• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekomendasi

Dalam dokumen LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU MEI 2019 (Halaman 118-133)

BAB 5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

3. Rekomendasi

Pada tingkat regional, koordinasi aktif Tim Pengendalian Inflasi Daerah terus ditingkatkan baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan upaya prioritas pengendalian inflasi antara lain:

1. Mendorong percepatan pelaksanaan kerjasama antar daerah terutama untuk komoditas bahan pangan yang rentan bergejolak dengan andil inflasi terbesar di Riau. Kegiatan-kegiatan kerjasama ini mencakup antara lain, namun tidak terbatas pada: (i) kerjasama antara Perum Bulog dengan 7 daerah utama produksi beras: Sulsel, NTB, Jateng, Jatim, Jabar, Sumsel, dan Lampung; (ii) kerjasama dengan daerah sumber bibit ternak (NTB), dan perluasan kerjasama dengan Jawa Timur untuk komoditas sapi Madura; (iii) mendorong kesepakatan bersama Forum APPSI (Asosiasi Pemerintah Provinsi

96

Seluruh Indonesia) dan gubernur se-Sumatera dalam penyediaan bahan pangan; (iv) memfasilitasi kerjasama B to B (Gapoktan dengan Pelaku Usaha). 2. Memperkuat kelembagaan yang terkait dengan pengendalian inflasi terutama bahan pangan, antara lain melalui: (i) pembinaan sistem pembiayaan, manajemen usaha, dan kemitraan usaha, salah satunya dengan mengembangkan AUTSK (Asuransi Usaha Ternak Sapi dan Kerbau); (ii) pelatihan petani, kelompok tani, dan pelaku agribisnis tanaman pangan dan hortikultura; (iii) pengembangan Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM); dan (iv) pemberdayaan Toko Tani Indonesia.

3. Memitigasi gangguan distribusi dan konektivitas, antara lain dengan: (i) kerjasama khususnya dengan pihak Kepolisian terutama untuk antisipasi tindakan spekulasi dan penimbunan, (ii) mengusulkan alokasi anggaran untuk pembuatan sistem informasi neraca pangan yang terintegrasi dari tingkat desa hingga provinsi (data produksi dan data pasar), (iii) mengoptimalkan pemanfaatan jembatan timbang untuk mengetahui arus keluar masuk bahan pangan, (iv) percepatan pembangunan pasar induk, dan (v) mendorong konektivitas dan kualitas infrastruktur jalan terutama dari sentra produksi.

4. Terus melakukan serangkaian kegiatan untuk menjangkar ekspektasi masyarakat agar bijak dalam berbelanja dan update terhadap harga terkini melalui berbagai media massa serta mendorong pemanfaatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dalam bentuk digital display di titik-titik keramaian.

Adapun dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, diusulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Jangka pendek

a. Membangun persepsi positif terhadap iklim investasi melalui peningkatkan ease of doing business melalui deregulasi dan debirokratisasi perizinan investasi, disertai dengan peningkatan informasi terkait kebijakan-kebijakan di daerah yang memberikan insentif khusus bagi dunia usaha di Provinsi Riau.

GE

LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah

97

b. Peningkatan alokasi belanja modal, terutama infrastruktur, yang dimonitor dan dievaluasi secara intensif. Selain itu, demi terlaksananya realisasi anggaran sesuai peruntukan, perlu dikembangkan mekanisme punishment bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak dapat merealisasikan anggaran sesuai dengan apa yang telah direncanakan. c. Mendorong kerjasama dengan masyarakat/asosiasi usaha di bidang

pariwisata serta korporasi perkebunan untuk mengembangkan berbagai kegiatan/event dan paket wisata berbasis alam/perkebunan yang tidak terlalu membutuhkan usaha yang begitu besar (low hanging fruit), seperti wisata petik durian asli Bangkinang dan Bengkalis, wisata persawahan di Bungaraya, wisata edukasi perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, wisata edukasi perkebunan karet, dsb. Kegiatan tersebut dikembangkan sejalan dengan berbagai event pariwisata/budaya berskala nasional dan internasional yang telah ada saat ini seperti Bakar Tongkang, Pacu Jalur, dsb. Branding kegiatan-kegiatan perlu diperkuat agar ingatan masyarakat terhadap komoditas agrowisata dan perkebunan tersebut lekat dengan Riau. Semisal, apabila ingin wisata Durian, Riaulah yang menjadi tujuannya; apabila ingin wisata edukasi kelapa sawit, Riaulah yang menjadi tujuan utamanya.

