• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan keberfungsian sosial penyandang tunagrahita kajian terhadap pelaksanaan program rehabilitasi sosial di panti sosial Bina Grahita(PSBG) Ciungwanara, Cibinong Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan keberfungsian sosial penyandang tunagrahita kajian terhadap pelaksanaan program rehabilitasi sosial di panti sosial Bina Grahita(PSBG) Ciungwanara, Cibinong Bogor"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PENYANDANG TUNAGRAHITA

Kajian Terhadap Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial

Di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara,

Cibinong Bogor

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

ANDI MAJID 1110054100027

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i Andi Majid

1110054100027

Peningkatan Keberfungsian Sosial Penyandang Tunagrahita (Kajian Terhadap Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, Cibinong Bogor)

Anak Tunagrahita berarti anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) ditandai oleh keterbasan intelejensi/cacat pikiran sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus. Layanan rehabilitasi ditujukan bagi individu yang mengalami kecacatan fisik, mental, perkembangan, kognitif, dan emosi untuk mencapai kehidupan yang mandiri dengan cara penerapan layanan pribadi dan vokasional. Agar layanan rehabilitasi yang diberikan terarah dan sistematis perlu adanya metode yang tepat sebagai pelaksanaannya. Untuk itu penting untuk diteliti Dengan menerapkan metode layanan rehabilitasi yang efektif diharapkan kemampuan kerja tunagrahita dapat berkembang secara optimal, sehingga keberfungsian sosialnya juga akan meningkat.

Penelitian ini merumuskan beberapa masalah yaitu Bagaimana metode layanan rehabilitasi sosial penyandang tunagrahita dalam Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, Cibinong-Bogor? Bagaimana pencapaian tujuan dari metode rehabilitasi sosial terhadap peningkatan keberfungsian sosial penyandang tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, Cibinong-Bogor? Dan pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskripstif yakni menjelaskan dan menuturkan data yang ada. Data yang diperoleh dari hasil wawancara terstruktur bertahap dan observasi langsung. Pemilihan informan dengan menggunakan purposive sampling yakni dengan sampel bertujuan. Penulis mengambil informan sebanyak 20 orang dengan sesuai tujuan penelitian.

(6)

ii

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Semesta Alam, Allah SWT yang telah memberi rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta seluruh keluarganya, para sahabatnya, sampai kepada kita selaku umatnya hingga akhir zaman. Amin.

Alhamdulillah, penulis telah dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul program rehabilitasi sosial bagi penyandang tunagrahita dalam peningkatan keberfungsian sosial di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, Cibinong-Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penyusunan skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Dr. Arif Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para pembantu Dekan.

2. Ibu Siti Napsiyah, MSW selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial dan Bapak Ahmad Zaki, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

iii

membimbing dan memberikan ilmu-ilmu bermanfaat selama penulis kuliah di Jurusan Kesejahteraan Sosial.

5. Pimpinan dan staf perpustakaan utama, perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Kementrian Sosial yang telah banyak memberikan fasilitas kepada penulis dalam penyelesaian studi pustaka.

6. Bapak Cecep Sutriaman, S.Sos.MPS.Sp selaku Kepala Panti Sosial Bina Grahita (PSBG), Ibu Dra. Adiningsih selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial, Dra. Lisdiana, Msi selaku Kepala Seksi Pegawai Program dan Advokasi Sosial, dan seluruh pegawai Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) yang tidak bisa disebutkan satu persatu tapi tetap tidak mengurangi rasa terimakasih penulis serta anak-anak penerima manfaat di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG), Ciungwanara yang telah mengizinkan, dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Yang tercinta kedua orang tua penulis ayahanda Adin (Alm) dan Ibunda A.Andayani, Spd serta selaku wali ayahanda Arif Ampriawan, yang senantiasa memberikan motivasi, moril dan materil, pengorbanan, doa dan kasih sayang yang tak pernah henti.

(8)

iv

kemudahan dalam bantuan baik secara moril dan material dalam kelancaran skripsi ini.

10.Nur Hikmah yang telah ikut serta dalam membantu penyelesaian skripsi ini dengan memberikan waktu untuk memotivasi, sharing, semangat, canda gurau dan doa-doa untuk sukses bersama.

11.Kawan-kawan seperjuangan www.BASKOM.org (Bryan Petet, Habib Ndut, Soleh Zamet dan Eza Oye). Terima kasih atas segala kebersamaan menggapai cita-cita bersama, dan selalu memberikan pelajaran terbaik disaat bersama. 12.Teman-teman Jurusan Kesejahteraan Sosial yang sudah mau bertukar pikiran

dalam penyelesaian skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya tapi tetap tidak mengurangi kasih sayang penulis. Terima kasih atas kebersamaan dan kekompakkannya.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan kepada para pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan. Aamiin Ya Robbal Alamin.

Jakarta, 9 Desember 2014

(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1-6 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6-7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Tinjauan Pustaka ... 10

E. Metode Penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Tunagrahita ... 20

1. Pengertian Tunagrahita ... 20

2. Klasifikasi Tunagrahita ... 22

3. Faktor-faktor Penyebab Tunagrahita ... 24

B. Rehabilitasi ... 25

1. Pengertian Rehabilitasi ... 25

2. Metode Rehabilitasi ... 26

(10)

vi BAB III PROFIL LEMBAGA

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian PSBG

Ciungwanara Bogor ... 37

B. Kondisi Sumber Daya Manusia, Kapasitas dan Fasilitas, Klien dan Dana Penyelenggaraan Panti ... 38

C. Proses Rehabilitasi Sosial yang Diselenggarakan di PSBG Ciungwanara Bogor ... 47

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Metode Layanan Rehabilitasi Sosial ... 51

1. Sumber Daya Manusia, Kapasitas dan Fasilitas, Kondisi Penyelenggaraan Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara ... 52

2. Proses Rehabilitasi Sosial ... 57

B.Peningkatan Keberfungsian Sosial Tunagrahita ... 67

1. Hasil Rehabilitasi Sosial ... 81

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial ... 85

a. Faktor Pendukung ... 85

b. Faktor Penghambat ... 86

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

(11)

vii

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1.1 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial ... 2

2. Tabel 1.2 Tabel Pemilihan Informan ... 16

3. Tabel 1.3 Tebel Kegiatan Penelitian ... 17

4. Tabel 3.1 Tabel Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

5. Tabel 3.2 Tabel Jumlah Pegawai Berdasarkan Pendidikan ... 44

6. Tabel 3.3 Tabel Jumlah Pegawai Berdasarkan Tenaga Profesi ... 45

7. Tabel 4.1 Tabel Alokasi Program Rehabilitasi Sosial ... 62

8. Tabel 4.2 Alur Pelayanan Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara ... 63

9. Tabel 4.3 Indikator Keberhasilan Penyandang Tunagrahita Tahun 2014 ... 68

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Pengajuan Bimbingan Skripsi

2. Surat Izin Penelitian Skripsi di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara Bogor

3. Surat Keterangan mengadakan penelitian di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara Bogor

4. Jadwal Bimbingan Fisik, Mental, Sosial, dan Keterampilan di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara Bogor

5. Absensi Penerima Manfaat

6. Rekapitulasi Indikator Keberhasilan Penerima Manfaat 7. Persyaratan Pendaftaran Calon Penerima Manfaat 8. Pedoman Wawancara

9. Identitas Informan

(13)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim, kebanyakan mereka menganggap bahwa anak

berkebutuhan khusus merupakan anak yang tidak memiliki kemampuan apapun. Salah satu dari mereka adalah anak tunagrahita. Tunagrahita yang berasal dari kata tuna berarti merugi, dan grahita berarti pikiran. Anak

Tunagrahita berarti anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) ditandai oleh keterbasan

intelejensi/cacat pikiran sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus.1

Menurut Sensus Nasional Biro Pusat Statistik Tahun 2006, dari 222.192.572 penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2.810.212 jiwa adalah

penyandang cacat, 601.947 anak (21,42%) diantaranya adalah anak cacat usia sekolah (5-18tahun). Sedangkan populasi ADTG (Anak Dengan Tuna Grahita)

menempati angka paling besar dibanding jumlah anak dengan kecacatan lainnya. Sementara itu, data Sekolah Luar Biasa Tahun 2006/2007 jumlah

peserta didik penyandang cacat yang mengenyam pendidikan baru mencapai 27,35% atau 87.801 anak. Dari jumlah itu, populasi ADTG menrmpati paling

besar yaitu 66.610 anak dibanding jumlah anak dengan kecacatan lainnya.

