• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reformasi Kebijakan Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana

Dalam dokumen BESERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (Halaman 112-116)

REFORMASI KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DAN ASURANSI RISIKO BENCANA

(DISASTER RISK FINANCING AND INSURANCE)

Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam jenis bencana alam yang menyebar di seluruh wilayahnya, dengan intensitas kejadian yang tinggi dan dampak kerugian yang masif. Indonesia termasuk dalam daftar 35 negara yang mempunyai risiko tinggi jatuhnya korban jiwa akibat berbagai jenis bencana alam.

Nilai kerugian ekonomi akibat bencana besar tercatat sangat tinggi. Sebagai contoh, gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Nias pada tahun 2004 menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp41,4 triliun. Namun, nilai kerugian tersebut, sebagaimana perkiraan Bank Dunia, hanya menggambarkan 60 persen dari nilai kerugian sesungguhnya. Kerugian ekonomi yang besar

Di sisi lain, APBN memiliki keterbatasan dalam pendanaan bencana. Selama 12 tahun terakhir, alokasi APBN untuk Dana Cadangan Bencana sekitar Rp4,0 triliun per tahunnya. Di sisi lain, di masa tidak terjadi bencana katastropik, dana cadangan bencana belum termanfaatkan secara optimal.

Menghadapi tantangan ini, Pemerintah perlu melakukan reformasi kebijakan pembiayaan risiko bencana dalam rangka meningkatkan ketangguhan Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam menghadapi bencana, serta meningkatkan kemampuan untuk membangun kembali dengan lebih baik (build back better). Reformasi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan bencana dalam jumlah besar, tepat waktu dan sasaran, lebih terencana, berkelanjutan dan transparan untuk mengurangi kerugian ekonomi dan beban APBN. Pembiayaan risiko bencana ini harus mampu pula untuk menjawab kebutuhan pembiayaan di masa tidak terjadi bencana dalam rangka mitigasi dan transfer risiko bencana, pembiayaan ketika terjadi bencana (tanggap darurat) dan pembiayaan setelah terjadi bencana (rehabilitasi dan rekonstruksi).

Dalam proses penyusunan strategi dan solusi pembiayaan bencana tersebut, Pemerintah memerhatikan beberapa faktor utama yang menentukan keberhasilan perumusan strategis yaitu: Kecepatan dalam penyediaan pembiayaan bencana alam adalah penting, namun tidak semua dana harus diberikan dalam satu waktu. Oleh karena itu, Pemerintah akan memberikan dana yang tepat waktu dan besaran untuk tiap fase: masa tidak terjadi bencana, tanggap darurat, pemulihan, dan rekonstruksi.

Pembagian/pemisahan (layering) risiko dan kombinasi instrumen pembiayaan, karena satu instrumen pembiayaan tidak akan mampu menjadi solusi bagi seluruh risiko bencana.

Pemerintah akan menentukan risiko-risiko mana yang pembiayaannya ditanggung sendiri

(retain), pembiayaan risiko yang di transfer, dan bagaimana memilih instrumen yang sesuai. Penyaluran dana secara tepat waktu dan sasaran menjadi faktor krusial. Sehingga, kolaborasi Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah serta pemangku kepentingan terkait sangat diperlukan dalam memastikan ketepatan waktu dan sasaran dari penggunaan dana pembiayaan bencana alam.

Ketersediaan data dan informasi yang akurat berperan penting dalam perumusan kebijakan. Dalam hal ini, informasi yang dibutuhkan Pemerintah adalah analisis dan alat atau model untuk mengetahui potensi bencana (hazard), kerentanan (exposure), dan dampak kerugian (loss). Pemerintah selanjutnya menetapkan prioritas pembiayaan risiko bencana, dimana pembiayaan risiko bencana ditujukan untuk:

a. melindungi keuangan Negara;

b. melindungi Barang Milik Negara baik yang dikelola Pemerintah Pusat maupun pemerintah daerah;

c. melindungi seluruh rumah tangga dan masyarakat yang terkena dampak bencana, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah; dan

d. memulihkan kehidupan sosial masyarakat yang terkena dampak bencana.