d. Mendorong penyusunan standar tahapan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah serta penyusunan peraturan daerah terkait elektronifikasi meliputi roadmap serta instrumen elektronifikasi.

2. Jangka Menengah Panjang

a. Percepatan proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan jembatan, kelistrikan, pelabuhan, serta pengembangan kawasan industri dan logistik yang sinergis dan terarah dengan pengembangan sektor prioritas di provinsi Riau. Selain itu, dukungan terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan dibangun di Riau juga diperlukan, seperti penetapan lokasi (Penlok) dan dukungan pembebasan lahan trase jalan tol Padang Bukittinggi Pekanbaru, Dumai Rantau Prapat, dan rel kereta api Rantau Prapat Duri Pekanbaru.

98

b. Dalam hal pengembangan kawasan industri terutama kawasan industri yang diinisiasi oleh pemerintah daerah, dapat dilakukan beberapa hal, antara lain: (i) mengalokasikan/mendorong alokasi sebagian lahan di kawasan industri eksisting untuk juga menjadi kawasan pergudangan/logistik; (ii) menyiapkan paket insentif dalam berinvestasi di kawasan industri dan pergudangan tersebut; (ii) bekerjasama dan mengundang perusahaan swasta nasional yang telah sukses dalam pengembangan kawasan industri untuk turut serta membantu pengembangan kawasan dimaksud dengan imbalan, misal, kepemilikan beberapa persen saham kawasan apabila perusahaan tersebut berhasil mendatangkan sejumlah perusahaan/industri untuk beroperasi di kawasan dimaksud (perjanjian usaha berbasis kinerja), (iii) mempelajari dan mengembangkan skema pendanaan availability payment dalam mengembangkan infrastruktur pendukung kawasan industri seperti akses jalan, SPAM, perluasan dermaga pelabuhan eksisting, jalur kereta api, dsb.

c. Mendorong pengembangan sektor real estate terutama di daerah perkotaan di Riau sebagai salah satu sumber alternatif pertumbuhan ekonmi baru, antara lain melalui: (i) inisiasi pembentukan bank tanah daerah untuk penyediaan tanah yang terjangkau bagi pengembang, namun dengan syarat harus segera dibangun pemukiman dan dipasarkan (pengembangn tidak boleh menumpuk lahan); (ii) insentif keringanan PBB pada 1 2 tahun awal dan BPHTB pasca sebuah properti telah berpindah hak milik menjadi perseorangan; (iii) kemudahan perizinan dan non-perizinan pengembang untuk mulai membangun. d. Perlunya penyusunan roadmap hilirisasi produk berbasis minyak kelapa

sawit sebagai pedoman jangka panjang kebijakan daerah dalam mengembangkan industri hilir berbasis kelapa sawit. Jika dimungkinkan, roadmap tersebut dapat menjadi pelengkap RPJMD ataupun RPJPD. e. Perluasan pembayaran pajak dan retribusi melalui e-commerce dan

financial technology serta mendorong BPD untuk pengembangan produk CMS (Cash Management System ).

GE

LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Prospek Perekonomian Daerah

99

f. Mengoptimalkan pengembangan potensi wisata Riau, baik wisata budaya, religi, dan sejarah maupun wisata berbasis alam dan perkebunan, antara lain melalui percepatan perbaikan infrastruktur, peningkatan fasilitas pendukung dan kondisi akomodasi agar lebih memadai, promosi dan buku panduan, serta penguatan Sumber Daya Manusia di sektor Pariwisata dan Jasa Pendukung.

