengan tahapan-tahapan sebagai

(56)

Gambar 2. Skema Analisis Data Miles & Hubberman

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan dan penyederhanaan data kasar yang diperoleh di lapangan. Reduksi data dilakukan dengan cara

menajamkan, menggolongkan, mengorganisasi, dan membuang data-data yang tidak perlu sehingga data dapat diverifikasi dan ditarik kesimpulannya.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah kegiatan menyajikan data hasil reduksi untuk

mempermudah penarikan kesimpulan. Data dalam penelitian kualitatif umumnya disajikan dalam bentuk teks naratif.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan meninjau ulang hasil peelitian dan data-data yang terekam selama penelitian. Dalam proses

(57)

G. Keabsahan Data

Keabsahan data pada penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan

membandingkan data yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi sedangkan triangulasi sumber dilakukan dengan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber dengan metode yang sama (Tohirin,

(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Kampung Pajeksan

Kampung Pajeksan terletak di sebelah utara Kraton Jogjakarta

tepatnya di kawasan wisata Malioboro. Nama Kampung Pajeksan berasal dari kata “jaksa” atau yang dalam Bahasa Jawa disebut “jeksa”. Kata “jeksa” tersebut kemudian mendapat awalan “pa” dan akhiran “an”

sehingga menjadi kata Pajeksan yang artinya wilayah tempat tinggal para jaksa.

Pada zaman dahulu Kampung Pajeksan merupakan tempat tinggal para jaksa yang mengabdi di Kraton Jogjakarta. Seiring perkembangan

jaman, penduduk Kampung Pajeksan kini dihuni oleh berbagai macam etnis dan profesi. Pekerjaan sebagian besar penduduk Kampung Pajeksan saat ini adalah pekerjaan yang mendukung bidang pariwisata seperti

pedagang kaki lima di kawasan Malioboro, tour guide, dan usaha penginapan.Keadaan Geografis Kampung Pajeksan

2. Kondisi Geografis Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Pajeksan yang merupakan salah satu bagian dari 7 bagian administratif Kelurahan Sosromenduran,

Kecamatan Gedong Tengen, Kota Yogyakarta, tepatnya di kawasan wisata Malioborodengan batas wilayah sebagai berikut:

(59)

b. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Dagen

c. Sebelah barat Kelurahan Pringggokusuman dan Kelurahan Bumijo Kecamatan Jetis mengikuti Jalan Jogonegaran.

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Gowongan Kecamatan Jetis dan Kelurahan Suryatmajan, Kecamatan Danurejan mengikuti Jalan P. Mangkubumi dan Jalan Malioboro.

Daerah Kampung Pajeksan mempunyai luas kurang labih 71m2 terdiri dari 4 RW dan 12 RT. Melihat keadaan wilayah Kampung

Pajeksan, diketahui wailayah ini terletak di pusat kota Yogyakarta sehingga bisa diakses dan dijangkau masyarakat. Pemukiman penduduk di

wilayah ini sangat padat dan cukup kumuh. 3. Kondisi Demografi

Sebagian besar penduduk Kampung Pajeksan merupakan

pendatang dari luar Kota Yogyakarta. Hal ini menjadikan Kampung Pajeksan kampong heterogen yang dihuni oleh berbagai macam etnis yaitu Jawa, Madura, Batak, dan mayoritas etnis Tionghoa. Data Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta tahun 2016 menjelaskan bahwa Kampung Pajeksan dihuni oleh 1492 jiwa.

Berdasarkan jenis kelamin, penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 703 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 789 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga di Kampung Pajeksan sebanyak 479 KK, terdiri dari 345 KK

(60)

Tabel 1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Usia Laki-Laki Perempuan Jumlah

0-6 68 64 132

Sumber: Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2016

Tabel di atas menunjukkan bahwa penduduk Kampung Pajeksan

paling banyak adalah penduduk berusia 22-59 tahun sebanyak 865 jiwa serta penduduk usia 7-15 tahun sebanyak 180 jiwa. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Kampung Pajeksan

adalah penduduk usia produktif dan anak usia sekolah.

Menurut status pendidikan terakhir, pendidikan penduduk

Kampung Pajeksan bervariasi, dari tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, hingga tamat perguruan tinggi, namun masih ada penduduk yang tidak tamat SD bahkan belum pernah mengenyam pendidikan formal.

Tabel 2. Jumlah Kepala Keluarga Kampung Pajeksan Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terkhir Laki-laki Perempuan Jumlah

Tidak/Belum Sekolah 5 10 15

(61)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kepala keluarga

di Kampung Pajeksan adalah lulusan SMA. Pendidikan terakhir terendah adalah sekolah dasar dan pendidikan terakhir tertinggi adalah Strata 2

namun jumlahnya sangat sedikit yaitu 3 orang.