1

(14)

Sekitar 57% dari jumlah itu adalah ADTG ringan dan sedang.2

[image:14.595.100.517.193.571.2]

Data PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) tahun 2012, disablitas menurut usia yakni sebagai berikut3:

Tabel 1.1

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS Usia <18

Thn

Usia 18-24 thn

Usia 25-55 thn

Usia 56>

thn Total

Netra 5921 3869 46960 86110 142860

Rungu wicara 7632 4410 17482 7432 36956

Tubuh 32990 18384 129272 83233 263879

Mental retardasi 30460 31821 120737 30015 213033

Gangguan jiwa 2257 5105 44514 13246 65122

Fisik mental 19438 9935 47944 24991 102308

Dari perkembangan data di atas, terdapat perbedaan yang cukup signifikan bagi penyandang tunagrahita dari tahun sebelumnya yaitu mencapai 66.610, kemudian pada tahun 2012 penyandang tunagrahita termasuk paling tinggi ke-2 diantara penyandang yang lainnya. Oleh sebab itu perlu adanya pemberian program rehabilitasi sosial guna mengembalikan kembali keberfungian sosial mereka dalam masyarakat.

Undang-Undang No. 4 tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada Pasal 6 ayat 5-6, dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan

2

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/460-anak-dengan-tunagrahita-perlu-pendekatan-khusus.html (dikutip pada tanggal 23 Januari 2014)

3

(15)

sosial; dan hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.4

Ketetapan dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1997 itu sangat berarti bagi anak tunagrahita, karena memberi landasan yang kuat bahwa tunagrahita mempunyai hak yang sama untuk peningkatan kesejahteraan sosial di segala aspek kehidupan dan penghidupan dalam rangka terwujudnya kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, dan peran.

Melihat dari Undang-Undang di atas, untuk mengembalikan fungsi penyandang masalah kecacatan mental/psikotik diperlukan pendekatan secara medis maupun sosial. Penanganan secara medis menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan (dalam hal ini Rumah Sakit Jiwa) baik pemerintah maupun swasta dan untuk memulihkan fungsi sosialnya, peran Kementerian Sosial menjadi tumpuan untuk melakukan rehabilitasi.

Pemerintah dalam hal ini menyediakan tempat khusus bagi tunagrahita. Tempat khusus ini salah satunya dikenal dengan Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara Cibinong-Bogor, yang merupakan salah satu unit teknis Kementerian Sosial yang berfungsi memberikan pelayanan sosial untuk penyandang tunagrahita dalam menyelenggarakan pelayanan dalam bentuk rehabilitasi sosial yang bertujuan untuk proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan tunagrahita mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

Rehabilitasi merupakan istilah yang berakar dari pandangan plato terhadap pelaku kejahatan, namun pada perkembangannya, istilah tersebut

4

(16)

meluas penggunaannya di berbagai bidang. Tidak hanya oleh mereka yang berkutat dibidang kriminologi saja, tetapi juga pada bidang-bidang medis, sosial, psikologi, dan kesejahteraan sosial. Rehabilitasi menawarkan optimisme dan harapan yang terkait dengan semangat kemanusiaan yang kuat untuk membantu memperoleh kesembuhan dan hidup yang lebih baik. Rehabilitasi mempertemukan keahlian dari tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, kriminolog, pendidik, konselor dan pekerja sosial.5

Layanan rehabilitasi ditujukan bagi individu yang mengalami kecacatan fisik, mental, perkembangan, kognitif, dan emosi untuk mencapai

kehidupan yang mandiri dengan cara penerapan layanan pribadi dan vokasional. Agar layanan rehabilitasi yang diberikan terarah dan sistematis

perlu adanya metode yang tepat sebagai pelaksanaannya. Untuk itu penting untuk diteliti bagaimana metode layanan rehabilitasi guna mengetahui sejauh

mana efektivitas dan efisiensi dari metode yang efektif agar dapat meningkatkan keberfungsian sosial tunagrahita secara optimal.

Dalam praktiknya terdapat tiga metode layanan rehabilitasi sosial yaitu metode secara pribadi, metode secara kelompok, dan metode layanan yang

diberikan oleh masyarakat. Untuk itu perlu adanya penelitian khususnya bagi penyandang tunagrahita, karena tunagrahita menghadapi masalah dalam

keberfungsian sosial, maka perlu adanya penentuan metode yang sesuai bagi penyandang tunagrahita. Dengan menerapkan metode layanan rehabilitasi

yang efektif diharapkan kemampuan kerja tunagrahita dapat berkembang

5

Philip Bean, Rehabilitation, dalam Adam Kuper, Jessica Kuper, Ensiklopedia ilmu-ilmu

(17)

secara optimal, sehingga keberfungsian sosialnya juga akan meningkat. Terdapat dua jenis layanan program rehabilitasi sosial yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Bina Grahita (PSBG), yang pertama Program Pelayanan Pokok meliputi: pendekatan awal, penerimaan, pengasramaan, orientasi, asesmen, perumusan rencana intervensi, pelaksanaan intervensi (Bimbingan fisik, mental, sosial, dan keterampilan), resosialisasi, penyaluran, bimbingan lanjut, terminasi. Kedua Pelayanan Penunjang, meliputi: pendataan, sosialisasi program, Rehabilitasi Sosial Berbasis Keluarga (RSBK), Program Pelayanan Jarak Jauh (PPJJ), Pembinaan Persatuan Orang Tua (POT), pengembangan SDM.6

Program pembinaan merupakan bagian yang integral dalam rangkaian proses pelayanan sosial dan tidak dapat dianggap sebagai modalitas treatment yang berdiri sendiri. Hal ini berkaitan dengan pemahaman umum bahwa setelah klien menjalani program rehabilitasi primer di panti rehabilitasi, mereka masih memerlukan perawatan atau bimbingan lanjutan agar proses reintegrasi ke masyarakat dapat berlangsung lancar. Pada kenyataannya treatment tidak berhenti di dalam panti rehabilitasi melainkan terus berlanjut sampai klien kembali ke masyarakat, mampu mengembangkan gaya hidup yang sehat dan menjadi manusia yang produktif (BNN,2008).7

Oleh sebab itu Program Rehabilitasi Sosial di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara itu sendiri adalah bertujuan untuk memulihkan kemauan, kemampuan dan harga diri tunagrahita sehingga dapat melaksanakan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat bergaul dan

6

Keputusan Menteri Sosial RI. No.59HUK2003 tentang Organisasi dan Tata kerja panti Sosial Bina Grahita Ciungwanara Bogor.

7

(18)

mengembangkan fungsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat, mencegah tumbuh dan berkembangnya pandangan yang negatif dari masyarakat terhadap tuna grahita, dan menumbuhkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang keadaan, permasalahan dan kebutuhan tuna grahita sehingga masyarakat sadar dan mendukung usaha rehabilitasi tuna grahita.

Dalam hal ini peningkatan usaha kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara dengan mengetahui metode layanan Rehabilitasi Sosial yang tepat diharapkan dapat meningkatkan Keberfungsian Sosial Penyandang Tunagrahita dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi hak-hak dasar penyandang tunagrahita.

