• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

B. Rehabilitasi

1. Pengertian Rehabilitasi

Menurut UU No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial Bab 1 Pasal 1 ayat 8, Rehabilitasi sosial adalah:

“Proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk

memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara

wajar dalam kehidupan masyarakat”

Tujuan rehabilitasi sosial dijelaskan dalam UU No.11 Tahun 2009 Bab III Pasal 7 ayat 1:

“Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan

mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial

agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar”

Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan yang dahulu, perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misal pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat.5

Rehabilitasi sosial mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut :

5

Pusat Bahasa. “Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-3”. (Jakarta: Balai Pustaka Depdiknas, 2002)., h.940.

1. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya.

2. Memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

2. Metode Rehabilitasi

Metode yang digunakan dalam pemberian layanan rehabilitasi sosial dan vokasional penyandang cacat antara lain adalah6:

1. Pekerjaan Sosial dengan Individu (Sosial Case Work) a. Pengertian

Pekerjaan Sosial dengan individu adalah suatu proses pelayanan profesional yang diberikan oleh pekerja sosial kepada penyandang cacat secara perseorangan yang mengalami permasalahan psikososial yang mengganggu peranan sosialnya. b. Jenis-jenis pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional yang

diberikan

1) Intervensi Krisis.

2) Terapi Perilaku (Behavior Therapy).

3) Intervensi Lingkungan (Milieu Treatment). 4) Terapi Bermain (Play Therapy).

5) Terapi Realitas (Reality Therapy). 6) Konseling.

7) Kunjungan Rumah (Home Visit).

6

Haryati Roebyantho, dkk, Penelitian Pola Multi Layanan Pada Panti Sosial Penyandang Cacat, h.13.

c. Aplikasi pelayanan individual:

1) Diterapkan pada penyandang cacat yang mempunyai masalah yang bersifat pribadi.

2) Dilakukan dengan berbicara dari hati ke hati, dapat mendengarkan cerita penerima manfaat dengan sepenuh hati. 3) Dilakukan secara berulang-ulang dalam rangka untuk

mendapatkan informasi yang lebih lengkap.

4) Diterapkan pada masalah yang sulit diungkapkan penyandang cacat dan menggali berbagai hal yang dianggap penting untuk penanganan masalah.

5) Dilaksanakan secara terencana dan sistematis.

6) Dibuatkan kesimpulan hasil dari setiap pertemuan sehingga dapat mengetahui perkembangan penanganan permasalahan penerima manfaat.

2. Pekerjaan Sosial dengan Kelompok (Sosial Group Work) a. Pengertian

Pekerjaan sosial dengan kelompok adalah proses pelayanan profesional yang dilakukan pekerja sosial untuk membantu penyandang cacat mengatasi permasalahan psikososialnya dengan memanfaatkan proses dan interaksi kelompok.

b. Jenis pelayanan yang diberikan:

Pelayanan (terapi) yang diberikan melalui pendekatan kelompok dipandang efektif untuk mengatasi masalah psikososial

yang dialami penyandang cacat. Terdapat 9 (sembilan) tipe kelompok dalam Group Work:

1) Kelompok Percakapan Sosial (Sosial Conversation). 2) Kelompok Rekreasi (Recreation Group).

3) Kelompok Rekreasi dan Keterampilan (Recreation & Skill Group).

4) Kelompok Pendidikan (Educational Group).

5) Kelompok Pemecahan Masalah dan Pembuatan Keputusan (Problem Solving and Decission Making Group).

6) Kelompok Bantu Diri (Self-Help Group). 7) Kelompok Sosialisasi (Sosialization Group). 8) Kelompok Penyembuhan (Therapeutic Group). 9) Kelompok Sensitivitas (Sensitivity Group). c. Aplikasi Pelayanan:

1) Membentuk kelompok penyandang cacat (5-10 orang) sebagai media pelaksanaan pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional. 2) Kegiatan yang dilakukan harus bersifat kreatif dan berorientasi

pada pemecahan permasalahan dan kebutuhan penyandang cacat. 3) Setiap anggota kelompok harus diberikan kesempatan yang sama

dalam mengungkap permasalahan yang dialami.