Ditinjau dari pekerjaannya, pekerjaan penduduk Kampung Pajeksan bervariasi. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis pekerjaan yang

ditekuni oleh penduduk Kampung Pajeksan.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kampung Pajeksan Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah

Belum/Tidak Bekerja 115 141 256

Mengurus Rumah Tangga 0 226 226

Pelajar/Mahasiswa 166 175 341

Pensiunan 7 4 11

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 5 9 14

Karyawan Swasta 190 95 285

Buruh Harian Lepas 23 10 33

Wiraswasta/Pedagang 167 110 277

Pekerjaan Lainnya 30 19 49

JUMLAH 703 789 1492

Sumber: Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2016

Tabel di atas memperlihatkan bahwa sebanyak 341 orang masih berstatus pelajar/mahasiswa, 256 orang belum/tidak bekerja, dan 895

orang memiliki pekerjaan. Sebanyak 277 orang penduduk Kampung Pajeksan bekerja di sektor swasta, baik sebagai karyawan maupun wiraswasta atau pedagang. Sebagian besar wiraswasta di Kampung

(62)

pun pedagang di Kampung Pajeksan yang sebagian besar adalah pedagang

yang berjualan makanan atau souvenir khas Yogyakarta. 4. Kondisi Sosial Budaya

Kondisi geografis Kampung Pajeksan yang terletak di kawasan wisata Malioboro sangat berpengaruh pada kondisi sosial budaya masyarakat Kampung Pajeksan. Mayoritas masyarakat Kampung Pajeksan

memiliki mata pencaharian yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata seperti industry kecil rumah tangga yang memproduksi cindera mata khas

Yogyakarta dan pedagang di kawasan wisata Malioboro. Kampung Pajeksan merupakan kampung heterogen dengan penduduk yang berasal

dari bermacam-macam latar belakang. Sebagian besar penduduk Kampung Pajeksan adalah etnis Tionghoa. Etnis lain yang jumlahnya cukup banyak di kampung ini adalah Jawa, Madura, dan Batak.

Masyarakat Kampung Pajeksan tergolong masyarakat yang ramah, namun kegiatan sosial di kampung ini kurang begitu terlihat. Hal ini disebabkan oleh aktifitas sehari-hari masyarakat Kampung Pajeksan yang

menyita banyak waktu sehingga sulit mengagendakan kegiatan-kegiatan sosial bersama warga kampung Kegiatan sosial yang rutin dilakukan oleh

penduduk Kampung Pajeksan adalah arisan RT bapak-bapak atau ibu-ibu yang dilakukan setiap bulan. Kegiatan sosial yang lain adalah kerja bakti, namun pelaksanaanya tidak rutin. Kerja bakti hanya dilaksanakan pada

(63)

dinas atau pemerintah serta ketika pembangunan fasilitas-fasilitas umum

seperti balai atau jalan kampung. Minimnya kegiatan sosial rutin di Kampung Pajeksan tidak terlalu berpengaruh pada masyarakat. Kegiatan

sosialisasi masih dilakukan oleh masyarakat dengan berkumpul dengan tetangga di sore hari.

B. Informan Penelitian

Peneliti menentukan informan berdasarkan judul penelitian mengenai pendidikan anak di masyarakat marginal. Berdasar judul tersebut, maka unit

analisis dari penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak usia 7-15 tahun. Subyek penelitian adalah 4 (empat) keluarga di Kampung Pajeksan dan

1 (satu) ketua RW di lingkungan Kampung Pajeksan dengan jumlah keseluruhan 14 (empat belas) informan dengan perincian 7 (empat) informan orangtua yang terdiri dari 3 (tiga) ayah dan 4 (empat) ibu, 6 (enam) informan

anak serta 1 (satu) informan ketua RW 11. 1. Usia Informan

Informan dibedakan atas informan orangtua, informan anak, dan

informan tokoh masyarakat. Informan orangtua dan tokoh masyarakat tidak ditentukan batas usia minimal maupun maksimal, sedangkan

(64)

Tabel 4. Data Informan Berdasarkan Usia

Sebagian besar pendidikan informan orangtua dan tokoh masyarakat adalah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), sedangkan

pendidikan informan anak sebagian besar adalah Sekolah Dasar. Adapun tingkat pendidikan informan dalam dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5. Data Informan Berdasarkan Pendidikan

Gambar

Gambar 2. Skema kerangka pikir penelitian
Gambar 2. Skema Analisis Data Miles & Hubberman
Tabel 1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kampung Pajeksan Berdasarkan Pekerjaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran 4 Analisis Penawaran Telur Ayam Ras Di Kota Pematangsiantar Variables Entered/Removed a. Model Variables Entered Variables Removed

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, keberadaan visum et repertum sangat dibutuhkan dalam setiap penyidikan tindak pidana perkosaan dalam hal ini visum et repertum selalu

Lymphocytopoesis atau pembentukan lvmphocytus Kelompok sel darah ini berasal juga dan medulla osseum, melalui sel baku lymphoblastus: (CFU-S) - sel besar, bulat

Uji penduga ( presumptive test ) dilakukan dengan menggunakan 9 tabung reaksi (seri 3-3-3) dimana 3 tabung berisi media Lactose Broth Double Strength (untuk 2 resep) dan

pada perkembangan anak yang kurang optimal. Penanganan sejak sedini mungkin dibutuhkan bagi anak dengan spektrum autis. Meskipun begitu, penanganan yang berkelanjutan

Dengan aplikasi android ini pun dapat menampung informasi – informasi mengenai JPMI Jabar semaksimal mungkin dengan pembaharuan berupa berita terkini selain itu juga

Pada perkembangan yang sama, Badan Anggaran DPR mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah mengusulkan pembangunan gedung dan belum tahu proyek tersebut masuk dalam

Bahwa perbuatan Tergugat V dan Tergugat VI dan terus melakukan kegiatan diatas tanah milik Penggugat adalah suatu perbuatan melawan hukum atas hak orang lain yang menimbulkan