Dengan mempertimbangkan uraian di atas dan regulasi serta prioritas pembangunan yang lain, maka Pemerintah membuat peta jalan pembiayaan risiko bencana jangka pendek (2019-2020), yang diarahkan untuk: (1) meningkatkan cakupan skema pembiayaan dalam rangka mitigasi dan transfer risiko yang sudah ada, termasuk asuransi; (2) mengembangkan skema baru dan skema alternatif pembiayaan risiko bencana, baik dalam lingkup nasional, kawasan regional, dan internasional; dan (3) memberikan edukasi bagi seluruh pemangku kepentingan akan pentingnya pengelolaan risiko bencana, khususnya pembiayaan risiko bencana. Untuk jangka menengah sampai jangka panjang (dimulai dari 2019), peta jalan ini diarahkan untuk: (1) pengembangan instrumen pembiayaan inovatif dan berkelanjutan dengan pendekatan investasi Pemerintah

berupa pooling fund; (2) peningkatan kolaborasi Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, dan

masyarakat, dalam pembiayaan mitigasi dan transfer risiko; dan (3) meningkatkan kedalaman pasar keuangan untuk keperluan mitigasi dan transfer risiko bencana.

Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum

Sebagai perwujudan dari prioritas nasional perumahan dan permukiman, program penyediaan rumah layak dan program air bersih dan sanitasi terus menjadi salah satu fokus utama Pemerintah dalam tahun 2019. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya alokasi anggaran untuk fungsi perumahan dan fasilitas umum dalam APBN tahun 2019 yang sebesar Rp26.516,2 miliar. Alokasi anggaran pada beberapa program utama pada fungsi perumahan dan fasilitas umum, antara lain: (1) Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman; (2)

Program Pengembangan Perumahan; (3) Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan; dan (4) Program Sumber Daya Air. Dalam

rangka menyediakan perumahan

bagi masyarakat, Pemerintah telah memfasilitasi kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, melalui dana bergulir, subsidi bunga, bantuan uang muka, dan

insentif perpajakan.

Alokasi anggaran pada fungsi tersebut utamanya dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian agenda prioritas pembangunan nasional di bidang perumahan dan permukiman. Arah kebijakan dan langkah-langkah yang ditempuh Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi perumahan dan fasilitas umum pada tahun 2019 antara lain: (1) meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian baru yang layak, aman, dan terjangkau melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, bantuan stimulan pembangunan rumah swadaya serta penciptaan iklim yang kondusif dalam penyediaan perumahan; (2) meningkatkan kualitas hunian dan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui bantuan stimulan perumahan swadaya, penyediaan prasarana, sarana dan utilitas, penyelesaian rencana penanganan kawasan kumuh dalam rangka pencegahan dan penanganan permukiman kumuh; (3) meningkatkan akses air minum dan sanitasi yang layak melalui sinergi pembangunan infrastruktur, penerapan manajemen layanan terpadu, serta peningkatan keterlibatan dan perubahan perilaku masyarakat; dan (4) menjamin ketahanan air melalui pembangunan dan pengelolaan infrastruktur air baku dan sanitasi,

serta optimasi sistem existing air minum dan pelaksanaan bauran air.