4) Diterapkan untuk mengembangkan sikap peniruan terhadap pengalaman positif penyandang cacat yang lainnya.

6) Membuat catatan perkembangan penyandang cacat dari setiap pertemuan yang diadakan.

3. Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (Community Organization/Community Development)

a. Pengertian

Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses pelayanan dan rehabilitasi sosial professional yang dilakukan pekerja sosial bersama profesi lain kepada kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki penyandang cacat agar mereka mempunyai kepedulian dan tanggungjawab untuk membantu memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah penyandang cacat. b. Jenis-jenis pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional yang

diberikan.

1) Promosi sosial (sosial promotion). 2) Mediasi.

3) Kemitraan (partnership).

4) Penggalangan dana (fundrising). c. Aplikasi pelayanan

1) Perlu dilakukan pemetaan terhadap kelompok kelompok masyarakat yang diharapkan mempunyai kepedulian dan dapat berpartisipasi dalam pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional penyandang cacat.

2) Perlu diidentifikasi pihak-pihak yang dapat diajak bekerjasama dan bermitra dalam pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional penyandang cacat.

3) Perlu diidentifikasi pihak-pihak penyandang dana yang diharapkan dapat berpartisipasi dalam pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional penyandang cacat.

4) Perlu sosialisasi program pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional penyandang cacat kepada masyarakat luas.

Kegiatan yang Dilakukan dalam Rehabilitasi:

1. Pencegahan; artinya mencegah timbulnya masalah sosial, baik masalah datang dari diri klien itu sendiri, maupun masalah yang datang dari lingkungan klien.

2. Rehabilitasi; diberikan melalui bimbingan sosial dan pembinaan mental, bimbingan keterampilan.

3. Resosialisasi; adalah segala upaya bertujuan untuk menyiapkan klien agar mampu berintegrasi dalam kehidupan masyarakat.

4. Pembinaan tidak lanjut; diberikan agar keberhasilan klien dalam proses rehabilitasi dan telah disalurkan dapat lebih dimantapkan.7 3. Jenis Rehabilitasi

Rehabilitasi pada tataran praktik, mempertemukan berbagai disiplin ilmu mulai dari medis, psikologis, sosial, bahkan pendidikan multidispliner tersebut menghasilkan proses rehabilitasi yang saling terkait dan mendukung upaya pengembalian fungsi sosial, sehingga individu

7

dapat menjalankan perannya sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Pada perkembangannya, rehabilitasi terbagi menjadi empat jenis rehabilitasi8 sebagai berikut:

a. Rehabilitasi Medis

Rehabilitasi ini memberikan berbagai perawatan secara medis dalam upaya untuk memulihkan kondisi fisik klien. Rehabilitasi medis menawarkan pelayanan kesehatan bagi klien, yang mempertemukan tenaga profesional seperti dokter, psikiater, psikolog, bahkan pekerja sosial medis. Umumnya proses rehabilitasi medis berlangsung di rumah sakit, khususnya yang memiliki Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM), Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Fatmawati merupakan contoh rumah sakit yang telah memiliki (IRM). b. Rehabilitasi Pendidikan

Rehabilitasi pendidikan merupakan upaya pengembangan potensi intelektual klien pada setting Sekolah Luar Biasa (SLB). Rehabilitasi ini mengandalkan tenaga pendidik, terutama para pendidik yang menekuni bidang khusus Pendidikan Luar Biasa (PLB).

c. Rehabilitasi Vokasional

Rehabilitasi ini, memberikan keterampilan-keterampilan khusus pada klien sesuai dengan minat dan kemampuannya, seperti keterampilan dalam bidang musik, pijat, masak, olah raga, komputer, dan lain sebagainya. Rehabilitasi vokasional memerlukan tenaga-tenaga khusus