Oleh sebab itu perlu adanya metode layanan rehabilitasi yang komprehensif, direncanakan secara bersama -sama oleh penerima manfaat dan pelaksana rehabilitasi, untuk memaksimalkan daya kerja, kemandirian, integrasi, partisipasi individu -individu penyandang kecacatan di tempat kerja dan masyarakat sehingga pada akhirnya mereka dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan latar belakang diatas maka penulis memiliki judul “PENINGKATAN KEBERFUNGSIAN SOSIAL PENYANDANG TUNAGRAHITA (Kajian Terhadap Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara,Cibinong Bogor)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

(19)

pelayanan pokok dan program pelayanan penunjang. Namun karena layanan rehabilitasi sosial yang lebih pokok terdapat dalam kegiatan di dalam panti, maka dalam hal ini peneliti membatasi masalah yang akan diteliti pada salah satu metode pelayanan pokok meliputi: pendekatan awal, penerimaan, pengasramaan, orientasi, asesmen, perumusan rencana intervensi, pelaksanaan intervensi (Bimbingan fisik, mental, sosial, dan keterampilan), resosialisasi, penyaluran, bimbingan lanjut, terminasi yang dilakukan di dalam panti dalam kurun waktu lima bulan, dari bulan Mei sampai dengan bulan September 2014.

2. Perumusan Masalah

Selanjutnya berdasarkan batasan masalah di atas maka terlihat bahwa permasalahan pokok dalam penelitian ini meliputi:

a. Metode layanan rehabilitasi sosial penyandang tunagrahita dalam Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, Cibinong-Bogor.

b. Berdasarkan permasalahan di atas (a), terlihat dengan nyata bahwa hal ini berkesinambungan pada hasil peningkatan keberfungsian sosial penyandang tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, Cibinong-Bogor.

3. Identifikasi Masalah

Untuk menyusun metode layanan rehabilitasi sosial penyandang tunagrahita diperlukan data-data tentang kemampuan tunagrahita, bimbingan yang telah diberikan, dan faktor pendukung serta faktor penghambatnya. Terdapat beberapa macam identifikasi masalah yang timbul, yaitu:

(20)

sosial?

b. Bagaimana proses rehabilitasi sosial yang diselenggarakan melalui panti?

c. Seperti apakah bimbingan yang diberikan bagi penyandang tunagrahita dalam panti?

d. Bagaimana kondisi anak yang telah menerima pelayanan rehabilitasi di panti?

e. Faktor-faktor apa saja yang mendukung peningkatan keberfungsian sosial tunagrahita dalam panti?

f. Faktor-faktor apa saja yang menghambat peningkatan keberfungsian sosial tunagrahita dalam panti?

g. Bagaimana model pelaksanaan program layanan Rehabilitasi Sosial yang efektif dalam panti yang dilakukan oleh panti?

h. Bagaimana pencapaian tujuan dari program layanan Rehabilitasi Sosial

terhadap peningkatan keberfungsian sosial penyandang disabilitas intelektual tunagrahita di panti?

Oleh karenanya, untuk membatasi masalah sebagaimana dimaksud, maka permasalahan pokok dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Bagaimana metode layanan rehabilitasi sosial penyandang tunagrahita dalam Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara,

Cibinong-Bogor?

b. Bagaimana pencapaian tujuan dari metode rehabilitasi sosial terhadap

(21)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan model program rehabilitasi sosial dalam meningkatkan keberfungsian sosial bagi penyandang tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara Cibinong-Bogor.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan:

a. Untuk mengetahui metode layanan rehabilitasi sosial penyandang tunagrahita dalam Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, Cibinong-Bogor.

b. Untuk mengetahui hasil dari metode layanan Rehabilitasi Sosial terhadap peningkatan keberfungsian sosial penyandang disabilitas intelektual tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, Cibinong-Bogor.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan kebijakan di bidang Program Rehabilitasi Sosial bagi penyandang tunagrahita.

2) Dapat berkontribusi dalam memberikan gambaran tentang model dan metode peningkatan keberfungsian sosial penyandang tunagrahita.

b. Manfaat Akademis

(22)

bagi pengembangan ilmu kesejahteraan sosial.

2)

Dapat menambah khazanah keilmuan baru dalam program pelayanan masyarakat melalui lembaga dan ilmu kesejahteraan sosial.

3)

Dapat menambah wawasan dan pengalaman penulis secara langsung dalam penelitian lapangan melalui penelitian ilmiah.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Adapun beberapa skripsi tersebut antara lain:

Nama : Rian Rusdiyanto NIM : 104054002094

Jurusan : Pengembangan Masyarakat Islam

Judul : Pemberdayaaan Penyandang Cacat Tunagrahita Oleh Yayasan Wahana Bina Karya Penyandang Cacat di Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan

(23)

Nama : B.Mujiani dan Setyo Sumarno

Jurnal : Penelitian Kesejahteraan Sosial Vol.11 No.2 2012

Judul : Kuriusitas terhadap Temanggung: Studi Pekerjaan Sosial Tentang Tunagrahita Curiosity about Temanggung: A Study on Mentally Retardation.

Persamaan jurnal di atas dengan skripsi penulis yaitu sama-sama menggunakan fokus atau kajian pada penyandang tunagrahita. Sedangkan perbedaan jurnal tersebut dengan skripsi penulis yaitu dalam memberikan cakupan layanan yang dijalankan oleh lembaga, yaitu dengan program layanan dalam panti dengan menempatkan penerima manfaat ke dalam asrama untuk mengikuti program-program yang diberikan oleh lembaga.

Nama : Mulia Astuti

Jurnal : Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Vol.18 No.01 2013

Judul : Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Di Panti Sosial Bina Netra „Tumou Tou Tomohon Manado Dan „Tan Miyat’ Bekasi

(24)

E. Metode Penelitian

Sebagai karya ilmiah, setiap pembahasan menggunakan metode untuk menganalisa dan mendeskripsikan suatu masalah. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan dalam mengelaborasi suatu masalah, sehingga suatu masalah dapat diuraikan dan dijelaskan secara lebih rinci.

1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian dikenal dua macam pendekatan penelitian yang dapat dilakukan, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang informasinya atau data-datanya berbentuk angka (scoring) dan diolah dengan statistik.8 Sedangkan pendekatan kualitatif yaitu upaya untuk memahami makna yang terkandung dalam program ini. Hal ini selaras dengan pandangan Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati.9

Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif,

pendekatan kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu

dengan menggunakan pendekatan kualitatif ini didapatkan hasil penelitian

secara mendalam untuk mengetahui makna dari sesuatu secara jelas dari

kondisi sebenarnya.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif.

8

Poerwandari, E.K, Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta: Perfecta, 2005) h.23

9

(25)

Data tersebut bisa berasal dari wawancara, foto, videotape, dokumen

pribadi, catatan lapangan, dan dokumen resmi lainnya. Penelitian deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan data aktual secara rinci yang

melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi, juga menentukan apa yang dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka

untuk menetapkan rencana yang akan datang.10

3. Metode Penetapan Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara Bogor, dengan pertimbangan untuk mengetahui upaya

penanganan permasalahan sosial rehabilitasi sosial tunagrahita yang dilaksanakan di wilayah pemerintahan daerah, khususnya di wilayah

Cibinong Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Terdapat dua metode dalam menetapkan lokasi, yaitu:

a. Random, penetapan lokasi secara acak.

b. Purposive, penetapan lokasi secara sengaja atau mempunyai tujuan dan

alasan tertentu.

Untuk penelitian ini penulis memilih menentuan lokasi secara

purposive dengan alasan agar lebih mudah mengenal lokasi penelitian, lebih mudah menjangkau lokasi penelitian guna mendapatkan data yang

lebih rinci dan akurat.