Perekonomian global diperkirakan semakin melambat. Perlambatan terutama bersumber dari Kawasan Eropa, India, serta negara-negara Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, volume perdagangan dan harga komoditas global menurun, kecuali harga minyak yang naik karena faktor geopolitik. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global berkurang seiring dengan respons kebijakan moneter global yang tidak seketat perkiraan semula dan ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok yang mereda. Perkembangan ekonomi dan keuangan global tersebut di satu sisi memberikan tantangan dalam mendorong ekspor, namun di sisi lain berdampak positif bagi aliran masuk modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

Grafik B3.1

Pertumbuhan Ekonomi Global

Sumber : Bloomberg

Ekonomi AS 2019 diperkirakan mulai tumbuh melambat. Pertumbuhan ekonomi AS terkonfirmasi menurun, dipengaruhi oleh menurunnya pendapatan dan keyakinan pelaku usaha, terbatasnya stimulus fiskal pasca berakhirnya dampak penurunan pajak korporasi, serta berlanjutnya permasalahan struktural di pasar tenaga kerja. Berdasarkan komponennya, perlambatan ekonomi AS tersebut terutama didorong perlambatan konsumsi dan investasi. Konsumsi diperkirakan melambat sejalan dengan perlambatan

personal income

karena turunnya kompensasi akibat melambatnya kinerja saham dan

stagnansi produktivitas). Investasi juga diperkirakan melambat seiring berlalunya dampak penurunan

corporate tax rate

dan ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok. Perbaikan ekspor juga masih tertahan akibat perlambatan ekonomi negara mitra dagang utama (Uni Eropa dan Tiongkok). Impor juga tertahan karena ekspektasi pelemahan permintaan domestik. Sementara itu, indikator produksi juga masih dalam tren melambat.

Tekanan inflasi AS masih rendah disertai dengan ekspektasi inflasi yang menurun. Penurunan inflasi jasa menjadi faktor yang mendorong turunnya tekanan inflasi. Inflasi

Personal Consumption Expenditures

(PCE) dan PCE inti pada Januari 2019 menurun

menjadi masing-masing sebesar 1,4% dan 1,8% atau di bawah kisaran target The Fed. Turunnya inflasi PCE ini terutama karena inflasi

service ex-shelter

seiring melambatnya

personal income.

Inflasi inti CPI pada Maret 2019 juga turun ke 2,0% didorong oleh

penurunan tekanan inflasi

healthcare.

Ke depan, inflasi inti diperkirakan masih akan melambat seiring penyesuaian ketentuan

Affordable Care Act

(ACA) penurunan tingkat

reimbursement

rumah sakit dan

Medicare Access and CHIP Reauthorization

(MARCA) penurunan jasa

physician.

Ekspektasi inflasi juga diperkirakan menurun seiring dengan perkiraan ekonomi yang melambat.

Grafik B3.2

Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi AS

Grafik B3.3 Inflasi AS

Sumber : Bloomberg

Ekonomi Tiongkok diperkirakan tumbuh melambat, meskipun telah dilakukan ekspansi fiskal melalui pemotongan pajak dan pembangunan infrastruktur. Pertumbuhan ekonomi tahun 2019 diperkirakan lebih rendah, terutama karena perlambatan ekspor dan konsumsi. Ekspor mengalami penurunan, terutama ke negara AS, yang dipengaruhi oleh tarif impor yang masih berlaku hingga September 2019.

mortgage

yang terus meningkat. Pengurangan pajak pendapatan belum terlihat memberikan dampak signifikasi pada peningkatan konsumsi. Sementara itu, kinerja investasi membaik seiring dengan stimulus dari pemerintah. Hal tersebut tercermin dari peningkatan

state investment.

Akselerasi penerbitan

Local Government Special Bond

mendukung implementasi stimulus pembangunan infstruktur berjalan sesuai rencana. Sejalan dengan hal tersebut,

Fixed Asset Investment

juga meningkat didorong oleh peningkatan investasi pemerintah di tengah perlambatan investasi swasta.