Sasaran umum pembangunan yang diharapkan dapat dicapai dari fungsi perumahan dan fasilitas umum pada tahun 2019, diantaranya yaitu: (1) pemberian bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan untuk 312 unit rumah; (2) pembinaan dan pengembangan kawasan permukiman melalui pembangungan dan pengembangan kawasan seluas 2.043,0 ha; (3) pembinaan dan pengembangan penyehatan lingkungan permukiman melalui sistem pengelolaan air limbah untuk 167.680 KK; (4) pembinaan dan pengembangan penyehatan lingkungan permukiman melalui sistem pengelolaan drainase di kawasan seluas 25 ha;

(5) pembinaan dan pengembangan penyehatan lingkungan permukiman melalui sistem penanganan persampahan untuk 215.500 KK; (6) pembinaan dan pengembangan sistem penyediaan air minum di 3.424 liter/detik; dan (7) pembangunan baru rumah swadaya sebanyak 8.000 unit dan peningkatan kualitas rumah swadaya untuk 198.500 unit.

0 10 20 30 40 2018 Outlook 2019 APBN GRAFIK II.4.6

FUNGSI PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM, 2018-2019

Fungsi Kesehatan

Isu strategis pembangunan nasional dihadapkan pada belum semua penduduk terutama kelompok miskin dan rentan mendapatkan pelayanan dasar. Untuk menjawab tantangan

tersebut, pada tahun 2019 Pemerintah telah mempersiapkan program prioritas yang

bertujuan untuk peningkatan pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat. Program tersebut menjadi bagian dari rencana belanja yang akan pemerintah alokasikan melalui Fungsi Kesehatan.

Dalam APBN tahun 2019, alokasi belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi kesehatan ditetapkan sebesar Rp62.758,3 miliar. Besaran tersebut menjadi bagian dari upaya Pemerintah dalam memenuhi pengalokasian anggaran kesehatan minimal sebesar 5 persen

dari APBN.

Arah kebijakan pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat tahun 2019 diarahkan

pada: (1) akselerasi Pemenuhan Akses dan mutu Pelayanan Kesehatan Ibu dan anak, remaja, dan lanjut usia yang berkualitas; (2) meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi; (3) meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan; (4) meningkatkan upaya promotif dan preventif Gerakan Masyarakat Hidup Sehat, peningkatan nutrisi ibu hamil, menyusui dan balita dan imunisasi, serta percepatan penurunan stunting; (5) meningkatkan ketersediaan, penyebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan; (6) meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan; dan (7) memantapkan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bidang kesehatan. Arah kebijakan tersebut selaras dengan salah satu agenda prioritas nasional, yaitu untuk

pembangunan manusia melalui pengurangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan dasar yang dilaksanakan melalui: (1) program pembinaan kesehatan masyarakat; (2) program pembinaan pelayanan kesehatan; (3) program kefarmasian dan alat kesehatan; (4) program pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan; (5) program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga; (6) program pengawasan obat dan makanan; dan (7) program penguatan pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN).

Sasaran yang ingin dicapai melalui alokasi anggaran untuk fungsi kesehatan pada tahun 2019 tersebut, diantaranya: (1) tersedianya makanan tambahan bagi 1.535.000 balita kurus; (2) terbinanya 1.200 Puskesmas yang bekerjasama dengan UTD dan RS dalam pelayanan darah untuk menurunkan AKI; (3) terlaksananya pembinaan Puskesmas dalam Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga pada 3.973 Puskesmas; (4) terlaksananya gerakan masyarakat cerdas menggunakan obat (Gema Cermat) pada masyarakat di 206 kab/kota; (5) tersedianya paket penyediaan obat dan perbekalan kesehatan program kesehatan ibu dan anak, serta pengendalian malaria; (6) terlaksananya penugasan tenaga kesehatan secara team based (Nusantara Sehat) dan secara individu; (7) tercapainya

perluasan cakupan PBI Program JKN menjadi 96,8 juta jiwa; (8) tercapainya kesertaan 30.108.272 ber-KB melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan KBKR yang sesuai standar pelayanan; dan (9) tercapainya 59.442 sampel obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan , dan 24.952 sampel makanan yang diperiksa sesuai standar.

0 20 40 60 80 2018 Outlook 2019 APBN GRAFIK II.4.7 FUNGSI KESEHATAN, 2018-2019

Dalam dokumen BESERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (Halaman 112-116)