10

(26)

4. Sumber Data

Sumber data terdiri dari dua macam data yaitu:

a. Data primer adalah data yang diperoleh pada saat penelitian itu

berlangsung, baik melalui observasi, wawancara ataupun dalam materi

yang berhubungan dengan masalah penelitian.

b. Data Sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui penelitian

kepustakaan untuk mencari konsep dari teori-teori yang berhubungan

dengan penulisan skripsi ini seperti buku-buku, internet, brosur, serta

catatan yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

5. Metode Pengumpulan Data

a. Observasi atau pengamatan adalah kegiatan dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. oleh karena itu observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya.11 Dalam penelitian ini diperoleh informasi pelakasanaan observasi atau pengamatan secara langsung pada program rehabilitasi sosial, yang dilakukan oleh pengelola panti, penerima manfaat, fasilitas, proses rehabilitasi dan keberfungsian sosial tunagrahita melalui pencatatan apa yang terlihat, didengar dan diraba kemudian penulis tuangkan dalam laporan penulisan skripsi sesuai data yang dibutuhkan. Dalam hal ini penulis mengamati langsung kegiatan tunagrahita dan pegawai yang ada di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG)

11

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

(27)

Ciungwanara, Cibinong-Bogor.

b. Wawancara adalah proses memperoleh data dengan cara tanya jawab serta secara langsung, bertatap muka antara penanya dengan pengelola perusahaan.12 Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara bertahap, yakni wawancara yang dilakukan secara bertahap dan pewawancara tidak harus terlibat dalam kehidupan informan. Kehadiran pewawancara sebagai peneliti yang sedang mempelajari objek penelitian yang dapat dilakukan secara tersembunyi atau terbuka.

Sistem “datang dan pergi” dalam wawancara ini mempunyai keandalan

dalam mengembangkan objek-objek baru dalam wawancara berikutnya karena pewawancara memperoleh waktu yang panjang di luar informan untuk menganalisis hasil wawancara yang telah dilakukan serta dapat mengoreksinya bersama tim yang lain.13

c. Studi Pustaka, studi kepustakaan yang dilakukan guna mendapatkan teori yang akan digunakan sebagai analisis hasil penelitian sosial dalam program rehabilitasi sosial penyandang tunagrahita.

6. Teknik Pemilihan Informan

Berkenaan dengan tujuan penelitian ini maka pemilihan informan menentukan informasi kunci (key informan) tertentu serta informasi sesuai dengan fokus penelitian.

Untuk memilih sample (dalam hal ini informan kunci) lebih tepat dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Selanjutnya, apabila dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi

12

Adang Rukhyat, Panduan Penelitian Bagi Remaja, (Jakarta: Dinas Olahraga dan Pemuda, 2003) h.51

13

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

(28)

informasi maka peneliti tidak perlu lagi untuk mencari informan baru, proses pengumpulan informasi sudah selesai.

[image:28.595.99.550.179.590.2]

Tabel 1.2

Tabel Pemilihan Informan

Informan Informasi yang dicari

Metode Jumlah Alasan

Klien (Penerima Manfaat) Manfaat Program Rehabilitasi yang diberikan oleh Lembaga

Wawancara 10 orang (5 ringan) (5 sedang) Sebagai objek penerima manfaat program rehabilitasi Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial dan Pegawai Rehabilitasi Sosial Model pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial dan peningkatan keberfungsian sosial

Wawancara 5 orang Sebagai penentu kebijakan pelaksanaan program rehabilitasi dan beberapa disiplin ilmu Profesional Pendamping Asrama

dan Warga Sekitar

Mengetahui keberhasilan program dan menguji kebenaran data pihak panti

Wawancara 5 orang Sebagai pihak netral dan sebagai pihak ke 3

7. Analisa Data

Adapun metode yang penulis gunakan dalam menganalisa data adalah analisis deskriptif. Fungsi analisis deskriptif yaitu memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Gambaran umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karateristik data yang kita peroleh.14

Ciri dari analisis ini adalah menitik beratkan pada observasi dan suasana alamiah (naturalistis setting). Peneliti hanya bertindak sebagai

14

(29)

pengamat. Ia hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala, dan mencatatnya dalam buku observasinya.15

Secara singkat, hasil penelitian diolah dan disajikan dengan cara melaporkan data dengan menerangkan dan memberi gambaran mengenai data yang terkumpul secara apa adanya, kemudian data tersebut disimpulkan.

8. Waktu Penelitian

[image:29.595.59.569.191.671.2]

Waktu penelitian ini dimulai sejak bulan Februari 2014 dan selesai sampai bulan Agustus 2014. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam melaksanakan proses penelitian, sebagai berikut:

Tabel 1.3

Tebel Kegiatan Penelitian

N O

KEGIATAN

BULAN Februari

2014

Maret 2014

April 2014

Mei 2014

Juni 2014

Juli 2014

Agustus 2014 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Penelitian

Pendahuluan

2 Pengumpulan

Data

3 Pengumpulan data

dan analisis data

4 Penulisan dan

penyelesaian Bab I

5 Penulisan dan

penyelesaian Bab II

6 Penulisan dan

penyelesaian Bab III

7 Penulisan dan

penyelesaian Bab IV

8 Penulisan dan

penyelesaian Bab V

15

(30)

9. Keabsahan Data

Untuk memeriksa keabsahan data, penulis menggunakan teknik triangulasi. Teknik ini merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut.

Triangulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi (realibilitas) data, serta bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis data dilapangan.

Keabsahan data yang digunakan penulis adalah triangulasi sumber yakni menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai sumber memperoleh data.16 Penulis menggunakan observasi dan membaca arsip-arsip sekolah untuk membandingkan data yang sudah diperoleh dari wawancara

10.Teknis Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan, penulis mengacu pada pedoman karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Develoopment and Assurance) UIN Syarif Hidayatuullah Jakarta tahun 2007.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui secara global tentang penelitian ini, maka sistematika penulisannya ialah sebagai berikut:

BAB I : Berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan

16

(31)

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Berisikan landasan teoritis mengenai pokok pembahasan meliputi pengertian tunagrahita, klasifikasi tunagrahita, faktor-faktor penyebab tunagrahita, pengertian rehabilitasi sosial, metode rehabilitasi, jenis rehabilitasi, perangkat rehabilitasi, keberfungsian sosial.

BAB III : Memberikan gambaran umum tentang profil lembaga dan sejarah perkembangan Panti Sosial Bina Grahita (PSBG).

BAB IV : Bab ini merupakan inti penelitian, dijelaskan secara rinci mengenai bagaimana metode pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi penyandang tunagrahita dan peningkatan keberfungsian sosial penyandang tunagrahita di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG). BAB V : Merupakan Bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran

(32)

20

KAJIAN TEORETIS

A. Tunagrahita

1. Pengertian Tunagrahita

Tunagrahita yang berasal dari kata tuna berarti merugi, dan grahita

berarti pikiran. Anak Tunagrahita berarti anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) ditandai oleh keterbasan intelejensi/cacat pikiran sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus.1

Ada beberapa deskripsi tentang konsep dan pengertian tunagrahita dari beberapa ahli, antara lain2:

1. Cacat mental merupakan suatu keadaan dari perkembangan mental yang tidak lengkap, yang menyebabkan individu kurang dapat menyesuaikan diri dengan kawan-kawannya yang normal, sehingga memerlukan pengawasan maupun bantuan khusus. (Tredgold,Hutt, 1976).

2. Retardasi mental ialah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya kendala (impairment) keterampilan (kecakapan, skills) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. (WHO, 1992, Lumban Tobing, 1997).

1

Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 9.

2

Mulia Astuti, Rehabilitasi sosial Tunagrahita Melalui Panti Sosial Bina Grahita

(33)

3. Cacat mental retardasi adalah seseorang yang mengalami penyimpangan / kelainan dalam pertumbuhan dan perkembangan pada mental intelektual, yang terjadi sejak bayi dalam kandungan, atau masa bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh faktor organik biologis maupun faktor fungsional. (Depsos, 1999).

Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa referensi disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, febleminded, mental subnormal, tunagrahita. Semua makna dari istilah tersebut sama, yakni menunjuk kepada seseorang yang memiliki kecerdasan mental di bawah normal.

Seorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Bratanata, 1979).

Kecerdasan yang dimiliki seseorang, di samping menggambarkan kesanggupan secara mental seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap situasi dan kondisi yang baru, atau kesanggupan untuk bertindak secara terarah, berfikir secara rasional dalam menghadapi lingkungan secara efektif, juga sebagai kesanggupan untuk belajar dan berpikir secara abstrak.

(34)

kematangannya terhambat (Kirk, 1970). Sedangkan menurut The American Association on Mental Defeciency (AAMD), seseorang dikategorikan tunagrahita apabila kecerdasannya secara umum di bawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase perkembangannya (Hallahan dan Kauffman, 1986).3

2. Klasifikasi Tunagrahita

Pengelompokan pada umumnya didasarkan pada taraf intelegensi, yang terdiri dari tunagrahita ringan, sedang dan berat. Kemampuan intelegensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschlee (WISC).

a. Anak tunagrahita ringan (IQ 50-75)

Anak tunagrahita ringan disebut juga debil atau moron. Mereka masih dapat berfungsi secara individu seperti membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.

Akan tetapi anak tunagrahita ringan perlu mendapat bimbingan dalam melakukan penyesuaian sosial secara independent. Seperti contoh ia akan membelanjakan uangnya dengan lugu, tidak dapat merencanakan masa depan, dan bahkan sering melakukan kesalahan. Namun pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan secara fisik.

Kesimpulannya, anak tunagrahita ringan mampu dididik untuk bisa melakukan kegiatan pribadinya seperti bidang akademis, sosial

3

(35)

dan pekerjaan.

b. Anak tunagrahita sedang (IQ 30-50)

Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Mereka sangat

sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung. Tetapi mereka masih dapat dididik

untuk mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan minum, mengerjakan pekerjaan rumah dan sebagainya. Namun dalam

kehidupan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan terus menerus.

Kesimpulannya, anak tunagrahita sedang hanya dapat dilatih untutk mengurusi dirinya sendiri melalui aktifitas sehari-hari (daily

living), serta bisa melakukan fungsi sosial kemasyarakatan sesuai kemampuannya.

c. Anak tunagrahita berat (0-25)

Anak tunagrahita berat sering disebut idiot, adalah anak

tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus

kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. Dengan kata lain, anak tunagrahita berat selalu membutuhkan pereawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup

tanpa bantuan orang lain (totally dependent).

(36)

Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnnya.

3. Faktor-faktor Penyebab Tunagrahita

Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang menurut kurun waktu terjadinya, yaitu dibawa sejak lahir (faktor endogen)

dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor eksogen). Kirk berpendapat bahwa ketunagrahitaan karena faktor endogen,

yaitu faktor ketidaksempurnaan psikobiologis dalam memindahkan gen

(Hereditary transmission of psycho-biological insufficiency). Sedangkan

faktor eksogen, yaitu faktor yang terjadi akibat perubahan patologis dari perkembangan normal.

Dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaaan menurut Devenport dapat dirinci melalui jenjang berikut:

(1) kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma, (2) kelainan atau keturunan yang dihasilkan selama penyuburan telur, (3) Kelainan atau

keturunan yang dikaitkan dengan implantasi, (4) Kelainan atau keturunan yang timbul dalam embrio, (5) kelainan atau keturunan yang timbul dari

luka saat kelahiran, (6) kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin, dan (7) kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak.4

Dari penyebab di atas diketahui bahwa ketidakmampuan anak tunagrahita meraih prestasi yang lebih baik dan sejajar dengan anak

4

(37)

normal karena keterbatasan fungsi kognitif dan kesetiaan ingatan anak tunagrahita sangat lemah dibanding dengan anak normal. Maka tidak heran jika ada instruksi yang diberikan kepada anak tunagrahita tidak melalui proses kognitif, akibatnya proses pemanggilan kembali pengalaman atau peristiwa yang lalu, sering mengalami kesulitan.

B. Rehabilitasi

1. Pengertian Rehabilitasi

Menurut UU No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial Bab 1 Pasal 1 ayat 8, Rehabilitasi sosial adalah:

“Proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk

memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat”

Tujuan rehabilitasi sosial dijelaskan dalam UU No.11 Tahun 2009 Bab III Pasal 7 ayat 1:

“Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan

mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar”

Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan yang dahulu, perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misal pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat.5

Rehabilitasi sosial mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut :

5

(38)

1. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya.

2. Memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

2. Metode Rehabilitasi

Metode yang digunakan dalam pemberian layanan rehabilitasi sosial dan vokasional penyandang cacat antara lain adalah6:

1. Pekerjaan Sosial dengan Individu (Sosial Case Work)

a. Pengertian

Pekerjaan Sosial dengan individu adalah suatu proses pelayanan profesional yang diberikan oleh pekerja sosial kepada penyandang cacat secara perseorangan yang mengalami permasalahan psikososial yang mengganggu peranan sosialnya. b. Jenis-jenis pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional yang

diberikan

1) Intervensi Krisis.

2) Terapi Perilaku (Behavior Therapy).

3) Intervensi Lingkungan (Milieu Treatment). 4) Terapi Bermain (Play Therapy).

5) Terapi Realitas (Reality Therapy). 6) Konseling.

7) Kunjungan Rumah (Home Visit).

6

Haryati Roebyantho, dkk, Penelitian Pola Multi Layanan Pada Panti Sosial

(39)

c. Aplikasi pelayanan individual:

1) Diterapkan pada penyandang cacat yang mempunyai masalah yang bersifat pribadi.

2) Dilakukan dengan berbicara dari hati ke hati, dapat mendengarkan cerita penerima manfaat dengan sepenuh hati. 3) Dilakukan secara berulang-ulang dalam rangka untuk

mendapatkan informasi yang lebih lengkap.

4) Diterapkan pada masalah yang sulit diungkapkan penyandang cacat dan menggali berbagai hal yang dianggap penting untuk penanganan masalah.

5) Dilaksanakan secara terencana dan sistematis.

6) Dibuatkan kesimpulan hasil dari setiap pertemuan sehingga dapat mengetahui perkembangan penanganan permasalahan penerima manfaat.

2. Pekerjaan Sosial dengan Kelompok (Sosial Group Work)

a. Pengertian

Pekerjaan sosial dengan kelompok adalah proses pelayanan profesional yang dilakukan pekerja sosial untuk membantu penyandang cacat mengatasi permasalahan psikososialnya dengan memanfaatkan proses dan interaksi kelompok.

b. Jenis pelayanan yang diberikan:

(40)

yang dialami penyandang cacat. Terdapat 9 (sembilan) tipe kelompok dalam Group Work:

1) Kelompok Percakapan Sosial (Sosial Conversation). 2) Kelompok Rekreasi (Recreation Group).

3) Kelompok Rekreasi dan Keterampilan (Recreation & Skill Group).

4) Kelompok Pendidikan (Educational Group).

5) Kelompok Pemecahan Masalah dan Pembuatan Keputusan (Problem Solving and Decission Making Group).

6) Kelompok Bantu Diri (Self-Help Group). 7) Kelompok Sosialisasi (Sosialization Group). 8) Kelompok Penyembuhan (Therapeutic Group). 9) Kelompok Sensitivitas (Sensitivity Group). c. Aplikasi Pelayanan:

1) Membentuk kelompok penyandang cacat (5-10 orang) sebagai media pelaksanaan pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional. 2) Kegiatan yang dilakukan harus bersifat kreatif dan berorientasi

pada pemecahan permasalahan dan kebutuhan penyandang cacat. 3) Setiap anggota kelompok harus diberikan kesempatan yang sama

dalam mengungkap permasalahan yang dialami.

4) Diterapkan untuk mengembangkan sikap peniruan terhadap pengalaman positif penyandang cacat yang lainnya.

(41)

6) Membuat catatan perkembangan penyandang cacat dari setiap pertemuan yang diadakan.

3. Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (Community Organization/Community Development)

a. Pengertian

Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses pelayanan dan rehabilitasi sosial professional yang dilakukan pekerja sosial bersama profesi lain kepada kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki penyandang cacat agar mereka mempunyai kepedulian dan tanggungjawab untuk membantu memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah penyandang cacat. b. Jenis-jenis pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional yang

diberikan.

1) Promosi sosial (sosial promotion). 2) Mediasi.

3) Kemitraan (partnership).

4) Penggalangan dana (fundrising). c. Aplikasi pelayanan

(42)

2) Perlu diidentifikasi pihak-pihak yang dapat diajak bekerjasama dan bermitra dalam pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional penyandang cacat.

3) Perlu diidentifikasi pihak-pihak penyandang dana yang diharapkan dapat berpartisipasi dalam pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional penyandang cacat.

4) Perlu sosialisasi program pelayanan rehabilitasi sosial dan vokasional penyandang cacat kepada masyarakat luas.

Kegiatan yang Dilakukan dalam Rehabilitasi:

1. Pencegahan; artinya mencegah timbulnya masalah sosial, baik masalah datang dari diri klien itu sendiri, maupun masalah yang datang dari lingkungan klien.

2. Rehabilitasi; diberikan melalui bimbingan sosial dan pembinaan mental, bimbingan keterampilan.

3. Resosialisasi; adalah segala upaya bertujuan untuk menyiapkan klien agar mampu berintegrasi dalam kehidupan masyarakat.

4. Pembinaan tidak lanjut; diberikan agar keberhasilan klien dalam proses rehabilitasi dan telah disalurkan dapat lebih dimantapkan.7

3. Jenis Rehabilitasi

Rehabilitasi pada tataran praktik, mempertemukan berbagai disiplin

ilmu mulai dari medis, psikologis, sosial, bahkan pendidikan multidispliner tersebut menghasilkan proses rehabilitasi yang saling terkait

dan mendukung upaya pengembalian fungsi sosial, sehingga individu

7

(43)

dapat menjalankan perannya sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Pada perkembangannya, rehabilitasi terbagi menjadi empat jenis rehabilitasi8 sebagai berikut:

a. Rehabilitasi Medis

Rehabilitasi ini memberikan berbagai perawatan secara medis dalam upaya untuk memulihkan kondisi fisik klien. Rehabilitasi medis

menawarkan pelayanan kesehatan bagi klien, yang mempertemukan tenaga profesional seperti dokter, psikiater, psikolog, bahkan pekerja sosial medis. Umumnya proses rehabilitasi medis berlangsung di

rumah sakit, khususnya yang memiliki Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM), Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit

Fatmawati merupakan contoh rumah sakit yang telah memiliki (IRM). b. Rehabilitasi Pendidikan

Rehabilitasi pendidikan merupakan upaya pengembangan potensi intelektual klien pada setting Sekolah Luar Biasa (SLB). Rehabilitasi

ini mengandalkan tenaga pendidik, terutama para pendidik yang menekuni bidang khusus Pendidikan Luar Biasa (PLB).

c. Rehabilitasi Vokasional

Rehabilitasi ini, memberikan keterampilan-keterampilan khusus pada klien sesuai dengan minat dan kemampuannya, seperti keterampilan dalam bidang musik, pijat, masak, olah raga, komputer, dan lain sebagainya. Rehabilitasi vokasional memerlukan tenaga-tenaga khusus

8

Caroline Nitimiharjo, Rehabilitasi Sosial, dalam Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial

Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Departemen Sosial RI,

(44)

yang menguasai keterampilan-keterampilan tersebut. Sehingga dapat mewujudkan tujuan proses rehabilitasi vokasional yaitu kemandirian ekonomi.

d. Rehabilitasi Sosial

Proses rehabilitasi sosial mengupayakan agar klien dapat memulihkan fungsi sosialnya di masyarakat. Proses rehabilitasi sosial juga bertujuan untuk mengintegrasikan klien kembali ke lingkungan masyarakat. Pada prosesnya, rehabilitasi sosial mengintervensi klien sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga dan komunitasnya. Dalam hal ini, proses tersebut melibatkan sikap klien terhadap keluarga, komunitas, bahkan masyarakat, juga sebaliknya. Peranan pekerja sosial, psikolog, dan konselor menjadi sangat penting pada proses rehabilitasi ini.

4. Perangkat Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan proses pemulihan kepada kondisi yang semula, agar dapat mencapai tujuan tersebut. Rehabilitasi memerlukan serangkaian perangkat sebagai penunjang berlangsungnya proses rehabilitasi yang integratif dan komprehensif. Perangkat tersebut meliputi “sarana dan prasarana” yang menunjang proses rehabilitasi yaitu:

a. Program Rehabilitasi

(45)

dapat meliputi lingkup lokal, nasional, regional. Keterkaitan dan kerjasama antara lembaga-lembaga menyelenggarakan program rehabilitasi merupakan hal penting mencapai tujuan rehabilitasi itu sendiri. Dimana, tujuan dan fokus rehabilitasi akan tergantung pada kebijakan lembaga dan dapat bervariasi pada lembaga lain. Seperti pada lembaga yang menyelenggarakan program rehabilitasi bagi penyandang disabilitas yang mengkhususkan pada program rehabilitasinya saja.

b. Pelayanan

Pelayanan dalam proses rehabilitasi meliputi aktivitas khusus yang dapat memberikan manfaat dan sesuai dengan kebutuhan klien. Penyelenggaraan pelayanan kepada klien mengintegrasikan berbagai pendekatan, disiplin ilmu dan tenaga-tenaga profesional untuk mencapai tujuan dari proses rehabilitasi tersebut.

c. Sumber Daya Manusia (SDM)

Proses rehabilitasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya sumber daya manusia sebagai pelaksana proses tersebut. Pelaksana rehabilitasi melibatkan tenaga-tenaga profesional dari berbagai latar belakang pendidikan dan keterampilan-keterampilan khusus, seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, konselor, terapis, edukator, pengajar vokasional, dan lain sebagainya. Sumber daya manusia memegang peranan utama dalam pelaksanaan rehabilitasi.

d. Fasilitas Penunjang Rehabilitasi

(46)

Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM) pada rumah sakit, panti sosial binaan pemerintah, dan lembaga sosial yang menyelenggarakan program dan layanan rehabilitasi. Selain tempat pelaksanaan, fasilitas penunjang lainnya adalah peralatan rehabilitasi. Jenis dan jumlah peralatan tersebut, tergantung pada program, dan layanan rehabilitasi yang diselenggarakan.

5. Keberfungsian Sosial

Keberfungsian Sosial secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam melaksanakan fungsi sosialnya atau kapasitas seseorang dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya sesuai dengan status sosialnya.9

Menurut Achlis dalam bukunya, Praktek Pekerjaan Sosial I, keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi sosial tertentu yang bertujuan untuk mewujudkan nilai dirinya demi pencapaian kebutuhan hidup. Indikator peningkatan keberfungsian sosial dapat dilihat dari ciri-ciri seperti yang diungkapkan Achlis:10

1. Individu mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya

2. Individu intens menekuni hobi serta minatnya

3. Individu memiliki sifat afeksi pada dirinya dan orang lain atau lingkungannya

4. Individu menghargai dan menjaga persahabatan

9

Abu Huraerah, "Pekerjaan Sosial Dalam Menangani Kemiskinan". (Jakarta: Pikiran Rakyat, 2005).

10

(47)

5. Individu mempunyai daya kasih sayang yang besar serta mampu mendidik 6. Individu semakin bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya 7. Individu memperjuangkan tujuan hidupnya

8. Individu belajar untuk disiplin dan memanajemen diri 9. Individu memiliki persepsi dan pemikiran yang realistik.

Keberfungsian sosial mengacu pada cara yang dilakukan individu-individu atau kelompok dalam melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhannya. Konsep ini pada intinya menunjuk pada “kapabilitas”

(capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya.