Inflasi Tiongkok menurun, terutama dipengaruhi oleh penurunan inflasi pangan. Inflasi IHK Tiongkok pada Februari 2019 tercatat sebesar 1,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,9% (yoy). Inflasi Tiongkok tersebut dalam tren menurun sejak 4 bulan lalu. Penurunan inflasi tersebut terutama dipengaruhi oleh inflasi pangan yang tercatan menurun menjadi 0,7% (yoy). Sementara itu, inflasi inti relatif stabil. Sejalan dengan hal tersebut, inflasi PPI juga tetap rendah karena pelemahan eksternal dan permintaan domestik yang terbatas.

Grafik B3.4

Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok

Grafik B3.5 Inflasi Tiongkok

Sumber : Bloomberg

Perlambatan ekonomi Kawasan Euro diperkirakan lebih dalam dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya. Perbaikan ekonomi Eropa diperkirakan lebih lambat akibat melemahnya ekspor dan belum selesainya permasalahan di sektor keuangan serta berlanjutnya tantangan structural terkait kondisi

aging population.

Ekspor masih

melambat karena belum terdapat perbaikan permintaan mitra dagang utama. Impor juga masih melambat seiring dengan melambatnya konsumsi dan investasi. Ekspor neto diperkirakan melambat seiring dengan perlambatan ekspor yang diperkirakan lebih dalam dibandingkan perlambatan impor. Selain itu, konsumsi tumbuh melambat tercermin dari indeks kepercayaan konsumen dan indeks perdagangan ritel di negara kontributor utama (Jerman, Perancis, dan Italia) yang melambat. Pertumbuhan pendapatan konsumen negara-negara Eopa juga melambat. Investasi juga masih dalam tren melambat sejalan dengan sentiment investor yang masih menurun disertai dengan produksi manufaktur yang masih terganggu. Perlambatan di sektor manufaktur disebabkan oleh kebijakan emisi mobil dan pengaruh ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok.

Tekanan inflasi di Kawasan Euro tetap rendah dengan ekspektasi inflasi yang semakin menurun. Inflasi inti masih tetap terjaga di kisaran rendah, pada Februari 2019 turun menjadi 1,0%. Rendahnya inflasi inti tersebut tidak terlepas dari perlambatan konsumsi dan akselerasi pertumbuhan upah yang tertahan. Di sisi lain, inflasi IHK mengalami peningkatan dari 1,4% (yoy) pada bulan Januari 2019 menjadi 1,5% (yoy) pada bulan Februari 2019. Inflasi IHK yang relatif rendah juga turut dipengaruhi oleh koreksi harga minyak. Tekanan inflasi yang lebih rendah tercermin dari proyeksi inflasi ECB yang direvisi ke bawah.

Grafik B3.6

Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Eropa

Grafik B3.7 Inflasi Eropa

Sumber : Bloomberg

Perekonomian Jepang pada 2019 diperkirakan tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya. Konsumsi Jepang masih dalam tren melambat tercermin dari penjualan ritel yang masih menurun. Sejalan dengan hal tersebut, investasi juga

Inflasi Jepang masih berada jauh di bawah target BOJ sebesar 2%. Pada Februari 2019, inflasi IHK tercatat sebesar 0,2% (yoy). Inflasi inti kembali menurun seiring koreksi harga bensin dan telekomunikasi. Ekspektasi inflasi dalam jangka menengah diperkirakan meningkat menuju target, didukung oleh faktor adaptif yakni realisasi inflasi yang meningkat dan

forward looking.

Grafik B3.8

Pertumbuhan Ekonomi Jepang

Grafik B3.9 Inflasi Jepang

Sumber : Bloomberg

Perekonomian India pada 2019 diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan semula. Hal ini didorong oleh faktor konsolifasi fiskal Pemerintah yang mendorong rendahnya pengeluaran di tengah konsumsi rumah tangga yang melambat dan kinerja ekspor neto yang turun lebih dalam. Selain itu, faktor revisi metode perhitungan PDB India juga mendorong bias ke bawah PDB India 2019. Asesmen terkini mengkonfirmasi perlambatan konsumsi dan perlambatan ekspor neto. Perlambatan konsumsi tercermin dari penjualan otomotif dan impor barang