8

Caroline Nitimiharjo, Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Departemen Sosial RI, 2004)., h.185.

yang menguasai keterampilan-keterampilan tersebut. Sehingga dapat mewujudkan tujuan proses rehabilitasi vokasional yaitu kemandirian ekonomi.

d. Rehabilitasi Sosial

Proses rehabilitasi sosial mengupayakan agar klien dapat memulihkan fungsi sosialnya di masyarakat. Proses rehabilitasi sosial juga bertujuan untuk mengintegrasikan klien kembali ke lingkungan masyarakat. Pada prosesnya, rehabilitasi sosial mengintervensi klien sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga dan komunitasnya. Dalam hal ini, proses tersebut melibatkan sikap klien terhadap keluarga, komunitas, bahkan masyarakat, juga sebaliknya. Peranan pekerja sosial, psikolog, dan konselor menjadi sangat penting pada proses rehabilitasi ini.

4. Perangkat Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan proses pemulihan kepada kondisi yang semula, agar dapat mencapai tujuan tersebut. Rehabilitasi memerlukan serangkaian perangkat sebagai penunjang berlangsungnya proses rehabilitasi yang integratif dan komprehensif. Perangkat tersebut meliputi

“sarana dan prasarana” yang menunjang proses rehabilitasi yaitu:

a. Program Rehabilitasi

Program rehabilitasi mencakup pelaksanaan prosedur rehabilitasi yang terencana, terorganisir, dan sistematis. Umumnya program rehabilitasi menjadi bagian dan sebuah kegiatan organisasional lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Jangkauan program

dapat meliputi lingkup lokal, nasional, regional. Keterkaitan dan kerjasama antara lembaga-lembaga menyelenggarakan program rehabilitasi merupakan hal penting mencapai tujuan rehabilitasi itu sendiri. Dimana, tujuan dan fokus rehabilitasi akan tergantung pada kebijakan lembaga dan dapat bervariasi pada lembaga lain. Seperti pada lembaga yang menyelenggarakan program rehabilitasi bagi penyandang disabilitas yang mengkhususkan pada program rehabilitasinya saja.

b. Pelayanan

Pelayanan dalam proses rehabilitasi meliputi aktivitas khusus yang dapat memberikan manfaat dan sesuai dengan kebutuhan klien. Penyelenggaraan pelayanan kepada klien mengintegrasikan berbagai pendekatan, disiplin ilmu dan tenaga-tenaga profesional untuk mencapai tujuan dari proses rehabilitasi tersebut.

c. Sumber Daya Manusia (SDM)

Proses rehabilitasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya sumber daya manusia sebagai pelaksana proses tersebut. Pelaksana rehabilitasi melibatkan tenaga-tenaga profesional dari berbagai latar belakang pendidikan dan keterampilan-keterampilan khusus, seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, konselor, terapis, edukator, pengajar vokasional, dan lain sebagainya. Sumber daya manusia memegang peranan utama dalam pelaksanaan rehabilitasi.

d. Fasilitas Penunjang Rehabilitasi

Fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan rehabilitasi meliputi fasilitas tempat sebagai wadah pelaksanaan rehabilitasi, seperti

Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM) pada rumah sakit, panti sosial binaan pemerintah, dan lembaga sosial yang menyelenggarakan program dan layanan rehabilitasi. Selain tempat pelaksanaan, fasilitas penunjang lainnya adalah peralatan rehabilitasi. Jenis dan jumlah peralatan tersebut, tergantung pada program, dan layanan rehabilitasi yang diselenggarakan.