Baker, Dubois dan Miley menyatakan bahwa keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.11

Konsep ini mengedepankan nilai bahwa manusia adalah subyek dari segenap proses dan aktifitas kehidupannya. Bahwa manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pertolongan. Bahwa manusia memiliki dan/atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya.

Pendekatan keberfungsian sosial dapat menggambarkan karakteristik dan dinamika kehidupan yang lebih realistis dan komprehensif. Ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga merespon dan mengatasi permasalahan

11

(48)

sosial-ekonomi yang tekait dengan situasi lingkungannya.

Selaras dengan adagium pekerjaan sosial, yakni “to help people to help themselves”,12 pendekatan ini memandang individu bukan sebagai objek pasif yang hanya dicirikan oleh kondisi dan karakteristik. Melainkan orang yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang sering digunakannya dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial.

Dari pemikiran di atas, keberfungsian sosial individu dalam situasi ini seringkali tergantung pada keluarga yang secara bersama-sama dengan jaringan sosial membantu para anggotanya dengan pemberian bantuan ekonomi, tempat tinggal dan bantuan-bantuan mendesak lainnya. Seharusnya konsep keberfungsian sosial lebih menekankan pada “apa yang dimiliki

individu”, ketimbang “apa yang tidak dimiliki si individu”.

12

Edi Suharto, Coping Strategies dan Keberfungsian Sosial: Mengembangkan

Pendeketan Pekerjaan Sosial dalam Mengkaji dan Menangani Kemiskinan (Bogor: Institut

(49)

37

PROFIL LEMBAGA

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian PSBG Ciungwanara Bogor

Pada tanggal 5 September 1885 diresmikan berdirinya panti yang berlokasi di Jl.SKB No.3 Desa Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor, dengan nama Panti Rehabilitasi Penderita Cacat Mental (PRPCM) Retardasi, peresmiannya dilakukan oleh Bupati KDH Tk.II Kabupaten Bogor.

Nama Panti Rehabilitasi Penderita Cacat Mental (PRPCM) diganti nama menjadi Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI No.14 Tahun 1994, tanggal 23 April 1994.

PSBG Ciungwanara Bogor diklasifikasikan ke dalam Panti Sosial type A (Eselon IIIa) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI No.59/HUK/2003, tanggal 23 Juli 2003.

Visi Misi PSBG Ciungwanara Bogor

1. Visi

Mewujudkan kemandirian penyandang cacat mental retardasi (tunagrahita).

2. Misi

a. Meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat tunagrahita.

b. Meningkatkan profesionalisme petugas pelayanan penyandang cacat tunagrahita.

(50)

B. Kondisi Sumber Daya Manusia, Kapasitas dan Fasilitas, dan Dana Penyelenggaraan Panti

1. Sumber Daya Manusia (SDM)

Dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial di PSBG Ciungwanara Bogor, dilaksanakan oleh 43 orang personil, bila dilihat dari jabatannya, komposisinya adalah sebagai berikut:

a. Eselon III (Kepala Panti) 1 orang

b. Eselon IV (Kabag TU, Kasie PAS dan Rehsos) 3 orang

c. Tenaga Fungsional 8 orang

d. Staff 31 orang

Dalam melaksanakan tugasnya kekuatan personil tersebut dapat dilihat dalam struktur organisasi berikut:

a. Kepala panti, bertanggung jawab atas keseluruhan pelaksanaan kegiatan panti. Dalam pelaksanaan tugasnya kepala panti dibantu oleh tiga orang eselon IV atau pejabat struktural beserta stafnya dan delapan orang pejabat fungsional pekerja sosial.

Kepala

Instalasi Produksi (WorkShop) Kelompok Jabatan

Fungsional Seksi Program &

Advokasi Sosial

Sub Bag Tata Usaha

(51)

Uraian tugas jabatan struktural dapat dilihat dari uraian tugas masing-masing eselon empat sebagai berikut.

b. Kasubag TU mempunyai tugas:

1) Mempelajari, memahami peraturan perundang-undangan ketentuan, yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya. 2) Membagi tugas/kegiatan kepada staff.

3) Melakukan konsultasi kegiatan kepada kepala panti. 4) Urusan cuti, KARIS/KARSU, ASKES dan TASPEN.

5) Menyiapkan usulan diklat pegawai dan kenaikan pangkat serta kenaikan gaji berkala.

6) Membuat LAKIP panti

7) Melakukan persiapan bahan rencana kegiatan tahunan. 8) Melakukan urusan surat menyurat.

9) Melakukan persiapan bahan rencana kegiatan tahunan. 10)Menyiapkan bahan laporan kegiatan panti.

11)Melakukan kegiatan administrasi perkantoran.

12)Menghimpun dan merekapitulasi DP3, DUK dan daftar hadir. 13)Menyiapkan bahan mutasi dan pembinaan pegawai.

14)Melakukan penyusunan dan pembahasan anggaran. 15)Menyiapkan bahan sanksi administrasi kepegawaian. 16)Menyiapkan analisa kebutuhan pegawai.

17)Melakukan urusan gaji dan honor pegawai.

(52)

20)Melakukan Unit Akuntansi Wilayah (UAW) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) mengenai barang dan keuangan (SIMAK BMN). 21)Mengusulkan kepanitiaan pengadaan barang dan jasa.

22)Menyiapkan analisa kebutuhan sarana dan prasarana UPT.

23)Menyelenggarakan keamanan, kebersihan, dan penerangan lingkungan panti.

24)Mengelola permakanan dan kebutuhan klien.

25)Melakukan koordinasi dengan pejabat struktural dan fungsional dalam rangka penyusunan laporan kegiatan panti.

26)Menyiapkan bahan kehumasan.

27)Menyiapkan bahan dokumentasi pameran, dan sosialisasi program. 28)Melakukan tugas lain dari kepala panti sesuai dengan pereaturan

perundang-undangan yang berlaku.

Dari 28 tugas sub bagian tata usaha, pada umumnya adalah tugas-tugas penunjang penyelenggaraan rehabilitasi sosial kecuali mengelola permakanan.

c. Kepala Seksi Program dan Advokasi Sosial (PAS), mempunyai tugas: 1) Mempelajari, memahami peraturan perundang-undangan ketentuan

yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya. 2) Membagi tugas/kegiatan kepada staff.

3) Melakukan perumusan rencana kegiatan tahunan. 4) Melakukan konsultasi kegiatan kepada pemimpin.

(53)

6) Melakukan penyiapan bahan program, pendampingan yang memerlukan advokasi.

7) Menyiapkan bahan panduan operasional panti. 8) Menyiapkan bahan panduan petugas pelayanan klien.

9) Melakukan program persatuan orang tua klien (POT) keluarga. 10)Melakukan pendistribusian informasi ketentuan/ peraturan/ tata

tertib setiap unit pelayanan dan klien yang wajib dipatuhi.

11)Melakukan identifikasi, registrasi, seleksi, dan penerimaan serta penjelasan program kepada calon klien.

12)Melakukan pendampingan penyesuaian bagi setiap klien yang terhambat selama mengikuti tahapan/proses rehabilitasi dalam panti.

13)Melakukan penghimpunan dan pengolahan hasil pelaksanaan kegiatan bidang sebagai bahan laporan.

14)Melakukan penghimpunan, pengolahan perpustakaan.

15)Melakukan penghimpunan, pengolahan, data awal dan informasi klien sebagai bahan penyusunan laporan.

16)Melakukan koordinasi dengan pejabat struktural dan fungsional dalam rangka penyusunan laporan kegiatan panti.

17)Melakukan tugas lain dari atasan/pimpinan sesuai dengan peraturan berlaku.

(54)

d. Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial, mempunyai tugas:

1) Mempelajari, memahami peraturan perundang-undangan, ketentuan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya. 2) Membagi tugas/kegiatan kepada staff.