non-oil

dan non-emas yang turut dipengaruhi oleh likuiditas ketat

Non-Bank Financial Company

(NBFC). Perlambatan net ekspor terjadi karena perlambatan perekonomian global. Sementara itu, siklus bisnis yang positif dan ekspektasi peningkatan pengeluaran pemerintah karena Pemilu diperkirakan mampu menopang perekonomian India. Inflasi IHK India diperkirakan masih berada dalam kisaran target inflasi 4 ± 2%. Inflasi IHK India pada Maret 2019 tercatat sebesar 2,9% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 2,6% (yoy).

Grafik B3.10 Probabilitas Kenaikan FFR

Grafik B3.11 Kontribusi Inflasi India

Sumber : Bloomberg

Risiko ketidakpastian pasar keuangan global berkurang, meskipun masih tetap perlu diwaspadai. Hal tersebut sejalan dengan perkiraan bahwa The Fed akan mempertahankan

Fed Funds Rate

(FFR) sepanjang 2019 dan 2020, serta respons kebijakan moneter global

yang tidak seketat perkiraan awal. Meskipun demikian, beberapa risiko masih tetap perlu diwaspadai, termasuk penyelesaian ketegangan perdagangan AS-Tiongkok, berlanjutnya ketidakpastian masalah Brexit, dan perlambatan ekonomi global yang lebih dalam. Ketidakpastian global yang berkurang mendorong aliran modal ke

Emerging Market

(EM), termasuk Indonesia.

Grafik B3.12

Economic Policy Uncertainty (EPU) AS

Grafik B3.13 Probabilitas Kenaikan FFR

Sumber : Bloomberg

Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global, volume perdagangan dunia mengalami penurunan. Penurunan volume perdagangan dunia juga dipengaruhi oleh penetapan tarif impor AS kepada Tiongkok. Aktivitas ekspor dan impor di negara maju juga terus mengalami penurunan sejalan dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi negara maju. Aktivitas ekspor-impor negara berkembang terkoreksi, setelah peningkatan

Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan volume perdagangan dunia, harga komoditas global juga diperkirakan menurun, kecuali harga minyak yang meningkat karena faktor geopolitik. Penurunan harga komoditas tercermin dari penurunan Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) hingga triwulan I 2019. Penurunan harga terjadi di hampir seluruh komoditas seiring dengan perlambatan perekonomian dunia. Harga batu bara masih rendah seiring dengan peningkatan produksi batu bara Tiongkok dan Indonesia. Penurunan harga minyak dunia hingga awal 2019 dipengaruhi oleh implementasi OPEC +

cut

yang belum sepenuhnya memenuhi komitmen. Pada kondisi terkini, harga minyak menunjukkan kenaikan karena faktor geopolitik, antara lain krisis politik dan ekonomi di Venezuela serta krisis politik dan perang di Libya yang berdampak pada berlanjutnya gangguan produksi minyak. Ke depan, harga minyak diperkirakan meningkat seiring dengan OPEC +

cut

yang mulai berjalan efektif.

Grafik B3.14 Alian Modal

Grafik B3.15

Perkembangan Harga Minyak

LAPORAN PEREKOMONIAN PROVINSI RIAU

Daftar Istilah

xv

Aktiva Produktif

Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.

Kualitas Kredit

Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro, tabungan atau deposito.

xvi

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Inflasi Administered Price

Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar).

Inflasi Inti

Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran agregat and permintaan agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi masyarakat.

Inflasi Volatile Food

Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras).

Kliring

Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)

LAPORAN PEREKOMONIAN PROVINSI RIAU

Daftar Istilah

xvii

dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional.

Kliring Kredit

Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan fisik warkat (paperless).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima (giro, tabungan dan deposito).

Net Interest Income (NII)

Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.

Non Core Deposit (NCD)

Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan.

Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)

Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan).

xviii

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank yang bersangkutan.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net

Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)

Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)

Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.

Dalam dokumen LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU MEI 2019 (Halaman 118-133)

Dokumen terkait