5. Keberfungsian Sosial

Keberfungsian Sosial secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam melaksanakan fungsi sosialnya atau kapasitas seseorang dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya sesuai dengan status sosialnya.9

Menurut Achlis dalam bukunya, Praktek Pekerjaan Sosial I, keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi sosial tertentu yang bertujuan untuk mewujudkan nilai dirinya demi pencapaian kebutuhan hidup. Indikator peningkatan keberfungsian sosial dapat dilihat dari ciri- ciri seperti yang diungkapkan Achlis:10

1. Individu mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya

2. Individu intens menekuni hobi serta minatnya

3. Individu memiliki sifat afeksi pada dirinya dan orang lain atau lingkungannya

4. Individu menghargai dan menjaga persahabatan

9

Abu Huraerah, "Pekerjaan Sosial Dalam Menangani Kemiskinan". (Jakarta: Pikiran Rakyat, 2005).

10

5. Individu mempunyai daya kasih sayang yang besar serta mampu mendidik 6. Individu semakin bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya 7. Individu memperjuangkan tujuan hidupnya

8. Individu belajar untuk disiplin dan memanajemen diri 9. Individu memiliki persepsi dan pemikiran yang realistik.

Keberfungsian sosial mengacu pada cara yang dilakukan individu- individu atau kelompok dalam melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi

kebutuhannya. Konsep ini pada intinya menunjuk pada “kapabilitas”

(capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran- peran sosial di lingkungannya.

Baker, Dubois dan Miley menyatakan bahwa keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.11

Konsep ini mengedepankan nilai bahwa manusia adalah subyek dari segenap proses dan aktifitas kehidupannya. Bahwa manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pertolongan. Bahwa manusia memiliki dan/atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya.

Pendekatan keberfungsian sosial dapat menggambarkan karakteristik dan dinamika kehidupan yang lebih realistis dan komprehensif. Ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga merespon dan mengatasi permasalahan

11

Pekerjaan Sosial Dan Paradigma Baru Kemiskinan. Kementrian Sosial Republik Indonesia.

sosial-ekonomi yang tekait dengan situasi lingkungannya.

Selaras dengan adagium pekerjaan sosial, yakni “to help people to help themselves”,12 pendekatan ini memandang individu bukan sebagai objek pasif yang hanya dicirikan oleh kondisi dan karakteristik. Melainkan orang yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang sering digunakannya dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial.

Dari pemikiran di atas, keberfungsian sosial individu dalam situasi ini seringkali tergantung pada keluarga yang secara bersama-sama dengan jaringan sosial membantu para anggotanya dengan pemberian bantuan ekonomi, tempat tinggal dan bantuan-bantuan mendesak lainnya. Seharusnya

konsep keberfungsian sosial lebih menekankan pada “apa yang dimiliki individu”, ketimbang “apa yang tidak dimiliki si individu”.

12

Edi Suharto, Coping Strategies dan Keberfungsian Sosial: Mengembangkan Pendeketan Pekerjaan Sosial dalam Mengkaji dan Menangani Kemiskinan (Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2002).

37

PROFIL LEMBAGA

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian PSBG Ciungwanara Bogor

Pada tanggal 5 September 1885 diresmikan berdirinya panti yang berlokasi di Jl.SKB No.3 Desa Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor, dengan nama Panti Rehabilitasi Penderita Cacat Mental (PRPCM) Retardasi, peresmiannya dilakukan oleh Bupati KDH Tk.II Kabupaten Bogor.

Nama Panti Rehabilitasi Penderita Cacat Mental (PRPCM) diganti nama menjadi Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI No.14 Tahun 1994, tanggal 23 April 1994.

PSBG Ciungwanara Bogor diklasifikasikan ke dalam Panti Sosial type A (Eselon IIIa) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI No.59/HUK/2003, tanggal 23 Juli 2003.

Visi Misi PSBG Ciungwanara Bogor 1. Visi

Mewujudkan kemandirian penyandang cacat mental retardasi (tunagrahita).

2. Misi

a. Meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat tunagrahita.

b. Meningkatkan profesionalisme petugas pelayanan penyandang cacat tunagrahita.

B. Kondisi Sumber Daya Manusia, Kapasitas dan Fasilitas, dan Dana

Dokumen terkait