3) Melakukan persiapan rencana kegiatan bimbingan fisik, perawatan kesehatan, mental, sosial, dan keterampilan serta mengkonsultasikan kepada kepala panti.

4) Melakukan koordinasi kegiatan dengan unit terkait.

5) Melakukan penyusunan kurikulum, seleksi penempatan, kegitan bimbingan sosial, mental, fisik, kecerdasan dan keterampilan. 6) Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan rehabilitasi sosial

termasuk perkembangan klien.

7) Melakukan penyusunan kurikulum, seleksi, kegiatan bimbingan sosial, mental, fisik, Kecerdasan dan keterampilan.

8) Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan rehabilitasi sosial termasuk perkembangan klien.

9) Melakukan test awal untuk pengungkapa dan pemahaman masalah (Assesment).

10)Melakukan test penelusuran minat dan bakat termasuk kemampuan didik dan latih.

11)Melakukan penempatan klien pada program.

12)Melakukan pendekatan kepada masyarakat, dunia usaha, dan instansi terkait dalam rangka resosialisasi.

13)Melakukan magang klien pada perusahaan dan atau tempat usaha sesuai jenis keterampilan.

(55)

15)Melakukan konsultasi keluarga.

16)Menghimpun kelengkapan data/file klien. 17)Melakukan kegiatan ekstra kurikuler.

18)Penempatan klien dalam asmara.

19)Melakukan persiapan kegiatan UEP, magang, wirausaha dan

kunjungan keluarga.

20)Melakukan penyiapan bahan keterampilan, bimbingan kepribadian

klien.

21)Melakukan peningkatan prilaku, pengetahuan, dan keterampilan

klien.

22)Melakukan pembinaan terhadap pengasuh dan instruktur.

23)Melakukan konsultasi kegiatan dengan pemimpin.

24)Melakukan penghimpunan dan pengolahan data sebagai bahan

laporan.

25)Melakukan tugas lain dari atasan/pimpinan sesuai peraturan yang

berlaku.

Dari 25 tugas kepala seksi rehabilitasi sosial, 20 atau 80%

diantaranya merupakan kegiatan rehabilitasi sosial yang langsung berhubungan dengan klien dan 20% lainnya merupakan kegiatan penunjang.

(56)

f. Instalasi Produksi (work shop)

Secara fisik unit ini sudah tersedia, namun kegiatannya belum berjalan karena keterampilan bekerja yang diperoleh selama di panti belum bisa diterapkan untuk menghasilkan barang dan jasa yang sesuai dengan standar pasar.

Jumlah pegawai PSBG Ciungwanara Bogor sebanyak 57 orang dengan klasifikasi sebagai berikut:

[image:56.595.97.497.225.649.2]

Tebel 3.1

Tabel jumlah pegawai berdasarkan jenis kelamin di Panti PSBG Ciungwanara Bogor

No Jenis kelamin ƒ

1 Laki-laki 20

2 Perempuan 26

Total 46

Tebel 3.2

Tabel jumlah pegawai berdasarkan pendidikan di Panti PSBG Ciungwanara Bogor

No Tingkat pendidikan ƒ

1 SD 3

2 SMP 15

3 SMA 10

4 D III 11

5 D-IV / S I 15

(57)
[image:57.595.99.512.88.728.2]

Tebel 3.3

Tabel jumlah pegawai berdasarkan tenaga profesi di Panti PSBG Ciungwanara Bogor

No Jenis Profesi ƒ

1 Dokter Umum 1

2 Perawat 2

3 Psikolog 1

4 Pekerja sosial 9

5 Okupasi therapy 1

2. Kapasitas dan Fasilitas Panti

Kapasitas di PSBG Ciungwanara Bogor dapat menampung 75 orang, yang ditempatkan pada delapan asrama, terbagi atas tiga asrama putra, dan lima asrama putri dalam satu asrama dapat menampungkan sembilan sampai sepuluh klien, pada setiap asrama ditempatkan satu pembimbing asrama.

PSBG Ciungwanara Bogor menempati tanah seluas 5,3 Ha dengan luas bangunan 3,888 M2. Fasilitas penunjang berupa bangunan fisik yang tersedia di PSBG Ciungwanara Bogor adalah sebagai berikut:

a. Kantor

b. Ruang data/Perpustakaaan c. Ruang Kesehatan (Poliklinik)

d. Ruang Pamer/show room hasil karya/kerajinan e. Rumah dinas pegawai

f. Aula

(58)

i. Lokal pendidikan j. Mushola

k. Ruang kesenian l. Asrama

 Asrama Garuda

 Asrama Merpati

 Asrama Parkit

 Asrama Flamboyan

 Asrama Melati

 Asrama Kenanga

 Asrama Kakatua

 Asrama Nuri

m. Wisma tamu

n. Ruang makan dan dapur o. Sarana air bersih

p. Sarana penerangan listrik q. Sarana taman bermain

r. Sarana olah raga s. Pos satpam

3. Klien

Klien yang diterima pada PSBG Ciungwanara Bogor, berasal dari Provinsi Lampung, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Namun tidak

(59)

Kalimantan Selatan.

4. Dana Penyelenggaraan Panti

Sumber dana PSBG Ciungwanara Bogor berasal dari APBN yang tertuang dalam DIPA. Untuk tahun 2014 berjumlah Rp. 5.006.013.000

C. Proses Rehabilitasi Sosial yang Diselenggarakan di PSBG Ciungwanara Bogor

1. Program Pokok

Program pokok pelayanan dan rehabilitasi Orang dengan Kecacatan (ODK) Intelektual/ Grahita di Panti Sosial Bina Grahita (PSBG) Ciungwanara, meliputi :

a. Rehabilitasi sosial 1) Pendekatan awal 2) Penerimaan.

Penerimaan calon klien harus memenuhi persyaratan sebagai berikut;

a) Orang dengan kecacatan (ODK) Intelektual/grahita:

 Debil/ mampu didik = IQ antara 50 s/d 70

 Imbisil/ mampu latih= IQ antara 30 s/d 49

b) Tidak menderita cacat ganda (tuna netra, bisu tuli) c) Tidak mempunyai penyakit menular/kronis

(60)

g) Usia antara 15 s/d 35 tahun.

Perlengkapan persyaratan penerimaan : a) Permohonan pendaftaran calon klien b) Isian formulir pendaftaran

c) Isian angket riwayat anak d) Isian anket kepribadian anak

e) Surat pernyataan orangtua/wali bermaterai

f) Data pengkajian keadaan keluarga dan lingkungan

g) Surta keterangan psikolog

h) Surat keterangan sehat dari dokter

i) Surat keterangan RT/RW domisili j) Pas poto 4x6 s

Gambar

Tabel 1.1
Tabel Pemilihan Informan
Tabel 1.3 Tebel Kegiatan Penelitian
Tabel jumlah pegawai berdasarkan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengaruh Pemberdayaan dan kebutuhan untuk berprestasi terhadap Organizational Citizenship Behavior dengan Kebutuhan untuk berprestasi sebagai Variabel Pemoderasi.

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Status Siaga Darurat Banjir dan Tanah Longsor di Kabupaten Bantul;.. Mengingat :

(1) Walikota berwenang memberikan izin gangguan kepada setiap orang atau badan yang mendirikan dan/atau memperluas/merubah tempat usaha/kegiatan/jenis usaha di lokasi

Pada hari ini, Rabu tanggal tiga bulan Mei tahun dua ribu tuju belas, kami Pokja Pengadaan Alat Laboratorium Balai Besar POM di Jakarta telah mengadakan acara

Addendum dokumen pengadaan ini diterbitkan Pokja ULP Pengadaan berdasarkan hasil Aanwijzing (Penjelasan) dan dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kepada peserta

[r]

Panitia Lelang Pengadaan Reagen dan Media Mikro Pengujian Laboratorium SAMPEL OBAT,OT,KOSMETIK, SUPLEMEN KESEHATAN Balai POM di Kupang tahun 2017akan melaksanakan